BAB II LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Peraturan untuk perhitungan laba untuk tujuan pelaporan keuangan tidak selalu sama dengan peraturan laba untuk tujuan perpajakan. Adapun perbedaan ini diperbolehkan karena adanya perbedaan tujuan yang mendasari perhitungan kedua laba tersebut.
1. Pengertian Laba Akuntansi Laba akuntansi dihitung dengan maksud untuk mencerminkan peningkatan kinerja perusahaan yang meliputi peningkatan asset bersih yang telah memenuhi kriteria prinsip akuntansi yang berlaku umum dan untuk pengakuan pendapatan dan biaya yang telah berakhir sesuai dengan matching principle. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan adalah kelangsungan usaha dan prisip akrual. Suatu entitas ekonomi diasumsikan terus melakukan usahanya secara berkesinambungan tanpa maksud untuk dibubarkan. Sedangkan melalui konsep akrual, pemgukuran asset, kewajiban, pendapatan, dan beban diakui pada saat terjadi, tidak pada saat uang diterima atau dibayar.
11
Laba merupakan salah satu komponen di dalam laporan keuangan yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Menurut pengertian akuntansi konvensional dinyatakan bahwa laba akuntansi adalah perbedaan antara pendapatan yang dapat direalisir yang dihasilkan dari transaksi dalam suatu periode degan biaya yang layak dibebankan (Muqodim 2005:111). Suwardjono (2005:455) mendefinisikan laba sebagai pendapatan dikurangi biaya merupakan pendefinisian secara struktural atau sintaktik karena laba tak didefinisi secara terpisah dari pengertian pendapatan dan biaya. Menurut (Suwardjono 2005: 456) Laba akuntansi dengan berbagai interpretasi diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai :
1.
Indikator efisiensi penggunaan dana yg tertanam dalam perusahaan yg diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of retun on invested capital).
2.
Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen.
3.
Dasar penentuan besar pengenaan pajak.
4.
Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara.
5.
Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik.
6.
Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang.
7.
Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
8.
Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan. 12
9.
Dasar pembagian dividen.
Pengertian laba Menurut Harahap (2007) yang mengutip Belkoui : “laba akuntansi adalah perbedaan antara revenue yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut.” Dari definisi tersebut, laba mengandung lima sifat, yaitu : a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi, yaitu timbulnya hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut. b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat ”periodik” laba itu, artinya merupakan prestasi perusahaan itu pada periode tertentu. c. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip revenue yang memerlukan batasan tersendiri tentang apa yang termasuk hasil. d. Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil tertentu. e. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip maching artinya hasil dikurangi biaya yang diterima/dikeluarkan dalam periode yang sama.
Dari pengertian laba di atas, laba akuntansi dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
13
a. Laba kotor b. Laba kotor (gross profit) adalah selisih antara pendapatan dari penjualan bersih dengan harga pokok penjualan. c. Laba operasi Laba operasi (operating expenses) adalah selisih antara laba kotor dengan beban operasi. Secara umum beban operasi adalah seluruh beban operasi kecuali beban bunga dan pajak penghasilan. Sehinga laba operasi dapat juga disebut laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and taxes/EBIT). d. Laba sebelum pajak penghasilan Laba sebelum pajak penghasilan (earning before taxes/EBT) merupakan hasil dari laba operasi yang ditambah/dikurangi dengan pendapatan/beban lain-lain. e. Laba bersih Laba bersih (net income) merupakan hasil pengurangan antara laba sebelum pajak penghasilan dengan beban pajak penghasilan dan disesuaikan dengan pos-pos luar biasa. Pos-pos luar biasa adalah penghasilan atau beban yang timbul dari kejadian atau transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas normal perusahaan dan karenanya tidak diharapkan untuk sering kali terjadi atau terjadi secara teratur.
14
f. Laba per saham Laba per saham (earnings per share) adalah keuntungan yang diberikan kepada pemegang saham untuk setiap lembar saham yang dipegangnya. Laba per saham didapat dengan membagi laba bersih dengan jumlah saham yang beredar. Sehingga pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya secara akrual.
2. Pengertian Laba Fiskal Laporan keuangan fiskal merupakan laporan keuangan yang disusun berdasarkan peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan kewajiban pajak perusahaan. Peraturan perpajakan tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu mengenai pengakuan penghasilan dan beban. Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak dapat menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya laba fiskal yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak atas laba. Perbedaan ini disebabkan karena kosep dasar akuntansi yaitu penandingan antara pendapatan dan biaya yang terkait (matching cost against revenue).
15
Sedangkan dalam akuntansi pajak yang digunakan untuk menghitung laba fiskal untuk dasar pengenaan pajak yang tujuan utama yaitu penerimaan negara. Sehingga dalam penyusunan laporan keuangan fiskal harus mengacu kepada peraturan perpajakan. Laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan standar akuntansi harus disesuaikan atau dibuat koreksi fiskalnya terelebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak (suandy.2008). Pajak merupakan sumber penghasilan terbesar di negara ini. Setiap warga Negara atau yang biasa disebut wajib pajak, wajib menyetorkan dan melaporkan pajaknya kepada Negara. Begitu juga dengan perusahaan, oleh karena harus terlebih dahulu diketahui berapa laba fiskalnya. Wajib pajak badan di dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya diwajibkan melakukan pembukuan. Penyelenggaraan pembukuan bertujuan untuk penghasilan netto atau rugi secara fiskal. Berdasarkan pasal 28 UndangUndang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Dasar kas yang digunakan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah dasar kas campuran bahkan mendekati dasar
16
akrual, sesuai penjelasan pasal 28 (5) Undang- Undang No. 28 tahun 2007 tentang KUP. Dalam menentukan besarnya pajak yang terutang perusahaan harus menghitung laba fiskal. Menurut IAI dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46, laba fiskal (taxable profit) diartikan sebagai berikut: “laba fiskal adalah laba selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan.” Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaanya membedakan penghasilan menjadi dua yaitu penghasilan yang merupakan objek pajak dan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Penghasilan yang merupakan objek pajak pun dibedakan menjadi dua, yaitu penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang tidak bersifat final. Selain itu peraturan perpajakan membagi beban menjadi dua, yaitu beban yang boleh dikurangkan (deductible expenses) dan beban yang tidak boleh dikurangkan (nondeductible expenses). Pengelompokan penghasilan dan beban oleh peraturan perpajakan mengakibatkan laba akuntansi berbeda dengan laba fiskal. Dalam rangka
17
menghitung laba fiskal perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba akuntansi sebelum pajak penghasilan berdasarkan ketentuan peraturan Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya yang lebih dikenal dengan istilah rekonsiliasi fiskal. Proses rekonsiliasi fiskal untuk mendapatkan laba fiskal adalah sebagai berikut: a. Penghasilan/pendapatan diklasifikasikan antara penghasilan yang bukan objek pajak dan penghasilan yang merupakan objek pajak b. Dari penghasilan yang merupakan objek pajak, tentukan penghasilan mana yang
pengenaan
pajaknya
bersifat
final,
selebihnya
merupakan
penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak termasuk penghasilaan yang pengenaan pajaknya bersifat final. c. Biaya/pengeluaran diklasifikasikan antara biaya/pengeluaran yang boleh dikurangkan dengan biaya/pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan d. Selisih antara penghasilan yang merupakan objek pajak tidak termasuk penghasilan
yang
pengenaan
pajaknya
bersifat
final
dengan
biaya/pengeluaran yang boleh dikurangkan merupakan laba atau rugi fiskal. Sehingga, laba dalam pengertian Pajak Penghasilan adalah laba yang berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan serta peraturan pelaksanaannya. Laba demikian biasa disebut Laba Fiskal.
18
B.
Perbedaan Antara Laba Akuntansi Dengan Laba Fiskal (Book Tax Gap) Laba akuntansi menurut IAI dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) berarti laba bersih atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi dengan beban pajak. Di sisi lain, penghasilan kena pajak atau laba fiskal menurut istilah perpajakan berarti laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan. Manajemen menghitung laba perusahaan untuk dua tujuan setiap tahunnya, yaitu tujuan untuk pelaporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi keuangan dan pelaporan pajak berdasarkan peraturan pajak untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak atau laba fiskal. Peraturan pajak di Indonesia mengharuskan laba fiskal dihitung berdasarkan metoda akuntansi yang menjadi dasar perhitungan laba akuntansi, yaitu metoda akrual, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan pembukuan ganda untuk dua tujuan pelaporan laba tersebut, karena setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara
melakukan
penyesuaian-penyesuaian
terhadap
laba
akuntansi
berdasarkan peraturan pajak. Rekonsiliasi fiskal di akhir periode pembukuan menyebabkan terjadi perbedaan antara laba fiskal dan laba akuntansi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara
19
standar akuntansi keuangan dan peraturan pajak. Penyebab perbedaan tersebut secara umum dikelompokan ke dalam perbedaan permanen (permanen differences) dan perbedaan sementara atau waktu (temporary or timing differences). 1. Beda Waktu (Temporary Differences) Perbedaan temporer atau beda waktu merupakan perbedaan waktu pengakuan penghasilan atau biaya antara pajak dan akuntansi sehingga mengakibatkan besarnya laba akuntansi lebih tinggi daripada laba pajak atau sebaliknya dalam suatu periode (Deviana, 2010). Perbedaan temporer muncul karena adanya perbedaan tujuan antara akuntansi dengan aturan pajak. Untuk tujuan pelaporan keuangan, pendapatan diakui ketika diperoleh dan biaya diakui pada saat terjadinya, atau accrual basic. Dan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) memberikan kebebasan bagi manajemen untuk memilih prosedur akutansinya. Manajer dapat memilih salah satu diantara beberapa metode akuntansi yang berbeda, misalnya dalam penentuan metode depresiasi dan pengestimasian periode depresiasi
dan
amortisasi,
serta
manajer
bebas
menggunakan
pertimbangannya untuk menentukan besarnya cadangan dana yang dapat mengurangi laba, misalnya penentuan cadangan piutang tidak tertagih,
20
cadangan kompensasi, cadangan garansi, dan lain-lain (Mills dan Newberry dalam Wijayanti, 2006). Sedangkan
untuk
tujuan
pajak,
perusahaan
hanya
mengakui
pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan pada periode yang bersangkutan. Dengan kata lain, pendapatan dicatat ketika kas diterima, penangguhan pendapatan (unearned) tidak dimasukkan dalam laba fiskal, dan biaya diakui pada saat kas dikeluarkan, atau cash basic. Hal ini dikarenakan peraturan
pajak
tidak
memperkenankan
adanya pengestimasian
dan
pencadangan biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak serta peraturan perpajakan tidak memberikan banyak keleluasaan bagi manajemen dalam menggunakan estimasi atau metode akuntansi dalam pelaporan pajak perusahaan. (Wijayanti, 2006). Perbedaan temporer juga akan menimbulkan pergeseran pengakuan penghasilan atau biaya ke tahun berikutnya atau ke tahun lain. Empat transaksi yang dapat menimbulkan beda waktu antara lain (Kiswara, 2009:128): a. Penghasilan yang masuk perhitungan pajak sesudah laba akuntansi : laba bruto penjualan angsuran, laba bruto kontrak jangka panjang, pendapatan dari investasi saham.
21
b. Biaya atau rugi perhitungan pajak sesudah laba akuntansi: taksiran biaya garansi/jaminan produk, taksiran kerugian kontrak pembelian, persediaan barang, kerugian piutang dan investasi jangka pendek. c. Pendapatan pajak sebelum laba akuntansi: sewa, bunga dan persekot. d. Biaya atau rugi pajak sebelum laba akuntansi: depresiasi dan biaya dalam masa konstruksi aktiva tetap (seperti pajak dan bunga).
2. Beda Tetap ( Permanent Differences) Beda tetap atau perbedaan permanen merupakan item-item yang dimasukkan dalam salah satu ukuran laba, tetapi tidak dimasukkan dalam ukuran laba yang lain. Dengan kata lain, jika suatu item termasuk dalam ukuran laba akuntansi, maka item tersebut tidak dimasukkan dalam ukuran laba fiskal dan sebaliknya (Wijayanti, 2006). Misalnya bunga deposito diakui sebagai pendapatan dalam laba akuntansi, tetapi tidak diakui sebagai pendapatan dalam laba fiskal. Perbedaan permanen (permanent differences) timbul sebagai akibat adanya perbedaan pengakuan beban dan pendapatan antara laporan komersial dan harga fiskal sebagai dasar menghitung pajak yang terutang. Sebagai contoh pemberian imbalan kepada karyawan dalam bentuk natura atau kenikmatan, sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan bukan merupakan penghasilan bagi karyawan, tapi juga tidak dipeerkenankan untuk dibebankan
22
sebagai biaya bagi wajib pajak. Hal ini menimbulkan perbedaan bila di perbandingkan dengan akuntansi komersial. Perbedaan permanen merupakan item-item yang dimasukkan dalam salah satu ukuran laba, tetapi tidak pernah dimasukkan dalam ukuran laba yang lain. Dengan kata lain, jika suatu item termasuk dalam ukuran laba akuntansi, maka item tersebut tidak dimasukkan dalam ukuran laba fiskal dan sebaliknya. Perbedaan permanen disebabkan oleh adanya pengelompokan penghasilan dan beban oleh peraturan perpajakan. Pos – pos yang termasuk beda tetap: 1. Penghasilan bunga dari bank 2. Penghasilan deviden kecuali penghasilan deviden dari perseroan terbatas yang mempunyai saham di perseroan terbatas lain sebesar 25% atau lebih, penerimaan devidennya tidak termasuk objek pajak / tidak dikenakan pajak yang telah diatur dalam Ketentuan Peraturan Perundang – undangan Perpajakan Pasal 4 (3). 3. Penghasilan dari hadiah undian 4. Keuntungan dari penjualan penyertaan saham di bursa efek
23
5. Penghasilan berupa sumbangan dari pihak yang mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan dan penguasaan 6. Biaya sumbangan/bantuan, selain biaya sumbangan untuk bencana alam yang dikategorikan sebagai bencana nasional. 7.
Pemberian perusahaan kepada karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak boleh dibebankan sebagai biaya untuk menghitung laba kena pajak (Pasal 9 ayat 1 huruf e). Kecuali pemberian perusahaan kepada dalam bentuk uang boleh dibebankan sebagai biaya untuk menghitung laba kena pajak.
8.
Pph atas royalti yang ditanggung pemberi hasil
9. Biaya representatif yang tidak ada daftar normatifnya 10. Biaya denda dan bunga pajak 11. Hibah/warisan 12. Pengurang lainnya yang tidak diperbolehkan menurut fiskal (nondeductible expenses) sebagaimana telah diatur dalam Ketentuan Peraturan Perundang – undangan Perpajakan Pasal 9 (1).
C.
Persistensi Laba Akuntansi Definisi persistensi laba akuntansi menurut Wijayanti (2006) adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang (expected future earnings) yang diimplikasi oleh inovasi laba tahun berjalan (current 24
earnings). Persistensi laba merupakan salah satu alat ukur kualitas laba dimana laba yang berkualitas dapat menunjukan kesinambungan laba, sehingga laba yang persisten cenderung tidak terlalu berfluktuatif disetiap periode. Selain itu laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsian (perceived noise), dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Chandrarin, 2003 dalam Djamaluddin, dkk., 2008). Menurut Penman (2001) persistensi laba sering kali dikategorikan sebagai salah satu pengukuran kualitas laba karena persistensi laba mengandung unsur predictive value sehingga dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi kejadian-kejadian di masa lalu, sekarang dan masa depan. Predictive value adalah salah satu komponen relevansi selain feedback value dan timeliness. Relevansi adalah salah satu karakter kualitatif laporan keuangan (Dechow dan Dichev, 2002 dalam Djamaludin, dkk. 2008). Besarnya perbedaan laba Akuntansi dengan laba fiskal dianggap sebagai sinyal kualitas laba. Semakin besar perbedaan yang terjadi, semakin rendah kualitas laba yang artinya semakin rendah persistensinya. Terkait dengan hal ini, Hanlon (2005) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki perbedaan temporer kena pajak cenderung memiliki per tax income yang tidak persisten. Ia juga membuktikan bahwa perusahaan-
25
perusahaan tersebut memiliki komponen akrual yang menyebabkan pre tax income menjadi kurang persisten di masa datang. Laba yang berkualitas adalah laba yang mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya. Selain itu laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsian (perceived noise), dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Chandrarin, 2003 dalam Djamaluddin, dkk., 2008). Salah satu penyebab rendahnya kualitas laba akuntansi adalah dikarenakan adanya manajemen laba (earnings management). Manajemen laba dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, mengubah serta memilih metode akuntansi, dan merekayasa saat transaksi dengan menggeser periode biaya atau pendapatan. Manajemen juga dapat memilih berbagai metode akuntansi yang dianggap paling baik bagi manajemen. 1. Perubahan Laba Salah satu analsis yang digunakan untuk mengukur perubahan laba dengan menggunakan rasio Return to Total Asset (ROA), Menurut Mahmud M. Hanafi dan Abdul Halim (2007: 84) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih berdasarkan total aset pada suatu perusahaan. Dalam penelitian (Meythi,2005) menunjukan bahwa ROA adalah rasio yang paling baik dalam memprediksi pertumbuhan laba digunakan untuk 26
mengukur seberapa efisien aktiva tersebut telah dimanfaatkan untuk memperoleh penghasilan. Penyebab perubahan laba kotor: Perubahan Harga Jual (Sales Price Variance), Perubahan kuantitas Produk yang dijual ( Sales Volume Variance), Perubahan Harga Pokok Penjualan per satuan produk (cost price variance), Perubahan kuantitas Harga Pokok Penjualan (Cost Volume Variance). D.
Pengaruh Book Tax Gap Terhadap Persistensi Laba Laba merupakan informasi yang sangat penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam membuat keputusan. Laba akuntansi diukur berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam standar akuntansi keuangan, dimungkinkan para manajer membuat judgment dan estimasiestimasi serta pemilihan metode akuntansi. Menurut Healy, sangat wajar bila manajemen akan melakukan judgement dan membuat estimasi-estimasi serta memilih metode akuntansi yang menguntungkannya dalam mencapai apa yang diinginkan manajemen. Salah satu alat ukur kualitas laba adalah persistensi laba. Persistensi laba adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang (expected future earnings) yang diimplikasi oleh inovasi laba tahun berjalan (current earnings). Persistensi laba dipengaruhi oleh komponen akrual sedangkan perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal dapat memberikan
27
informasi tentang management discretion dalam proses akrual maka semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal membuat persistensi laba semakin rendah, dan sebaliknya semakin kecil perbedaan anatar laba akuntansi dan laba fiskal membuat persistensi laba semakin tinggi. Laba yang persisten cenderung tidak terlalu berfluktuatif disetiap periode yang berbeda. Hanlon (2005) menyatakan bahwa masih terdapat beberapa pendapat yang mendukung dan menentang pernyataan mengenai apakah perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dapat mencerminkan informasi tentang persistensi laba. Penelitian Hanlon (2005) mengasumsikan bahwa perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dapat mengindikasikan kualitas laba lebih rendah karena subyektivitas dalam proses akrual untuk tujuan laporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Jika perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal menunjukkan subjektivitas dalam proses akrual pelaporan keuangan, maka perusahaan dengan perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal yang bernilai positif atau negatif akan menunjukkan laba akrual yang kurang persisten dibanding perusahaan dengan perbedaan kecil antara laba akuntansi dan laba fiskal. Salah satu cara untuk menilai kualitas laba yang dilaporkan manajemen adalah dengan melihat perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Laba fiskal yang diukur berdasarkan peraturan perundangundangan
perpajakan
sangat
membatasi
gerak
manajemen
dalam
mempengaruhi laba fiskal. Sebagai contoh peraturan perpajakan tidak 28
mengakui adanya peyisihan piutang tak tertagih kecuali untuk jenis usaha perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya. Selain itu peraturan perpajakan telah menetapkan tingkat penyusutan untuk aktiva tetap dan aktiva tak berwujud sesuai dengan pengelompokan dari masing-masing jenis aktiva tersebut.
1. Variabel permanen Varabel ini menunjukkan nilai yang signifikan terhadap model ∆PTBI (Perubahan penghasilan sebelum pajak pada perusahaan i pada tahun t) maupun pada model ∆NI (Perubahan laba bersih pada perusahaan i pada tahun t). Pada model ∆PTBI, koefisien variabel permanen adalah negatif. Sehingga semakin besar nilai permanen akan menyebabkan penurunan pada ∆PTBI. Sedangkan pada model ∆NI, koefisien yang terbentuk juga negatif. Hal ini mungkin dikarenakan oleh komponen penyusun variabel permanen itu sendiri, yaitu item-item yang ditambahkan kembali dalam rekonsiliasi fiskal dan komponen tersebut merupakan non-recurring item. 2. Variabel temporer Variabel ini menunjukkan nilai yang signifikan baik terhadap model ∆PTBI maupun pada model∆NI. Perbedaan yang terjadi adalah pada nilai koefisien. Pada model∆PTBI, koefisien variabel temporer adalah negatif. Sedangkan pada model∆NI, koefisien yang terbe ntuk bernilai
29
positif. Koefisien positif pada variabel ini menunjukkan adanya manfaat pajak tangguhan. Dengan kata lain perbedaan temporer pada sample adalah future deductible temporary differences sehingga terdapat perbedaan nilai koefisien pada kedua model. E.
Kerangka Pikir Secara singkat penelitian ini akan menerangkan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Book Tax Gap dan melihat juga pengaruh Book Tax Gap terhadap pertumbuhan laba yang di proksi kan ke dalam persistensi laba. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut: Persistensi Laba
BOOK TAX – GAP
Perubahan Laba Akuntansi Sebelum Pajak (Y1)
Perbedaan Temporer (X1) Perbedaan Permanen (X2)
Perubahan Net Income (Y2) Regresi Berganda
30