BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Koperasi 1. Pengertian Koperasi, KJKS dan UJKS Menurut Bapak Koperasi Indonesia (Moh. Hatta) koperasi merupakan usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong.48 Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang dimaksud koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.49 Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 39/Per/M.KUKM/XII/2007 yang dimaksud Koperasi Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut KJKS adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil syariah. Sedangkan Unit Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut UJKS, adalah unit koperasi yang bergerak di
48
Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, Koperasi Teori dan Praktik, (Jakarta: Erlangga, 2001),
hlm.17. 49
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang PerkoperasianBAB I Ketentuan Umum Pasal 1
44
45
bidang usaha pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil syariah sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan.50 2. Tujuan KJKS dan UJKS Tujuan pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) / Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) antara lain:51 a. Meningkatkan program pemberdayaan ekonomi, khususnya di kalangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi melalui sistem syariah. b. Mendorong kehidupan ekonomi syariah dalam kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah khususnya dan ekonomi Indonesia pada umumnya. c. Meningkatkan semangat dan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). 3. Prinsip Dasar Produk dan Jasa Koperasi Syariah Prinsip dasar produk dan jasa pada koperasi syariah sama seperti prinsip dasar produk dan jasa bank. Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Prinsip-prinsip dasar dari produk dan
50
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 39/Per/M.KUKM/XII/2007 51 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004, BAB II, Pasal 2
46
jasa tersebut di antaranya adalah Al-Musyarakah yang berarti akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan di awal.52 B. Tinjauan Umum Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 1. Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha mikro, kecil, dan menengah adalah salah satu sektor usaha yang banyak diminati oleh para pelaku usaha, karena sektor tersebut sangat prospektif untuk dikembangkan menjadi lebih baik. Sektor Usaha mikro, kecil, dan menengah pada perekonomian nasional, memiliki peran yang cukup fital, yang menjadi bukti adalah sektor ini merupakan sektor yang mampu bertahan menghadapi hantaman krisis ekonomi global yang sedang melanda perekonomian nasional. Usaha mikro kecil dan menengah juga dianggap sebagai pengentas kemiskinan yang efektif karena mampu menciptakan peluang kerja bagi tenaga kerja dalam negeri sehingga mampu menangani masalah pengangguran. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM adalah sebagai berikut :53 “UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang 52
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta; Gema Insani Press: 2001), hlm. 90 53 Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, danMenengah.BAB I, KetentuanUmum, Pasal 1
47
perorangan dan/ badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang ini. Usaha Menegah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.” Batasan usaha menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, didefinisikan sebagai berikut :54 a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagai mana yang diatur dalam Undang-Undang. Yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau badan usaha yang bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai 54
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, danMenengah.BAB I, KetentuanUmum, Pasal 1
48
dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan maksimal Rp 2,5 milliar. c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih > Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan > Rp. 2,5 milyar sampai dengan Rp. 150 milyar. Kriteria jumlah karyawan berdasarkan jumlah tenaga kerja atau jumlahkaryawan merupakan suatu tolak ukur yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menilai usaha kecil atau besar, sebagai berikut: Tabel 2.1 Kriteria Jumlah Karyawan
Jumlah Tenaga Kerja
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
<4 orang
5-19 orang
20-99 orang
≤100 orang
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015
49
2. Asas dan Tujuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah a. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, asas-asanya antara lain:55 1) Kekeluargaan 2) Demokrasi ekonomi 3) Kebersamaan 4) Efisiensi berkeadilan 5) Berkelanjutan 6) Berwawasan lingkungan 7) Kemandirian 8) Keseimbangan kemajuan 9) Kesatuan ekonomi nasional b. Tujuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Usaha mikro, kecil, dan menengah bertujuan menumbuhkan dan
mengembangkan
usahanya
dalam
rangka
membangun
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Disamping itu, tujuan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah antara lain:56 a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan.
55
Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, danMenengahBABII, Asas dan Tujuan, Pasal 2 dan 3. 56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, danMenengah.BABII, Pasal 5.
50
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha mikro, kecil, dan menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. c. Meningkatkan peran usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. 3. Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM antara lain:57 a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan usaha mikro, kecil, dan menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri. b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi usaha mikro, kecil, dan menengah. d. Peningkatan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah. e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.
57
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, danMenengah.BABIII, Prinsip Pemberdayaan, Pasal 4.
51
4. Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Anne Ahira (n.d) dalam Marantika (2013), mengelompokkan UMKM berdasarkan sudut pandang perkembangannya. Menurut perkembangannya,
usaha
mikro,
kecil,
dan
menengah
dapat
dikelompokkan menjadi :58 a. Livelyhood Activities Di Indonesia, kelompok usaha ini lebih dikenal sebagai kelompokusaha sektor informal. Usaha UMKM ini dianggap dan digunakan
sebagai
kesempatan
kerja
untuk
mendapatkan
penghasilan sehari-hari demi pemenuhan kebutuhan hidup. Salah satu contohnya adalah pedagang kaki lima. b. Micro Enterprise Kelompok usaha ini melakukan kegiatan yang sifatnya cenderung sebagai pengrajin. Ia memiliki kemampuan menghasilkan suatuproduk namun belum memiliki sifat kewirausahaan untuk memajukan produknya tersebut. c. Small Dynamic Enterprise Kelompok UMKM ini dalam menjalankan bisnisnya telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. 58
Carla Rizka Marantika, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro (PT Bank BRI (Persero) Tbk. Unit Tawangsari II, Cabang Sukoharjo Tahun 2013), (Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2013). Skripsi tidak diterbitkan.
52
d. Fast Moving Enterprise Kelompok
UMKM
ini
selain
telah
memiliki
jiwa
kewirausahaan, juga memiliki tujuan memajukan usahanya dengan melakukantransformasi menjadi usaha besar. C. Tinjauan Umum Pembiayaan Musyarakah 1.
Pengertian Pembiayaan Istilah kredit banyak dipakai dalam sistem perbankan konvensional yang berbasis pada bunga (interest based). Sedangkan dalam perbankan syariah dikenal dengan istilah pembiayaan (financing) yang berbasis pada keuntungan riil yang dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing).59 Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan orang lain. Dalam
arti
sempit,
pembiayaan
dipakai
untuk
mendefinisikan
pendanaanyang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah kepada nasabah.60 Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan bank syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh bank syariah dari masyarakat yang surplus 59
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2007), Cet.I, hlm.98. 60 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), hlm. 260.
53
dana.61 Sedangkan menurut M. Syafi’i Antonio, pengertian pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.62 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:63 a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik. c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’. d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh. e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank syariah dan atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah,tanpa imbalan, atau bagi hasil.
61
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank, (Yogyakarta: UII Press, 2004), Cet.II, hlm. 7. 62 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm.160. 63 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah BAB 1 Pasal 1.
54
2.
Unsur Pembiayaan Pembiayaan pada dasarnya diberikan atas dasar kepercayaan. Dengan demikian pemberian pembiayaan adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti prestasi yang diberikan benar-benar harus diyakini dapat dikembalikan oleh penerima pembiayaan sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Berdasarkan hal diatas, unsur-unsur pembiayaan tersebut adalah:64 a. Adanya dua pihak yaitu pemberi pembiayaan (shahibul mal) dan penerima pembiayaan (mudharib). b. Adanya
kepercayaan
shahibul
mal
kepada
mudharib
yang
didasarkan atas prestasi dan potensi mudharib. c. Adannya persetujuan, berupa kesepakatan pihak shahibul mal dengan pihak lainnya yang berjanji membayar dari mudharib kepada shahibul mal. d. Adanya penyerahan barang, jasa atau uang dari shahubul mal kepada mudharib. e. Adanya unsur waktu (time element). f. Adanya unsur resiko (degree of risk) baik dipihak shahibul mal maupun di pihak mudharib.
64
Veithzal Rifai, Islamic Financial Management, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008),
hlm. 4-5.
55
3. Jenis – jenis Pembiayaan Pembiayaan dalam perbankan syariah dapat dibagi:65 1. Return bearing finance, yaitu bentuk pembiayaan yang secara komersial menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung risiko dan nasabah juga memberikan keuntungan. 2. Return free financing, yaitu bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan yang ditunjukkan kepada orang yang membutuhkan (poor), sehingga tidak ada keuntungan yang dapat diberikan. 3. Charity financing, yaitu bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap pokok dan keuntungan. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut:66 1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
65
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.122. 66 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm.160.
56
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi: 67 1.
Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: peningkatan produksi, baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif yaitu peningkatan kualitas maupun mutu hasil produksi; dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place68dari suatu barang.
2.
Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
4. Pembiayaan Musyarakah a. Pengertian Musyarakah adalah akad kerja sama diantara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai
67
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm.160. 68 http://www.warsidi.com/2009/12/place-utility.html. Diakses 1 Febuari 2015, Warsidi, Fakultas Ekonomi Universitas Jendral Soedirman, Utility of Place adalah nilai guna yang diciptakan oleh suatu bisnis dengan menyediakan produk di tempat yang diinginkan customer.
57
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.69 b. Landasan Syariah 1) Al-Qur’an Adapun dasar hukum dari musyarakah, antara lain terdapat di dalam firman Allah dan hadist Nabi. Dalam firman Allah pada Surat An-Nisa’ ayat 12 yang berbunyi ; )21 : (الىساء. فان كاوُا اكثر مه رلك فٍم شركاء في الثلث Artinya: “Dan jika saudara-saudara itu lebih dua orang, maka mereka bersyarikat pada yang sepertiga itu”.Ayat ini, menurut mereka berbicara tentang perserikatan harta dalam pembagian warisan. Dalam ayat lain Allah berfirman: . )12 : (ص.َان كثيرا مه الخلطاء ليبغي بعضٍم على بعض Artinya: “Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh dan amat sedikit mereka ini…(QS Shad, 38:24)
69
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.
83
58
2) Hadist Disamping ayat ayat dalam al-Qur’an diatas, dijumpai pula sabda Rasulullah SAW membolehkan akad asy-syirkah. Dalam sebuah hadis Qudsi Rasulullah SAW mengatakan: فارا خاوً خرجت,ً مالم يخه أحذٌما صاحب, أ وا ثالث الشركيه: ان هللا يقُل: رفعً قال,عه أبي ٌريرة )مه بيىٍما (رَاي أبُا داَد َالحاكم عه أبي ٌريرة Artinya : Dari Abu Huraira, ia merafa’kannya kepada Nabi, beliau bersabada: Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang. Selama salah seorang di antara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu. (HR Abu Daud dan al-Hakim dari Abi Hurairah) 3) Ijma Ibnu Qudama dalam kitabnya Al-Mughni berkata, “kaum muslimin telah berkonsensur terhadap legitimasi masyarakat secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”
59
c. Rukun dan Syarat 1) Rukun Rukun merupakan sesuatu yang wajib dilakukan dalam suatu transaksi (necessary condition), begitu pula pada transaksi yang terjadi pada kerja sama bagi hasil Musyarakah. Pada umumnya, rukun dalam muamalah iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada tiga.yaitu: a) Pelaku, bisa berupa penjual dan pembeli (dalam akad jual beli), penyewa-pemberi sewa (dalam akad sewa-menyewa), dan dalam hal ini pemberi modal-pelaksana usaha (dalam akad Musyarakah) b) Objek, dari semua akad diatas dapat berupa uang, barang atau jasa. Tanpa objek transaksi, mustahil transakasi akan tercipta. c) Ijab-kabul, adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransakasi. 2) Syarat Syarat adalah sesuatu yang keberadaanya melengkapi rukun (sufficient condition). Bila rukun dipenuhi tetapi syarat tidak dipenuhi, rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak).Demikian menurut mazhab hanafi. Seperti syarat berikut:
60
a) Perserikatan itu merupakan transaksi yang boleh diwakilkan. Artinya, salah satu pihak jika bertindak secara hukum terhadap objek perserikatan itu dengan izin pihak lain, dianggab sebagai seluruh wakil pihak yang berserikat. b) Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah. c) Persentase pembagian keuntungan untuk masin-masing pihak yang berserikat dijelaskan ketika berlangsungnya akad. Keuntungan itu diambil dari hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta lain. d) Modal, harga barang dan jasa harus jelas. e) Tempat
penyerahan
(delivery)harus
jelas
karena
akan
berdampak pada biaya transportasi. f)
Barang
yang
ditransaksikan
harus
sepenuhnya
dalam
kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal. d. Jenis-jenis Musyarakah Akad Musyarakah terbagi menjadi Al-I’nan, Al-Mufawadhah, Al-A’maal, Al-Wujuh dan Al-Mudharabah. Para ulama berpendapat tentang mudharabah, apakah ia termasuk jenis musyarakah atau bukan. Beberapa ulama mengganggap mudharabah termasuk kategori musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah
61
akad (kontrak) musyarakah. Adapaun ulama lain mengganggap mudharabah tidak termasuk musyarakah.70 a. Syirkah I’nan Akad kerja sama antara dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dan berpartisipasi dalam kerja. Porsi dana dan bobot partisipasi dalam berkerja tidak harus sama, bahkan dimungkinkan hanya salah seorang yang aktif mengelola usaha yang ditunjuk oleh partner lainnya. Sementara itu, keuntungan dan kerugian yang timbul dibagi menurut kesepakatan bersama. b. Syirkah Mufawadhah Akad kerjasama antara dua orang atau lebih, masing-masing memberikan
kontribusi
dana
dalam
porsi
yang
samadan
berpartisipasi dalam kerja dan bobot yang sama pula. Setiap partner saling menanggung satu sama lain dalam hak kewajiban. Tidak diperkenankan salah seorang memasukan modal yang lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula dibandingkan dengan partner yang lainnya. Keuntungan maupun kerugian yang diperoleh harus dibagi secara sama. c. Syirkah A’maal Kesepakatan kerjasama antara dua orang atau lebih yang memiliki profesi dan keahlian tertentu, untuk menerima serta 70
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,2001), hlm.90.
62
melaksanakan suatu pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari hasil yang diperoleh. d. Syirkah Wujuh Syirkah ini terbentuk antara dua orang atau lebih, tanpa setoran modal. Modal yang digunakan hanyalah nama baik yang dimiliki, terutama karena kepribadian dan kejujuran masing-masing dalam berniaga. Dengan memiliki reputasi seperti itu, mereka dapat membeli barang-barang tertentu dengan pembayaran tangguh dan menjualnya kembali secara tunai. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai denagn kesepakatan bersama.71 Gambar 2.1 Skema al-Musyarakah Bank Syariah Parsial: pembiayaan
Nasabah Parsial: Asset Value PROYEK USAHA
KEUNTUNGAN
Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi modal (nisbah) Sumber: M. Syafi’i Antonio, 2001
71
Nurul Huda dan M. Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis ,(Jakarta: kencana,2010), Cet.I, hlm.70
63
D. Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Kelancaran
Pengembalian
Pembiayaan Musyarakah Faktor tingkat pendidikan, merupakan faktor yang diduga akan mempengaruhi kelancaran pengembalianpembiayaan dan dianggap berperan aktif dalam pembentukan kepribadian debitur, terkait dengan niat dan kemauan debitur tersebut untuk membayar angsuran pembiayaan tepat waktu yang tentunya akan sangat berpengaruh terhadap integritas debitur tersebut dalam memenuhi kewajibannya. Faktor omzet usaha dan jumlah tanggungan keluarga diduga mempengaruhi kelancaran pengembalian pembiayaan karena berkaitan dengan kemampuan debitur mengelola bisnis sehingga mampu melunasi pokok pinjaman disertai bagi hasilnya dan syarat lain sesuai perjanjian. Faktor lain seperti besarnya jumlah pembiayaan, sehubungan dengan kepemilikan modal oleh debitur dan pengaruhnya terhadap perbandingan pembiayaan dari pinjaman dengan modal sendiri. Seperti
dalam
pengajuan
pembiayaan
pada
umumnya,
yang
mempertimbangkan aspek kelayakan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan pembiayaan. Bank atau lembaga keuangan juga melakukan analisis kredit sesuai dengan prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengajuan pembiayaan pada umumnya. Secara lebih rinci, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
64
1) Tingkat Pendidikan a) Pengertian Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.72 Menurut
Pusat
Bahasa
Departemen
Pendidikan
Nasional,
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.73 Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa: “Pendidikan
adalah
usaha
sadar
dan
terencana
untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
72
Soekidjo Notoatmodjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003), hlm. 16. 73 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2002), hlm. 263.
65
b) Jalur Pendidikan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan dibagi: 1. Jalur Formal a. Pendidikan Dasar Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentutuk lain yang sederajat serta Sekolah
Menengah
Pertama
(SMP)
dan
Madrasah
Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. b. Pendidikan Menengah Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah jurusan, seperti SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat. c. Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politektik, sekolah tinggi, institut dan universitas. 2. Jalur Nonformal Pendidikan informal adalah adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal meliputi satuan pendidikan : lembaga kursus dan lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, pendidikan anak usia dini jalur nonformal.
66
Sedangkan
penyelenggaraan
program
pendidikan
nonformal meliputi : pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini (kelompok bermain, taman penitipan anak), pendidikan kepemudaan (organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi lain yang sejenis), pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan & pelatihan kerja, pendidikan Kesetaraan (Program paket A setara SD/MI, Program paket B setara SMP/MTs, Program paket C setara SMA/MA, Paket C Kejuruan setara SMK/MAK). 3. Jalur Informal Adalah
alur
pendidikan
keluarga
dan
lingkungan.
Pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Salah satu contoh pendidikan informal adalah pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk
pendidikan
keluarga
atau
pendidikan
yang
diselenggarakan oleh lingkungan. Pendidikan yang dilakukan oleh keluarga adalah salah satu dasar yang akan membentuk watak, kebiasaan, dan perilaku anak di masa depannya nanti. Sekarang ini pendidikan formal banyak yang mengajarkan tentang kewirausahaan untuk membekali muridnya agar mempunyai jiwa mandiri dandapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Sehingga dengan
67
semakintingginya tingkat pendiddikan formal seseorang dimungkinkan bahwa orangtersebut akan mempunyai jiwa kewirausahaan yang semakin tinggi.74 Tingkat pendidikan yang rendah akan mengakibatkan daya serap pelaku UMKM terhadap informasi dan pasar semakin lamban, sehingga usaha-usaha yang mengarah pada peningkatan produksi dan pendapatan akan bergerak secara lamban pula. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga akan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan, dan angsuran pembiayaannya akan lancar. 2) Jumlah Tanggungan Keluarga Yang dimaksud dengan tanggungan keluarga adalah jumlah tanggungan yang terdiri dari anak, istri, serta famili yang tinggal dalam satu rumah dan menjadi tanggungan kepala keluarga, tetapi jumlah anak tidak selalu berarti sama dengan jumlah tanggungan, hal ini disebabkan anak sewaktu-waktu dapat memisahkan diri misalnya membentuk keluarga baru. Beberapa faktor yang menyebabkan jumlah tanggungan dalam satu keluarga besar antara lain telah berkeluarga pada usia muda, kelahiran
74
Adit Fairuz, Analisis Pengaruh Karakteristik Peminjam, Besar Pinjaman, Jenis Usaha, Dan Lama Usaha Terhadap Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) MIikro (Studi Kasus pada Debitur KUR Mikro BRI Unit Kendal Kota), (Semarang: Skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2014). Skripsi tidak diterbitkan.
68
anak yang begitu dekat, adanya anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki dan sanak saudara yang belum bisa berusaha sendiri sehingga harus tinggal bersama keluarga yang sudah cukup mantap. Semakin banyak jumlah tanggungan maka semakin besar pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pengaruh jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat dari beberapa perspektif pandangan. Salah satunya adalah pendapat dalam penelitian Grootaert (n.d) dalam Wahyu (2013) yang akan mengungkapkan bahwa setiap tambahan seorang kepala keluarga akan meningkatkan belanja rumah tangga perkapita sebesar 1,5 persen.75 Jumlah tanggungan keluarga semakin banyak (anggota keluarganya) akan semakin meningkat pula beban hidup yang harus dipenuhi. Hal ini disebabkan karena pengeluaran konsumsi yang semakin besar. Sehingga semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga maka akan semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga sebagian besar dari jumlah pendapatan teralokasi untuk kebutuhan tersebut, bukan untuk memenuhi kewajiban membayar angsuran pembiayaan. 3) Omzet Usaha Omzet atau laba kotor adalah total penjualan kotor yang dihitung per satuan waktu seperti harian/ bulanan/ tahunan. Laba adalah proses
75
Dandy Wahyu Bima Pradita, Analisis Karakteristik Debitur Yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Guna Menanggulangi Terjadinya Non Performing Loan (NPL) (Studi kasus pada BRI Kantor Cabang Pembantu Sukun Malang), dalam Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang,2013.
69
arus penciptaan barang atau jasa oleh suatu perusahaan selama suatu kurun waktu tertentu. Umumnya, pendapatan dinyatakan dalam satuan moneter (uang).76 Laba merupakan bagaian keuntungan seorang pengusaha sebagai imbalan atas usahanya mengelola perusahaan dengan menggabungkan berbagai faktor produksi untuk mencapai hasil sebanyak-banyaknya serta membagi keuntungan perusahaan kepada pemilik faktor produksi yang lebih dalam penyelenggaraan produksi.77 Laba memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut :78 1) Laba didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi 2) Laba didasarkan pada postulat periodisasi, artinya merupakan prestasi perusahaan pada periode tertentu 3) Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan 4) Laba memerlukan pengukuran tentang biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan tertentu 5) Laba didasarkan pada prinsip penandingan antara pendapatan dan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam laba usaha adalah 76
Tuanakota. Pengantar Akuntansi, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hlm. 152. Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2005), hlm. 316. 78 Anis Chariri dan Imam Ghozali, Teori Akuntansi, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2003), hlm. 214. 77
70
a. Pendapatan kotor, pendapatan yang diperoleh pedagang dalam satu bulan b. Biaya-biaya, biaya yang dikeluarkan pedagang dalam satu bulan, baik untuk biaya gaji, retribusi, biaya listrik, dan sebagainya c. laba bersih, merupakan pendapatan yang diterima dalam satu bulan setelah dikurangi dengan biaya-biaya d. Laporan keuangan, penulisan laporan keuangan bertujuan untuk menghindari kas yang digunakan untuk keperluan pribadi e. Peningkatan laba, peningkatan laba dapat diketahui melalui laporan keuangan sehingga dapat mencari solusi ketika terjadi penurunan laba. 4) Jumlah Pembiayaan a) Analisis Kelayakan Pembiayaan Analisis kelayakan pembiayaan merupakan suatu penilaian yang bertujuan untuk menganalisis atau menilai suatu permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon debitur, sehingga dapat memberikan keyakinan bagi pihak bank bahwa proyek atau usaha yang akan dibiayai nantinya memang layak untuk dibiayai. Analisis pembiayaan dilakukan dengan tujuan pembiayaan yang diberikan mencapai sasaran dan aman. Artinya pembiayaan tersebut harus diterima pengembaliannya secara tertib teratur dan tepat waktu, sesuai dengan perjanjian antara bank dengan customer sebagai penerima dan pemakai pembiayaan. Selain itu dengan tujuan terarah, artinya pembiayaan yang akan digunakan untuk tujuan seperti yang
71
dimaksud dalam permohonanpembiayaan dan sesuai dengan peraturan dan kesepakatan ketika disyaratkan dalam akad pembiayaan.79 Teknik analisis dilakukan secara cermat dan teliti dengan senantiasa memperhatikan atau berpedoman pada ketentuan yang berlakumencakup analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Penilaian setiap permohonan pembiayaan sangat tergantung pada faktor-faktor seperti jenis usaha, sektor ekomomi, tujuan penggunaan pembiayaan dan jumlah pembiayaan. Prinsip dasar dalam menganalisis pembiayaan yang lazim, dikenal dengan prinsip 6C yaitu character, capital, capacity, colleteral, condition of economy dan constrains. 6C’s financial analysis ini meliputi aspek-aspek yang terdapat dalam kegiatan usaha customer seperti aspek manajemen, marketing, teknis dan keuangan. Pengertian keenam prinsip tersebut adalah sebagai berikut:80 1. Character Keadaan watak/sifat dari calon debitur, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaiaan terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana itikad/kemauan debitur untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.
79
Veithzal Rifai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: RajaGrafindo Press, 2008), hlm. 345. 80 Veithzal Rifai, Islamic Financial Management, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 345-352.
72
2. Capital Penilaian terhadap permodalan berkaitan dengan nilai modal yang dimiliki calon nasabah untuk membiayai proyek atau usaha yang akan dijalankan. Penilaian atas besarnya modal sendiri penting, mengingat pembiayaan bank hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang diperlukan. 3. Capacity Penilaian ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan calon debitur
dalam memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam
perjanjian pinjaman atau akad pembiayaan. Penilaian kemampuan berkaitan dengan kemampuan debitur dalam mengelola bisnis serta kemampuan mencari laba. Semakin besar sumber pendapatan seseorang maka semakin besar kemampuannya untuk memenuhi kewajiban pembiayaan. 4. Colleteral Barang yang diserahkan debitur sebagai agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Dalam menilai collateral atau agunan, nilai agunan hendaknya harus melebihi jumlah pembiayaan, agunan juga harus diteliti keabsahannya. Agunan memiliki fungsi sebagai pelindung bank dari risiko kerugian.
73
5. Condition of economy Dalam
penilaian
ini,
pihak
kreditur
melihat
dan
mempertimbangkan situasi ekonomi yang terjadi pada suatu daerah atau negara saat ini dan di masa yang akan datang. Kondisi ini juga menilai kinerja di masa mendatang dari sektor yang dibiayai. Situasi dan kondisi ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemanfaatan dan pengembalian pembiayaan oleh debitur. 6. Constrains Constraints merupakan faktor hambatan atau rintangan yang mungkin muncul sehingga menyebabkan suatu proyek tidak dapat dilaksanakan. Hambatan tersebut misalnya pendirian usaha SPBU yang sekitarnya banyak bengkel-bengkel las atau pembakaran batu bara. Besarnya jumlah pinjaman yang diberikan oleh pihak bank hingga batas maksimum tergantung dari jumlah permintaan dan penilaian kemampuan pembayaran seorang debitur. Semakin besar jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank maka semakin besar beban yang harus ditanggung oleh debitur dalam pelunasannya sehingga pemberian jumlah pinjaman yang besar menimbulkan resiko terhambatnya pengembalian pembiayaan oleh debitur.81
81
Dandy Wahyu Bima Pradita, Analisis Karakteristik Debitur Yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Guna Menanggulangi Terjadinya Non Performing Loan (NPL) (Studi kasus pada BRI Kantor Cabang Pembantu Sukun Malang), dalam Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang,2013.
74
5) Kelancaran Pengembalian Pembiayaan Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yaitu kredit lancar, kredit dalam perhatian khusus, kredit kurang lancar, kredit diragukan dan
kredit
macet.
Secara
umum
kolektabilitas
pembiayaan
dikategorikan menjadi lima macam yaitu:82 1. Kriteria lancar (Pass) a. Pembayaran angsuran pokok atau bunga tepat waktu. b. Memiliki mutasi rekening yang aktif. c. Bagian dari kredit yang dijaminkan dengan tunai (Cash Collateral). 2. Kriteria kredit dalam perhatian khusus (Special Mention) a. Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang belum melampaui 90 hari. b. Kadang-kadang terjadi cerukan. c. Mutasi rekening relatif aktif. d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan. e. Dukungan pinjaman baru.
82
Veithzal Rifai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: RajaGrafindo Press, 2008), hlm. 33-37.
75
3. Kriteria kredit kurang lancar (Sub Standard) a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui 90 hari. b. Sering terjadi cerukan. c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah. d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari. e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi olehdebitur. f. Dokumentasi pinjaman yang lemah. 4. Kriteria kredit diragukan (Doubtful) a. Terdapat
tunggakan
angsuran
pokok
atau
bunga
yang
melampaui180 hari. b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen. c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari. d. Terjadi kapitalisasi bunga. e. Dokumentasi
hukum
yang
lemah
baik
untuk
perjanjian
kreditmaupun pengikatan jaminan. 5. Kriteria kredit macet (Lost) a. Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 270 hari.
76
b. Dokumentasi pembiayaan dan/atau pengikatan agunan tidak ada.83 Permasalahan kelancaran dalam pengembalian pembiayaan dapat digunakan oleh bank sebagai bahan dalam analisis pembiayaan yang akan diberikan kepada calon debitur. Misalnya dapat dilihat berdasarkan karakteristik debitur, karakteristik usaha antara debitur lancar dan debitur yang memiliki masalah dalam pengembalian.
83
Veithzal Rivai, Credit Management Handbook, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Edisi refisi, Cet.III, hlm.37.