5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Tata Rias Pengantin Menurut profil dari organisasi HARPI MELATI (Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia). Pada era tahun 60 – 70 tumbuh beberapa perkumpulan para perias pengantin yang mempunyai tujuan menggali dan melestarikan budaya daerah, khususnya melalui dunia tata rias pengantin. yaitu : PP 16 (singkatan dari Perias Pengantin yang lahir pada tanggal 16), Hasta Nata (singkatan dari Himpunan ahli tata rias dan busana daerah), Di jawa barat (bandung) IKARIB. Pada tahun 1968 awalnya tata rias pengantin hanya terdiri dari 4 gaya, yaitu : -
Yogya Putri
-
Solo Putri
-
Sunda Putri
-
Barat Sesudah era tahun 1981, dengan tujuan menertibkan, maka dileburlah
perkumpulan-perkumpulan yang telah berbentuk organisasi profesi (karena telah memiliki AD/ART) oleh pemerintah melalui departemen pendidikan direktorat jendral pendidikan luar sekolah dan olahraga, Bapak Dirjen DIKLUSEPORA, Prof. Dr. W.Napitupulu dijadikan satu wadah. Lalu pada Tahun 1990 berganti menjadi “himpunan ahli rias pengantin indonesia melati” HARPI MELATI (HIMPUNAN AHLI RIAS PENGANTIN
6
INDONESIA), yang beranggotakan 53 orang. Demi kemajuan budaya, yang awalnya hanya empat gaya, kini telah berkembang menjadi 81 gaya. Tata rias pengantin adalah tata rias yang harus memiliki kekuatan untuk merubah wajah lebih berseri, dan tampak istimewa, dengan tetap mempertahankan kecantikan alami yang besrsifat personal (Andi Yanto, The Make Over: p.150). Sedangkan menurut Andjata dan Ayu Isni Karin, Tata rias pengantin adalah tata rias wajah untuk hari bahagia yang bertujuan supaya wajah “bercahaya”. Koreksi dilakukan secara detail agar wajah benar-benar terlihat sempurna dan harus memiliki kekuatan untuk merubah wajah lebih berseri dan tampak istimewa dengan tetap mempertahankan kecantikan alami yang bersifat personal (Andjata dan Ayu Isni Karin, The Make Over: p.150) Tata rias bagi seorang pengantin mencakup apa yang disebut dengan tata rias wajah, tata rias rambut, tata busana dan perhiasan (Nur Asyiyah Asmawi Agani, Upacara Adat dan Seni Tata Rias, 2000, p.3). Tujuan dari merias wajah adalah untuk lebih mempercantik wajah seseorang. Berhubung tidak ada suatu pola tertentu yang dapat digunakan untuk merias wajah, maka tindakan yang utama ialah, menonjolkan bagian wajah yang bagus dan menyembunyikan bagianbagian yang kurang indah dengan keterampilan pengolesan kosmetik. Oleh karena itu penata rias harus memahami serta menguasai teori dan praktek kosmetologi, disamping mengenal bentuk muka, mata, hidung, warna kulit dan kombinasi warna untuk riasan wajah.
7
Gambar 2.1 Foto Pengantin Daerah
http://sanggarkarina.blogspot.com/
8
Pada awalnya penyedia jasa tata rias pengantin hanya menyediakan pelayanan rias dan busana untuk pengantin saja, tetapi semakin berkembangnya zaman serta semakin banyaknya persaingan, ada sebagian penyedia jasa tata rias pengantin tidak hanya menyediakan jasa rias dan busana saja, tetapi mereka mengemas menjadi suatu paket pernikahan, yang biasanya terdiri dari pelaminan, dekorasi, alat musik traditional, band, catering, tenda, dan lain-lain. Yang akhirnya bisa memudahkan pelanggan untuk mendapatkan itu semua di satu tempat saja
Gambar 2.2 Foto Dekorasi pernikahan
9
2.2
Jasa Menurut Philip Kotler seperti yang dikutip J. Supranto 2001: 227) “jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik”. Menurut Freddy Rangkuti jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, di mana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. (2002: 26) Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan suatu tindakan atau aktivitas yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun namun digunakan pada waktu yang sama dan dapat memberikan nilai tambah dan dapat menjadi pemecah atas masalah yang dihadapi oleh konsumen.
2.3
Service Quality Service Quality menurut parasuraman seperti yang dikutip Rambat Lupiyoadi (2001, 148) adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima atau peroleh. Kualitas pelayanan penting bagi perusahaan jasa karena telah terbukti dapat meningkatkan tingkat keuntungan, dan meningkatkan pangsa pasar. (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1985).
10
Menurut Christopher Lovelock seperti yang dikutip Freddy Rangkuti (2002: 18), menemukan bahwa konsumen mempunyai kriteria yang pada dasarnya identik dengan beberapa jenis jasa yang memberikan kepuasan kepada para pelanggan. Kriteria tersebut adalah: •
Tangibles (berwujud) Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan alat-alat komunikasi.
•
Realibility (keandalan) Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan.
•
Responsiveness (ketanggapan) Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen.
•
Assurance (kepastian) Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan rasa percaya diri.
•
Emphaty (empati) Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen.
Namun pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan tiga indikator saja, yaitu : tangibles, responsiveness, emphaty, alasan mengapa realibility dan assurance tidak digunakan karena dua indikator ini sudah terwakilkan dalam indikator responsiveness dan dalam variabel trust.
11
Menurut Freddy Rangkuti kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila yang terjadi adalah sebaliknya (perceived > expected), ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
2.4
Content of Culture Budaya adalah alam semesta yang kompleks, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan dan kebiasaan anggota masyarakat. (Taylor, 1987). Menurut Peter dan Olson (1996: 33) content of culture (kandungan suatu budaya) adalah kepercayaan, sikap, tujuan dan nilai-nilai yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, benar atau berharga bagi seseorang. Setiap masyarakat atau setiap budaya memiliki nilai-nilai tertentu mengenai sesuatu. Bahkan budaya dan masyarakat itu merupakan nilai yang tak terhingga bagi orang yang memilikinya. Bagi manusia nilai dijadikan landasan, alasan, motivasi dalam segala perbuatan karena nilai itu mengandung kekuatan
12
yang mendorong manusia meyakini untuk berbuat dan bertindak. Sebagai konsepsi ideal atau citra ideal tentang sesuatu yang dipandang dan diakui berharga, hidup dalam alam pikiran, tersimpan dalam norma/aturan, teraktualisasi dalam tindakan sebagian besar anggota masyarakat yang satu dan utuh (Saryono, 1998). Nilai budaya ini perlu diwariskan kepada generasi muda agar tidak kehilangan jejak budaya sendiri. Mereka akan lebih menghargai budayanya yang ternyata tidak kalah nilainya dari kebudayaan asing, dan perlu kita sadari bahwa suatu tradisi tidak akan terlepas dari rangkaian pesan-pesan masyarakat pendukungnya. Dari berbagai definisi diatas, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
2.5
Trust Menurut Berry, 1995; Sirdeshmukh et al., 2002; Eisingerich &Bell,2007 Kepercayaan adalah langkah membangun hubungan jangka panjang antara pembeli dan penjual. Dan juga pentingnya kepercayaan pelanggan dan pembeli dan memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan, dalam membangun hubungan. (Nooteboom et al., 1997; Pajak et al., 1998; Garbarino & Johnson, 1999; Urban et al., 2000; Komiak et al., 2005)
13
Dengan demikian, kepercayaan telah disajikan sebagai atribut utama dalam hubungan inisiasi, pembentukan, dan pemeliharaan dalam berbagai konteks pertukaran, dan telah diposisikan dan langsung dikaitkan sebagai kesetiaan (Sirdeshmukh, singh dan Sabol, 2002) Beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah: 1. Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan di masa lalu. 2. Watak yang diharapkan dari mitra seperti dapat dipercaya dan dapat dihandalkan. 3. Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam risiko 4. Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri mitra.
Menurut schurr dan ozane, 1985, kepercayaan dibentuk oleh adanya: • Capability Merupakan kemampuan dan keahlian untuk menangani atau menyelesaikan problem atau masalah yang diberikan pelanggan. • Assurance Merupakan sesuatu yang dijadikan alat untuk meyakinkan pelanggan mengenai layanan kualitas jasa yang diberikan seperti pengetahuan, kemampuan sifat dapat dipercaya. • Perceived quality Merupakan suatu tanggung jawab untuk memberikan kualitas pelayanan yang baik sesuai dengan pengorbanan yang diberikan pelanggan.
14
2.6
Customer Satisfaction Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan selama ia menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Menurut Kotler, seperti yang dikutip Freddy Rangkuti (2002: 23) “Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan
antara
prestasi
atau
produk
yang
dirasakan
dan
yang
diharapkannya”. Dalam bukunya 10 prinsip kepuasan pelanggan Menurut Handi Irawan (2002: 02), pelanggan yang puas adalah pelanggan yang akan berbagi kepuasan dengan produsen atau penyedia jasa. Bahkan, pelanggan yang puas, akan berbagi rasa dan pengalaman dengan pelanggan lain. Ini akan menjadi referensi bagi perusahaan bersangkutan. Jika konsumen merasa puas, mereka akan cendrung terus membeli dan menggunakan produk atau jasa, serta memberi tahu orang lain tentang pengalaman mereka yang menyenangkan dengan produk tersebut. (Irawan, 1996: 157) Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan selama ia menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk tahap pelayanan selanjutnya,
15
sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan. (Irawan, 2002: 35)
Menurut Handi Irawan (2002:37-39), faktor2 pendorong kepuasan pelanggan terbagi atas lima yaitu: • Kualitas produk ; pelanggan merasa puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk ternyata kualitas produk tersebut baik. Sebagai contoh, pelanggan akan merasa puas terhadap televisi yang dibeli apabila menghasilkan gambar dan suara yang baik, awet atau tidak cepat rusak, memiliki banyak fasilitas, tidak ada gangguan, dan disain yang menarik • Harga ; untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga yang murah adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan nilai uang yang tinggi, komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak sensitif terhadap harga. Bagi mereka yang tidak peduli dengan harga, mereka lebih menyukai harga yang sedikit mahal namun kualitasnya baik daripada harga yang murah tetapi kualitasnya tidak sesuai dengan keinginannya. Jadi persaingan dalam harga akan mendapatkan perhatian pelanggan sepanjang kualitas barang adalah sama. Kualitas produk dan harga seringkali tidak mampu menciptakan keunggulan bersaing dalam hal kepuasan konsumen.
16
Ketika aspek ini relatif mudah ditiru dengan teknologi yang hampir standar, setiap perusahaan biasanya mempunyai kemampuan untk menciptakan kualitas produk yang hampir sama dengan para pesaing. Oleh karena itu banyak perusahaan yang lebih mengandalkan aspek yang ketiga yaitu service quality. • Kualitas Jasa untuk memuaskan pelanggan, suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu harus dapat memuaskan karyawan agar produk yang dihasilkan tidak rusak kualitasnya dan pelayanan kepada pelanggan dapat diberikan lebih baik lagi, jika karyawannya merasa puas akan lebih mudah bagi mereka untuk menerapkan kepada pelanggan bagaimana rasa puas itu. • Emotional factor faktor ini relatif penting karena kepuasan pelanggan timbul pada saat ia menggunakan produk tertentu, hal ini disebabkan karena merek produk tersebut sudah tercipta dengan baik dari segi kualitasnya, harga yang tidak murah karena harga yang mahal identik dengan kualitas produk yang tinggi dan sebaliknya, serta pelayanan yang diberikan. • Kemudahan Pelanggan akan semakin puas apabila tempat mudah dicapai dan juga nyaman. Dengan mengetahui lima faktor ini, tentulah tidak cukup bagi perusahaan untuk merancang strategi dan program peningkatan kepuasan pelanggan. Kontribusi faktor ini juga dapat berubah dari waktu ke waktu untuk suatu industri. Besarnya bobot relatif mudah diketahui dengan melakukan survei.
17
Dalam survei, konsumen dapat ditanyakan secara langsung mengenai kepuasan mereka dan tingkat kepentingan dari masing-masing faktor tersebut dalam mempengaruhi kepuasan mereka setelah menggunakan produk atau jasa. Namun pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan dua indikator saja, yaitu : harga dan kemudahan. Sedangkan alasan kualitas produk, kualitas jasa, dan emotional factor tidak digunakan karena tiga indikator ini sudah terwakilkan dalam variabel service quality. Dari beberapa pendapat mengenai definisi kepuasan pelanggan dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan merupakan perasaan kecewa atau senang yang merupakan respon dari pelanggan terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya, dimana pada saat sebelum menggunakan pelanggan memiliki harapan-harapan, yang akan menimbulkan persepsi terhadap kinerja dari produk tersebut. Kepuasan akan tercapai apabila kinerja produk tersebut memenuhi atau setidaknya melampaui harapan-harapan pelanggan. Kepuasan dapat juga digambarkan sebagai “evaluasi emosi,” yang mencerminkan sejauh mana konsumen percaya bahwa kepemilikan atau menggunakan layanan membangkitkan perasaan positif (Rust dan Oliver, 1994). Kepuasan pelanggan juga memiliki potensi untuk mempengaruhi perilaku konsumen (Anderson dan Srinivasan, 2003)
18
2.7
Customer Loyalty Menurut
Dharmmesta
(1999)
loyalitas
menunjukkan
kecendrungan
pelanggan untuk menggunakan suatu merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi suatu konsumen untuk loyal, antara lain : • faktor harga seseorang tentu akan memilih perusahaan atau merek yang menurutnya menyediakan alternatif harga paling murah diantara pilihan2 yang ada. • faktor kebiasaan seseorang yang telah terbiasa menggunakan suatu merek atau perusahaan tertentu maka kemungkinan untuk berpindah ke pilihan yang lain akan semakin kecil. Perusahaan percaya bahwa loyalitas pelanggan merupakan kunci untuk keuntungan jangka panjang, baik dalam bisnis dan konsumen (Lil dan Wang, 2006) pelanggan yang loyal adalah pelanggan yg memiliki ciri2 antara lain: • Melakukan pembelian secara berulang pada badan usaha yang sama • Membeli lini produk dan jasa yg ditawarkan oleh badan usaha yg sama • Memberitahukan kepada orang lain tentang kepuasan – kepuasan yang didapat dari badan usaha dan menunjukan kekebalan terhadap tawaran - tawaran dari badan usaha pesaing.