BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pendidikan Gizi Pendidikan gizi pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu/masyarakat
yang
diperlukan
dalam
peningkatan
atau
dalam
mempertahankan gizi tetap baik. Menurut Suharjo (2007), tujuan pendidikan gizi adalah sebagai berikut: a. Dapat membentuk sikap positif terhadap makanan bergizi. b. Terciptanya pengetahuan dan kecakapan dalam memilih dan menggunakan bahan makanan. c. Terbentuknya kebiasaan makan yang baik. d. Adanya motivasi untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan makanan bergizi. Pendidikan gizi pada dasarnya hanya akan berhasil bila subjek merasa perlu tertarik dengan isi pendidikan tersebut karena menyangkut kesehatan dan kesejahteraannya. Hasilnya akan berbeda apabila konsep pendidikan yang telah diberikan hanya berdasar pada kebutuhan peneliti atau ahli untuk menyampaikan pengetahuan atau informasi tersebut kepada subjek penelitian. Oleh karena itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan informasi atau pengetahuan, khususnya mengenai gizi, adalah tidak hanya kesesuaian isi, tetapi juga cara komunikasi terhadap subjek penelitian. Pendidikan gizi melalui komunikasi untuk merubah kebiasaan atau perilaku sangat berhubungan dengan pola asuh, pola hidup dan praktek hidup sehat. Selain itu, lingkungan yang mendukung, seperti fasilitas dan sarana-prasarana, teman, keluarga dan orang tua dapat membantu perubahan perilaku menjadi lebih baik (Nikmawati, 2009). Pendidikan gizi yaitu suatu informasi mengenai gizi yang dapat meningkatkan pengetahuan anak yang diharapkan dapat merubah kebiasaan makan pada anak ke pola makan seimbang. Pendidikan gizi pada anak sekolah harus diberikan dengan cara dan media yang sesuai agar dapat menarik perhatian anak
dan juga dapat memudahkan anak dalam menerima informasi mengenai gizi (Demitri dkk., 2015). Menurut Johnson dan Johnson (dalam Emilia, 2009) pendidikan gizi mempunyai tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah: 1) Mendapatkan pengetahuan tentang makanan yang menyediakan zat gizi esensial bagi tubuh dan mengetahui kegunaan zat gizi bagi tubuh, 2) Membangun kerangka konseptual tentang prinsip-prinsip gizi, penjabarannya dan aplikasi dari prinsip tersebut, 3) Membangun sikap positif terhadap kebiasaan mengembangkan motivasi menggunakan pengetahuan gizi untuk promosi kesehatan dan kesejahteraan, merespon makanan bergizi dalam sikap yang baik, 4) Mengkonsumsi makanan bergizi, termasuk menggunakan pengetahuan gizi dalam memilih makanan. Tujuan jangka panjang pendidikan gizi adalah: 1) Menggunakan kerangka konseptual gizi untuk mengatur perubahan suplai makanan dan dapat membedakan beberapa anjuran diet, 2) Mencari dan mau menerima pengetahuan tentang gizi, 3) Seleksi dengan baik dan mengkonsumsi makanan yang bergizi dari hari ke hari sepanjang hidup untuk memelihara kesehatan, kesejahteraan dan produktivitas. Media pendidikan gizi dan kesehatan tidak kalah pentingnya dalam proses penyampaian informasi kesehatan. Media ini berfungsi sebagai alat bantu penyuluhan. Berdasarkan fungsinya, media dibagi menjadi 3, yaitu (Notoatmodjo, 2006): a. Media cetak, terdiri dari : 1) Buklet : media untuk menyampaikan informasi dalam bentuk buku. 2) Leaflet : seperti flyer tetapi dalam bentuk lipatan 3) Flyer : media untuk menyampaikan informasi dalam bentuk lembaran 4) Flip chart/ lembar balik : media untuk menyampaikan informasi dalam bentuk lembaran besar yang disatukan. Halaman depan bersisi materi yang dilihat peserta, bagian belakang berisi materi yang sama tetapi dilihat oleh penyuluh. 5) Rubrik/ tulisan pada surat kabar/ majalah mengenai suatu masalah kesehatan. 6) Poster : bentuk media cetak berisi pesan-pesan/ informasi kesehatan, yang biasanya ditempel pada tempat-tempat umum.
b. Media elektronik Media penyampaian informasi kesehatan melalui instrumen seperti radio, video, atau slide. c. Media papan (bill board) Papan (bill board) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai sebagai media untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan. Proses pembuatan buklet diawali dengan mencari informasi bahan yang tepat untuk buklet. Informasi yang dibutuhkan antara lain ketersediaan bahan baku, harga bahan baku, ketahanan bahan baku dan harga cetak buklet. Buklet akan dibuat dengan bahan tepat, yaitu bahan baku mudah didapat, harga bahan baku murah, dan bahan baku tahan lama (awet). Sebelum buklet dicetak, bahasa dan tata letak materi buklet dikonsultasikan kepada ahli komunikasi. Proses ini bertujuan untuk mengetahui bahasa dan tata letak yang mudah dipahami oleh pembaca, khususnya ibu. Revisi akan dilakukan bila dianggap perlu. Pencetakan buklet dilakukan setelah bahasa dan tata letak dianggap mudah dipahami oleh pembacanya. Hasil cetakan dikonsultasikan lagi kepada ahli komunikasi (Ghazali, 2008). 2. Ceramah Salah satu teknik penyuluhan adalah ceramah. Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara didepan sekelompok pendengar, dapat ditujukan pada sasaran dengan pendidikan tinggi atau rendah (Notoatmodjo, 2006). Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni dari penceramah kepada hadirin. Pada metode ini penceramah lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Lunandi, 2005). Kelebihan metode ceramah antara lain dapat dipakai pada orang dewasa, dapat dipakai pada kelompok besar, tidak banyak melibatkan alat bantu, dapat dipakai sebagai penambah bahan yang mudah dibaca dan dapat dipakai untuk memberi pengantar suatu pembelajaran atau aktifitas. Kekurangan ceramah antara lain; menghalangi respon dari pendengar, pembicara harus menguasai kelompok, dapat menjadi kurang menarik, daya ingat terbatas, hanya menggunakan satu indra dan pembicara tidak dapat menilai reaksi pendengar (Sarwono, 2009). Keuntungan
lain dari metode ceramah adalah lebih hemat waktu dan alat, mampu membangkitkan minat dan antusias siswa, membantu siswa mengembangkan kemampuan mendengar, merangsang kemampuan audiens untuk mencari informasi dan mampu menyampaikan pengetahuan yang belum pernah diketahui audiens (Gulo, 2007). Ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi apa yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema serta mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2006) ceramah akan berhasil apabila teknik ceramah dimodifikasi dengan melakukan tanya-jawab sesudah penyampaian materi. Hal ini bertujuan agar peserta dapat bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya tentang materi yang sudah diberikan penceramah. Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan), seyogyanya tidak duduk, menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal mungkin (Notoatmodjo, 2006). Ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai (Armai, 2007). Adapun menurut Usman yang dimaksud dengan metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim disampaikan oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru bilamana diperlukan (Usman, 2006). Menurut Yamin (2013) menyebutkan bahwa metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dikritik dari seluruh metode pembelajaran yang digunakann namun justru terus menjadi metode yang sering digunakan. Hal ini dikarenakan metode ceramah dapat melakukan hal-hal berikut ini:
a. Membantu penerima informasi atau peserta didik memperoleh informasi yang sulit diperoleh dengan cara-cara lain dimana jika peserta didik tersebut mempelajari suatu materi akan memakan waktu hingga berjam-jam lamanya. b. Membantu penerima informasi dalam memadukan informasi dengan sumbersumber yang berbeda. c. Ketika waktu perencanaan terbatas untuk menyusun konten, ceramah justru menghemat waktu dan tenaga. d. Ceramah dapat bersifat fleksibel dan hampir dapat dilakukan pada semua bidang. e. Metode ceramah relatif sederhana dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Metode ini sudah lama sekali digunakan, hal ini dikarenakan adanya beberapa keunggulan, diantaranya: a. Pembicara dapat menguasai seluruh kelas Pembicara dapat menguasai kelas dikarenakan pembicara dapat menentukan arah yang ditetapkannya dan dapat menentukan sendiri apa yang akan dibicarakannya. b. Organisasi kelas sederhana Persiapan mudah dilakukan dikarenakan pembicara hanya menyampaikan materi yang akan disampaikan, sedangkan audience hanya perlu mendengarkan atau mencatat. Akan tetapi, disisi lain metode ini terdapat kelemahan, diantaranya: a. Pembicara sukar mengetahui sampai dimana pengetahuan para audience yang mendengarkan b. Para audience sering kali memberikan pengertian lain yang dimaksudkan pembicara (Suryosubroto, 2008). 3. Buku Saku Bensly J. Robert (2009) materi cetak memainkan peranan penting dalam pendidikan kesehatan dan melengkapi berbagai bentuk media, mulai dari flayers sampai brosur, poster, bulletin, kalender, pembatasan buku, buku (booklet, buku saku, dll). Buku saku merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam memberikan pendidikan gizi. Buku saku adalah buku yang berukuran kecil yang dapat dibawa kemana mana karena bentuknya yang disesuaikan denagn saku baju. Buku saku berisi materi tentang informasi atau pesan-pesan dalam bentuk kalimat
naratif dan disertai gambar-gambar yang menarik sebagai penunjang keberhasilan penyampaian pendidikan (Syafinah, 2010). Gambar-gambar penjunjang dan materi dibuat menarik menggunakan kalimat yang sederhana membuat informasi yang disajikan mudah diterima anak-anak pada saat memberikan pendidikan gizi (Notoadmodjo, 2006). Kelebihan buku saku adalah bentuknya yang seukuran dengan saku membuat saku lebih mudah dan praktis untuk dibawa ke mana-mana, lebih mudah dipahami dan bentuknya sederhana. Buku saku gizi berisi tentang informasi atau pesan-pesan gizi dalam bentuk kalimat naratif dan disertai dengan gambar yang menunjang. Tingkat pendidikan merupakan ukuran yang paling sering dipakai untuk mengukur kemampuan baca, sehingga dalam mengembangkan materi untuk masyarakat umum, sasaran kemampuan membaca paling baik ditetapkan untuk tingkat kelas 4 sampai kelas 6 Sekolah Dasar (Bensley, 2009). 4. Pengetahuan Gizi pada Anak Sekolah Dasar a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan secara garis besar merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Terkait dengan kesehatan, peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, namun hubungan positif antara kedua variabel ini telah diperlihatkan dalam sejumlah penelitian. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting sebelum suatu tindakan kesehatan terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat untuk memotivasinya agar bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya (Green Kreuter, Deeds, dan Patridge, 2007). b. Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan mencakup 6 tingkatan domain kognitif, yaitu: 1) Tahu (know)
Tahu dapat diperhatikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari. Oleh karena itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2) Memahami (comprehension) Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi dapat menjelaskan, menyimpulkan obyek yang dipelajari. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu stuktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi
yang
ada.
Misalnya
dapat
menyusun,
dapat
merencanakan dan dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian didasarkan pada kriteria tertentu atau kriteria yang telah ada. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoadmojo (2006) dalam masyarakat dipengaruhi beberapa faktor antara lain: 1) Sosial Ekonomi Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan jika ekonomi baik maka tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga. 2) Kultur Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan pengetahuan yang ada dan agama yang dianut. 3) Pendidikan Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. 4) Pengalaman Di sini berkaitan dengan umur dan pendidikan yaitu semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak dan semakin tinggi tingkat pendidikan maka pengalaman akan semakin luas.
d. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat
(Notoatmojo, 2006). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi yang bersangkutan. Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tentang kontribusi gizi dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan masalah kecerdasan dan produktifitas. Peningkatan pengetahuan gizi bisa dilakukan dengan program pendidikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah. Program pendidikan gizi dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku anak terhadap kebiasaan makannya (Soekirman, 2007). Menurut Almatsier (2008). Pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esential. Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek yang membahayakan. Ilmu gizi merupakan ilmu yang relatif masih muda sehingga masih terus melakukan penelitian dan pengembangan. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut harus disampaikan kepada masyarakat untuk diambil manfaatnya. Upaya pendidikan gizi merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan pengetahuan gizi dan kesehatan masyarakat. Pendidikan gizi bagi umum dapat dikelompokkan menjadi pendidikan gizi intramural (di dalam kelas) dan pendidikan gizi ekstramural (di luar kelas). Pendidikan gizi intramural dapat dimasukkan dalam kurikulum TK, SD, SMP, SMA atau perguruan tinggi. Pendidikan gizi ekstramural dapat dilakukan melalui penyuluhan kepada
kelompok-kelompok masyarakat atau melalui media masa baik cetak maupun elektronik (Almatsier, 2008). Pengetahuan gizi mencakup beberapa hal, yakni: 1) Fungsi Zat Gizi Almatsier (2008) memaparkan bahwa zat gizi memiliki beberapa fungsi, yaitu: a) Memberi energi Zat gizi penghasil energi diantaranya adalah karbohidrat, lemak dan protein. Oksidasi zat ini akan menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan aktifitas. b) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh Penyusun jaringan tubuh diantaranya adalah protein, mineral dan air. Oleh karena itu, tubuh memerlukan bahan ini untuk menghasilkan selsel baru, memelihara dan mengganti sel-sel yang rusak. Ketiga zat tersebut dinamakan zat pembangun. c) Mengatur proses tubuh Zat yang diperlukan untuk pengaturan proses tubuh adalah protein, mineral, air dan vitamin. Protein mengatur keseimbangan air dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi. Mineral dan vitamin diperlukan dalam proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot. Air diperlukan untuk melarutkan bahan-bahan di dalam tubuh seperti darah, cairan pencernaan, jaringan, mengatur suhu tubuh, pembuangan zat sisa/ ekskresi dan lain-lain. Protein, mineral, air dan vitamin tersebut dinamakan zat pengatur.
2) Macam-Macam Zat Gizi a) Karbohidrat Karbohidrat adalah “Unsur nutrien yang terbanyak dan merupakan sumber energi hayati utama melalui oksidasi di dalam jaringan” (Lehninger, 2007). Hal ini disebabkan karena karbohidrat adalah zat gizi yang paling cepat menghasilkan energi dibandingkan protein dan lemak.
Melalui proses fotosintesis, klorofil tanaman menghasilkan karbohidrat sederhana berbentuk glukosa. Serealia, seperti beras, gandum dan jagung serta umbi-umbian merupakan sumber pati utama di dunia. Pati adalah bentuk simpanan karbohidrat pada tanaman. Di negara-negara berkembang kurang lebih 80% energi berasal dari karbohidrat. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, angka ini lebih rendah, yaitu rata-rata 50% (Almatsier, 2008). Indonesia termasuk dalam negara yang masih mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang lebih banyak dari pada konsumsi terhadap zat non karbohidrat seperti protein, lemak dan vitamin. Dari kompleksitas strukturnya, karbohidrat dikelompokkan menjadi karbohidrat sederhana (monosakarida dan disakarida),
karbohidrat
kompleks atau polisakarida (pati, glikogen, selulosa dan hemiselulosa), oligosakarida dan dekstrin (Saryono dan Anggriyana Widianti, 2010). b) Lipid Lipid sebagai sumber energi yang berasal dari hewan dan tumbuhan berada pada tingkatan sedikit lebih rendah dari pada karbohidrat. Meskipun lipid menyediakan lebih dari dua kali jumlah energiper karbohidrat, namun lipid cenderung lebih lambat dicerna dari pada karbohidrat (Lehninger, 2007). Fungsi dari lipid adalah sebagai sumber energi paling padat, yang menghasilkan 9 Kkalori untuk tiap gram, yaitu 2½ kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Sebagai simpanan, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Selain sumber energi bagi tubuh, lemak menurut Almatsier (2008) juga berfungsi sebagai: (1) Sumber asam lemak esensial. (2) Alat angkut vitamin larut lemak, yaitu vitamin A, D, E dan K. (3) Menghemat protein. (4) Memberi rasa kenyang dan kelezatan. (5) Sebagai pelumas dan membantu pengeluaran sisa pencernaan. (6) Memelihara suhu tubuh.
(7) Pelindung organ tubuh. Kebiasaan yang ditimbulkan karena mengkonsumsi lemak hewani secara berlebihan adalah dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner (Jokohadikusumo, 2010). c) Protein Istilah protein berasal dari bahasa Yunani Proteos yang berarti yang utama
atau
yang
didahulukan.
Kata protein pertama kali
diperkenalkan oleh ahli kimia Belanda bernama Gerardus Mulder (18021880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat dalam semua jenis protein akan tetapi tidak terdapat dalam karbohidrat dan lemak (Almatsier, 2008). Tubuh memanfaatkan protein untuk pertumbuhan jaringan otak, jaringan kulit, sistem hormonal, sistem otot dan jaringan rambut (Alhafidz, 2007). Protein hewani mempunyai mutu lebih baik dari pada protein nabati, karena protein hewani mempunyai semua jenis asam amino esensial (Almatsier, 2008). Itulah sebabnya mengapa dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) sebagaimana dikutip oleh Sunita Almatsier, porsi untuk lauk nabati lebih banyak dari pada porsi lauk hewani yang dikonsumsi perharinya. Protein hewani adalah protein dalam bahan makanan yang berasal dari binatang, misalnya protein daging, protein susu, protein ikan. Sedangkan protein nabati adalah protein yang berasal dari bahan makanan tumbuhan (Sediaoetama, 2008). Contoh dari protein nabati ini adalah kacang-kacangan beserta olahannya seperti tempe, tahu, oncom dan lain-lain. d) Vitamin Vitamin adalah zat- zat organik kompleks yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sangat kecil. Vitamin umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh sehingga harus didatangkan melalui makanan. Vitamin dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu vitamin larut dalam lemak,
yangterdiri dari vitamin A, D, E dan K, sedangkan vitamin larut dalam air yang terdiri dari vitamin B dan C. Karakteristik umum yang membedakan vitamin larut dalam lemak dan vitamin terdapat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Sifat-Sifat Umum Vitamin Larut lemak dan Vitamin Larut Air Vitamin larut dalam lemak Larut dalam lemak dan pelarut lemak Kelebihan konsumsi dari yang dibutuhkan disimpan dalam tubuh
Vitamin larut dalam air Larut dalam air Simpanan sebagai kelebihan kebutuhan sangat sedikit kecil Dikeluarkan melalui urin
Dikeluarkan dalam jumlah melalui empedu Gejala defisiensi berkembang lambat
Gejala defisiensi sering terjadi secara cepat Tidak selalu perlu ada dalam makanan Harus selalu ada dalam sehari-hari makanan sehari-hari Mempunyai prekursor dan provitamin. Umumnya tidak memiliki prekursor dan Provitamin Hanya mengandung unsur C, H, dan O Selain C, H, dan O juga mengandung N, kadang-kadang S dan Co Diabsorpsi melalui sistem limfe Diabsorpsi melalui vena porta Hanya dibutuhkan oleh organisme Dibutuhkan oleh organisme Kompleks sederhana dan kompleks Beberapa jenis bersifat toksik pada Bersifat toksik hanya pada jumlah relatif rendah (6-10x KGA) dosis tinggi *) (<10 x KGA) *) Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Sumber: Almatsier (2010: 152) Fungsi vitamin adalah berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Zat gizi dapat rusak ketika makanan melalui proses pengolahan, karena zat gizi peka terhadap pH, oksigen, cahaya dan panas (Harris, 2006). Begitu pula vitamin. Pada tahap pemprosesan dan pemasakan, banyak vitamin yang hilang bila menggunakan suhu yang tinggi. Kehilangan vitamin dalam pemasakan dapat dicegah dengan cara: (1) menggunakan suhu tidak terlalu tinggi; (2) waktu memasak tidak terlalu lama; (3) menggunakan air pemasak sesedikitmungkin; (4) memotong dengan pisau tajam; (5) panci
memasak ditutup; (6) tidak menggunakan alkali dalam pemasakan; (7) sisa air perebus digunakan untuk memasak lain (Almatsier, 2010). e) Mineral Mineral penting bagi tubuh. Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagai enzim. Mineral yang esensial diklasifikasikan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Yang termasuk dalam mineral makro adalah kalsium, fosfor, kalium, sulfur, natrium, khlor, dan magnesium. Sedangkan mineral mikro adalah besi, seng, selenium, mangan, tembaga, iodium, molybdenum, cobalt (Proverawati dan Wati, 2010). f) Air Untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh, air harus dikonsumsi sekurang-kurangnya 2 liter atau setara dengan 8 gelas sehari. Minum air yang cukup dapat menurunkan risiko penyakit ginjal dan saluran kencing (Jokohadikusumo, 2010). Pada tahun 2009 Indonesia memiliki data hasil penelitian yang disebut THIRST (The Indonesian Regional Hydration Studi) tentang permasalahan dehidrasi, pengetahuan dan asupan air pada remaja dan orang dewasa Indonesia yang kesimpulannya menunjukkan bahwa anjuran untuk mengkonsumsi air 2 liter atau 8 gelas sehari sudah tepat. Pesan minum air minimal 2 liter dalam pedoman gizi seimbang adalah bagi remaja dan dewasa secara umum, bukan bagi anak-anak dan lansia yang kebutuhannya lebih rendah, yaitu sekitar 3-6 gelas perhari (Hardinsyah, 2011). 3) Komponen Kimia Pangan a) Zat aditif Zat aditif adalah “Substansi yang secara sengaja ditambahkan ke pangan untuk tujuan tertentu, misalnya pengawetan, pewarnaan dan peningkat rasa. Zat aditif hanya mewakili sebagian kecil darisubstansi yang terkandung dalam pangan dan sudah dicirikan dan diatur penggunaannya” (Siagian, 2010). Meskipun begitu, sekarang sudah banyak sekali penggunaan zataditif yang sama sekali jauh dari aman untuk
kesehatan, seperti penambahan pewarna tekstil, borax, lilin dan masih banyak lagi. Untuk itu diperlukan kewaspadaan dan selektif dalam memilih makanan terutama yang mengandung zat aditif berbahaya. Penelitian menunjukkan bahwa apabila warna dari suatu makanan sudah berubah dari yang sebenarnya maka makanan itusudah berkurang mutu atau daya tariknya. Sehingga penjual bahan makanan yang tidak bertanggung jawab akan melakukan tindakan untuk menyiasati pembeli dengan cara membubuhi zat tertentu pada bahan makanan yang dijualnya agar terlihat segar dan bagus (Sitorus, 2009). b) Cemaran kimia pertanian Komponen ini mencakup pestisida, herbisida, fungisida, dan hormon pertumbuhan baik untuk tanaman maupun untuk hewan (Siagian, 2010). Dalam rumah tangga, bahan-bahan kimia seperti pembunuh hama bisa saja masuk dalam makanan tanpa sengaja. Tidak jarang terjadi kasus keracunan karena pestisida yang ikut tertelan lewat makanan. Karena itu setiaporang harus bertanggung jawab untuk memberi label dan menyimpan bahan-bahan yang berbahaya tersebut (Alhafidz, 2007). Cemaran kimia pertanian ini juga harus diwaspadai karena jika makanan tidak dibersihkan dan diolah secara benar maka zat ini akan ikut masuk ke dalam tubuh.
4) Masalah gizi Dengan berkembangnya ilmu gizi dan perubahan pola makan serta gaya hidup, pada tahun 1980-an terjadi transisi pola masalah gizi dari masalah gizi kurang ke masalah gizi lebih (Soekirman, 2007). Masalah gizi tersebut diantaranya adalah: a) Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah masalah gizi yang timbul karena rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanansehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada
balita. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah (Supariasa, 2012). b) Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul karena menurunnya cadangan besi tubuh sehingga penyediaan besi untuk eritropoiesis (pembentukan sel darah merah) terganggu. Defisiensi besi tergolong sebagai masalah gizi karena apabila permasalah ini dapat teratasi maka akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Bakta, 2009). Pokok penyebab anemia defisiensi besi adalah adanya ketidakseimbangan antara masukan besi melalui absorpsi usus dengan jumlah besi yang dibutuhkan oleh tubuh. Secara lebih rinci, penyebab anemia defisiensi besi menurut Bakta (2009) adalah sebagai berikut: (1) Kekurangan besi dalam makanan (faktor gizi) baik dalam jumlah (total iron content) maupun dalam kualitas (biovailabilitas). (2) Gangguan absorpsi besi (3) Kebutuhan besi yang tinggi seperti bayi dan anak yang sedang tumbuh, kaum remaja, ibu hamil dan ibu menyusui. (4) Kehilangan darah menahun. Anemia gizi besi ini dapat menimbulkan dampak kesehatan yang buruk, antara lain menyebabkan menurunnya kemampuan fisik, menurunnya produktifitas kerja, menurunnya kemampuan berfikir dan rendahnya antibodi sebagai penangkal penyakit (Sarlan, t.t). Anemia sedang dan ringan dapat menimbulkan gejala lesu, lelah dan pusing juga penglihatan menjadi berkunang-kunang. Jika terjadi pada anak sekolah termasuk juga mahasiswa anemia gizi besi akan mengurangi kemampuan belajar. Sedangkan jika terjadi pada orang dewasa
akan
menyebabkan
menurunnya
produktivitas
kerja
(Jokohadikusumo, 2010). Sehingga permasalahan yang ditimbulkan oleh defisiensi zat besi ini sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. c) Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
Zat yodium adalah zat kimia yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menghasilkan hormon tiroid. Hormon tiroid dihasilkan oleh dua buah kelenjar tiroid atau kelenjar gondok yang terletak di leher bagian depan di bawah dagu. Hormon tiroid diangkut oleh pembuluh darah ke seluruh tubuh untuk mengatur proses kimiawi yang terjadi dalam sel berbagai organ tubuh termasuk sel otak dan susunan syaraf pusat. Jadi fungsi yodium selain berperan dalam metabolisme tubuh juga berperan dalam perkembangan otak dan sistem syaraf. Di daerah kekurangan iodium, penambahan yodium pada garam dapur menjamin bahwa komoditas yang sering dipakai masyarakat menyediakan zat gizi ini dan mengurangi beban defisiensi (Sarlan, t.t.). Meskipun garam beriodium tersedia secara luas di berbagai toko-toko makanan dan sangat efektif dalam mengendalikan penyakit defisiensi zatyodium, tetapi garam ini tidak selalu dipilih oleh mereka yang membutuhkan (Lehninger, 2007). Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan agar masyarakat sadar akan kebutuhan terhadap zat yodium. Apabila tubuh kekurangan iodium, kelenjar tiroid akan bekerja ekstra untuk menghasilkan hormon tiroid. Kelenjar tiroid yang bekerja terus menerus akan menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar tiroid yang dalam masyarakat sering dikenal dengan penyakit gondok. Pada masyarakat yang terkena biasanya mempunyai kapasitas mental yang kurang, prestasi pendidikan yang lebih rendah, produktifitas kerja yang lambat dan peningkatan kematian. Iodium merupakan salah satu mineral penting bagi pertumbuhan anak dan pertumbuhan otaknya. Akibat yang ditimbulkan dari kekurangan iodium adalah kelenjar gondok dan kekerdilan. Namun, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa iodium merupakan penyebab utama keterbelakangan anak-anak dunia. Anak-anak yang kekurangan yodium mempunyai
IQ
mendapat iodium. d) Obesitas
13,5 lebih rendah dibanding mereka yang cukup
Obesitas adalah “Masalah gizi yang diakibatkan kelebihan asupan gizi yang tidak seimbang” (Arisman, 2010). Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada saat remaja cenderung berlanjut ke usia dewasa bahkan sampai lansia. Obesitas menyebabkan penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, artritis, penyakit kantong empedu, kanker, gangguan fungsi pernapasan dan gangguan kulit (Arisman, 2010). Obesitas dapat terjadi saat seseorang masih dalam tahap kanak-kanak atau pada dewasa, dan semakin lama hal ini dibiarkan terjadi maka akan semakin sulit untuk dikendalikan. Makanan yang diperhitungkan dengan baik melalui pola makan yang baik serta kebiasaan berolahraga sejak dini adalah cara yang paling dapat menjamin untuk pengendalian kegemukan (Lehninger, 2007). Masalah-masalah gizi yang disebutkan di atas merupakan beberapa permasalahan serius yang harus diatasi atau dicegah, salah satunya dengan pengetahuan dan pendidikan gizi. Setiap individu memiliki kewajiban untuk memperhatikan permasalahan gizi bagi dirinya masing-masing agar tidak
meluas menjadi permasalahan yang lebih
kompleks dan global cakupannya.
Seperti yang dikemukakan oleh
Virginia A. Beal “Nutrition affect the individual, but when large numbers of persons within a population are found to have similar nutritional problems, the emphasis shift from individual healthto public health” (Beal, 2006). e. Pengukuran Pengetahuan Gizi Pengukuran pengetahuan gizi seseorang dapat diukur berdasarkan penelitiannya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian kuantitatif dapat dilakukan dengan wawancara baik secara tertutup maupun terbuka dengan menggunakan alat pengumpul data berupa kuisioner. Selain wawancara, metode lain yang dapat digunakan adalah angket terbuka atau tertutup. Sementara itu, penelitian kualitatif dapat menggunakan metoda wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus pada 6-10 orang (Notoatmodjo, 2010 ).
Pengukuran pengetahuan gizi seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan instrument berupa pertanyaan pilihan berganda (Multiple Choice Test). Multiple Choice Test merupakan bentuk tes yang sangat baik untuk mengetahui dampak dari intervensi penyuluhan gizi terkait perubahan pengetahuan gizi seseorang. Bentuk tes ini dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait dengan ranah kognitif. Dalam membuat instrument yang digunakan untuk mengukur pengetahuan gizi sebaiknya memperhatikan aspek reabilitas dan keakuratan alat ukur yang digunakan (Purwanti, 2010 cit Arimurti, 2012 ). 5. Anak Sekolah Dasar Anak usia sekolah adalah anak yang berusia antara 6-12 tahun. Menurut Brown J (2008), anak usia sekolah dapat dibagi menjadi dua golongan usia yaitu anak usia pertengahan (middle childhood) yang berusia antara 5-10 tahun dan pra remaja (preadolescence) yang berusia antara 9-11 tahun untuk perempuan serta 10-12 tahun untuk laki-laki. Selama masa ini, anak umumnya mengalami pertumbuhan yang cepat terutama pada usia 10-12 tahun (Muscari, 2005). Wong (2006) juga menyebutkan bahwa pada usia 10 tahun pada perempuan dan 11 tahun pada laki-laki merupakan usia awal terjadinya ledakan awal pertumbuhan atau disebut juga prapubertas. Ratarata anak usia tersebut mengalami pertambahan berat badan sebesar 3-3,5 kg dan tinggi badan hingga 6 cm (Brown J, 2008). Pada usia anak sekolah, perkembangan yang paling menonjol adalah adanya peningkatan keyakinan diri (self efficacy) untuk melakukan sesuatu (Brown J, 2008). Selain itu, setelah memasuki tingkat sekolah dasar, tuntutan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya tentu sangat tinggi. Menurut Gunarsa (2008), masa ini disebut juga masa berkelompok (gang age). Dukungan orang tua juga masih sangat diperlukan untuk membentuk perilaku anak karena pada masa ini anak-anak cenderung mencontoh kebiasaan orang tuanya dan menganggap bahwa orang tua adalah orang dewasa yang mengetahui segalanya (Graha, 2007). 5.
Buah dan sayur a. Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2006), buah adalah suatu bagian yang biasanya berbiji dari tumbuhan berbunga atau yang memiliki putik, sedangkan sayur adalah bagian dari tumbuhan yang dapat berupa daun-daunan, polong-polongan dan sebagainya yang dapat dimasak. Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC) WHO (2006), buah adalah bagian dari tumbuhan yang dapat dimakan yang terdiri dari biji dan daging buah yang memiliki rasa manis atau asam dan biasanya disajikan dalam bentuk potongan atau minuman untuk sarapan, selingan atau makanan penutup. Sayur adalah bagian dari tumbuhan yang dapat dimakan termasuk batang, akar, daun, bunga dan buahnya, biasanya dimakan mentah atau dimasak sebagai hidangan utama atau pembuka. Buah dan sayur menurut studi epidemiologi adalah semua tumbuhan pangan yang dapat dimakan kecuali butir gandum, kacang-kacangan, benih, daun teh, biji kopi, biji coklat, rempah-rempah dan bumbu. b. Klasifikasi Klasifikasi untuk buah menurut Jiang dan Song (2010) adalah sebagai berikut : a) Buah Tunggal (Simple Fruit) Buah tunggal adalah buah yang didapat dari satu bakal buah satu jenis bunga. Buah tunggal dapat dibagi lagi menjadi:
(1)
Buah tunggal berair Buah tunggal berair adalah buah tunggal yang kulitnya lunak atau berair. Contohnya adalah mangga, pepaya, alpukat, ceri, markisa, aprikot, pisang, apel dan pir dan sebagainya.
(2)
Buah tunggal kering Buah tunggal kering adalah buah yang memiliki kulit keras yang dapat memecah atau tidak. Contohnya adalah durian dan sebagainya.
b) Buah Ganda (Aggregate Fruit) Buah ganda adalah buah yang didapat dari satu kumpulan bunga yang terdiri dari banyak bakal buah. Contohnya adalah strawberry, blackberry dan sebagainya.
c) Buah Jamak (Multiple Fruit) Buah jamak adalah buah yang didapat dari banyak bunga yang terdiri dar beberapa bakal buah. Contohnya adalah nanas dan sebagainya. Adapun klasifikasi sayur menurut Lehner (2007) berdasarkan bagian yang dapat dimakan adalah sebagai berikut: a) Sayuran Akar (Root Vegetables) adalah sayuran berupa akar yang berfungsi sebagai organ penyimpan air. Pada umumnya sayuran tersebut memiliki daging tebal dan mengandung banyak energi. Contohnya wortel, ubi bit dan lobak. b) Sayuran Batang (Stem Vegetable) adalah sayuran berupa batang dan tunas yang tumbuh di atas tanah. Contohnya adalah asparagus. c) Sayuran Daun (Leaf Vegetables) adalah sayuran yang merupakan satu atau sekelompok daun yang tumbuh di atas tanah. contohnya adalah selada, bayam, kol, dan sebagainya. d) Sayuran Bunga (Flower Vegetables) adalah sayuran yang sebelum tunas bunganya mekar sudah dipetik dahulu. Contohnya adalah brokoli dan kembang kol. e) Sayuran Buah (Fruit Vegetable) adalah sayuran yang berupa buahbuahan matang dan biasanya berbiji. Contohnya adalah tomat, ketimun, paprika, terong, dan labu.
c. Kandungan dan Fungsi a) Karbohidrat Karbohidrat adalah sumber energi utama yang terdapat dalam buah dan sayur (Brown, 2008). Fungsi karbohidrat adalah sebagai sumber energi, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak, dan membantu pengeluaran feses (Almatsier, 2008). Kadar karbohidrat pada buah dan sayur beraneka ragam (Syarief, 2008). Adapun buah yang memiliki kadar karbohidrat tinggi antara lain pisang ambon, apel dan pepaya, sedangkan pada sayur adalah daun singkong, wortel dan bayam (Almatsier, 2008). Karbohidrat dalam buah dan sayur terdiri dari gula sederhana, polisakarida, dan serat. Gula sederhana yang
banyak terdapat dalam buah dan sayur adalah glukosa, fruktosa dan sukrosa. Kadar gula sederhana dalam buah dan sayur pun bervariasi. Pada alpukat dan bayam misalnya hanya sedikit sekali kadar gula sederhananya, yang paling banyak ditemukan adalah pada pisang yaitu hampir 20% (Syarief, 1988). Adapun polisakarida yang paling banyak ditemukan dalam buah dan sayur adalah pati (Almatsier, 2004). Serat merupakan kandungan yang cukup tinggi dalam buah dan sayur. Buah yang tinggi serat antara lain jambu biji, mangga, belimbing, pepaya, jeruk, salak, apel dan pir (Almatsier, 2005).Sayur yang tinggi serat antara lain tomat, buncis, daun singkong, brokoli, wortel dan bayam (Almatsier, 2010). Serat terdiri dari dua golongan yaitu serat larut air dan serat tidak larut air. Serat larut air yaitu pektin, gum, dan mukilase berfungsi dalam mengikat asam empedu sehingga dapat menurunkan kolesterol darah dan absorpsi lemak sehingga dapat menurunkan risiko dislipidemia dan penyakit jantung. Serat ini juga dapat mencegah kanker dengan cara mengikat lalu mengeluarkan zat karsinogenik keluar tubuh (Almatsier, 2005). Serat larut air terdapat pada buah dan sayur seperti apel, jambu biji, anggur dan wortel (Almatsier, 2010). Serat tidak larut air yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin berfungsi untuk melunakkan dan memberi bentuk pada feses karena mampu menyerap air dan membantu gerakan peristaltik usus sehingga melancarkan defekasi
dan mencegah konstipasi,
hemoroid
dan
divertikulosis. Serat tidak larut air terdapat pada bagiankeras buah dan sayur seperti tangkai sayuran, inti wortel dan biji jambu biji (Almatsier, 2010). b) Protein Fungsi protein antara lain adalah untuk pertumbuhan dan pemeliharaan
sel-sel,
pembentukan
ikatan-ikatan
esensial
tubuh,
mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkat zat-zat gizi dan sebagai sumber energi (Almatsier, 2010). Sebagian besar buah dan sayur sedikit mengandung protein bahkan bisa kurang dari 1% pada buah-buahan. Faktanya, sayuran
memang
mengandung 3% protein lebih banyak dibandingkan buah-buahan (Syarief, 2008). Buah yang mengandung protein tinggi adalah tomat dan mangga sedangkan pada sayur antara lain daun singkong, bayam dan kangkung (Almatsier, 2010). c) Lemak Lemak berfungsi sebagai sumber energi, sumber asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas untuk mengeluarkan sisa pencernaan, memelihara suhu tubuh dan sebagai pelindung organ tubuh. Kelebihan lemak terutama kolesterol dapat menyebabkan obesitas, dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan kanker (Almatsier, 2010). Buah dan sayur sangat sedikit mengandung ¿lemak. Kandungan lemaknya hanya berkisar antara 0,1-1 % kecuali pada buah-buahan tertentu (Syarief, 2008). Buah yang mengandung tinggi lemak antara lain alpukat, durian dan kelapa. Lemak pada kelapa mengandung asam lemak jenuh sedangkan pada alpukat mengandung asam lemak tak jenuh tunggal (Brown A, 2008). Lemak yang terdapat pada buah dan sayur umumnya terdiri dari asam palmitat, oleat dan linoleat yang merupakan asam lemak tak jenuh tunggal (Syarief, 2008). Semua buah dan sayur bebas kolesterol karena berasal dari tumbuhan, hanya produk yang berasal dari makhluk hidup yang memiliki liver yang dapat menghasilkan kolesterol (Brown A, 2008). d) Air Air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh di antaranya sebagai pelarut dan alat angkut, sebagai katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, peredam benturan dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Almatsier, 2010). Bahan makanan yang paling banyak mengandung air adalah buah dan sayur. Sebagian besar buah dan sayur mengandung sampai 95% air (Almatsier, 2010). e) Vitamin dan Mineral Vitamin adalah zat organik yang berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Umumnya, vitamin tidak dapat dibentuk oleh tubuh sehingga harus didatangkan dari makanan
(Lehner, 2007). Adapun fungsi mineral adalah memelihara fungsi tubuh secara keseluruhan baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun sistem organ dengan cara memelihara keseimbangan cairan, asam basa dan sebagai kofaktor enzim. Vitamin dan mineral dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit, namun kedua zat tersebut memiliki fungsi yang penting bagi tubuh sehingga kebutuhannya harus terpenuhi (Almatsier, 2010). Brown, A (2008) mengatakan bahwa buah pada umumnya lebih banyak mengandung vitamin dan sedikit mengandung mineral. Kandungan vitamin dalam buah cenderung lebih banyak dibandingkan dengan sayur. Vitamin yang paling banyak dikandung dalam buah adalah vitamin C dan beta karoten (vitamin A). Buah seperti jeruk, jambu biji dan rambutan banyak mengandung vitamin C sedangkan buah berwarna kuning seperti mangga, pepaya dan pisang banyak mengandung beta karoten (Almatsier, 2010). Menurut Lehner (2007), buah-buahan kecil dan berbiji seperti jambu bji, jeruk, kiwi dan strawberry juga banyak mengandung vitamin C dan karoten yang tinggi. Buah-buahan berkulit keras seperti durian umumnya mengandung banyak vitamin E. Menurut Almatsier (2010), vitamin A berfungsi untuk membantu penglihatan, diferensiasi sel, kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung. Vitamin C berfungsi sebagai sintesis
kolagen,
karnitin, noradrenalin,
serotonin
dan
lain-lain,
absorpsi dan metabolisme besi, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, mencegah kanker dan penyakit jantung. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan, fungsi struktural dalam memelihara integritas membran sel, sintesis DNA, kekebalan, mencegah penyakit jantung, keguguran, sterilisasi dan gangguan menstruasi. Sayur pada umumnya lebih banyak mengandung mineral. Kandungan vitamin pada sayur juga cukup tinggi (Brown, A, 2008). Sayuran berwarna hijau seperti bayam, kangkung, daun singkong, daun katuk dan daun pepaya kaya akan kalsium, zat besi, dan asam folat. Kalsium berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, sebagai katalisator reaksi-reaksi biologik dan kontraksi
otot. Zat besi berfungsi untuk metabolisme energi, meningkatkan kemampuan belajar dan meningkatkan sistem kekebalan. Selain itu, sayuran tersebut terutama daun katuk dan daun pepaya juga kaya akan vitamin A. Semakin hijau warnanya maka semakin kaya pula zat gizi yang dikandungnya (Almatsier, 2010). Menurut Lehner, (2007), sayuran juga mengandung karoten, vitamin C, asam folat, fosfor, kalsium, magnesium dan besi. Selain itu, dalam sayuran juga banyak mengandung kalium daripada natrium sehingga baik untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh. Seperti yang telah dijelaskan di atas, diketahui bahwa kecukupan buah yang kaya akan vitamin dan sayur sebagai sumber mineral harus sama-sama
terpenuhi.
Keduanya
saling
melengkapi
untuk
mengoptimalkan fungsi vitamin dan mineral, seperti contohnya zat besi tidak akan terserap optimal oleh tubuh jika tidak dibarengi oleh asupan vitamin C (Almatsier, 2010).
f) Fitokimia Fitokimia (fito = tumbuhan) adalah zat kimia alami yang dapat memberikan cita rasa, aroma ataupun warna khas pada tumbuhan seperti buah dan sayur (Astawan, 2008). Fitokimia merupakan zat non gizi yang biasa ditemukan pada buah dan sayur. Zat ini tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tetapi memiliki efek yang sangat bermanfaat bagi kesehatan antara lain sebagai zat antikanker, antimikroba, antioksidan, antitrombotik, meningkatkan sistem kekebalan, antiinflamasi, mengatur tekanan darah, menurunkan kolesterol serta mengatur kadar gula darah (Astawan, 2008). d. Kecukupan Kecukupan buah adalah 2-3 porsi per hari sedangkan kecukupan sayur adalah 1 ½-2 porsi per hari (Almatsier, 2010). Dalam ranah gizi, satu porsi dianalogikan sebagai satu satuan penukar (Kurnia, 2010). Adapun satu satuan penukar buah dan sayur yang dimaksud sesuai dengan Ukuran
Rumah Tangga (URT) yang telah ditetapkan. Berikut ukuran yang telah ditetapkan untuk buah : Tabel 2.2 Daftar Bahan Makanan Penukar Golongan Buah-Buahan Buah Alpukat Anggur Apel Duku Durian Jambu air Jambu biji Jeruk manis Mangga Melon Nanas Pepaya Pisang Rambutan Salak Semangka Sirsak Sumber: Almatsier (2005)
URT ½ buah besar 10 biji ½ buah sedang 10 buah 3 biji 2 buah sedang 1 buah besar 2 buah sedang ½ buah sedang 1 potong besar 1/6 buah sedang 1 potong sedang 1 buah sedang 8 buah 1 buah besar 1 potong besar 1 potong sedang
Berat (gram) 50 75 75 75 50 100 100 100 50 150 75 100 50 75 75 150 75
Satu satuan penukar buah mengandung 40 kkalori dan 10 gram karbohidrat (Almatsier, 2005). Adapun untuk sayur ukuran yang dipakai adalah 1 gelas atau 1 mangkuk sayur sedang seberat 100 gram dengan sayur yang telah dimasak dan ditiriskan (Almatsier, 2005). Tabel 2.3 Daftar Bahan Makanan Penukar Golongan Sayur-sayuran Sayuran A Baligo Gambas (oyong) Jamur kuping segar Ketimun Labu air Lobak Selada Selada Air Tomat
Sayuran B Bayam Buncis Brokoli Jagung muda Kol Kembang kol Kangkung Kacang panjang Labu siam Terong Wortel
Sayuran C Bayam merah Daun katuk Daun melinjo Daun papaya Daun singkong Daun talas Kacang kapri Kluwih Melinjo Nangka muda Tauge
Sumber: Almatsier (2005) Sayuran A adalah sayuran yang bebas dimakan dengan kandungan energi dapat diabaikan. Satu satuan penukar sayuran B mengandung 25
kilokalori, 1 gram protein dan 5 gram karbohidrat, sedangkan satu satuan penukar sayuran C mengandung 50 kilokalori, 3 gram protein dan 10 gram karbohidrat (Almatsier, 2005). e. Dampak Kurangnya Konsumsi Buah dan Sayur a) Menghambat Pertumbuhan dan Perkembangan Muhilal dan Damayanti (2006) menyebutkan bahwa kurangnya konsumsi buah dan sayur pada anak usia sekolah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Penelitian Vatanparast dkk. (2005) juga menyebutkan bahwa anak usia 8-20 tahun yang mengonsumsi sepuluh porsi buah dan sayur per hari memiliki Total-Body Bone Mineral Content (TBBMC) 48,6 gram lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang hanya mengonsumsi satu porsi per hari. Konsumsi buah dan sayur terutama yang mengandung vitamin D, A, kalsium, fosfor, dan magnesium dapat bersama-sama berperan dalam membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang. Kekurangan vitamin D pada anak-anak akan menyebabkan kelainan pada tulang yang dinamakan riketsia. Riketsia terjadi bila pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga menjadi lembek. Kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok, gigi terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak. Riketsia pada anak-anak jarang dapat disembuhkan sepenuhnya dan dapat berlangsung hingga dewasa (Almatsier, 2010). Kekurangan vitamin A juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada anak-anak yang kekurangan vitamin A akan terjadi kegagalan dalam pertumbuhan, pertumbuhan tulang akan terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Mineral juga memiliki peran penting dalam pembentukan tulang. Kalsium, fosfor, dan magnesium merupakan mineral yang berperan dalam membentuk batang tulang yang merupakan bagian keras matriks tulang (Almatsier, 2010). Pada masa pertumbuhan, proses pertumbuhan atau kalsifikasi tulang berlangsung terus dengan cepat sehingga diperlukan tulang yang kuat untuk dapat menyangga berat tubuh (Muscari, 2005).
b) Meningkatkan Risiko Penyakit Kardiovaskuler Saat Dewasa Salah satu penyakit kardiovaskuler adalah penyakit jantung koroner. Penyebab utama jantung koroner adalah hiperlipidemi di dalam darah (Khomsan, 2006). Dalam hal ini, konsumsi buah dan sayur dapat mencukupi energi tanpa harus meningkatkan kadar kolesterol dalam darah karena kandungan lemak dalam buah dan sayur sedikit dan tidak mengandung kolesterol (Brown, 2008). Selain itu, buah dan sayur juga kaya akan serat yang dapat mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan mengeluarkannya bersama tinja sehingga dapat menurunkan kolesterol darah dan absorpsi lemak sehingga dapat menurunkan risiko dislipidemia dan penyakit jantung. Vitamin-vitamin tertentu seperti vitamin C, B dan E juga dapat mengurangi kolesterol dalam darah. Vitamin C dalam metabolisme kolesterol misalnya berperan meningkatkan laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu, meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein) dan berfungsi sebagai pencahar sehingga meningkatkan pembuangan kotoran. Vitamin C juga penting untuk sintesis kolagen yang merupakan jaringan ikat yang penting bagi kulit, otot, pembuluh darah dan bagian tubuh lainnya. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan kerusakan susunan sel pada dinding pembuluh arteri sehingga dapat terisi kolesterol dan menyebabkan arterosklerosis. Vitamin B dalam buah dan sayur dapat berfungsi menurunkan produksi VLDL (Very Low Density Lipoprotein), sehingga produksi kolesterol total, LDL (Low Density Lipoprotein) dan trigliserida menurun dan kadar HDL meningkat. Vitamin E dalam buah dan sayur sebagai antioksidan juga dapat menghambat oksidasi radikal bebas yang dapat menyebabkan penyakit jantung (Khomsan, 2006). Selain itu, kandungan fitokimia dalam buah dan sayur seperti likopen, karotenoid dan tanin juga berperan penting dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler.
B. Penelitian yang Relevan a. Penelitian Dewi (2013)
Penelitian Dewi (2013) dengan judul persepsi dan perilaku makan buah dan sayuran pada anak obesitas dan orang tua menggunakan metode deskriptif kuantitatif pada 31 pasangan anak obesitas yang berusia 6 – 12 tahun dan orang tua yang memiliki anak obesitas dengan status ekonomi menengah keatas. Sampel diambil secara incidental sampling dan snowball sampling dengan cara memberikan dua angket terbuka dan tertutup pada subjek untuk diisi. Analisis dilakukan dengan bantuan microsoft excel dengan cara uji analisis butir menggunakan poin biserial dengan syarat rpb>0,3 dan uji reliabilitas KuderRichardson 20/21 dengan syarat > 0,5 dan SPSS 16.0 for windows. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan persepsi antara anak obesitas dan orang tua terhadap faktor kolektif. Perilaku makan anak dan orang tua menunjukkan perbedaan pada makanan favorit dan variasi makanan yang dikonsumsi. Anak memiliki persepsi yang positif terhadap buah dan sayuran tetapi perilaku makan anak masih belum memenuhi standar, hal ini karena kurang model bagi anak untuk makan buah dan sayuran. b. Penelitian Sriwahyuni dkk (2013) Penelitian dengan judul Pola Konsumsi Buah Dan Sayur Serta Asupan Zat Gizi Mikro Dan Serat Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola konsumsi buah dan sayur serta asupan zat gizi mikro dan serat pada ibu hamil di Kabupaten Gowa Tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan rancangan Cross sectional study. Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling dengan jumlah sampel 66 responden ibu hamil. Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data primer dan sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis Nutrisurvey dan Nutriclin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi buah dan sayur pada ibu hamil termasuk dalam kategori jarang sedangkan jumlah konsumsi buah dan sayur pada ibu hamil termasuk dalam kategori cukup. Asupan vitamin A dan vitamin C ibu hamil cukup namun asupan vitamin B1 dan asam folat kurang. Asupan mineral (Fe, Zink, dan Kalsium) ibu hamil masih kurang. Asupan serat ibu hamil masih kurang. Untuk itu disarankan sebaiknya ibu hamil lebih memperhatikan lagi asupan makanan yang
dikonsumsi khususnya buah dan sayur untuk memenuhi asupan vitamin mineral serta serat demi kesehatan ibu hamil dan janinnya. c. Penelitian Ivo Gustiara (2013) Penelitian dengan judul Konsumsi Sayur dan Buah pada Siswa SMA Negeri 1 Pekanbaru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsumsi sayur dan buah yang meliputi kuantitas, frekuensi dan jenis dari sayur dan buah pada siswa SMA Negeri 1 Pekanbaru. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Sampel diambil sebanyak 96 orang dengan teknik acak sederhana. Data pola konsumsi pangan diperoleh melalui metode recall konsumsi pangan 24 jam dan frekuensi konsumsi pangan. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi sayur pada siswa SMA Negeri 1 Pekanbaru adalah kurang dari 200 gram/orang per hari (64,6%). Frekuensi konsumsi sayur pada siswa juga kurang dari dua kali sehari. Untuk jenis sayur yang paling disukai oleh siswa adalah kangkung (36,5%) dengan cara dimasak tumis. Sementara itu, kuanitas buah yang dikonsumsi siswa adalah kurang dari 300 gram/orang per hari (61,5%). Frekuensi konsumsi buah masih kurang dari 2 kali sehari dan buah yang paling disukai oleh siswa adalah jeruk (35,4%). d. Penelitian Lowe dan Horne (2009) Penelitian dengan judul ‘Food Dudes’: Increasing Children’s Fruit and Vegetable Consumption. Inggris merupakan salah satu negara dengan asupan buah dan sayur terendah di Eropa dan Inggris saat ini menjadi salah satu negara dengan kasus penyakit jantung yang tinggi. Hal ini berhubungan erat dengan permasalahan kesehatan akibat diet seperti peningkatan obesitas. Anak-anak merupakan kelompok penduduk yang jarang mengkonsumsi buah, sehingga hal ini mendorong perhatian pemerintah setempat untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur pada anak-anak. “The Food Dudes Program” merupakan program yang dirancang guna mendorong dan menjaga kebiasaan makan sehat pada anak. Program tersebut didesain dengan intervensi sekolah dan digunakan pada sekolah dasaran yang bertujuan untuk mendorong anak-anak mengkonsumsi buah dan sayur di sekolah, mendorong anak-anak agar bangga terhadap dirinya sebagai sosok yang memiliki pola makan yang sehat dan mengubah “budaya” sekolah untuk mendukung pola
makan yang sehat. Program ini terdiri dari dua fase utama, yakni fase 1 dan fase dua. Fase 1 (16 hari): anak-anak membaca surat dan atau menonton DVD yang didesain secara khusus dengan episode yang dibintangi “Food Dudes”, yang menyajikan role-model yang dapat mempengaruhi anak-anak untuk meniru perilaku role-model tersebut. Anak-anak kemudian diberi satu porsi sayuran dan buah dan anak yang mau memakan buah dan sayuran tersebut akan mendapatkan reward kecil (misalnya juggling bola, pedometer). Hal ini mendorong anak-anak untuk mengulangi mencicipi buah dan sayuran tersebut, sehingga anak-anak mulai menyukai makanan ini. Fase 2: Sebagai upaya lanjutan untuk mendukung program makan buah dan sayuran dengan menggunakan Classroom Wall Charts untuk mencatat level konsumsi dengan reward lanjutan dan sertifikan Food Dudes. Evaluasi secara keseluruhan menunjukkan adanya peningkatan konsumsi buah dan sayur pada anak-anak usia 2-11 tahun. Peningkatan tersebesar ditunjukkan oleh anak-anak yang pada awalnya paling sedikit dalam mengkonsumsi buah dan sayur. Peningkatan tersebut juga mencakup konsumsi buah dan sayur yang lebih bervariasi. Berdasarkan keberhasilan penelitian tersebut maka saat ini Food Dudes digunakan di Inggris, Irlandia, Sisilia dan California. e. Penelitian Anderson dkk (2005) Penelitian dengan judul “The impact of a school-based nutrition education intervention on dietary intake and cognitive and attitudinal variables relating to fruits and vegetables”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan berbasis nutrisi di sekolah terhadap peningkatan konsumsi buah dan sayur. Desain penelitian: Intervensi program untuk menyediakan buah dan sayuran di sekolah dan memberikan materi tentang surat pemberitaan untuk anak-anak dan orang tua serta informasi bagi guru. Materi kurikulum dikembangkan dan digunakan untuk anak-anak pada usia 6-7 tahun dan 10-11 tahun. Evaluasi dilakukan sesuai kelompok usia yakni anak-anak usia muda (usia 6-7 tahun) dan anak-anak usia lebih tua (usia 10-11 tahun). Metode penelitian mencakup pencatatan diet 3 hari dengan wawancara, dan pengukukuran berdasarkan langkah-langkah sikap yang
mendasarinya, yang diikuti dengan tindak lanjut selama 9 bulan, melalui intervensi dan kontrol sekolah. Setting penelitian: penelitian dilakukan di sekolah dasar di Dundee, Skotlandia. Subjek penelitian: 511 anak dari dua kelompok intervensi dan 464 dari dua kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan sekolah secara keseluruhan dalam meningkatkan asupan buah dan sayur berpengaruh secara signifikan pada taraf sedang terhadap variabel kognitif dan sikap terhadap asupan buah. f. Penelitian Zulaekah (2012) Penelitian Zulaekah (2012) berjudul Pendidikan Gizi dengan Media Booklet terhadap Pengetahuan Gizi. Penelitian ini bertujuan mempelajari efek pendidikan gizi terhadap perubahan pengetahuan gizi anak sekolah dasar yang anemia. Penelitian ini merupakan penelitian quasy experiment dengan rancangan pretest post-test control group. Penelitian dilakukan terhadap 36 sampel. Pendidikan gizi secara komprehensif dengan alat bantu booklet pada anak, orang tua, dan guru kelas. Pendidikan gizi pada anak diberikan dua minggu sekali, sedangkan pada guru kelas dan orang tua diberikan empat minggu sekali dalam 12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan gizi pada sampel mengalami peningkatan (17,44 point). Secara statistik ada perbedaan bermakna pengetahuan gizi anak SD yang anemia sebelum dan sesudah intervensi (p=0,0001). Simpulan penelitian adalah pendidikan gizi efektif dalam meningkatkan pengetahuan gizi. g. Penelitian Veria dkk. (2014) Veria dkk. (2014) melakukan penelitian dengan judul Model Pendidikan Gizi “Healthy Girls Smart Girls” Bagi Remaja Putri di Provinsi Jawa Tengah. Model penelitian yang dipilih adalah kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan beberapa sekolah menengah atas di Jawa Tengah yang mampu mewakili karakter remaja perkotaan dan pedesaan. Dari populasi yang ditentukan, diambil sampel dengan teknik sampling simple random sampling. Peneliti melakukan observasi pada empat variabel yang sudah ditentukan dilokasi penelitian, dengan kata lain penelitian ini merupakan explanatory research. Rancangan yang dipilih pada penelitian ini adalah cross sectional.
Variabel penelitian ini adalah status gizi, body image, pengetahuan gizi, perilaku makan, pengumpulan data dilakukan dengan observasi klinis dan wawancara. Instrumen penelitian yang digunakan adalah digital scale, microtoa, dan kuesioner. hipertensi, diabetes mellitus, stroke, asam urat, gagal ginjal, dan jantung. Hasil pengukuran status gizi menujukkan bahwa sebagian besar remaja kota berstatus gizi kurang (47,9%), sedangkan remaja dari desa berstatus gizi normal (56,2%). Beberapa literatur menjelaskan bahwa justru dengan kemudahan akses informasi, remaja kota terpapar beberapa informasi yang kurang tepat mengenai diet. Hasil yang berkebalikan ditunjukkan pengukuran body image, yaitu pada remaja kota sebagian besar merasa puas (77,1%) dengan bentuk tubuhnya, sedangkan remaja desa sebagian besar (64,6%) merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Hasil pengukuran variabel pengetahuan gizi menunjukkan bahwa sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup, remaja putri kota (52,1%) dan remaja desa (62,5%). Hasil yang mencengangkan ditunjukkan pada perilaku makan, baik remaja putri desa maupun kota memiliki perilaku makan yang belum baik (100%). Pada uji perbedaan keempat variabel diantara kelompok kota dan desa, hanya variabel status gizi yang menunjukkan adanya perbedaan. Sehingga produk penelitian ini adalah sebuah buku yang akan menjawab ketidakpahaman remaja tentang gizi. h. Penelitian Demitri dkk. (2015) Demitri dkk. (2015) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pendidikan Gizi Tentang Pola Makan Seimbang Melalui Game Puzzle Terhadap Peningkatan Pengetahuan Anak SDN 067690 Kota Medan. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimental dengan menggunakan rancangan one group pretest posttest. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pendidikan gizi melalui game puzzle dan variabel dependen adalah pengetahuan anak SDN 067690 Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak sekolah dasar di SDN 067690 Kota Medan dengan jumlah keseluruhan adalah 249 orang. Jumlah sampel yang diambil yaitu 45 anak sekolah dasar dari kelas IV, V dan VI yang terdiri dari 15 anak kelas IV, 15 anak kelas V dan 15 anak kelas VI. Penelitian ini menggunakan data primer
pengetahuan anak sekolah dasar tentang pola makan seimbang melalui pretest dan posttest dengan wawancara menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pengaruh pendidikan gizi melalui game puzzle dapat meningkatkan pengetahuan anak sekolah tentang pola makan seimbang. Disimpulkan pula bahwa sebelum dilakukan pendidikan gizi melalui game puzzle pada anak, kategori pengetahuan kurang baik sebesar 26,7%, setelah dilakukan pendidikan gizi tidak ada lagi anak dalam kategori pengetahuan kurang baik.
i. Penelitian Eliana dan Solikhah (2012) Eliana dan Solikhah (2012) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Buku Saku Gizi Terhadap Tingkat Pengetahuan Gizi Pada Anak Kelas 5 Muhammadiyah Dadapan Desa Wonokerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah quasi experiment atau eksperimental semu dengan rancangan pra dan pasca intervensi. Pada rancangan ini perubahan yang terjadi setelah intervensi dicatat dan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Pelaksanaan penelitian diawali dengan perkenalan kemudian pembagian kuesioner yang telah disiapkan (pre test). Sebelum kuesioner dibagikan, siswa terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai tata cara pengisian kuesioner. Penelitian dilanjutkan dengan pemberian buku saku gizi. Pelak-sanaan post test dilakukan 3 hari setelah pre test, yaitu pada hari Kamis 21 April 2011. Kegiatan dilakukan sebagaimana pelaksanaan pre test yaitu dengan membagikan kuesioner serupa. Populasi dalam penelitian ini adalah anak kelas 5 SD muhammadiyah Dadapan Desa Wonokerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta. Sampel dalam peneltian ini sama dengan populasi yaitu anak kelas 5 SD Muhammadiyah Dadapan di Desa Wonokerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 anak. Terdiri dari jumlah laki laki 11 orang dan jumlah perempuan 19 orang. Hasil pengukuran variabel yang diteliti akan dikumpulkan dan diolah untuk disajikan dalam bentuk tabel dan paparan. Kemudian dilakukan analisis dengan Uji Paired Sample T-test.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS dengan tingkat kepercayaan 95 %dan α 0,05. Berdasarkan analisis data maka disimpulkan bahwa: (1) Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Muhammadiyah Dadapan sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik pada saat sebelum diberikan buku saku yaitu sebanyak 18 orang (60%) dari 30 orang Siswa. (2) Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Muhammadiyah Dadapan semuanya memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik pada saat sesudah diberikan buku saku yaitu sebanyak 30 orang (100%) dari 30 orang Siswa. (3) Ada perbedaan tingkat pengetahuan gizi antara sebelum (pre test) dan sesudah (post test) diberikan buku saku gizi dengan nilai mean sebelum diberikan buku saku 71,33 dan mean sesudah diberikan buku saku 91,07 Artinya ada pengaruh Buku Saku Gizi terhadap tingkat pengetahuan gizi pada anak kelas 5 Sekolah Dasar Muhammadiyah Dadapan Desa Wonokerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta. j. Penelitian Kristianti dkk. (2009) Kristianti dkk. (2009) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dan frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi siswa SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan rancangan crossectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan wawancara secara langsung dimana variabel bebas dan variabel terikat diambil pada satu waktu secara bersamaan. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas I di SMA Negeri 4 Surakarta yang berjumlah 360 siswa sedangkan besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel minimal yaitu sebesar 75 siswa. Analisis data menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Keseluruhan jumlah responden yang memiliki pengetahuan gizi baik sebesar 46,7%, pengetahuan gizi cukup sebesar 52,0% dan pengetahuan gizi kurang sebesar 1,3%. (2) Keseluruhan jumlah responden yang sering mengkonsumsi fast food sebesar 54,7% dan yang jarang mengkonsumsi fast food sebesar 45,3%.
(3) Keseluruhan jumlah responden yang memiliki status gizi kurus sebesar 49,3 %, status gizi gemuk sebesar 4.0 % dan status gizi normal sebesar 46,7 %. (4) Hasil uji statistik (p>0,05), tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi siswa SMA Negeri 4 Surakarta. (5) Hasil uji statistik (p>0,05), tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi siswa SMA Negeri 4 Surakarta.
C. Kerangka Berpikir Pendidikan merupakan suatu proses komunikasi dari pendidik kepada peserta didik. Dalam proses pendidikan masalah komunikasi merupakan persoalan yang sangat penting. Komunikasi adalah transfer ide atau informasi dari satu orang ke orang lain. Dalam komunikasi terhadap tiga aspek yang harus diperhatikan yaitu: sumber pesan source of the message), pesan (message), penerima (recipient). Unsur-unsur yang terlibat didalam proses tersebut adalah pendidik sebagai sumber informasi, media sebagai sarana penyajian ide dan gagasan, serta peserta didik sebagai sasaran atau target pembelajaran (Suharjo, 2007). Penggunaan alat peraga (media) dapat meningkatkan daya serap penerimanya antara seperti buku cerita bergambar, leaflet, poster, booklet dan sebagainya merupakan contoh media yang efektif dalam melakukan peningkatan pengetahuan mengenai buah dan sayur. Buku saku sebagai media gizi dapat meningkatkan motivasi anak untuk menerima pesan. Hal ini digambarkan dari tingkat penerimaan anak terhadap media. Peran media membantu proses pengiriman informasi gizi dari pendidik sebagai pemberi pesan ke sasaran. Artinya, pesan atau informasi dari materi pendidikan yang diberikan dapat diterima baik oleh sasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pengetahuan siswa mengenai buah dan sayur setelah mendapatkan intervensi dengan menggunakan media buku saku dan ceramah. Pengukuran pengetahuan dilakukan saat sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian ini menggunakan media buku saku dan ceramah. Faktor lain yang dapat mempengaruhi perubahan pengetahuan siswa mengenai buah dan sayur setelah mendapatkan intervensi dengan menggunakan media pendidikan gizi yang diberikan adalah karakteristik siswa dan keluarganya, fasilitas belajar, pengajar, dan lingkungan belajar. Oleh karena itu untuk mencegah adanya pengaruh luar faktor internal/eksternal yang dapat mengganggu penelitian ini maka dilakukan proses randomisasi. Hal ini bertujuan untuk
mencegah dan meminimalisasi pengaruh lain dari pemberian media pendidikan gizi terhadap perubahan pengetahuan anak. Banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan buah dan sayur pada anak usia sekolah dasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoadmojo (2006) antara lain sosial ekonomi, kultur, pendidikan dan pengalaman. Akan tetapi, penelitian ini akan memfokuskan pada pengaruh pemberian buku saku gizi dan penyuluhan terhadap pengetahuan gizi buah dan sayur pada anak Sekolah Dasar. Lebih lanjut kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut: Anak Sekolah Dasar Masalah: Pengetahuan tentang buah rendah Pengetahuan tentang sayur rendah
Cara Mengatasi: Pendidikan Gizi
Buku Saku: media untuk Penyampaian informasi tentang manfaat buah dan sayur
Ceramah: Penyampaian informasi tentang manfaat buah dan sayur melalui kegiatan tatap muka
Hasil: Pengetahuan anak Sekolah Dasar (Setelah Intervensi) Mengalami Peningkatan
Pengetahuan anak Sekolah Dasar (Sebelum Intervensi)
Keterangan :
Karakteristik siswa keluarga fasilitas belajar, pengajar, lingkungan belajar Pendidikan Pengalaman
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Pengaruh yang diteliti : Pengaruh yang tidak diteliti
:
Gambar 3.2 Kerangka Pikir Penelitian
D. Hipotesis Ada pengaruh pendidikan gizi melalui buku saku dan ceramah terhadap pengetahuan buah dan sayur pada anak Sekolah Dasar.