BAB II LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian Proyek Menurut Kasmir dan Jakfar mendifinisikan, ”Proyek adalah kegiatan yang melibatkan berbagai sumber daya yang terhimpun dalam suatu wadah (organisasi) tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya atau untuk mencapai sasaran tertentu” (h.4). Menurut Umar, H. (2007) proyek adalah, ”Suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas” (h.7). Definisi proyek menurut Sinaga, D.(2008) tertulis demikian, ”Proyek adalah
suatu
proses
kegiatan
investasi
yang
direncanakan
untuk
dilaksanakan, dengan menggunakan berbagai sumber daya, dan dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa (tangible dan intangible goods) yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen, dan dari hasil tersebut diharapkan memberikan benefit / manfaat di masa datang kepada pemilik sumber daya modal selama masa jangka waktu periode tertentu” (h.11). Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa proyek merupakan kegiatan yang memiliki tujuan khusus dan telah direncanakan, mempunyai jangka waktu terbatas, memerlukan modal investasi dalam jumlah besar dan diharapkan akan memberikan keuntungan di masa datang. 21
II.2 Pengertian Investasi Definisi investasi menurut Sinaga, D. (2008) tertulis demikian, ”Setiap penggunaan sejumlah sumber-sumber produksi atau sumber daya yang ditanamkan dalam suatu proyek yang direncanakan untuk dilaksanakan, dengan tujuan akan diperoleh suatu manfaat benefit baik langsung dan atau tidak langsung di masa-masa tahun mendatang sehubungan dengan barang / jasa yang akan dihasilkan proyek tersebut” (h.13). Investasi menurut Kasmir dan Jakfar (2007), ”Penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu yang relatif panjang dalam berbagai bidang usaha” (h.4). Menurut IAI (2008), mendifinisikan, ”Investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk
pertumbuhan kekayaan (accretion of
wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, deviden, dan uang sewa, untuk apresiasi nilai investasi, atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan ” (h. 13.1). Dari kutipan diatas, bisa disimpulkan bahwa investasi merupakan penanaman modal untuk pertumbuhan kekayaan perusahaan melalui sumber daya yang dimiliki yang memiliki jangka waktu yang panjang. Sehubungan dengan hal diatas, investasi sangat erat kaitanya dengan proyek. Jika kita membicarakan investasi, berarti kita juga membicarakan jumlah modal atau sumber daya yang akan dikeluarkan dan ditanamkan di dalam sebuah proyek, dimana dari investasi itu, diharapkan mendapatkan
22
keuntungan yang lebih besar dari yang ditawarkan oleh bank. Selain itu, untuk menilai layak tidaknya investasi itu dijalankan, dibutuhkan metode-metode penganggaran modal.
II.3 Pengertian Penganggaran Modal Penganggaran modal menurut Van Horne, J. dan Wachowicz, J.M. yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary (2005) yaitu, “Proses mengidentifikasi, menganalisis, dan memilih berbagai proyek investasi yang pengembaliannya (arus kasnya) diperkirakan lebih dari satu tahun” (h.2). Menurut Atmaja, L. (2008) memberikan definisi sebagai berikut, ”Penganggaran modal adalah keseluruhan proses menganalisis proyekproyek dan menentukan apakah proyek-proyek tersebut harus dimasukan dalam anggaran modal (capital budget)” ( h.131). Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa penganggaran modal adalah proses mengidentifikasi dan menganalisa kelayakan proyek. Penganggaran modal meliputi beberapa analisis berikut ini: 1. Manajemen aset tetap, penganggaran ditujukan untuk pengelolahan aset tetap perusahaan yang berperiode panjang. Periode tersebut berkaitan dengan umut aset, yang bisa mencapai puluhan tahun. 2. Belanja Proyek, maksudnya disini ialah perhitungan besarnya pengeluaran untuk mendanai proyek.
23
3. Penetapan Pembelian Aset, yaitu penetapan aset mana yang akan dibeli atau dijual dalam menjalankan proyek dengan baik. 4. Perencanaan cash flow proyek, yaitu proyeksi mengenai berapa uang yang dikeluarkan dan diterima mulai dari awal proyek sampai akhir proyek. 5. Kelayakan proyek, yaitu penetapan kelayakan dari profitabilitas dari proyek tersebut. Uang yang kembali harus lebih banyak dari uang yang dikeluarkan.
II.3.1 Metode Penganggaran Modal Penganggaran modal merupakan metode yang digunakan untuk mengevaluasi proposal investasi jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang diantaranya akan disampaikan dalam laporan ini, yaitu teknik-teknik penganggaran modal. Pemahaman atas teknik penilaian yang ada merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dimengerti oleh para pengambil keputusan. Selain itu para pengambil keputusan harus mengerti kelebihan dan kekurangan masing-masing teknik, serta mengetahui dalam situasi yang bagaimana teknik tersebut diterapkan. Investasi ada yang menguntungkan dan tidak. Jika hasil dari evaluasi menghasilkan kesimpulan yang tidak menguntungkan , berarti penanam modal sebaiknya tidak dilakukan. Jika ada dua atau lebih alternatif investasi yang sama-sama mengutungkan, maka investasi yang menghasilkan keuntungan terbesarlah yang harus dipilih.
24
Di dalam teknik penganggaran modal terdapat beberapa jenis metode penilaian investasi yang biasanya digunakan yaitu: 1. Average Rate of Return (ARR) 2. Payback Period (PP) 3. Net Present Value (NPV) 4. Profitability Index (PI), dan 5. Internal Rate of Return (IRR) Metode yang pertama dan kedua penggunaannya mudah karena tidak memasukan nilai waktu dari uang pada perhitungannya, sedangkan tiga metode terakhir memasukan nilai waktu dari uang. II.3.1.1 Metode Average Rate of Return (ARR) Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), didefinisikan, “Average Rate of Return merupakan cara untuk mengukur rata-rata pengembalian bunga dengan cara membandingkan antara rata-rata laba sebelum pajak (EAT) dengan ratarata investasi” (h.99). Menurut van Horne, J.C. (1997), average rate of return didefinisikan sebagai berikut: “This accounting measure represents the ratio of the average annual profits after taxes to the invsesment in the project” (p.139). Dari definisi pertama di atas bahwa angka laba rata-rata didapat dari penjumlahan laba setelah pajak selama masa investasi tersebut. Sedangkan investasi rata-rata terbentuk oleh penambahan pengeluaran awal dan nilai sisa
25
dari proyek yang bersangkutan. Dengan demikian ARR dari suatu investasi dengan masa atau usia ”n” tahun dapat dihitung dengan rumus: n ARR
=
∑ t=1
Rata-rata EAT (average earning after tax) Rata-rata investasi
Rata-rata EAT =
Total EAT Umur ekonomis
Rata-rata investasi =
Investasi 2
Pada metode ini, kriteria ditolak atau diterima adalah dengan membandingkan hasil yang terhitung dengan tingkat minimum ARR yang biasa diterima. Jika ARR melebihi tingkat minimum, maka proyek akan diterima, sebaliknya jika lebih kecil akan ditolak. Misalnya, PT AXZ ingin membeli mesin pabrik yang baru untuk mengganti mesin lama yang sudah tidak produktif dan ketinggalan teknologi. Mesin ini berharga $10,000,-. Perkiraan laba sesudah pajak adalah selama 5 tahun masing-masing sebagai berikut $900,-, $950,-, $1,000,-, $1,150,-, dan $1,500,-.
Total EAT
= $900,- + $950,- + $1,000,- + $1,150,- + $1,500,= $5,500
Rata-rata EAT
=
$5,500,5
=
$1,100,-
Rata-rata investasi
=
$10,000 2
=
$5,000,-
26
ARR
=
$1,100,$5,000,-
=
0.22 atau 22%
keuntungan metode ARR bersifat sederhana dan mudah menganalisis faktor-faktor yang terkait dalam perhitungannya serta mudah untuk dipahami. Namun metode ini juga banyak mengandung kelemahan sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi kriteria penyusunan penganggaran modal yang bisa diandalkan. Sebagai contoh untuk mengetahui kelemahan tersebut, kita tentukan ARR dari tiga usulan investasi berikut ini, dimana masing-masing memiliki usia lima tahun. Asumsikan pengeluaran awal untuk setiap proyek yang diusulkan mencapai $10,000,- dengan salvage value nol selama lima tahun. Tingkat ARR minimum adalah 8%. Adapun laba akuntansi untuk masingmasing usulan investasi disajikan dalam Tabel II.1. Ternyata kesemuanya memberikan laba pembukuan $500,- per tahun dan investasi rata-ratanya $10,000 / 2 = $5000,- jadi ARR setiap proyek adalah 10% dan ketiganya nampak sama menguntungkan serta tidak ada bedanya. Inilah kelemahan utama metode ARR, yaitu tidak bisa menunjukan urutan-urutan kelayakan investasi jika perusahaan harus memilih satu atau dua dari tiga investasi itu. TABEL II.1 Laba Pembukuan Tahunan Setelah Pajak Tahun
Proyek-1
Proyek-2
Proyek-3
1 2 3 4 5
$0 $1,000 $500 $500 $500
$500 $500 $500 $500 $500
$0 $0 $0 $0 $2500 27
Kelemahan yang kedua adalah ARR tertumpu pada angka-angka pembukuan, bukanya pada cash flow. Oleh karena itu metode ARR tidak dapat menunjukan kapan manfaat dari suatu proyek akan muncul. II.3.1.2 Metode Payback Period (PP) menurut Umar, H. (2007) diartikan sebagai berikut, ”Payback period adalah suatu periode yang dibutuhkan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu” (h.196). Menurut Brealy, Myers, Marcus (2001), payback period diartikan sebagai berikut: “Time until cash flows recover the initial investment of the project” (p.175). Metode ini mengukur seberapa cepat proyek dapat mengembalikan investasi awal. Kriteria diterima atau ditolak dapat terlihat jika payback period proyek kurang dari atau sama dengan keinginan perusahaan. Dibawah ini akan diberikan sedikit ilustrasi sebagai berikut: Misalnya, jika keputusan payback period komisaris dan manajemen puncak adalah tiga tahun dan usulan investasi memerlukan pengeluaran kas permulaan (initial cash outlay) sebesar $10,000,- dan kumpulan hasil arus kas tahunan seperti pada tabel II.2 berikut:
28
TABEL II.2 Kumpulan Arus Kas Tahunan Year
Cash flow after tax
1 2 3 4 5
$2,000 $4,000 $3,000 $3,000 $1,000
a. berapa lamakah payback periodnya? b. Haruskah proyek diterima? Pada kasus ini, sesudah tiga tahun perusahaan akan memiliki kembali sebesar $9,000,- atas investasi awalnya sebesar $10,000,-, sisa $1,000,- dari permulaan investasi akan ditutup. Selama tahun ke empat total $3,000,- akan dikembalikan dari investasi ini dan diperkirakan akan dialirkan perusahaan di akhir tahun. Selisih
$1,000,- akan diambil dari tahun keempat untuk
menentukan berapa waktu yang diharapkan perusahaan. Penilaiannya adalah $1,000,- / $3,000,- yaitu 1/3. Jadi payback yang dibutuhkan ialah 3 1/3 tahun, dimana kebih lama dari yang keputusan perusahaan. Oleh karena itu, dengan menggunakan kriteria payback period, perusahaan seharusnya menolak proyek ini. Keunggulan dari metode ini, pertama kemudahan dalam menghitung, kedua kemudahan dalam mengkomunikasikan hasil perhintungan ke berbagai pihak, termaksud kepada investor yang tidak memahami konsep keuangan, termaksud konsep nilai waktu dari uang.
29
Kelemahan dari metode ini, pertama tidak mempertimbangkan arus kas setelah terjadi payback, dan kedua tidak mempertimbangkan nilai waktu dari uang. II.3.1.3 Metode Net Present Value (NPV) Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), didefinisikan, “Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan antara PV kas bersih (PV of proceed) dengan PV investasi (Capital Outlays) selama umur investasi. Selisih antara nilai kedua PV tersebutlah yang kita kenal dengan Net Present Value (NPV) ” (h.100). Menurut Brealy, Myers, Marcus (2001), Net Present Value diartikan sebagai berikut: “ Present value of cash flows minus initial investment” (p.166). Metode ini melakukan penghitungan nilai present value dari cash flow lalu dikurangi investasi awal. Jadi Perhitungan dengan metode ini merupakan aplikasi langsung atas kriteria nilai sekarang (present value). Perhitungannya meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a. Menilai cost of capital untuk menentukan berapa besar biaya riil dari masingmasing sumber dana yang dipakai untuk berinvestasi yang nantinya akan menjadi dasar penentuan tingkat diskonto. Penentuan tingkat diskonto ini sangat penting karena tingkat diskonto merupakan tingkat pengembalian (rate of return) tertentu yang yang harus dihasilkan oleh suatu proyek atau invesatasi. (Lihat pembahasan sebelumnya yaitu cost of capital). Dalam penghitungan ini, discount factor ditentukan dengan asumsi saja.
30
b.Menghitung nilai sekarang dari pada arus kas yang akan dihasilkan maupun yang akan dikeluarkan selama masa proyek berjalan. c. Membandingkan berapa besarnya nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan. Maksudnya adalah setelah dibandingkan dengan nilai sekarang, mana yang lebih besar, apakah arus penerimaannya ataukah arus pengeluarannya. Jika arus penerimaannya lebih besar dari pada arus pengeluarannya, berarti nilai bersihnya (net present value) akan menghasilkan nilai yang positif. Demikian sebaliknya, jika ternyata arus pengeluarannya lebih besar dari pada arus penerimaan, maka nilai bersihnya akan menghasilkan nilai yang negatif. Jika ternyata nilai yang dihasilkan itu negatif, maka
dapat
disimpulkan
investasi
tersebut
kurang
menguntungkan
(unfavaourable), dan jika nilai bersihnya positif, maka dapat dikatakan bahwa investasi tersebut menguntungkan (favourable). Metode net present value dapat dikatakan lebih baik dari metode payback period, karena dalam metode NPV nilai uang sekarang, dan arus kas setelah modal kembali juga turut diperhitungkan. Kelemahan dalam metode ini jika discount factor berubah, maka akan sangat mempengaruhi hasil investasi. Metode payback period hanya melihat sampai berapa lama suatu proyek dapat memperoleh kembali seluruh modal yang telah dikeluarkan. Arus kas setelah periode payback sudah tidak diperhitungkan lagi. Alasan metode ini masih relevan untuk dilakukan karena dapat mengurangi resiko dengan menetapkan periode payback maksimal sebagai kriteria penanaman
31
modal. Masa payback yang lebih pendek dianggap mempunyai resiko yang lebih kecil, karena perkiraan arus kas dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek sifatnya akan lebih pasti. Dengan metode NPV seluruh masa manfaat dari suatu proyek turut diperhitungkan. Metode NPV dapat menjawab apakah suatu proyek menguntungkan atau tidak jika diuji dengan tingkat pengembalian tertentu yang telah dihitung berdasarkan biaya modal dari perusahaan (lihat pembahasan cost capital ). Secara sistematis, bagaimana perhitungan metode NPV dapat dilaksanakan, dapat diformulasikan secara sederhana sebagai berikut:
n NPV =
∑ t=1
ACFt (1 + k) t
IO
Dimana : ACFt
=
arus kas tahunan sesudah pajak pada akhir tahun “t”.
IO
=
pengeluaran awal investasi.
K
=
tingkat diskonto (discount factor), yaitu tingkat pengembalian minimum yang diinginkan atas suatu investasi yang baru.
n
=
lamanya proyek yang dinyatakan dalam tahun.
Contoh berikut ini mengilustrasikan penggunaan metode NPV dalam penganggaran modal. Suatu perusahaan memperhitungkan suatu mesin baru. Arus kas sesudah pajak sebagai berikut:
32
Cash Flow After Tax Initial outlay Inflow year-1 Inflow year-2 Inflow year-3 Inflow year-4 Inflow year-5
$40,000,$15,000,$14,000,$13,000,$12,000,$11,000,-
Jika perusahaan menginginkan tingkat pengembalian 12%, maka PV dari arus kas sesudah pajak adalah $47,678, seperti ditunjukan dalam tabel II.3 berikut ini: TABEL II.3 Perhitungan Net Present Value Cash Flow After Tax Inflow year-1 Inflow year-2 Inflow year-3 Inflow year-4 Inflow year-5 Total
Present value of cash flow Investment initial outlays Net Present Value
$15,000,$14,000,$13,000,$12,000,$11,000,$65,000,-
Present Value Factor at 12% .893 .797 .712 .636 .567
Present Value $13,395,$11,158,$9,256,$7,632,$6,237,$47,678,-
$47,678,$40,000,- (-) $7,678,-
Selanjutnya NPV dari mesin baru ini adalah $7,678,-. Karena nilai ini lebih besar dari 0, maka NPV ini menunjukan bahwa proyek ini dapat diterima.
33
II.3.1.4 Metode Internal Rate of Return (IRR) Menurut Brealy, Myers, Marcus (2001), Internal rate return diartikan sebagai berikut: “ discount rate at which project NPV = 0” (p. 173). Seperti pada metode NPV, metode Internal Rate Return (IRR) juga menggunakan konsep nilai sekarang (present value). Prosedur yang digunakan adalah dengan cara mencari tingkat diskonto yang menghasilkan nilai sekarang dari arus kas bersih selama usia proyek, sama dengan nilai sekarang dari pengeluaran kas yang diperlukan untuk membiayai suatu proyek. Penetuan tingkat diskonto ini dapat ditemukan dengan cara mencarinya secara trial and error atau jika ingin lebih cepat dengan memakai penghitungan komputer. Tingkat diskonto inilah yang dinamakan Internal Rate of Return (IRR). IRR ini merupakan tingkat pengembalian (rate of return) yang sebenarnya dari suatu proyek. Jadi jika kita melihat kembali konsep NPV, maka jika kita menggunakan discount factor sebesar IRR, akan menghasilkan nilai bersih yang nilainya sama dengan nol. Metode ini jika diformulasikan secara sistematis akan menghasilkan rumus sebagai berikut:
n IO
=
∑
ACFt (1 + IRR) t
t=1
Dimana:
34
ACFt
=
arus kas tahunan sesudah pajak pada akhir tahun ke ”t”
IO
=
pengeluaran awal untuk investasi
n
=
lamanya proyek yang dinyatakan dalam tahun
IRR
=
Internal Rate of Return proyek
Seperti yang telah dikemukakan tadi, bahwa penentuan IRR adalah dengan cara random (cara penghitungan bisa dilakukan dengan kalkulator dan komputer, tetapi penulis hanya menyajikan dengan cara random), misalnya kita menggunakan suatu rate of discount tertentu. Dalam hal ini, arus kas yang akan terjadi pada awal masa proyek maupun selama masa usia proyek diasumsikan telah diketahui. Kemudian kita hitung seperti pada konsep perhitungan NPV, berapa nilai bersihnya (NPV) sekarang. Jika NPV positif, kita harus memperbesar nilai rate of discount, dan begitu terus kita lakukan sampai pada akhirnya kita peroleh nilai NPV sama dengan nol. Sebaliknya jika nilai yang kita dapatkan negative, berarti rate of discount yang dipilih terlalu besar. Langkah selanjutnya yang harus kita lakukan adalah dengan cara memilih rate of discount yang lebih kecil. Dengan rate of discount yang lebih kecil berarti kita akan memperoleh nilai sekarang dari arus kas bersih yang lebih besar, sehingga jika nilai ini dikurangi dengan pengeluaran awal, maka akan menghasilkan angka yang semakin besar atau akan mendekati nol. Demikian seterusnya kita lakukan sampai pada akhirnya kita memperoleh NPV yang sama dengan nol. Maka dengan demikian prosedur pencarian IRR telah selesai.
35
Sebagai ilustrasi untuk memperjelas permasalahan di atas dapat diberikan contoh sebagai berikut, misalnya perusahaan mempertimbangkan suatu usulan investasi yang memerlukan pengeluaran awal sebesar $3,817,dan mengharapkan pengembalian sebesar $1,000,- pada akhir tahun pertama, $2,000,- pada akhir tahun kedua dan $3,000,- pada akhir tahun ketiga. Untuk masalah ini, IRR ditentukan dengan cara coba-coba (trial and error). Perhitungan ini akan ditujukan pada tabel II.4.1, dimana secara acak dipilih tingkat diskonto 15% untuk perhitungan awal. TABEL II.4.1 Perhitungan IRR dengan Discount Factor 15% Net Cash Flow Inflow year-1 Inflow year-2 Inflow year-3
Present Value Factor at 15%
$1,000,$2,000,$3,000,-
.870 .756 .658
Present value of inflow Initial outlay
Present Value $870,$1,512,$1,974,- (+) $4,356,-$3,817,-
TABEL II.4.2 Perhitungan IRR dengan Discount Factor 20% Net Cash Flow Inflow year-1 Inflow year-2 Inflow year-3
$1,000,$2,000,$3,000,-
Present value of inflow Initial outlay
Present Value Factor at 20% .833 .694 .579
Present Value $833,$1,388,$1,737,-(+) $3,958,-$3,817,-
36
TABEL II.4.3 Perhitungan IRR dengan Discount Factor 22% Net Cash Flow Inflow year-1 Inflow year-2 Inflow year-3
$1,000,$2,000,$3,000,-
Present Value Factor at 20% .820 .672 .551
Present value of inflow Initial outlay
Present Value $820,$1,344,$1,653,-(+) $3,817,-$3,817,-
Pada tabel II.3.2, dengan discount factor 20%, IRR yang diharapkan belum dicapai, karena masih terdapat selisih antara present value of inflow dengan initial outlay (IRR mencari NPV = 0) sedangkan tingkat IRR yang di harapkan tercapai pada saat discount factor 22% (Tabel II.3.3), karena dengan tingkat discount factor 22% berarti NPV sama dengan 0 yang artinya biaya modal yang semestinya dari suatu investasi sudah didapatkan. II.3.1.5 Metode Profitability Index Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), didefinisikan, ”Profitability index (PI) atau benefit and cost ratio (B/C Ratio) merupakan rasio aktivitas dari jumlah nilai sekarang penerimaan bersih dengan nilai sekarang pengeluaran invesatasi selama umur investasi” (h.105). Bila metode NPV menunjukan besarnya keuntungan atau excess return dalam satuan uang, PI menunjukan besarnya keuntungan dalam bentuk presentase.
37
Profitability index dapat dirumuskan sebagai berikut: n ∑ PI
=
t=1
ACFt (1+k) IO
Dimana : ACFt
=
Arus kas tahunan sesudah pajak pada akhir tahun “t”
IO
=
Present value pengeluaran awal untuk investasi
K
=
Tingkat
diskonto
(rate
of
discount),
yakni
tingkat
pengembalian minimum yang diinginkan dalam suatu investasi baru n
=
Lamanya proyek yang dinyatakan dalam tahun
Keputusan mengenai menerima atau tidak usulan yang berkenaan dengan profitability index adalah jika PI lebih besar dari 1 maka usulan diterima dan jika PI lebih kecil dari 1, maka usulan ditolak. Apabila PI sama dengan 1 maka proyek tersebut berada dalam keadaan mengambang antara diterima atau tidak. Sama seperti pada metode NPV, metode profitability index juga selalu memberikan keputusan diterima atau ditolak suatu usulan proyek. Jika nilai sekarang dari kas bersih proyek lebih besar dari pengeluaran kas awal, maka NPV proyek akan bernilai positif, hal ini menunjukan bahwa keputusan diterima. Didalam profitability index apabila keputusan diterima, maka besarnya PI lebih besar dari satu, dimana nilai sekarang dari arus kas bersih lebih besar dari pengeluaran awal. Kelemahan dari PI adalah sama seperti
38
NPV, jika discount factor berubah maka hasil investasi akan berubah. Berikut ini adalah sebuah ilustrasi untuk mempermudah pengertian mengenai hal ini. Sebuah perusahaan akan mengadakan suatu investasi dengan tingkat pengembalian sebesar 10% dan arus kas sesudah pajak sebagai berikut:
Cash Flow After Tax Initial outlay Inflow year-1 Inflow year-2 Inflow year-3 Inflow year-4 Inflow year-5 Inflow year-6
$50,000,$15,000,$8,000,$10,000,$12,000,$14,000,$16,000,-
Pendiskontoan arus kas bersih yang akan datang kembali pada hasil sekarang bernilai $53,427. Pembagian nilai ini dengan pengeluaran awal sebesar $50,000 memberikan PI sebesar 1.06854 seperti ditunjukan pada tabel 2.5. Ini menunjukan bahwa nilai sekarang dari tambahan keuntungan yang akan datang dari proyek adalah 1.06854 kali dari tingkat pengeluaran awal. Bila PI lebih besar dari 1.00, maka proyek akan diterima. TABEL II.5 Perhitungan Profitability Index Cash Flow After Tax Initial outlay year-0 Inflow year-1 Inflow year-2 Inflow year-3 Inflow year-4 Inflow year-5 Inflow year-6
$50,000,$15,000,$14,000,$13,000,$12,000,$11,000,$16,000,-
Present Value Factor at 10% 1.000 .900 .826 .751 .683 .621 .564
Present Value $50,000,$13,395,$6,608,$7,510,$8,196,$8,694,$9,024,-
39
Rumus: n ∑ PI
=
t=1
ACFt (1+k) IO
PI
= $13,395,- + $6,608,- + $7,510,- + $8,196,- + $8,694 + $9,024 $50,000
PI
= $53,427,$50,000,-
PI
= 1.06854
, jadi keputusannya, proyek dapat diterima karena PI lebih dari satu.
II.4 Cash Flow Cash flow atau arus kas menurut Kasmir dan Jakfar (2007) adalah, ”Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu proyek tertentu”(h.92). Setelah mengetahui cara menentukan biaya modal, kita harus mempelajari cash flow. Proyeksi cash flow dalam penganggaran sangat penting untuk menilai present value. Untuk mengukur kelayakan proyek, dibutuhkan penghitungan cash flow. Terdapat tiga cash flow yang harus diidentifikasi yaitu ICF ( initial cash flow atau initial investment), NOCF (net operating cash flow) dan arus kas bebas. II.4.1 ICF (Initial Cash Flow) Initial Cash flow atau arus kas menurut Kasmir dan Jakfar (2007) adalah, “Initial cash flow atau lebih dikenal dengan kas awal merupakan pengeluaran-pengeluaran pada awal periode untuk investasi” (h. 93).
40
ICF atau investasi awal adalah seluruh pengeluaran pada awal proyek untuk investasi sampai proyek siap beroperasi. Misalnya jika ingin mendirikan perusahaan baru, ICF mencakup pembelian lahan, biaya pengurusan izin (tanah, bangunan, dan hak guna bangunan), pembelian peralatan, pembelian mesin, upah pekerja sampai perusahaan siap beroperasi. II.4.2 NOCF (Net Operating Cash Flow) Net operating cash flow atau arus kas menurut Kasmir dan Jakfar (2007) adalah, “Net operating cash flow merupakan kas yang diterima atau dikeluarkan pada saat operasi usaha” (h.93). NOCF terdiri dari dua bagian penting yaitu OCIF (operating cash inflow atau arus kas masuk operasional, dan OCOF (operating cash out flow, arus kas keluar operasional).
OCIF bisa didapat dari penjualan produk
perusahaan. OCOF terdiri dari empat sumber, yang pertama yaitu biaya-biaya perusahaan misalnya biaya operasional, dan biaya beban pokok penjualan. Sumber kedua berasal dari pajak. Perusahaan dapat dimintai pajak jika mendapatkan laba.
Ketiga adalah perubahan modal kerja. Bila terjadi
peningkatan penjualan dari tahun sebelumnya, perusahaan biasanya memerlukan tambahan modal kerja. Pertambahan itu menyerap arus kas. Dan sumber keempat adalah investasi. Misalnya perusahaan membeli tambahan mesin pada tahun tertentu setelah proyek berjalan. Maka penambahan mesin mengurangi NOCF.
41
II.4.3 Arus Kas Bebas Menurut Brealey, Myers, Marcus(2007) yang diterjemahkan oleh Yelvi Andri Z, arus kas bebas, yaitu, ”Arus kas yang tidak diperlukan untuk investasi dalam aset tetap atau modal kerja sehingga tersedia bagi investor” (h. 371) Arus kas operasi dikurangi pengeluaran investasi adalah jumlah kas yang bisa dibayarkan oleh perusahaan kepada para investor setelah membayar semua investasi yang diperlukan untuk pertumbuhan proyek.
II.5 Biaya Modal (Cost of Capital) Biaya modal menurut Van Horne, J.C. dan Wachowich, J.M. yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary (2005) yaitu, “Tingkat pengembalian yang diminta (requaried rate of return) atas berbagai jenis pendanaan” (h.122). Biaya modal dimaksudkan untuk menentukan berapa besar biaya riil dari masing-masing sumber dana yang dipakai dalam berinvestasi. Konsep ini sangat dibutuhkan dalam metode Net Present Value, Internal Rate Return dan Profitability Indeks, karena semua metode itu menilai waktu akan uang, dimana membutuhkan discount rate yang didapat dari menghitung biaya modal. Kita perlu menentukan biaya penggunaan modal rata-rata dari keseluruhan dana yang akan dipakai, sehingga berdasarkan hal ini patokan tingkat keuntungan yang layak (cut of rate) dari proyek bisnis dapat diketahui.
42
Sebagian besar sumber-sumber pembelanjaan terbagi atas utang dan modal sendiri. Biaya modal dari masing-masing sumber harus dihitung, misalnya penilaian investasi dari biaya utang dan dari modal sendiri. Misalnya akan dijelaskan berikut ini: 1I.5.1 Biaya Utang (Cost of debt) Biaya utang menurut Van Horne, J.C. dan Wachowich, J.M. yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary (2005) yaitu, “Tingkat pengembalian yang diminta atas investasi oleh para pemberi pinjaman ke perusahaan” (h.122). Biaya utang untuk jangka panjang dan jangka pendek dapat dihitung, misalnya dengan menggunakan konsep present value. Contohnya seperti ini, perusahaan mengeluarkan obligasi untuk waktu 5 tahun, nilai nominal $100,000,- dengan tingkat bunga 16% per tahun. Apabila obligasi ini laku dijual seharga $96,000, maka biaya hutang yaitu: $96,000,-
=
kd
biaya utang
=
$16,000,- + …+ $16,000,- + $16,000,- + $100,000,(1 + kd) (1 + kd) (1 + kd) (1 + kd)
Cara yang dilakukan adalah dengan coba-coba atau interpolasi. Kalau menggunakan kd = 18%, maka setelah dihitung, sisi sebelah kanan bernilai sama dengan $93,740,-. Jika dengan kd 17%, nilai sisi kanan menjadi $96,790,. Yang dicari adalah kd yang membuat sisi kanan persamaan sama dengan $96,000,- , berada diantara 17% dan 18%. Selanjutnya gunakan rumus interpolasi, yaitu:
43
kd nilai 18% $ 93,740 17% $ 96,790 1% $ 3,050
selisih
Selisih antara $96,790,- - $96,000,- adalah $790,-. Jika 1% sama dengan $3,050,- maka untuk selisih yang bernilai $96,000,- akan sama dengan $790,- / $3,050 x 1% = 0.26%. jadi kd yang membuat sisi kanan persamaan sama dengan $ 96,000 yaitu: Kd = 17% + 0.26% = 17.26% Biaya utang ini belum dipotong pajak. Jika akan dipotong pajak, dapat dihitung dengan rumus: k*d = kd(1-t). Dimana k*d adalah biaya utang setelah pajak dan t adalah tarif pajak. Misalkan tarif pajak adalah 44%, maka dengan menggunakan contoh diatas dimana kd = 17.26%, maka k*d = 17.26%(1-0.44) = 9.66%. II.5.2 Biaya Modal Sendiri Biaya modal sendiri menurut Kasmir dan Jakfar (2007) yaitu, ”Biaya modal sendiri adalah modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan dengan cara mengeluarkan saham baik secara tertutup atau terbuka” (h.88). Pada kutipan diatas, tertutup berarti saham berasal dari kalangan internal dari pemilik perusahaan. Terbuka berarti saham dijual pada masyarakat luas. Berikut ini adalah beberapa cara menghitung biaya modal sendiri. Kelompok biaya modal sendiri di bagi atas biaya saham biasa, biaya saham preferen dan biaya laba ditahan.
44
II.5.2.1 Biaya Saham Biasa Biaya saham biasa menurut Umar, H. (2007) adalah:”Biaya saham biasa merupakan suatu tingkat keuntungan minimal yang harus diperoleh suatu investasi yang dibelanjai oleh saham biasa” (h.184). ke
=
D PO
Dimana: ke
=
biaya modal dari saham biasa
D
=
deviden per lembar saham yang konstan setiap kurun waktu tertentu
P0
=
harga saham saat ini
Alternatif lain mencari biaya modal saham biasa adalah dengan metode Capital Asset Pricing Model. II.5.2.1.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Menurut Weaver, S.C, Weston, D.J yang diterjemahkan oleh Emil Salim (2007) yaitu, “Pendekatan CAPM membandingkan pengembalian yang diterima pemegang saham (kenaikan harga saham ditambah deviden) dengan pengembalian dari pasar” Rumus CAPM adalah Ri = Rf + (Rm-Rf) ßi, dalam hal ini Ri adalah tingkat keuntungan yang layak untuk saham i, Rf adalah tingkat keuntungan bebas resiko, Rm adalah tingkat keuntungan pasar (indeks pasar) dan ßi adalah beta (resiko saham i).
45
Apabila suatu perusahaan diperkirakan mempunyai ßi sebesar 1.20, sedangkan Rf sebesar 9%, dan Rm sebesar 17%. Maka biaya modal yang didapat adalah Ke = 9% + (17%-9%) 1.2. hasilnya adalah 18.6%. Ri bisa diganti dengan Ke. Ke adalah besar biaya modal. II.5.2.2 Biaya Saham Preferen. Biaya saham preferen menurut Van Horne, J.C. dan Wachowich, J.M. yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary (2005) yaitu, ”Tingkat pengembalian yang diminta atas investasi oleh pemegang saham preferen perusahaan” (h.125). Saham jenis ini mempunyai keistimewaan, yaitu besarnya deviden sudah ditetapkan, yaitu persentase tertentu dari nilai nominal saham preferen yang bersangkutan. Besarnya deviden dicantumkan dalam lembaran saham preferen. Misalnya nilai nominal saham preferen adalah $100 per lembar, bila deviden untuk saham ini 10%, berarti pemegang saham menerima $10 (10% x $100,-) setiap tahun untuk setiap lembar saham yang dimilikinya. Apabila perusahaan tidak memiliki uang untuk membayar deviden, maka deviden terutang harus dibayar perusahaan. Misalnya perusahaan menjual saham preferen pada harga nominal $100,- per lembar, tapi nilai bersih yang diterima perusahaan tidak sampai $100,- per lembar karena harus dipotong biaya. Kesepakatan dengan penjamin dan pihak lain menunjukan biaya yang harus dibebankan pada harga saham adalah 10%. Lembar saham tersebut mencamtumkan besarnya deviden 10%, berapa kp?
46
kp
=
D x Po Po (1- Pc)
kp
=
0,1 x 100 100 ( 1 – 0.1)
=
10 / 90
= 11.11%
Dimana : kp =
biaya modal preferen
D =
besar deviden dalam %
Po =
harga saham saat ini
Pc = biaya penjualan saham
II.5.2.3 Biaya Laba Ditahan Definisi menurut
Umar, H. (2007) adalah, ”Biaya laba ditahan
merupakan suatu tingkat keuntungan minimal yang harus diperoleh suatu investasi yang dibelanjai dari laba ditahan” (h.184). Investor
menuntut
tingkat
pengembalian
yang
dapat
mengkompensasi resiko yang dihadapi oleh investor dari investasinya di perusahaan. Misalnya investor membeli saham perusahaan seharga Po, dia mengharapkan deviden selama setahun ke depan sebesar De dan harga saham akan naik menjadi P1e. Untuk lebih jelasnya seperti contoh berikut ini: Perusahaan membutuhakan modal tambahan untuk mengembangkan usaha. Salah satunya dengan cara menahan sebagian laba bersih yang dihasilkan perusahaan. Dalam rapat pemegang saham, sepakat untuk memberikan
$300,000,000,-
laba
ditahan
sebagai
tambahan
modal
perusahaan. Untuk beberapa tahun terakhir perusahaan membagikan deviden dengan pertumbuhan 6% per tahun. Tahun lalu deviden yang dibagi sebesar
47
$20 per lembar saham. Harga saham saat ini $150 per lembar. Berapa biaya ekuitas dari laba ditahan tersebut (kr)? kr
=
De Po
+
P1e - Po Po
=
De Po
+
g
Dimana : kr
=
biaya laba ditahan
De
=
harapan deviden tahun ke depan
Po
=
harga saham
P1
=
harapan harga saham saat naik
g
=
pertumbuhan deviden
Dengan menggunakan rumus tersebut dapat dihitung kr. Pertama hitung De. Karena deviden tahun lalu $20,- per lembar saham dan pertumbuhan deviden 6%, De atau deviden tahun depan diharapkan sebesar $21.2,- ($20,- x (1 + 0.06). Dengan demikian kr menjadi: kr
=
$20,- (1 + 0.06)
+
6%
150 kr
=
14.13% + 6%
=
20.13%
II.6 Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang Menurut Brealey, Myers, Marcus( 2001), biaya modal rata-rata tertimbang atau weighted avarage cost of capital (WACC), yaitu: “ The weighted average cost of capital is the rate of return that the firm must expect to earn its average-risk investments in order to provide a fair expected return to all its security holders”(P.333).
48
Bila perusahaan memiliki berbagai jenis modal, maka biaya modal merupakan rata-rata dari biaya masing-masing komponen modal tersebut. Jadi bila perusahaan memiliki modal berupa ekuitas biasa, ekuitas preferen, dan pinjaman, biaya modal merupakan rata-rata dari biaya ekuitas biasa, biaya ekuitas preferen dan biaya pinjaman. Dalam menghitungnya, biaya modal merupakan rata-rata tertimbang atau WACC (weighted average cost of capital) TABEL II.6 Berbagai Modal dan Biaya Modal Jenis Modal Pinjaman jangka pendek Pinjaman jangka pendek Laba ditahan Ekuitas setoran modal Ekuitas preferen Total modal
Jumlah $ milyar 20 100 10 70 10 210
Biaya modal Bersangkutan 12% 16% 20% 20% 15% WACC = ?
Atas dasar tersebut, dengan biaya pajak pinjaman sebesar 35%, maka biaya modal perusahaan adalah: kc = Wstd Kd,std(1-T) + Wltd Kd,ltd(1-T) + WrKr + WnKn + WpKp kc = 20 x 12% (1- 0.35)+ 100 x 16% (1-0.35)+ 10 x 20% + 70 x 20% +10 x 15% 210 210 210 210 210 kc =
11.11%
dimana: Wd,std
=
bobot pinjaman jangka pendek
Kd,std
=
biaya pinjaman jangka pendek
Wd,ltd
=
bobot pinjaman jangka panjang
Kd,ltd
=
biaya pinjaman jangka panjang
Wr
=
bobot ekuitas dari laba ditahan 49
Kr
=
biaya ekuitas dari laba ditahan
Ws
=
bobot ekuitas modal disetor
Ks
=
biaya ekuitas modal disetor
Wp
=
bobot ekuitas preferen
Kp
=
biaya ekuitas preferen
T
=
pajak
IV.7 Sensitivity Analisis Menurut Brealey, Marcus, Myers (2001), pengertian analisis sensitivitas adalah adalah berikut ini: “ Analisys of the effects on project profitability of changes in sales, cost, and so on“ (p.233 ) Analisis yang digunakan dalam menilai investasi salah satunya adalah analisis sensitivitas (sensitivity analisys), yaitu analisis yang menggambarkan tentang berapa jauh kemungkinan perubahan yang akan terjadi atas nilai penjualan, biaya dan lain-lain, apabila dipengaruhi oleh perubahan (naik / turun) pada hasil produksi, harga minyak, biaya kapital maupun non kapital.
IV. 8 Opsi Riil Menurut Brealey, Myers, Marcus(2007) yang diterjemahkan oleh Yelvi Andri Z, opsi riil yaitu, “ Opsi untuk berinvestasi dalam memodifikasi atau memulai proyek investasi.” (h.280) Ada empat opsi yang digunakan dalam metode ini, yaitu opsi untuk berekspansi, opsi untuk menghentikan, opsi waktu dan fasilitas produksi fleksibel.
50
Opsi untuk berekspansi yaitu opsi untuk mengembangkan usaha perusahaan. Dalam opsi ini perusahaan mengadakan pengujian terlebih dahulu apakah proyek pengembangan ini layak dijalankan atau tidak. Salah satu cara pengujiannya dengan menggunakan NPV. Dengan adanya pengujian, perusahaan bisa terhindar dari pengeluaran yang lebih banyak. Opsi untuk menghentikan yaitu opsi untuk mensudahi proyek. Begitu proyek tidak lagi menguntungkan, perusahaan akan menghentikan proyeknya. Aset- aset seperti peralatan mesin dan transportasi biasanya akan dijual. Opsi waktu yaitu menunggu waktu yang tepat untuk berinvestasi. Jika proyek terlihat akan merugikan manajemen bisa menolak atau menunggu waktu yang tepat. Misalnya harga minyak yang tidak stabil bisa menjadi pertimbangan manajemen untuk menunggu keputusan investasi agar tidak merugikan perusahaan. Faslitas produksi fleksibel yaitu dimana perusahaan mempunyai bauran produk yang lain untuk mengantisipasi perubahan permintaan. Misalnya dalam perusahaan yang memiliki bauran produksi yang beragam seperti Indofood yang usahanya di bidang pangan. Jika permintaan terhadap kecap turun, masih ada permintaan terhadap mie yang tinggi.
51