BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Sejarah Manajemen Keuangan Seperti semua ilmu pengetuhan, ilmu manajemen keuangan juga memiliki pergeseran topic sejak ilmu tersebut pertamakali dikembangkan hingga saat ini. Menurut Brigham dan Houston (2001), terdapat empat tahap perkembangan ilmu manajemen keuangan. Masing-masing tahap tersebut dipengaruhi oleh iklim bisnis dan perkembangan dunia usaha saat itu. Adapun pembagian keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut: Tahap pertama dimulai pada awal tahun 1900s saat pertama kali ilmu manajemen keuangan ini muncul. Pada saat itu, fokus utama dari ilmu manajemen keuangan adalah aspek legalitas dari proses merger perusahaan, pembentukkan perusahaan baru, serta penerbitan sejumlah instrumen keuangan perusahaan guna memperoleh dana segar dari pasar modal. Tahap kedua dimulai pada tahun 1940 ketika ekonomi dunia dan khususnya Amerika Serikat mengalami resesi yang cukup berat. Dan sesuai dengan kondisi saat itu, maka fokus dari ilmu manajemen keuangan adalah yang berhubungan dengan masalah kebangkrutan perusahaan, reorganisasi perusahaan serta pembentukkan regulasi pasar modal. Salah satu produknya adalah berdirinya badan SEC yang bertugas sebagai regulator dan pengawas pasar modal amerika serikat.
Tahap ketiga dimulai pada akhir tahun 1940 dan awal tahun 1950. Yang menarik dari perkembangan ilmu manajemen keuangan pada tahap ini adalah mulai berubahnya sudut pandang ilmu manejemen keuangan, dari yang sebelumnya diambil dari sudut pandang manajemen internal perusahaan ke sudut pandang pihak luar atau stakeholder. Dan terakhir tahap keempat yang dimulai pada akhir tahun 1950, merupakan kelanjutan atau pengembangan lebih mendalam dari tahap ketiga yang melihat sudut pandang ilmu manajemen keuangan dari sisi outsider. Pada tahap ini mulai dikembangkan pengertian memaksimalkan nilai pemegang saham, sebagai tujuan utama dari manajemen perusahaan, yang mana sudut pandang ini hingga saat ini masih berlaku. Sementara itu, Scott Jr (1999, p2). meringkas semua perkembangan ilmu manajemen keuangan tersebut menjadi sebuah fungsi, dimana manajemen keuangan sebuah perusahaan seharusnya memfokuskan dirinya pada penciptaaan kekayaan ekonomi bagi pemegang saham, serta berusaha agar penciptaan kekayaan ekonomi tersebut tidak berhenti.
2.2 Tujuan Perusahaan Seperti sejarah perkembangan ilmu manajemen yang mengalami perubahan sepanjang masa, tujuan dari pendirian sebuah perusahan juga mengalami perkembangan yang disesuaikan oleh tuntutan jaman. Menurut Scott Jr. (1999, p2-4), ada dua tujuan utama pendirian dan pengoperasian sebuah perusahaan. Adapun kedua tujuan tersebut adalah:
Pertama, memaksimalkan laba perusahaan. Namun demikian, Scott Jr. (1999) berargumen bahwa tujuan memaksimalkan laba perusahaan ini sudah seharusnya ditinggalkan sebab ada beberapa kelemahan yang tercantum dalam metode pengukuran ini. Memaksimalkan laba perusahaan memang menekankan pada efisiensi sumber modal atau kapital. Namun demikian, memaksimalkan laba perusahaan tidak memperhitungkan kelangsungan hidup perusahaan. Dan dikhawatirkan, jika tujuan dari sebuah perusahaan hanya mengejar maksimalisasi laba, maka ada kemungkinan pihak manajemen hanya menekankan pada laba perusahaan jangka pendek, dan akibatnya mengorbankan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, Scott Jr. (1999) mengusulkan tujuan lain dari perusahaan yaitu memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Dengan menggunakan maksimalisasi kekayaan pemegang saham sebagai tujuan dari perusahaan, maka kelemahan dari tujuan sebelumnya dapat dihindari. Dan menurut Scott Jr. (1999) indikator yang digunakan untuk menilai maksimalisasi kekayaan pemegang saham adalah harga pasar saham perusahaan tersebut. Jika harga pasar saham mengalami kenaikkan maka diasumsikan para investor menilai kekayaan pemegang saham mengalami peningkatkan. Dan sebaliknya, jika para investor menilai kekayaan pemegang saham mengalami penurunan, maka para investor akan menjual kepemilikkan sahamnya di perusahaan tersebut, sehingga harga pasar saham dari perusahaan itu akan mengalami penurunan.
Namun demikian, Pierce II & Robinson Jr. (2000, p 31-32), sedikit memiliki pola pandang yang berbeda dengan David Scott mengenai tujuan dari perusahaan. Jika David Scott menganggap memaksimalkan laba perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemegang saham merupakan dua hal yang berbeda, justru Pierce II dan Robinson Jr. menganggap kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pierce II dan Robinson Jr. (2000) mengatakan bahwa tujuan dari perusahaan haruslah mengejar laba. Dan jika pengejaran laba ini dijadikan acuan utama sebuah perusahaan, maka otomatis nilai pasar saham perusahaan tersebut akan mengalami kenaikkan. Dan sebaliknya, jika tingkat laba perusahaan tidak tercapai, maka nilai pasar sahamnya akan mengalami penurunan.
2.3
Pasar Modal di Indonesia Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam betuk hutang maupun modal sendiri. Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Instrumen keuangan yang dapat diperjualbelikan di dalam pasar modal, antara lain: saham, obligasi, convertible bonds, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi. Pasar modal memiliki peranan yang cukup besar dalam perekonomian suatu negara, karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi
ekonomi, dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dan (investor) dengan pihak yang memerlukan dana (issuer). Melalui pasar modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana tersebut dapat menginvestasikan dananya dengan harapan akan memperoleh imbalan (return) sesuai dengan dana yang diinvestasikannya, sedangkan pihak yang memerlukan dana (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Sedangkan fungsi yang lain, yaitu fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbal hasil (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan bentuk investasi yang dipilih. Dengan adanya pasar modal, diharapkan aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaanperusahaan sehingga perusahaan dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar dan pada gilirannya akan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas. Menurut Tambunan (2007), karakteristik pasar modal yang baik adalah: •
Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
•
Menyediakan informasi akurat dan segera tentang harga dan volume transaksi yang sudah terjadi sebelumnya serta menampilkan data-data permintaan dan penwaran yang belum matched (terlaksana).
•
Harus likuid, artinya sebuah aset dapat dijual ataupun dibeli pada harga yang mendekati atau sama dengan harga transaksi sebelumnya (price continuity) dengan asumsi tidak ada informasi baru yang dapat mempengaruhi pasar. Juga harus tersedia sejumlah penjual dan pembali yang mau dan memiliki kemampuan memasuki pasar pada harga di atas dan di bawah harga yang berlaku saat itu.
•
Biaya transaksi harus rendah. Artinya, biaya yang berhubungan dengan semua aspek transaksi harus murah, termasuk biaya memasuki pasar, biaya transaksi yang dibebankan oleh broker, dan biaya transfer barang/jasa.
•
Harga-harga harus segera menyesuaikan diri terhadap seluruh informasi baru yang mempengaruhi pasar, sehingga harga pasar sudah mencerminkan seluruh informasi yang tersedia yang berhubungan dengan aset yang diperdagangkan. Tidak ada insider trading (perdagangan yang dilakukan orang dalam) atau inside information (perdagangan dengan memanfaatkan informasi orang dalam).
•
Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi. Dan memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan usaha diversifikasi.
2.4
Analisis Laporan Keuangan Salah satu pertimbangan yang perlu dilakukan oleh seorang investor sebelum berinvestasi di pasar modal adalah dengan mempelajari kondisi keuangan perusahaan. Investor perlu mengetahui kondisi perusahaan dimana ia akan menginvestasikan modalnya, karena kepentingannya dalam hal menentukan tingkat hasil yang diharapkan (expected return). Secara umum, cara yang paling mudah untuk mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan adalah dengan melihat laporan keuangan perusahaan. Seringkali orang akan menilai bahwa kondisi suatu perusahaan baik atau tidak, karena perusahaan tersebut mampu menghasilkan laba yang tinggi. Sedangkan perusahaan yang tidak menghasilkan laba, seringkali dinilai tidak sehat. Namun hal tersebut tidak dapat memberikan jaminan mengenai kondisi suatu perusahan. Para investor perlu melakukan analisa yang lebih mendalam untuk menilai apakah suatu perusahaan itu baik atau tidak. Laporan keuangan pun memiliki tujuan sebagai berikut: 1.
Tujuan khusus laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan sesuai prinsip akuntasi umum, posisi keuangan, hasil operasi dan perubahan lain dalam posisi keuangan.
2.
Tujuan utama laporan keuangan adalah: a. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang sumber daya ekonomi hak kewajiban suatu usaha bisnis dengan tujuan untuk:
i. Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan ii. Menunjukkan data pendanaan dan investasi iii. Mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmen iv. Menunjukkan potensi sumber daya untuk pertumbuhan b. Menyediakan
informasi
yang
dapat
dipercaya
tentang
perubahan sumber daya sebagai hasil dari aktifitas perusahaan yang menghasilkan keuntungan untuk : i. Meningkatkan tingkat pengembalian deviden terhadap investor ii. Menunjukkan kemampuan operasi untuk membayar kredit dan pemasok, membayar karyawan hingga menghasilkan dana untuk ekspansi. iii. Menyediakan
informasi
bagi
manajemen
untuk
perencanaan dan pengendalian. iv. Memperlihatkan tingkat profitabilitas jangka panjang. c. Menyediakan informasi keuangan untuk memperkirakan earnings potential sebuah perusahaan. d. Memberikan informasi tentang perubahan sumber daya ekonomi dan kewajiban.
e. Mengungkapkan informasi lain yang relevan dengan kebutuhan pemakai. f. Tujuan kualitatif akuntansi keuangan adalah sebagai berikut: i. Relevan, memilih informasi yang paling mungkin untuk membantu
pemakai
dalam pembuatan
keputusan
ekonomi. ii. Dapat
dipahami
segala
informasinya
oleh
para
pemakainya. iii. Dapat diuji kebenarannya, hasil akuntansi dibenarkan oleh
ukuran
yang
independent
dengan
metode
pengukuran yang sama. iv. Netral, informasi akuntansi diarahkan pada kebutuhan umum dan bukan kepentingan sekelompok orang. v. Tepat
waktu,
sebagai
media
pengkomunikasian
informasi yang dapat membantu untuk membuat sebuah keputusan. vi. Dapat dijadikan sebagai bahan pembanding. vii. Memiliki
kelengkapan,
semua
informasi
yang
memenuhi persyaratan tujuan-tujuan kualitatif lain harus dilaporkan.
Laporan keuangan memiliki keterbatasan agar pembacanya tidak menimbulkan salah tafsir dalam menganalisa sebuah laporan keuangan: a. Laporan keuangan bersifat historis yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. b. Laporan keuangan bersifat umum dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. c. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan. d. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. e. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian. f. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah teknis. g. Adanya berbagai metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber ekonomis. h. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasi umumnya diabaikan. Analisis yang biasanya dilakukan para investor adalah analisis fundamental dan analisis teknikal. Perbedaan kedua bentuk analisis ini terletak pada data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis. Analisis teknikal menggunakan data pasar yang dipublikasikan yaitu harga saham, volume perdagangan, indeks harga saham individual maupun gabungan untuk berusaha
mengakses permintaan dan penawaran saham tertentu maupun pasar secara keseluruhan. Sedangkan analisis fundamental berkaitan erat dengan peniliaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahan dalam mencapai sasarannya (Schaughnessy, 1996). Analisis fundamental menggunakan informasi ekonomi dan akuntansi untuk memperdiksi harga saham, untuk itulah digunakan rasio keuangan. Menurut Reimers (2007, p 630-631), perhitungan dalam suatu rasio dapat berbeda dari perusahaan ke perusahaan yang lainnya. Tidak ada formula standar dalam menentukan suatu rasio. Jadi pada saat mengintepretasi atau menggunakan rasio, dipastikan terlebih dahulu bagaimana rasio tersebut dikalkulasi. Dan bila sedang menghitung rasio, pastikan untuk konsisten dalam perhitungannya jadi dapat dijadikan perbandingan yang berarti.
2.4.1 Alat Ukur Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Untuk menilai kinerja sebuah perusahaan, terdapat beberapa alat ukur yang dapat digunakan, mulai dari tingkat penjualan, tingkat laba hingga beberapa rasio keuangan. Terdapat 4 kategori umum dari rasio, yang dinamakan sesuai yang ingin diukur, yaitu liquidity ratio, solvency ratios, profitability ratios, market indicators (Reimers, 2007, p 625 – 626). Sehubungan dengan pembahasan tujuan lebih dari sebuah perusahaan yaitu membuktikan metode Greenblat dalam memaksimalkan tingkat laba dan kekayaan pemegang saham seperti yang telah dibahas dalam sub bab lainnya,
maka dalam penulisan tesis ini digunakan dua alat ukur kinerja perusahaan, yaitu rasio profitabilitas dan market indicators. 2.4.1.1 Rasio Profitabilitas Pada dasarnya, rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur pemasukan dari operasional suatu perusahaan. Tujuan suatu perusahaan adalah untuk menghasilkan laba, tipe rasio ini memeriksa seberapa baiknya perusahaan dalam menyelesaikan tujuan tersebut (Reimers, 2007, p 625).
2.4.1.1.1 Return on Capital Return on Capital merupakan rasio keuangan yang memperlihatkan perbandingan antara pemasukan operasional sebelum dipotong pajak dengan jumlah total working capital (modal kerja) dan total aktiva tetap. Menurut Joel Greenblat, rasio ini lebih sering digunakan daripada rasio yang sudah biasa digunakan seperti Return on Equity (ROE) atau Return on Assets (ROA) (Greenblat, 2006, p139). Secara matematis, rumusnya dapat dituliskan sebagai berikut:
Return on Capital = Earning Before Interest and Taxes (Net Working Capital + Net Fixed Asset)
EBIT (Earning Before Interest and Taxes) digunakan menggantikan laba bersih karena perusahaan beroperasi dalam tingkatan hutang yang berbeda dan tarif pajak yang berbeda pula. Jadi dengan menggunakan pendapatan sebelum
bunga
atau
pajak
(EBIT),
memperkenankan
kita
untuk
melihat
dan
membandingkan penghasilan operasional dari perusahaan yang berbeda tanpa distorsi yang dihasilkan oleh perbedaan hutang dan pajak. Ide dasarnya adalah untuk mengetahui seberapa banyak kapital yang dibutuhkan untuk mengelola bisnis perusahaan tersebut. Total modal kerja digunakan
karena
sebuah
perusahaan
harus
membiayai
piutang
dan
persediaannya. Sebagai tambahan dari modal kerjanya, perusahaan tersebut harus membiayai pembelian dari aset-aset tetap yang diperlukan untuk mengelola bisnis tersebut, seperti real estat dan perlengkapan.
2.4.1.2 Market Indicator Rasio ini menghubungkan harga saham perusahaan di pasar saat ini dengan pendapatan atau dividen perusahaan. Rasio ini pula yang memberikan manajemen suatu indikasi bagaimana pemikiran seorang investor terhadap kinerja masa lalu sebuah perusahaan dan juga prospek masa depannya. Bila liquidity ratio, solvency ratios, profitability ratios terlihat bagus, maka market indicator ratio akan terlihat tinggi pula, dan harga saham kemungkinan akan setinggi yang diharapkan (Bringham, 2005, p454).
2.4.1.2.1 Earning Yield Earning Yield yang merupakan suatu rasio yang memperlihatkan perbandingan antara pemasukan operasional sebelum dipotong pajak dengan enterprise value. Menurut Joel Greenblat, rasio ini sering ia gunakan
dibandingkan rasio-rasio yang lebih umum seperti P/E ratio (Price/Earning ratio) (Greenblat, 2006, p141). Ide dasar dari konsep Earning Yield adalah untuk memperkirakan seberapa besar suatu bisnis menghasilkan bila dibandingkan dengan harga pembelian dari bisnis itu sendiri. Earning Yield dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Earning Yield = Earning Before Interest and Taxes (EBIT) Enterprise Value (Market Value of Equity + Total Debt - Cash)
Enterprise value digunakan sebagai pengganti harga dari ekuitas (total kapitalisasi market, harga saham dikalikan dengan saham outstanding) dikarenakan enterprise value melibatkan harga yang dibayarkan untuk ekuitas perusahaan dan juga pembiayaan hutang pada perusahaan yang digunakan untuk menghasilkan laba operasional. Dengan menggunakan EBIT dan membandingkannya terhadap enterprise value, kita dapat menghitung peningkatan penghasilan sebelum pajak pada harga pembelian suatu bisnis. Ini memperkenankan kita untuk menyamaratakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai tingkatan hutang yang berbeda dan pajak yang berbeda pula pada saat akan membandingkan Earning Yield tersebut.
2.4.1.2.2 Price-to-Cashflow Price-to-Cashflow ratio merupakan suatu indikator yang digunakan investor untuk mengevaluasi seberapa menariknya saham suatu perusahaan dengan membandingkan harga saham di pasar dengan jumlah cashflow yang dihasilkan dalam hitungan per saham. Price-to-cashflow dapat dihitung dengan menentukan terlebih dahulu harga saham per lembarnya dan membagi nya dengan arus kas per lembarnya. Price-to-Cashflow dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Price-to-Cashflow = Market Price per share Operating Cashflow per share
Argumen Shaughnessy (1996, p 109) dalam menggunakan Price-toCashflow dalam metode nya adalah karena arus kas lebih sulit untuk dimanipulasi dibandingkan pendapatan perusahaan.
2.4.1.2.3 Price-to-Bookvalue Price-to-Bookvalue
(P/BV)
adalah
suatu
indikator
dengan
membandingkan harga saham pasar dengan nilai buku nya. Price-to-Bookvalue dapat dihitung dengan membagi harga saham penutupan suatu saham dengan nilai buku pada periode yang sama. Price-to-Bookvalue dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Price-to-Bookvalue = Market Price per Share Bookvalue per Share
Shaughnessy (1996, p 91) mengatakan bahwa, “Banyak investor yang percaya bahwa rasio ini lebih penting dibandingkan dengan price-to-earnings bila sedang mencari penawaran yang murah, dengan kata lain mereka akan dihadiahkan dengan tidak membayar harga yang tinggi untuk sebuah asset.”
2.4.1.2.4 Price-to-Sales Price-to-Sales ratio merupakan rasio yang mirip dengan P/E ratio, tetapi diukur dengan harga saham suatu perusahaan dengan penjualan per tahunnya, bukan dengan pendapatan. Price-to-Sales dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Price-to-Sales =
Market Price per Share Revenue per Share
Price-to-Sales ratio dapat berbeda-beda diantara industri-industri, jadi rasio ini sangatlah berguna apabila digunakan untuk perusahaan yang serupa. Dan seperti rasio-rasio sebelumnya, karena Price-to-Sales ratio lebih sulit untuk dimanipulasi dibandingkan dengan pendapatan, maka rasio ini menunjukkan performa lebih akurat dibandingkan dengan penggunaan rasio Price-to-Earnings.
2.5
Pengujian Statistik Untuk menunjukkan pengaruh variabel bebas (dependent variable) dengan variabel independen (independent variable), digunakan pengujian regresi. Selain itu pula, diperlukan pula pengujian terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pengujian regresi, yakni menggunakan pengujian multikolinearitas (multicollinearity), autokorelasi (autocorrelation), maupun heteroskedastisitas (heteroscedasticity).
2.5.1
Regresi (Regression) Analisa regresi bertujuan untuk memperkirakan suatu variabel terikat berdasarkan nilai dari variabel bebas yang diketahui. Menurut Levine (2005), analisa regresi secara garis besar dibedakan menjadi 2 (dua) macam yakni regresi sederhana (simple regression) dan regresi berganda (multiple regression). Dalam melakukan analisis regresi, beberapa asumsi yang digunakan : •
Normality of Error
Nilai kesalahan (error values) dari nilai X yang diberikan, dianggap terdistribusi normal. •
Homoscedasticity
Distribusi probabilitas dari kesalahan (probability distribution of the errors) memiliki nilai varians yang konstan. •
Independence of Errors
Nilai kesalahan (error values) tidak memiliki ketergantungan secara statistik. 2.5.1.1 Regresi Berganda (Multiple Regression) Dalam pengujian hipotesis suatu variabel dependen (Y) yang dipengaruhi oleh dua atau lebih variabel independen (X) memerlukan teknik regresi berganda (multiple regression) (Levine, 2005, p 577). Rumus yang digunakan adalah : Yi = β0 + β1Xi + β2X2i + ... + β5Xki + ε , dimana : Yi Xi β0 β1..k ε
= dependent variable = independent variable = Y intercept for the population = slope for the population = random error in Y
Sedangkan untuk memprediksi nilai variabel terkait dari data sample, digunakan rumus : Ŷi = b0 + b1Xi + b2X2i + ... + b5Xki , dimana : Ŷi Xi b0 b1..k
= predicted value of Y for observation i = value of X for observation i = estimated intercept (sample Y intercept) = estimated slope coefficient (sample slope)
Untuk menguji hipotesis dari regresi berganda maka digunakan uji F-test untuk melakukan pengujian hipotesis, untuk melihat ada pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Rumus dari uji F-test ini adalah :
F=
R2 (1 − R )
k
2
(n − k − 1)
Dimana : •
R2
= Koefisien determinasi
•
k
= Jumlah variabel independen
•
n
= Jumlah sampel Hasil statistik ini kemudian diuji dengan membandingkan nilai F
yang diperoleh dengan menggunakan tabel distribusi F.