BAB II LANDASAN TEORI A.
Landasan Teori 1.
Definisi Teori Teori menurut definisinya adalah serangkaian konsep yang memiliki
hubungan sistematis untuk menjelaskan suatu fenomena sosial tertentu. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa teori merupakan salah satu hal yang paling fundamental yang harus dipahami seorang peneliti ketika ia melakukan penelitian karena dari teori-teori yang ada peneliti dapat menemukan dan merumuskan permasalahan sosial yang diamatinya secara sistematis untuk selanjutnya dikembangkan dalam bentuk hipotesis-hipotesis penelitian. (Erwan dan Dyah (2007). a. Grand Teori merupakan dasar lahirnya teori-teori lain dalam berbagai level. Disebut makro karena teori-teori ini berada pada level makro. Pada penelitian ini grand teori (teori umum) adalah definisi pajak. b. Middle Teori merupakan teori yang berada pada level menengah dimana fokus kajiannya makro dan mikro. Pada penelitian ini middle teori adalah teori kepatuhan wajib pajak. c. Applied Teori merupakan teori yang berada di level mikro dan siap
diaplikasikan dalam konseptualisasi. Pada penelitian ini applied teori
6
7
yang digunakan adalah pemahaman self assessment system, sanksi perpajakan, dan pemeriksaan pajak. B.
Gambaran Umum Perpajakan 1.
Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam
menjalankan roda pemerintahan. Pajak mempunyai bagian penting dalam pembangunan di seluruh aspek kehidupan. Tanpa pajak pembangunan tidak akan berjalan lancar karena besarnya pembiayaan yang diperlukan tidak bisa tertutupi hanya dengan pinjaman dan bantuan dari luar negeri. Pajak menurut Sonny dan Isnianto (2009:1) adalah sebagai berikut; Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat dalam buku Siti Resmi (2011:1) adalah Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk
8
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2) Dalam
pembayaran
pajak
tidak
dapat
ditunjukkan
adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment. 5) Selain fungsi budgetair yaitu fungsi untuk mengisi kas Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, pajak juga berfungsi mengatur atau melaksanakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan social (regulair) 2.
Fungsi Pajak Thomas (2012:5) mengatakan bahwa “pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehiduan bernegara, khususnya di dalam pelaksanan pembangunan karena
9
pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan” Pada umumnya dikenal dua macam fungsi pajak yaitu: 1)
Fungsi budgetair (pendanaan) Fungsi budgetair disebut juga fungsi utama pajak, atau fungsi fiscal yaitu pajak dipergunakan untuk memasukan dana ke kas Negara secara optimal berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang mempunyai historis pertama kali timbul. Fungsi Budgetair adalah fungsi yang letaknya disektor public dan pajak merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas Negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluran-pengerluaran Negara.
2)
Fungsi regulair (mengatur) Fungsi regulair disebut fungsi tambahan yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Disebut sebagai fungsi tambahan karena hanya sebagai fungsi pelengkap dari fungsi utama pajak sebagai sumber pemasukan dan penerimaan dana bagi pemerintah. Untuk
10
mencapai tujuan tertentu maka pajak digunakan sebagai alat kebijakasanaan untuk mencapai tujuan tersebut. Meskipun bukan menjadi fungsi utama, fungsi regulair pada ekonomi makro merupakan hal penting sebagai instrument kebijakan fiscal dari Pemerintah yang menjadi mitra kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) 3.
Sistem Pemungutan Pajak Di Indonesia terdapat 3 jenis sistem yang berlaku dalam pemungutan pajak. Ketiga sistem pajak tersebut, diberlakukan sesuai dengan pasal yang dikenakan. Suandy (2008:130) menyebutkan ketiga sistem tersebut yaitu: 1)
Official Asessment System Official Asessment System merupakan suatu sistem dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh fiskus/aparat pajak. Maka dalam sistem ini wajib pajak bersifat pasif sedangkan fiskus bersifat aktif. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan ajaran timbulnya utang pajak, maka Official Asessment System sesuai dengan timbulnya utang pajak menurut ajaran
11
formil, artinya utang pajak timbul apabila sudah ada ketetapan pajak dari fiskus. Ciri-cirinya: a.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
b.
Wajib Pajak bersifat pasif,
c.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2)
Self Asessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak, dimana wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Untuk mensukseskan Self Asessment System ini,dibutuhkan beberapa syarat dari wajib pajak, antara lain kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, kemauan membayar pajak dari wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak. Ciri-cirinya: a.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
b.
Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
c.
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
12
3)
Witholding System Witholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak terutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud antara lain pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah. Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
C.
Self Assessment System 1.
Pengertian Self Assessment System Dalam
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan: “Self assessment system merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku” Supramono dan Theresia (2010:4) menyebutkan “saat ini, sebagian besar pemungutan pajak di Indonesia menggunakan self assessment system, yaitu suatu sistem pemungutan yang Wajib Pajaknya boleh menghitung, membayara dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetor. Dalam sistem ini, Wajib Pajak bersifat aktif, sedangkan fiskus (pemerintah) hanya mengawasi. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui kapan mulainya suatu kewajiban pajak dan kapan berakhirnya kewajiban yang menyertainya”.
13
Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu
menghitung
pajak,
mampu
memahami
undang-undang
perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk : 1) Menghitung sendiri pajak yang terutang 2) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang 3) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang 4) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang 5) Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang Self assessment system bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Namun sistem ini juga membuka adanya kemungkinan penyimpangan dari Wajib Pajak untuk tidak melaporkan kewajiban perpajakannya dengan benar. Direktorat Jendral Pajak sebagai instansi yang diberi wewenang untuk menerapkan kebijakan dalam rangka mengawasi dan menjaga penerimaan pajak wajib untuk melakukan berbagai tindakan agar self assessment system berjalan dengan baik.
14
2.
Perbedaan Self Assessment System dengan Official Assessment System Kriteria dalam Self Assesment System antara lain : 1) Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada Wajip Pajak sendiri 2) Wajib Pajak Aktif mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi Sebaliknya pada
official assessment system besarnya pajak yang
seharusnya terutang ditetapkan sepenuhnya oleh Fiskus . Kriteria dari Official Assesment system adalah : 1) Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus 2) Wajib Pajak bersifat pasif 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Perbedaannya kedua sistem ini terletak pada pemegang tanggung jawab yang menetapkan besarnya pajak yang seharusnya terutang. Dalam official assessment system penetapan besarnya jumlah pajak Wajib Pajak menjadi tanggung jawab Fiskus, sehingga segala resiko pajak yang akan timbul menjadi tanggung jawab Fiskus, misalnya terlambat membayar
15
atau melapor dikarenakan keterlambatan Fiskus menetapkan besarnya jumlah pajak terutang Wajib Pajak yang harus dibayar. Keterlambatan ini bisa saja dikarenakan terbatasnya petugas pajak untuk menghitung jumlah pajak yang harus dibayar Wajib Pajak, yang tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk mengubah sistem pemungutan pajaknya menjadi self assessment system dimana penetapan besarnya jumlah pajak yang seharusnya terutang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak itu sendiri, sehingga segala resiko pajak yang timbul menjadi tanggung jawab Wajib Pajak itu sendiri pula. Di sini terlihat adanya pergeseran tanggung jawab dari Fiskus kepada Wajib Pajak, yang tanpa disadari Wajib Pajak bahwa hal ini akan menjadi beban berat dalam melaksanakan kewajban perpajakannya. Fiskus dalam self assessment system hanya bertugas mengawasi pelaksanaannya saja yaitu dengan melakukan pemeriksaan atas kepatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. self assessment system yang kini dianut Indonesia memberikan kebebasan dan tanggung jawab yang besar kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Di sisi lain sistem ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat meningkatkan produktifitas dan murah. Pemerintah tidak lagi dibebankan kewajiban administrasi menghitung jumlah pajak terutang Wajib Pajak
16
dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk memberitahukan (sekaligus memerintahkan pembayaran) jumlah tersebut kepada Wajib Pajak, sehingga waktu, tenaga dan biaya sehubungan dengan hal tersebut dapat dihemat atau dialihkan untuk melakukan aktivitas pemerintahan lainnya. Selain itu system self assessment akan mendorong Wajib Pajak untuk memahami dengan baik atas system perpajakan yang berlaku terhadapnya. 3.
Prinsip Self Assessment System Prinsip Self Assessment System terlihat dalam Pasal 12 UU Nomor 28 Tahun 2007 / UU KUP yang menyebutkan: 1) Setiap wajib pajak membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. 2) Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan. 3) Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.
17
Prinsip self assessment system dalam Undang-Undang
KUP
mengandung makna bahwa hasil perhitungan Wajib Pajak, untuk sementara dianggap sebagai perhitungan menurut ketentuan yang berlaku, sebagaimana dinyatakan pada ayat (2). Wajib pajak dianggap benar sampai Fiskus dapat membuktikan adanya kesalahan dari perhitungan tersebut. 4.
Kewajiban dan Hak Wajib Pajak dalam Self Assesment System Dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2007, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak adalah sebagai berikut: Kewajiban Wajib Pajak 1) Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. 2) Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha Kena Pajak.
18
3) Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempa lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 4) Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 5) Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 6) Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. 7) Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak baan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 8) Memperlihatkan dan/ atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan
19
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; 9) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau 10) Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa
Hak Wajib Pajak 1) Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1(satu) Surat Pemberihatuan Masa. 2) Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu 3) Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak. 4) Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak yang belum melakukan tindakan pemeriksaan. 5) Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 6) Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu: a. Surat Ketetapan Kurang Bayar
20
b. Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan c. Surat Ketetapan Pajak Nihil d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan 7) Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. 8) Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
D.
Sanksi Perpajakan Sanksi adalah pagar pembatas yang nyata bagi pelaksanaan suatu peraturan yang bermaterikan hak dan kewajiban. Sanksi merupakan wujud dari pelanggaran atas hak suatu pihak atau tidak dipenuhinya kewajiban yang telah ditentukan. (Herry,2010:68) 1.
Pengertian Sanksi Perpajakan Menurut Mardiasmo (2011:59) sanksi perpajakan adalah “Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan akandituruti/ditaati/dipatuhi.
perpajakan Atau
(norma dengan
kata
perpajakan) lain
sanksi
perpajakanmerupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak”.
21
Pengenaan sanksi
perpajakan
pada hakekatnya
bertujuan
untuk
menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksisanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya. 2.
Jenis-jenis Sanksi Perpajakan a. Sanksi administrasi berupa denda Sanksi ini diberikan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT. Adapun besaran denda, sebagai berikut:
Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh wajib pajak badan,
Rp100.000 (seratus ribu rupaih) untuk SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi.
22
Pengenaan sanksi ini tidak dilakukan terhadap: 1. Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia. 2. Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 3. Wajib pajak orang pribadi yang berstatus warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia. 4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia. 5. Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi. 7. Wajib pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 8. Wajib pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan b. Sanksi administrasi berupa kenaikan. Sanksi ini dapat dikenakan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP-KB) apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
23
Jumlah pajak yang dibayar adalah jumlah pajak yang tercantum dalam SKP-KB ditambah dengan sanksi kenaikan sebesar: 1. 50% (lima puluh persen) dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak. 2. 100% (seratus persen) dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor. 3. 100% (seratus persen) dari pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak atas barang mewah yang tidak atau kurang dibayar. c. Sanksi pidana berupa kurungan. Pasal 38 UU KUP menyebutkan bahwa, “Setiap orang yang karena kealpaannya (a) tidak memenuhi kewajiban penyampaian SPT atau (b) menyampaikan SPT namun isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan
perbuatan
setelah
perbuatan
yang
pertama
kali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
24
kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.” d. Sanksi pidana berupa penjara. Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyebutkan bahwa, “setiap orang
yang
dengan
sengaja
(1)
tidak
menyampaikan
surat
pemberitahuan, (2) menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. E.
Pemeriksaan Pajak 1.
Pengertian Pemeriksaan Pajak Sesuai Pasal 1 ayat 2 PerMenKeu
No.199/PMK.03/2007
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data , keterangan , dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain
25
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pemeriksaan lebih fokus terhadap ketaatan atau kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan asas pemungutan pajak yaitu self assessment system, yang terdiri dari mengisi, menghitung, memperhitungkan , memungut , memotong dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakannya sesuai peraturan yang berlaku. 2.
Tujuan Pemeriksaan Tujuan dari pemeriksaan pajak sesuai Pasal 2 PerMenKeu No. 199/PMK.03/2007
adalah
untuk
kewajiban perpajakan dan atau
menguji
kepatuhan
pemenuhan
untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai Pasal 3 PerMenKeu No.199/PMK.03/2007 : a.
menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar,
termasuk
yang
telah
diberikan
pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak. b.
menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi
c.
tidak rnenyampaikan atau menyampaikan Surat Pernberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran.
26
d.
melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya.
e.
menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Sedangkan tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sesuai penjelasan Pasal 29 ayat 1 KUP dan Pasal 3 PerMenKeu No. 199/PMK.03/2007 adalah : a.
Pemberian atau pencabutan NPWP
b.
Pemberian pengukuhan Penghasilan Kena Pajak
c.
Penentuan besarnya angsuran pajak suatu masa untuk Wajip Pajak baru
d.
Wajib Pajak mengajukan keberatan dan banding
e.
Pengumpulan bahan guna menyusun norma penghitungan
f.
Pencocokan data dan / atau keterangan
g.
Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah tertentu
h.
Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN dan atau PPh Pasal 21
27
3.
Ruang Lingkup Pemeriksaan Sesuai Pasal 3 ayat 1 PerMenKeu No. 199/PMK.03/2007, ruang lingkup Pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa pajak, bagian tahun Pajak atau tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. Sesuai Pasal 30 ayat 1 PerMenKeu No. 199/PMK.03/2007, ruang lingkup Pemeriksaan pajak untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan , pencocokan
atau pengumpulan materi
yang berkaitan
dengan tujuan pemeriksaan. 4.
Tempat Pelaksanaan Pemeriksaan Menurut
Pasal
1
angka
3
dan
4
PerMenKeu
No.
199/PMK.03/2007, tempat pemeriksaan Pajak dapat diklasifikasikan sebagai : 1)
Pemeriksaan Lapangan
(PL) adalah pemeriksaan yang
dilakukan di tempat kedudukan . Tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
28
2)
Pemeriksaan kantor (PK) adalah Pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak.
5.
Jenis Pemeriksaan Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
199/PMK.03/2007, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemeriksaan kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan melalui 2 (dua) jenis pemeriksaan yaitu: 1) Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. 2) Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak 6.
Jangka Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan)
29
bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. 7.
Metode Dalam Pemeriksaan 1) Metode Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT, yang dilakukan terhadap laporan keuangan dan buku, catatan, serta dokumen pendukung. Pelaksanaan pemeriksaan dengan metode ini dilakukan sesuai program pemeriksaan yang terinci atas setiap pos neraca dan labarugi yang menjadi sumber utama atau berkaitan dengan angka-angka dalam SPT. 2) Metode Tidak Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT, yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya. Hasil ini merupakan
petunjuk
untuk
mengambil
kesimpulan
tentang
ketidakbenaran angka-angka dalam SPT sehingga masih diperlukan pembuktian yang valid dan absah untuk membuktikan ketidakbenaran tersebut. 8.
Kewajiban Wajib Pajak Dalam Pemeriksaan Wirawan dan Rudy (2012:31), menyebutkan Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah:
30
1)
2) 3) 9.
Memperlihatkandan/atau meminjamkan buku atau catatan,dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan denan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;dan/atau Memberikan ketangan lain yang diperlukan.
Hak-hak Wajib Pajak Dalam Pemeriksaan Wirawan dan Rudy (2012:31), menyebutkan Hak-hak Wajib Pajak dalam pemeriksaan antara lain: 1) 2) 3)
4)
10.
Meminta Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) sebelum pemeriksaan dimulai. Meminta bukti penerimaan atas penyerahan dokumen atau bukti pembukuan yang diserahkan. Memberikan tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan dan perhitungn pajak yang terutang menurut Wajib Pajak pada saat pembahasan akhir pemeriksaan. Perhitungan pajak menurut wajib pajak tersebut sangat penting karena Wajib Pajak hanya membayar pajak sesuai dengan perhitungannya apabila mengajukan keberatan atas produk hukum pemeriksaan tersebut, dan upaya penggihan pajak oleh Direktorat Jendral Pajak juga tertangguhkan. Meminta dasar koreksi hasil pemeriksaan pajak sebagai dasar untuk mengajukan alasan permohonan keberatan atau peninjauan.
Hasil Pemeriksaan Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Berdasarkan pemeriksaan, jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
31
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan. F.
Kepatuhan Pajak 1.
Pengertian Kepatuhan Menurut Safri (Siti Kurnia Rahayu, 2010:138), “Kepatuhan perpajakan
adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hal perpajakannya.” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepatuhan perpajakan merupakan kondisi yang menunjukkan adanya pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Muliari dan Setiawan (2010) menjelaskan bahwa kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 wajib pajak patuh adalah sebagai berikut. a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir. b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
32
d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%. e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal. 2. Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak a. Kepatuhan Formal adalah kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang berlaku. b. Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif (hakekat) memenuhi semua material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. 3. Kriteria Wajib Pajak Patuh Dalam Peraturan Pemerintah Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 74/PMK.03/2012 menyebutkan kriteria Wajib Pajak Patuh harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan
33
b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. 4. Syarat-syarat Wajib Pajak Patuh 1)
Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunnan dalam 2 (dua) tahun terakhir;
2)
Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;
3)
SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;
4)
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak :
34
• Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; • Tidak termasuk tunggakan pajak Sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir; dan 5)
Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.
6)
Dalam hal laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. • Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 28 Tahun 2007; dan • Apabila dalam dua tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10 % (sepuluh persen).
35
5. Tata Cara Mendapatkan Status Wajib Pajak Patuh 1)
Ditetapkan oleh KPP dimana WP terdaftar
2)
WP mengajukan sendiri untuuk ditetapkan sebagi WP Patuh, surat permohonan diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir ke KPP tempat WP Terdaftar.
3)
Setelah Melakukan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, DJP dapat melakukan pemeriksaan terhadap WP Patuh.
4)
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, DJP menerbitkan SKPKB, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
6. Mekanisme Penetapan Wajib Pajak Patuh 1)
Kegiatan yang harus dilakukan oleh KPP tempat Wajib Pajak domisili terdaftar, antara lain sebagai berikut: a. Melakukan inventarisasi terhadap WP yang dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir tepat waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan; b. Melakukan investarisasi terhadap Wajib Pajak yang dalam tahun terakhir tepat waktu menyampaikan SPT Masa untuk semua jenis pajak atau menyampaikan SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak dan tidak berturut-turut.
36
c. Melakukan
inventarisasi
terhadap
Wajib
Pajak
yang
menyampaikan SPT sebagaimana dimaksud dalam butir 2 (dua) yang tidak melewati batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak berikutnya; d. Melakukan inventarisasi terhadap WP yang tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak per tanggal 31 Desember kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak
serta
tidak
termasuk
tunggakan
pajak
sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir; e. Melakukan inventarisasi terhadap WP yang dalam waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; f. Melakukan inventarisasi terhadap WP yang laporan keuangannya diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal; g. Melakukan
penelitian
pemenuhan
persyaratan/kriteria
untuk
menjadi Wajib Pajak Patuh terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh;
37
h. Menerima daftar nominatif hasil inventarisasi dari Kepala KPP tempat WP lokal terdaftar; i. Menyusun daftar nominatif WP Patuh berdasarkan kegiatan yang dilakukan pada huruf a sampai dengan huruf h, dan mengirimkan kepada Kepala Kanwil DJP paling lambat tanggal 25 Januari; j. Menerima penetapan WP Patuh dan mengumumkan dengan cara menempatkannya
pada
papan pengumuman di
KPP
yang
bersangkutan; k. Mengirimkan dan menyampaikan SPT penetapan WP Patuh kepada WP yang bersangkutan. 2)
Kegiatan yang harus dilakukan oleh KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar, antara lain sebagai berikut: a. Melakukan inventarisasi terhadap WP yang dalam tahun terakhir tepat waktu menyampaikan SPT Masa untuk semua jenis pajak atau menyampaikan SPT Masa, yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak dan tidak berturut-turut. b. Melakukan inventarisasi terhadap WP yang tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak per tanggal 31 Desember (kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak
serta
tidak
termasuk
tunggakan
pajak
38
sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.) Menyampaikan daftar nominatif hasil inventarisasi kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP domisili terdaftar paling lambat tanggal 15 Januari. c. Menerima penetapan WP Patuh, membuat Daftar WP PatuhLokasi., dan mengumumkan dengan cara menempatkannya pada papan pengumuman di Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan. 3)
Kepala Kanwil DJP setelah menerima daftar nominatif WP Patuh dari KPP, melakukan kegiatan antara lain, sebagai berikut : a. Atas nama Direktur Jenderal Pajak menetapkan WP Patuh paling lambat akhir bulan Januari, b. Mengirimkan penetapan WP Patuh kepada : • Kepala KPP tempat WP domisili terdaftar • Kepala KPP tempat WP lokasi terdaftar • Kepala Kanwil DJP atasan KPP Pelayanan Pajak tempat WP lokasi terdaftar.
39
G.
Penelitian Sebelumnya Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
TAHUN
NAMA PENELITI
JUDUL
KESIMPULAN PENELITIAN
2012
Airin Mentari
Analisis Pengaruh Sistem Self Assessment Dan Sanksi Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak (Kpp) Pratama Jakarta Pasar Minggu
Secara parsial dan simultan sistem self assessment dan sanksi pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pelaporan pajak
2011
Nurul Oktaviani
Pengaruh Sanksi Administrasi Pajak Penghasilan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada PT Macrosentra
Sanksi administrasi pajak penghasilan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di PT. Macrosentra Niagaboga.
2012
Putri Purnamasari
Pengaruh Penerapan Self Assessment System Terhadap Tingkat Kepatuhan Dan Realisasi Penerimaan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus Kpp Pratama Tangerang Timur)
Hasil perhitungan regresi berganda menunjukan bahwa ada pengaruh secara signifikan antara variabel bebas yaitu SPT Orang Pribadi Diterima, WP Orang Pribadi Terdaftar terhadap Realisasi pada KPP Pratama Tangerang Timur. Sedangkan pengujian koefisien regresi secara parsial menunjukan bahwa SPT Orang Pribadi berpengaruh terhadap Realisasi.
40
2012
Tri Kurniatin
Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris di KPP Jakarta Kebon Jeruk Satu)
Hasil menunjukan pemeriksaan pajak pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin tinggi pemeriksaan pajak maka semaking tinggi kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
2012
Abdul Aziz Analisa Tekanan dan Junaidi Sosial,Persepsi Sanksi dan Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Hasil menunjukan bahwa secara parsial dan simultan dari tekanan sosial, persepsi sanksi, dan pemahaman berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
2011
Pancawati Hardiningsih dan Nila Yulianawati
Faktor-Faktor Yang Hasil menunjukan kesadaran Mempengaruhi Kemauan membayar pajak berpengaruh Membayar Pajak terhadapkemauan membayar pajak, pengetahuan peraturan perpajakan tidak berpengaruh terahdap kemauan membayar pajak, pemahaman peraturan perpajakan tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak, persepsi efektifitas system perpajakan tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak, kualitas layanan signifikan berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak
2011
Sri Rustiyaningsih
Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Hasil menunjukan factorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan antara lain: pemahaman terhadap self assessment system,kualitas pelayanan, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, persepsi wajib
41
pajak terhadap perpajakan.
sanksi
Sumber: Jurnal dan Hasil Penelitian
H.
Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini menitik beratkan pada pengaruh pemahaman self assessment system, sanksi perpajakan dan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan pada gambar di bawah ini:
Self assessment system (X1) Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Y1)
Sanksi Perpajakan (X2) Pemeriksaan Pajak (X3)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran