7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pendahuluan Investasi merupakan bentuk dari penundaan konsumsi sekarang untuk memperoleh konsumsi yang akan datang, di mana di dalamnya terkandung resiko ketidakpastian sehingga butuh kompensasi akan hal tersebut. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk berinvestasi, para investor harus melakukan valuasi. Valuasi ini bertujuan untuk mengetahui harga wajar dari asset (saham) dibandingkan harga pasar. Untuk mengetahui nilai wajar saham dari suatu perusahaan dapat menggunakan pendekatan analisis fundamental yang salah satu diantaranya adalah pendekatan atas ke bawah (top-down approach).
2.2. Top – Down Analysis Pendekatan ini dimulai dengan menganalisis ekonomi secara makro, selanjutnya menganalisis industri dan terakhir menganalisis perusahaan.
2.2.1. Analisis Ekonomi Makro Kondisi perekonomian memberikan pengaruh pada kondisi pasar. Kondisi perekonomian yang didukung dengan kondisi negara yang kondusif dapat menarik
7
8
investor untuk melakukan investasi. Analisis ekonomi akan dimulai dengan menganalisa perekonomian secara makro. Adapun variable yang digunakan sebagai indikator adalah sbb :
1.
Produk Domestik Bruto (PDB), Produk Domestik Bruto adalah nilai produk dan jasa yang dihasilkan oleh unit – unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama 1 tahun. PDB dapat berupa PDB nominal (atas dasar harga berlaku) atau PDB riil (atas dasar harga konstan). PDB nominal
merujuk pada nilai PDB tanpa
memperhatikan perngaruh harga. Sedangkan PDB riil mengoreksi harga angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh harga. Perhitungan PDB dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yaitu pengeluaran dan pendapatan. Pada umumnya, pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan pengeluaran. Pertumbuhan
PDB
dipengaruhi
oleh
konsumsi,
investasi,
pengeluran
pemerintah, ekspor dan impor. Dengan meningkatnya variabel – variabel tersebut tersebut kecuali impor, akan menyebabkan pertumbuhan PDB meningkat. Pertumbuhan PDB yang meningkat mengindikasikan terjadinya pertumbuhan ekonomi.
2.
Inflasi Secara umum inflasi diartikan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus. Hal ini mengakibatkan daya beli masyarakat akan barang dan jasa akan menurun. Kenaikan inflasi mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi perusahaan. Dampak positifnya adalah pendapatan perusahaan akan
9
meningkat seiring dengan naiknya harga jual barang dan jasa. Sedangkan dampak negatifnya adalah meningkatnya biaya perusahaan (biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, dsb).
3.
Tingkat Suku Bunga Tingkat suku bunga adalah ukuran keuntungan yang diperoleh investor dan ukuran biaya yang dikeluarkan perusahan sebagai akibat dari penggunaan modal. Tingkat suku bunga merupakan instrumen kebijakan pemerintah dalam operasional moneter BI yang bertujuan untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar. Turunnya tingkat suku bunga mendorong masyarakt untuk melakukan investasi dan konsumsi dibandingkan dengan menabung. Meningkatnya konsumsi masyarakat mengindikasikan meningkatnya permintaan akan barang dan jasa yang akan berdampak pada meningkatnya profitabilitas perusahan. Sedangkan meningkatnya tingkat suku bunga akan mendorong masyarakat untuk menabung. Bagi perusahaan kebijakan ini akan mengakibatkan meningkatnya beban bunga perusahaan.
4.
Nilai tukar rupiah Nilai tukar rupiah adalah nilai mata uang Rupiah terhadap mata uang negara lain. Melemahnya nilai mata uang rupiah menunjukkan penurunan daya beli masyarakat. Terjadinya penuruna daya beli masyarakat mempengaruhi konsumsi masyarakat yang berdampak pada turunnya permintaan sehingga produksi barang menurun. Penurunan produksi mengakibatkan pendapatan perusahaan akan menurun.
10
2.2.2. Analisis Industri Setelah melakukan analisis ekonomi secara makro, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis industri. Analisis industri dilakukan untuk mengetahui keunggulan dan potensi dimana perusahaan beroperasi. Selain itu, setiap industri memiliki karakterisirk yang berbeda antara satu dan yang lainnya sehingga memiliki reaksi yang berbeda terhadap suatu keadaan ekonomi tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu suatu industri melalui tahapan mulai dari permualaan dan sampai akhirnya akan melalui tahap penurunan. Setiap tahapan memiliki masalah dan peluang yang berbeda – beda. Oleh karena itu, investor harus mengidentifikasi tahapan suatu industri dengan tujuan untuk dapat mengetahui keadaan dan prospek perusahaan. Berikut tahapan dalam siklus siklus hidup industri (Bodie, 2005) : 1. Tahap perkenalan Terjadinya perubahan teknologi sehingga terciptanya industri yang baru. Terjadinya persaingan yang ketat karena banyaknya perusahaan baru yang masuk dalam industri. Hanya perusahaan terbaik yang dapat bertahan hingga tahap akhir ini. 2. Tahap pertumbuhan Tahap ini ditandai dengan pertumbuhan penjualan yang cukup tinggi, meskipun resiko yang ditanggung tidak setinggi pada tahap perkenalan. Hal ini terjadi karena pasar telah mengenal produk dari perusahaan. Dalam tahap ini, perusahaan masih terus membutuhkan biaya untuk meningkatkan pertumbuhan, sehingga
11
dividen payout ratio rendah dan perusahaan membutuhkan biaya dari pihak eksternal untuk melakukan ekspansi. 3. Tahap kedewasaan Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan pada posisi yang lebih rendah dari tahap pertumbuhan. Hal ini terjadi karena produksi barang sudah mulai dapat memenuhi permintaan, adanya standarisasi produk dan tingkat persaingan yang mulai menekan profit. 4. Tahap penurunan Pada tahap ini, permintaan terhadap produk mulai mengalami penurunan sehingga pertumbuhan penjualan menjadi negatif. Hal ini terjadi karena produk mulai using dan tidak lagi dapat memenuhi keinginan konsumen. Selain itu adanya produk baru yang menjadi salah satu penyebab turunnya suatu industri. Selanjutnya adalah menganalisis hubungan antara kemampuan operasional dan kondisi perekonomian makro.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
perusahaan termasuk dalam kondisi sebagai berikut : 1. Growth industry, industri yang pertumbuhan laba jauh di atas rata – rata industri. 2. Defensive industry, industri yang tidak banyak terpengaruh oleh kondisi perekonomian. 3. Cyclical industry, industri yang sangat peka terhadap perubahan kondisi perekonomian Menurut Porter (2008), setiap industri memiliki karakteristik masing – masing, namun faktor – faktor yang mendukung profitabilitas sama untuk setiap industri.
12
Untuk memahami karakteristik profitabilitas dan kompetisi suatu industri, yang harus dilakukan adalah memahami struktur industri dalam bentuk 5 (lima) kekuatan, yaitu : 1. Ancaman produk pengganti (threat of substitute products or services) Produk pengganti/subtitusi merupakan produk yang dapat menggantikan fungsi produk yang lain. Suatu produk subtitusi dikatakan sebagai ancaman apabila pelanggan dihadapkan pada kualitas barang yang sama, biaya peralihan yang rendah dan harga produk subtitusi yang lebih murah. 2. Kekuatan tawar konsumen (bargaining power of customer) Kekuatan yang dimiliki oleh pembeli dapat mempengaruhi suatu perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk, menurunkan harga. 3. Kekuatan tawar pemasok (bargaining power of supplier) Pemasok
mempengaruhi
industri
dengan
kemampuan
mereka
dalam
mengendalikan harga dan kualitas produk. 4. Ancaman pendatang baru (threat of new competition) Suatu pasar yang menghasilkan keuntungan yang tinggi, akan menarik pendatang baru untuk bergabung. Hadirnya pendatang baru mengakibatkan terjadinya persaingan harga yang berdampak pada keuntungan perusahaan. Adanya hambatan (barriers to entry) perusahaan untuk masuk kedalam industri merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan ptofitabilitas perusahaan. 5. Kompetisi dalam industri (intensity of competitive rivalry) Suatu industri harus bersaing dengan industri lainnya dalam memperebutkan pangsa pasar, karena
keuntungan suatu perusahaan dipengaruhi oleh tingkat
persaingan antar perusahaan dalam industri dimana perusahaan beroperasi.
13
Terdapat berbagai macam cara untuk bersaing dalam industri yang diantaranya melalui perang harga atau inovasi – inovasi baru.
2.2.3. Analisis Perusahaan Tahapan analisis perusahaan dalam analisis fundamental dilakukan untuk menilai perusahaan dalam industrinya. analisis perusahaan merupakan tahap ketiga dari analisis fundamental setelah dilakukannya analisis ekonomi makro dan analisis industri. Untuk mengetahui bagaimana keadaan dalam suatu perusahaan, maka dilakukan analisis rasio keuangan untuk mengetahui keadaan keuangan perusahaan.
2.2.3.1. Analisis Rasio Keuangan Untuk dapat mengetahui gambaran tentang perkembangan keuangan suatu perusahaan perlu dilakukan analisa terhadap data keuangan perusahaan tersebut. Pada umumnya, ukuran yang digunakan dalam analisa keuangan adalah rasio. Rasio keuangan berguna dalam menganalisis kondisi keuangan suatu perusahaan dimana mereka dibandingkan secara setara atau patokan. Secara umum, ada 2 jenis patokan yang digunakan rasio historis untuk perusahaan yang sama (analisis trend) dan rasio rata – rata perusahaan sejenis (Keown, Titman, & Martin : 2011) Menurut White, Sondhi, dan Fied (2003) rasio keuangan digunakan untuk membandingkan risiko dan imbalan pada perusahaan yang berbeda untuk membantu
14
investor atau kreditur dalam membuat keputusan investasi dan kredit. Keputusan tersebut mengharuskan kedua evaluasi perubahan kinerja dari waktu ke waktu untuk investasi tertentu dan perbandingan antara semua perusahaan dalam satu industri pada waktu yang spesifik. Pada penulisan tesis ini, rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan periode 2002–2011. Rasio keuangan dapat dibagi kedalam 5 (lima) bentuk umum yang sering digunakan yaitu:
1) Rasio Likuiditas Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Berikut yang termasuk dalam rasio likuiditas adalah sbb: a. Rasio Lancar (Current ratio) Mengukur kemampuan perusahaan dalam menunaikan kewajiban jangka pendeknya dengan dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki.
b. Rasio Cepat (Quick ratio) Mengukur kemampuan perusahaan dalam menunaikan kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid.
c. Rasio Perputaran Piutang (Account Receivable turnover)
15
Mengukur berapa kali tiap tahunnya dana yang tertanam dalam piutang berputar dari bentuk piutang ke bentuk uang tunai.
d. Rata – rata Periode Pengumpulan (Average Collection Periode) Mengukur berapa hari yang diperlukan perusahaan untuk mengunpulkan piutangnya menjadi kas.
e. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) Mengukur berapa kali perputaran persediaan perusahaan dalam 1 (satu) tahun.
2) Rasio Profitabilitas Rasio Profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Berikut yang termasuk dalam
rasio
profitabilitas : a.
Marjin Laba Kotor (Gross Margin) Mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah perusahaan.
16
b.
Marjin Laba Usaha (Operating Margin) Mengukur berapa banyak keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan dari setiap penjualan setelah memperhitungkan biaya poko penjualan dan beban usaha.
c.
Marjin Laba Bersih (Profit Margin) Mengukur laba bersih setelah pajak terhadap volume penjualan.
d.
Pengembalian atas Aktiva (Return on Assets)
Mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba usaha dari total aktiva.
e.
Pengembalian atas Ekuitas (Return on Equity)
Mengukur tingkat pengembalian yang diperoleh dari investasi pemegang saham biasa di perusahaan.
17
3) Rasio Efesiensi Manajemen Aktiva Rasio efesiensi manajemen aktiva mencerminkan bagaimana perusahaan telah mempergunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan. a.
Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) mengukur penjualan yang diperoleh dari tiap aktiva perusahaan.
b.
Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) Mengukur efesiensi dari penggunaan aset tetap perusahaan dengan penjualan terhadap aktiva bersih
4) Rasio Struktur Modal Rasio struktur modal menggambarkan bagaimana perusahaan mendanai aktiva dengan menggunakan kombinasi hutang dan ekuitas. a.
Rasio Hutang terhadap Aktiva (Debt to Assets ratio) Mengukur prosentase aset perusahaan yang dibiayai menggunakan kewajiban lancar ditambah dengan kewajiban jangka panjang.
18
b.
Times Interest Earned Ratio Mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban untuk melunasi beban yang timbul sebagai akibat dari dana pihak ketiga dengan menggunakan laba dari usaha.
5) Rasio Nilai Pasar (Market Value Ratio) Rasio nilai pasar mencerminkan perbandingan nilai pasar saham perusahaan terhadap nilai nilai buku per saham atau laba per saham. a. Price Earning Ratio (PER) Menggambarkan bagaimana keuntungan perusahaan terhadap harga saham
EPS = Net income : Outstanding shares b. Market to Book Ratio Menggambarkan rasio nilai pasar ekuitas perusahaan dengan nilai buku ekuitas perusahaan.
19
2.3. Valuasi Setiap asset baik real maupun financial memiliki nilai. Untuk menentukan apakah suatu investasi dapat dilakukan pada asset tersebut maka perlu dilakukan valuasi. Menurut Pinto (2007) “Valuation is the estimation of an asset’s value based either on variables perceived to be related to future investment returns or on comparisons with similar assets”. Menurut Damodaran (2002), untuk menilai suatu perusahaan dapat menggunakan 3 (tiga) metode, yaitu: 1. Discounted Cash Flow Valuation, nilai suatu asset merupakan presentvalue of expected future cash flow dari asset tersebut. 2. Relative Valuation, mengestimasi nilai suatu asset dengan membandingkan aktiva yang serupa dengan menggunakan variable yang sama seperti arus kas, nilai buku, penjualan, dan earnings. 3. Contingent Valuation, menggunakan option pricing models untuk mengukur nilai asset yang memiliki karakter yang serupa. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dalam karya tulis ini penulis akan menggunakan metode Discounted Cash Flow.
2.3.1. Discounted Cash Flow Valuation (DCF) Metode ini dilakukan untuk menilai suatu aset dengan cara mem- present value arus kas yang diharapkan di masa yang akan datang (Damodaran, 2002:12).
20
Dimana: n :life of the asset CFt :cash flow in period t r :Discount rate Arus kas yang diharapkan di masa yang akan datang dapat dinyatakan dalam berbagai macam bentuk, misal berupa dividen, kupon, atau free cash flow. Terdapat 3 (tiga) cara untuk melakukan discounted cash flow valuation yaitu: Pertama, penilaan hanya pada ekuitas perusahaan. Nilai ekuitas diperoleh dengan mendiskontokan arus kas yang diharapkan terhadap ekuitas pada tingkat cost of equity.
Kedua, penilaian perusahaan secara keseluruhan. Nilai perusahaan secara keseluruhan diperoleh dengan mendiskontokan arus kas yang diharapkan
pada
tingkat WACC.
Ketiga, penilaian perusahaan secara terpisah. Nilai perusahaan dapat juga diperoleh dengan menilai setiap klaim kepada perusahaan tersebut secara terpisah. Pendekatan
21
model ini disebut dengan adjusted present value (APV), cara ini dimulai dengan menilai ekuitas perusahan dengan asumsi bahwa pendanaan hanya berasal dari ekuitas. Kemudian mempertimbangkan nilai tambah (kurang) hutang dengan present value of tax benefit dan expected bankruptcy costs.
Menurut Pinto (2007), Discounted Cash Flow Valuation memandang nilai intrinsik suatu sekutitas sebagai nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa depan. Dua pendekatan yang berbeda untuk penilaian dengan menggunakan free cash flow, yaitu: 1. Present Value of FCFF Pendekatan valuasi FCFF adalah mengestimasi nilai suatu perusahaan sebagai present value dari FCFF yang diharapkan di masa yang akan datang pada tingkat diskonto WACC.
Karena Free Cash Flow to the Firm adalah arus kas yang tersedia untuk pemasok modal, diskon FCFF menggunakan WACC yang memberikan nilai total semua modal perusahaan. Nilai ekuitas adalah nilai perusahaan dikurang nilai pasar dari hutang:
22
Market Value of Debt adalah nilai hutang saat ini. Untuk memperoleh nilai lembar per saham, maka nilai ekuitas dapat dibagi dengan nilai saham yang beredar. Nilai Per Lembar Saham = Nilai Ekuitas ÷ Nilai Saham Yang Beredar
2. Present Value of FCFE Nilai ekuitas diperoleh dengan mendiskon FCFE pada tingkat cost of equity.
Karena Free Cash Flow to Equity adalah arus kas yang tersedia bagi pemegang ekuitas setelah semua semua klaim dibayarkan, FCFE didiskon pada r (tingkat pengembalian pada ekuitas) memberikan hasil nilai ekuitas perusahaan. Membagi nilai ekuitas dengan jumlah saham yang beredar memberikan hasil nilai per lembar saham.
2.3.2. Free Cash Flow Model (FCF) Pada pendekatan ini, arus kas yang diharapkan berupa free cash flow. Untuk pendekatan ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
2.3.2.1. Free Cash Flowto Equity (FCFE) “Free Cash Flow to Equity didefinisikan sebagai arus kas yang tersisa setelah perusahaan menunaikan kewajiban keuangan termasuk pembayaran hutang, dan reinvestment”(Damodaran, 2002).
23
Menurut Pinto (ebook, 2007) Free Cash Flow to Equity adalah arus kas yang tersedia untuk pemegang saham biasa (common stock) perusahaan setelah semua biaya operasional, bunga dan pembayaran pokok telah dibayar dan investasi pada working capital dan fixed capital telah dibuat. Terdapat beberapa pendekatan untuk menghitung FCFE yaitu (Pinto, 2007): a.
Perhitungan FCFE dari Net Income
b.
Perhituangan FCFE dari EBIT
c.
Perhituangan FCFE dari EBITDA
d.
Perhitungan FCFE dari Cash Flow from Operation
e.
Perhitungan FCFE dari FCFF
2.3.2.2. Free Cash Flow to the Firm (FCFF) Menurut Damodaran (2002), pendekatan Free Cash Flow to the Firm (FCFF) adalah jumlah arus kas yang disediakan untuk didistribusikan kepada seluruh
24
pemegang klaim (claim holders) di perusahaan, termasuk pemegang saham, pemegang obligasi dan pemegang saham preferen.
Terdiri dari 2 (dua) cara untuk mengukur FCFF ini, yang pertama adalah dengan menjumlahkan arus kas kepada claim holders.
Cara kedua untuk menghitung arus kas bebas (free cash flow) adalah memperkirakan arus kas sebelum klaim.
Dimana: EBIT : Laba sebelum bunga dan pajak (laba operasi) Δ Working capital: Perubahan modal kerja
Selain dengan dua cara tersebut, FCFF bisa juga dihitung dari CFO dan Net Income (Pinto, 2007) ;
25
2.3.3. Weighted Average of Cost Capital (WACC) WACC adalah rata–rata tertimbang dari komponen modal (hutang dan ekuitas). Menurut Keown et al WACC didefinisikan sebagai komposisi pembiayaan yang dikeluarkan individu oleh setiap sumber dana (Keown, 2011). WACC dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dimana: Kd
= cost of debt
Kps = cost of preferred stock Kcs = cost of common stock Wd = proporsi dari total pembiayaan yang terdiri dari hutang Wps = proporsi dari total pembiayaan perusahaan yang terdiri dari saham preferen Wcs = proporsi dari total pembiayaan perusahaan yang terdiri dari saham biasa
2.3.3.1. Cost of Debt (Kd) Menurut Damodaran (2002), biaya hutang (Cost of Debt) digunakan untuk mengukur seberapa besar pinjaman (hutang) perusahaan yang digunakan untuk membiayai atas penggunaan sumber daya. Menurutnya (Damodaran, 2002) terdapat 3 (tiga) variabel yang mempengaruhi cost of debt, tingkat bunga dari asset dengan risiko rendah (the riskless rate), risiko kebangkrutan suatu perusahaan (the default risk), dan
26
keuntungan yang diterima dari pajak yang terkait dengan hutang.Secara umum dapat dikatakan jika risiko tinggi maka cost of debt untuk perusahaan juga akan tinggi. Begitu juga untuk risiko kegagalan tinggi, maka biaya peminjaman juga akan tinggi. Notasi perhitungan Cost of Debt adalah:
Cost of Debt = Pre-tax rate * (1-tax rate)
2.3.3.2. Cost of Preferred Stock Biaya saham preferen (Cost of Preferred Stock) merupakan biaya bahwa perusahaan telah terikat untuk membayar kepada pemegang saham preferen dalam bentuk dividen preferen (preferred dividend). Notasi perhitungan Cost of Preferred Stock jika dividen preferen diketahui dan bersifat tetap (fixed)(Jonathan and Peter, 2009:407) adalah:
Dimana: Divp = Preferred stock dividend per share P
= Current Price of each preferred stock
rp
= Cost of Preferred Stock
2.3.3.3. Cost of Common Stock (Ks) Cost of Common Stock adalah seberapa besar tingkat pengembalian pemegang saham. Jika hasil yang diharapkan dari ekuitas (expected return on equity)
27
perusahaan melebihi tingkat pengembalian pada saham biasa, pasar akan miningkatkan permintaan saham dan memberikan penawaran saham dengan harga tinggi sampai menemukan harga yang sesuai dengan hasil yang diharapkan dari ekuitas (expected return on equity). Metode yang digunakan untuk menghitung cost of equity adalah Capital Asset Pricing Model (CAPM). Metode ini terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu risk free rate (Rf), Beta (ß), rate earned in the market (Rm). Cara perhitungan CAPM :
Dimana: E(r) = pengembalian yang diharapkan (expected return) dari sekuritas Rf
= the risk-free rate of return
ß
= Beta
Rm
= pengembalian yang diharapkan (expected return) dari pasar
2.3.3.4. Beta (ß) Beta (ß) merupakan salah satu indikator pengukuran resiko yang digunakan untuk mengetahui volatilitas saham di pasar saham. Beta adalah komponen utama untuk dalam Capital Asset Pricing Model (CAPM) yang dimana ini digunakan untuk menghitung cost of equity.
28
Cara menghitung beta menurut Damodaran (2002:71)
Dimana: Covim : Covariance of asset i with market portfolio σ2 m
: Variance of the Market Portfolio
β < 1 mengindikasikan bahwa saham bergerak lebih lambat dari pergerakan pasar. β = 1 mengindikasikan bahwa saham bergerak searah dengan pergerakan pasar. β > 1 mengindikasikan bahwa saham bergerak lebih fluktuatif dari pergerakan pasar.
2.3.3.5. Risk free Suatu asset dikatakan sebagai risk free asset jika actual return sama dengan expected return dari asset tersebut. Terdapat 2 (dua) kondisi dasar yang harus dipenuhi oleh suatu asset bila dikatakan risk free, yaitu tidak mempunyai default risk dan no reinvestment risk.
2.3.4. Estimasi pertumbuhan Salah satu faktor penting yang digunakan dalam proses valuasi adalah pertumbuhan (growth) perusahaan di masa yang akan datang. Terdapat 3 (tiga) cara yang dilakukan untuk menghitung pertumbuhan, yaitu : 1. Melihat historis perusahaan, pendekatan ini paling banyak digunakan karena mudah untuk di aplikasikan. Estimasi ini melihat data historis earnings
29
perusahaan di masa lalu. Ukuran yang umum yang digunakan adalah aritmatik dan geometric. Ukuran geometric memberikan hasil yang lebih akurat. 2. Estimasi yang dilakukan oleh analis, pendekatan ini cenderung lebih akurat karena selain data historis yang digunakan, analis memiliki informasi yang lebih jika dibandingkan dengan investor seperti informasi yang lebih spesifik tentang kondisi perusahaan, data makroekonomi, informasi
mengenai pesaing, serta
informasi yang tidak di publikasikan oleh perusahaan. Estimasi yang dilakukan analis akan berguna di masa yang akan datang, namun
para analis sering
membuat kesalahan yang sangat signifikan dalam memproyeksi pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena mereka bergantung kepada sumber data yang sama dan terkadang mengabaikan perubahan yang pokok dalam perusahaan. 3. Fundamental perusahaan, sebelum mengestimasi pertumbuhan, investor harus terlebih dahulu menetapkan pertumbuhan yang akan di proyeksi, yaitu : Untuk memproyeksi pertumbuhan laba bersih per saham (EPS), variable yang digunakan adalah retention ratio dan return on equity (ROE). Untuk memproyeksi pertumbuhan laba bersih (net income), variabel yang digunakan adalah equity reinvestment rate dan return on equity (ROE). Untuk memproyeksi pertumbuhan laba operasi (operating income), variabel yang digunakan adalah reinvestment rate dan return on capital (ROC).
30
2.3.5. Free Cash Flow Model Variants Menurut Hughey Center for Financial service (2007), terdapat 3 (tiga) asumsi pertumbuhan yang digunakan dalam perhitungan, yaitu : 1) One – stage model Model ini diperuntukan bagi perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan stabil dan berada dalam tahapan stabil. Model ini paling sesuai untuk perusahaan dengan tingkat pertumbuhan lebih rendah dibandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi negara. a.
FCFE
Dimana: FCFE1
= FCFE yang diharapkan pada tahun ke 1
r
= cost of equity
g
= pertumbuhan dalam FCFE untuk selamanya
b. FCFF
FCFF1
= FCFF yang diharapkan pada tahun ke 1
WACC
= cost of capital
g
= pertumbuhan dalam FCFF untuk selamanya
31
2) Two – stage model Model ini dipergunakan untuk menghitung nilai perusahaan yang diharapkan selama n tahun mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi dan memiliki tingkat pertumbuhan yang konstan sebesar gn pada tahun n +1. a. FCFE
Dimana : FCFEn =FCFE pada tahun ke n r
= cost of equity perusahaan
g
=Tingkat pertumbuhan FCFE perusahaan pada dimana Terminal Value dihitung menggunakan pertumbuhan yang tak terhingga.
b. FCFF
FCFFt
= FCFF yang diharapkan pada tahun ke t
WACC = cost of capital g
= pertumbuhan dalam FCFF untuk selamanya
3) A Three – stage model Model ini di rancang untuk perusahaan yang diharapkan akan \melalui 3 (tiga) tahap pertumbuhan, tahap awal dari tingkat pertumbuhan yang tinggi, masa
32
transisi di mana penurunan laju pertumbuhan, dan masa kondisi pertumbuhan yang stabil. a. FCFE
2.4. Penelitian Terdahulu Terdapat banyak penelitian mengenai valuasi yang dilakukan sebelumnya dengan metode DCF, berikut beberapa penelitian yang diambil dari jurnal dan berbagai macam sumber: Beneda (2003) dalam Journal of Asset Management. Dalam penulisannya Beneda menyampaikan kelebihan DCF model dibandingkan DDM, yaitu: 1. DCF model memisahkan kinerja operasional dari kinerja non-operasional. 2. Nilai sebuah perusahaan tergantung pada arus kas dari asset yang berbeda. 3. DCF model dirancang untuk memperhitungkan perubahan yang signifikan dalam hutang, khususnya untuk pertumbuhan perusahaan. 4. DCF model memberikan informasi yang berguna dalam menilai perusahaan. 5. DCF model dapat juga digunakan untuk mengevaluasi dampak dari strategis alternatif pada nilai perusahaan (value base management system) (Brigham dan Davis, 2002) dimana model ini berguna untuk memproyeksikan
33
kebutuhan pembiayaan di masa yang akan dating, khususnya yang mengalami perubahan dalam kebutuhan. 6. DCF
model
juga
menunjukan
bagaimana
keputusan
perusahaan
mempengaruhi pemegang saham. Tanzi, Giancarlo;Tanzi, Jill A (2006) dalam Dental Economics – Practice valuation using DCF methodology, mengatakan bahwa valuasi menggunakan model DCF menawarkan keuntungan penting daripadametode valuasi yang banyak digunakan, yang sebagian besar didasarkan pada kelipatan keuangan saat ini. Metode DCF ini didasarkan pada kerangka teoritis yang dapat diterima secara luas oleh perusahaan dan investor. Mereka juga mengatakan bahwa: 3.
Valuasi berdasarkan DCF mendekati akun-akun untuk proyeksi pertumbuhan, tidak seperti metode statik yang pada dasarnya membuat nilai di bawah harga normal terus tumbuh dan memperkecil nilai yang berada di atas harga normal.
4.
Model DCF menyediakan proyeksi keuangan yang berguna kepada pembeli dan penjual yang dapat membantu dalam negosiasi pengalihan kepemilikan dan perencanaaan kantor.
Chen, Shimin (2008) dalam Behavioral Research in Accounting. Menemukan dalam penelitiannya bahwa teknik DCF sangat penting dibandingkan dengan tindakan non-financial. Chen juga mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki stadarisasi produk tinggi cenderung lebih menekankan pada analisis DCF, dimana perusahaan dengan stadarisasi rendah cenderung lebih focus pada penggunaan tindakan non-financial.
34
Anonymous (Dec 2010) dalam Canadian Mining Journal yang berjudul “Mining Valuation: Three steps beyond a static DCF model”.Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa metode valuasi yang utama untuk perkembangan properti dan produksi pertambangan adalah Discounted Cash Flow (DCF). Penilain utama yang mendasari dari DCF ini adalah nilai mencerminkan manfaat ekonomi bersih saat ini dari arus kas bersih (net cash flow) yang diharapkan akan dihasilkan selama umur proyek.