BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Persediaan
Pengertian persediaan menurut beberapa ahli antara lain dijelaskan sebagai berikut, menurut Assauri (2005) adalah suatu aktiva lancar yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaanya dalam suatu proses produksi. Wild dkk (2004) menerangkan bahwa persediaan (inventory) merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal perusahaan. Sedangkan Menurut Baridwan (2000) pengertian persediaan barang secara umum istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan memproduksi barangbarang yang akan dijual.
Berdasarkan jenis operasi perusahaan, persediaan dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) (Prawirosentono, 2005):
1. Pada perusahaan manufaktur yang memproses input menjadi output, persediaan adalah simpanan bahan baku dan barang setengah jadi (work in process) untuk diproses menjadi barang jadi (finished goods) yang mempunyai nilai tambah lebih besar secara ekonomis, untuk selanjutnya dijual kepada pihak ketiga (konsumen). 2. Pada perusahaan dagang, persediaan adalah simpanan sejumlah barang jadi yang siap untuk dijual kepada pihak ketiga (konsumen).
7
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
Salah satu persoalan manajemen yang potensial adalah persediaan. Dalam hal ini, istilah persediaan mencakup persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi (Siswanto, 2007).
Pokok penting bagi suatu manajemen adalah mengembangkan kebijakan inventory yaitu dapat meminimumkan total biaya yang berhubungan dengan proses produksi dari suatu perusahaan. Dua dasar keputusan inventory yang harus dilakukan yaitu: banyaknya order (pesanan) dalam satu waktu, dan banyaknya order (pesanan) saat ini. Untuk mendekati dua keputusan ini ada dua cara: pesanan dalam jumlah besar dengan meminimumkan biaya pesanan, dan pesanan dalam jumlah kecil dengan meminimumkan inventory carrying cost (Thierauf dan Grosse, 1970).
Jadi, dapat disimpulkan persediaan adalah persiapan untuk menyiapkan barang-barang baik yang mencakup persiapan bahan baku, persiapan dalam menyiapkan bahan pembantu dan persiapan barang dalam proses. Adapun persiapan untuk menyiapkan barang jadi yang semua dari persiapan itu akan disimpan dan dirawat dalam suatu tempat dengan dibutuhkan biaya penyimpanan, sehingga jika konsumen membutuhkan barang tersebut maka dapat dikeluarkan kapan saja sesuai dengan permintaan.
2.2 Parameter Persediaan
Parameter-parameter masalah persediaan mempunyai dua karakteristik utama, yaitu tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan. Model - model persediaan dibedakan menjadi dua model yaitu model deterministik dan model probabilistik. Kelompok model deterministik ditandai oleh karakteristik tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan yang bisa diketahui sebelumnya secara pasti. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua parameter itu tidak dapat Landasan Teori 8
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
diketahui secara pasti sebelumnya, sehingga harus didekati dengan distribusi probabilitas, maka hal itu termasuk kelompok model probabilistik.
Tujuan yang hendak dicapai dalam suatu penyelesaian masalah persediaan adalah akan meminimumkan biaya total persediaan. Biaya-biaya yang digunakan adalah (Siswanto, 2007):
1. Biaya Pesan (Ordering Cost) Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya-biaya pembuatan surat, telepon, fax dan biaya-biaya overhand lain yang secara proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan barang adalah contoh biaya pesan.
2. Biaya Simpan (Carrying Cost) Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan suatu barang. Biaya-biaya sewa gedung, premi asuransi, biaya keamanan dan biaya-biaya overhand lain yang timbul karena proses
penyimpanan
suatu barang, maka dikenakan biaya simpanan.
3. Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost) Biaya kehabisan pesanan timbul pada saat persediaan habis atau tidak
tersedia. Termasuk dalam kategori biaya ini adalah kerugian
karena mesin berhenti atau karyawan tidak bekerja dan peluang yang hilang untuk memperoleh keuntungan.
4. Biaya Pembelian (Purchase Cost) Biaya pembelian yang timbul pada saat pembelian suatu barang. Identifikasi dan penetapan biaya-biaya tersebut sebagai parameterparameter model merupakan langkah kritis pertama sebelum penerapan model itu sendiri. Landasan Teori 9
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
2.3 Peranan Persediaan
Persediaan bertujuan mempermudah atau mempelancar jalannya operasi perusahaan untuk memproduksi barang-barang kepada. Persediaan bagi perusahaan, antara lain berguna untuk (https://yprawira.wordpress.com):
1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan. 2. Menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran. 3. Mempertahankan stabilitas atau kelancaran operasi perusahaan. 4. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya. 5. Membuat produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya. Persediaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan karena berfungsi menggabungkan antara operasi yang berurutan dalam pembuatan suatu barang dan menyampaikannya kepada konsumen. Adanya persediaan dapat memungkinkan bagi perusahaan untuk melaksanakan operasi atau proses produksi.
2.4 Fungsi Persediaan
Pengendaliaan persediaan merupakan fungsi manejerial yang sangat penting karena persediaan fisik banyak melibatkan investasi terbesar. Bila perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebab kan biaya penyimpanan yang berlebihan, dan mungkin mempunyai “Opportunity Cost” (dana dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih menguntungkan). Sebaliknya, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang cukup, dapat mengakibatkan meningkatkan biaya-biaya karena kekurangan bahan (Handoko, 2000).
Landasan Teori 10
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
Istilah persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya perusahaan yang disimpan dalam antisipasi pemenuhan permintaan. Permintaan akan sumber daya internal ataupun eksternal meliputi persediaan bahan mentah,barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan-bahan pembantu atau pelengkap dan komponen-komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan (Handoko, 2000).
Fungsi-fungsi persediaan (Handoko, 2000):
1. Fungsi Decoupling
Fungsi persediaan ini operasi-operasi perusahaan secara internal dan eksternal sehingga perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang tidak pasti diperkirakan atau diramalkan disebut Fluctuation Stock.
2. Fungsi Ekonomis Lot Sizing
Persedian berfungsi untuk mengurangi biaya-biaya per unit saat produksi dan
membeli
sumberdaya-sumberdaya.
Persediaan
ini
perlu
mempertimbangkan penghematan-penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biayabiaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, resiko kerusakan).
Landasan Teori 11
Universitas Widyatama
3.
Tugas Akhir
Fungsi Antisipasi Persediaan berfungsi sebagai pengaman bagi perusahaan yang sering
menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang. Persediaan ini penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu.
2.5 Jenis Persediaan
Selain dari persediaan yang dilakukan dalam bentuk bahan mentah, bahan pembantu, barang setengah jadi, dan barang jadi. Menurut Herjanto (2007) persediaan juga dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu:
1. Fluktuasi stok (fluctuation stock) Merupakan persediaan yang dimaksudkan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi bila terjadi kesalahan/penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang.
2. Antisipasi stok (anticipation stock) Adalah
persediaan
untuk
menghadapi
permintaan
yang
dapat
diramalkan, misalnya pada musim permintaan tinggi, tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga\ kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi.
3. Persediaan untuk ukuran lot (lot size inventory) Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar dari pada kebutuhan pada saat itu. Persediaan dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari harga barang (berupa diskon) karena membeli dalam
Landasan Teori 12
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
jumlah yang besar, atau untuk mendapatkan penghematan dari biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah.
4. Persediaan saluran pipa (pipeline inventory) Adalah merupakan persediaan yang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat dimana barang itu akan digunakan. Misalnya, barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan, yang dapat memakan waktu beberapa hari atau minggu.
2.6 Lead Time
Pengertian lead time menurut Zulfikarijah (2005) adalah merupakan waktu yang dibutuhkan antara pemesanan dengan barang sampai diperusahaan, sehingga lead time berhubungan dengan reoder point dan saat penerimaan barang. Lead time muncul karena setiap pesanan membutuhkan waktu dan tidak semua pesanan bisa dipenuhi seketika, sehingga selalu ada jeda waktu. lead time sangat berguna bagi perusahaan yaitu pada saat persediaan mencapai nol, pesanan akan segera tiba diperusahaan. Dalam EOQ, lead time diasumsikan konstan artinya dari waktu ke waktu selalu tetap misal lead time 5 hari, maka akan berulang dalam setiap periode. Akan
tetapi
dalam
prakteknya
lead
time
banyak
berubah-ubah,
untuk
mengantisipasinya perusahaan sering menyediakan safety stock. Dari pembahasan diatas faktor waktu sangatlah penting dalam pengisian kembali persediaan karena terdapat perbedaan waktu yang kadang cukup lama saat mengadakan pesanan untuk menggantikan atau pengisian kembali persediaan.
2.7 Reorder Point
Reorder point pada suatu perusahaan memang sangat penting, karena reorder berarti memperhatikan kembali, lebih jelasnya Husnan (2001), dalam bukunya Pembelanjaan Perusahaan, mengatakan reorder point adalah saat yang
Landasan Teori 13
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
tepat dimana persediaan dilakukan kembali. Apabila tenggang waktu antara saat perusahaan memesan dan barang tersebut datang biasanya disebut lead time sama dengan nol, maka pada saat jumlah persediaan sama dengan nol pada saat itulah dilakukan
pemesanan.
Riyanto
(2004),
dalam
bukunya
Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan reorder point adalah saat atau titik dimana harus diadakan pemesanan serupa, sehingga kedatangan atau penerimaan material yang dipesan itu tepat pada waktu dimana persediaan atas safety stock sama dengan nol.
Dengan
demikian,
diharapkan
datangnya
material
yang
dipesan tidak akan melewati waktu sehingga akan melanggar safety stock. Apabila pesanan dilakukan sesudah melewati reorder point, maka material yang dipesan akan diterima setelah perusahaan terpaksa mengambil material dari safety stock. Dengan penentuan/penetapan reorder point diperhatikan faktor-faktor, sebagai berikut, Riyanto (2004):
1. Procurement lead time, yaitu penggunaan material selama tenggang waktu mendapatkan barang.
2. Besarnya safety stock, dimaksudkan dengan pengertian "procurement lead time" adalah waktu dimana meliputi saat dimulainya usaha-usaha yang diperlukan untuk memesan barang sampai barang/material diterima dan ditempatkan dalam gudang penugasan.
Untuk dapat menerapkan kapan pemesanan kembali dapat dilakukan maka harus diperhatikan tiga unsur yang mempengaruhi, yaitu :
1. Waktu antar saat melakukan pemesanan dengan saat bahan sampai di gudang Jumlah safety stock.
Landasan Teori 14
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
2. Jumlah kebutuhan tiap kali proses reorder point (ROP) atau R adalah menunjukkan suatu tingkat persediaan dimana saat itu harus dilakukan pesanan. Dengan metode periodic review system, menggunakan rumus sebagai berikut (Simchi-Levi & Kaminsky, 2003) : ROP = (U x L ) + Safety Stock
…………………...……………(2.1)
dimana : ROP = Reorder point, U = tingkat kebutuhan per periode, L = lead time persediaan cukup untuk memenuhi kebutuhan selama tenggang waktu (lead time). Jumlah yang harus dipesan harus sesuai atau berdasarkan EOQ.
2.8 Safety Stock
Pengertian persediaan pengaman (safety stock) menurut Rangkuty (2004) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Sedangkan pengertian menurut Assauri (2004) sama halnya dengan pengertian Rangkuty (2004) yaitu persediaan
tambahan
yang
diadakan
untuk
melindungi
atau
menjaga
kemungkinan terjadi kekurangan bahan (stock out) Sedangkan pengertian menurut Zulfikarijah (2005) safety stock merupakan persediaan yang digunakan dengan tujuan supaya tidak terjadi stock out (kehabisan stock).
Safety stock merupakan dilema (Zulfikarijah, 2005) dimana adanya stock out akan berakibat terganggunya proses produksi adanya stock yang berlebihan akan membengkak kan biaya penyimpanannya. Oleh karena dalam penentuan safety stock harus memperhatikan keduanya, dengan kata lain dalam safety stock diusahakan terjadinya keseimbangan diatara keduanya. Dalam penentuan safety stock pada level tertentu tergantung pada jenis pemesanan persediaan di masingmasing perusahaan apakah didasarkan pada quantity.
Tujuan safety stock adalah untuk meminimalkan terjadinya stock out dan mengurangi penambahan biaya penyimpanan dan biaya stock out total, biaya Landasan Teori 15
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
penyimpanan disini akan bertambah seiring dengan adanya penambahan yang berasal dari reorder point oleh karena adanya safety stock. Keuntungan adanya safety stock adalah pada saat jumlah permintaan mengalami lonjakan, maka persediaan pengaman dapat digunakan untuk menutup permintaan tersebut.
Faktor pendorong safety stock Menurut Zulfikarijah (2005) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan perusahaan melakukan safety stock yaitu:
1. Biaya atau kerugian yang disebabkan oleh stock out tinggi. Apabila bahan yang digunakan untuk proses produksi tidak tersedia, maka aktivitas perusahaan akan terhenti yang menyebakan terjadinya idle tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang pada akhirnya perusahaan akan kehilangan penjualannya.
2. Variasi atau ketidakpastian permintaan yang meningkat. Adanya jumlah permintaan yang meningkat atau tidak sesuai dengan peramalan yang ada diperusahaan menyebabkan tingkat kebutuhan persediaan yang meningkat pula, oleh karena itu perlu dilakukan antisipasi terhadap safety stock agar semua permintaan dapat terpenuhi.
3. Resiko stock out meningkat. Keterbatasan jumlah persediaan yang ada dipasar dan kesulitan yang dihadapi perusahaan mendapatkan persediaan akan berdampak pada sulitnya terpenuhi persediaan yang ada di perusahaan, kesulitan ini akan menyebabkan perusahaan mengalami stock out.
4. Biaya penyimpanan safety stock yang murah. Apabila perusahaan memiliki gudang yang memadai dan memungkinkan, maka biaya penyimpanan tidaklah terlalu besar hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya stock out. Landasan Teori 16
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
5. Resiko stock out meningkat. Keterbatasan jumlah persediaan yang ada dipasar dan kesulitan yang dihadapi perusahaan mendapatkan persediaan akan berdampak pada sulitnya terpenuhi persediaan yang ada di perusahaan, kesulitan ini akan menyebabkan perusahaan mengalami stock out.
6. Biaya penyimpanan safety stock yang murah. Apabila perusahaan memiliki gudang yang memadai dan memungkinkan, maka biaya penyimpanan tidaklah terlalu besar hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya stock out.
Dalam menentukan safety stock terdapat metode yang dapat digunakan oleh perusahaan sebagai berikut (Zulfikarijah, 2005) :
1. Intuisi Persediaan ditentukan berdasarkan jumlah safety stock pengalaman sebelumnya misalnya 1.5 kali, 1.4 kali dan seterusnya selama lead time.
2. Service level tertentu. Metode ini mengukur seberapa efektif perusahaan mensuplai permintaan barang dari stoknya. Dalam perhitungan digunakan probalitas untuk memenuhi permintaan, untuk itu diperlukan informasi yang lengkap tentang probalitas berbagai tingkatan permintaan selama lead time karena sering kali terjadi variasi. Variasi ini disebabkan oleh fluktuasi lama lead time dan tingkat permintaan rata-rata.
3. Permintaan dengan distribusi empiris. Metode ini didasarkan pada pengalaman empiris dimana dalam penentuan stok didasarkan pada kondisi riil yang dihadapi oleh perusahaan. Landasan Teori 17
Universitas Widyatama
4.
Tugas Akhir
Permintaan distribusi normal Permintaan yang dilakukan oleh beberapa pelanggan memiliki jumlah
yang bebeda-beda, walaupun demikian dengan menggunakan asumsi permintaan bersifat total akan dapat dilakukan perhitungan dengan distribusi normal.
5. Permintaan berdistribusi Poisson. Pada saat jumlah permintaan total merupakan permintaan dari beberapa pelanggan dimana setiap pelanggan hanya membutuhkan sedikit barang, maka sedikt sekali kemungkinan produsen akan memenuhi kebutuhan satu pelanggan dalam jumlah yang besar. Dengan adanya rata-rata tingkat pemesanan yang konstan dan interval waktu jumlah pemesanan tidak tergantung pada yang lainnya, maka penentuan safety stock-nya dapat menggunakan pendekatan distribusi poisson dengan syarat jumlah permintaan rata-rata selama lead time sama atau kurang dari 20.
6. Lead time tidak pasti. Adanya jumlah permintaan yang tidak pasti pada periode tertentu akan
berakibat lead time untuk setiap siklus pemesanan bervariasi.
Untuk itu perusahaan akan berusaha menyediakan safety stock atau buffer stock selama lead time.
7.
Biaya stock out Peningkatan biaya penyimpanan akan meningkat service level, sehingga semua usaha yang digunakan untuk menutup semua level yang
memungkinkan
pada
saat
terjadi
lead
time
permintaan
merupakan tujuan yang sangat sulit dicapai. Untuk semua produk, permintaan
maksimum
akan
lebih
murah
dibandingkan
dengan
terjadinya stock out. Permasalahannya adalah menentukan safety stock yang dapat menyeimbangkan biaya penyimpanan dengan biaya stockout. Landasan Teori 18
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
Dari uraian diatas pentingnya safety stock disebabkan oleh karena kerugian yang akan ditanggung oleh perusahaan karena proses terhenti, variasi permintaan yang sangat variatif, resiko stock out dipasar (pemasok) meningkat dan kemungkinan biaya safety stock yang lebih murah.
Penentuan safety stock dapat dilakukan mulai perhitungan yang sangat sederhana yaitu dengan menggunakan intuisi sampai dengan menggunakan pendekatan ilmiah atau menggunakan alat statistik baik dengan distribusi normal maupun poisson yang kesemuanya bertujuan untuk menentukan safety stock yang terbaik. Perhitungan safety stock metode Periodic review system adalah sebagai berikut: (Simchi Levi dan Kaminsky, 2003)
Untuk menghitung safety stock adalah sebagai berikut: SS = z × STD ×
dimana: SS z
L
……………………………………
(2.2)
= safety stock = safety factor, service level (distribusi normal standar z)
STD = standar deviasi permintaan produk r
= periodic review
L
= lead time pengiriman produk
Landasan Teori 19
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
Tabel 2.1 Service Level dan Service Factor
(Sumber: http://www.inventoryops.com)
2.9 Software POM-QM for Windows
Software POM-QM for Windows adalah sebuah software yang dikeluarkan
oleh Prentice Hall. Prentice Hall ini berperan sebagai imprint dari Pearson Education, Inc., yang berbasis di Upper Saddle River, New Jersey, Amerika Serikat. Software POM-QM for Windows dirancang untuk melakukan perhitungan yang diperlukan pihak manajemen untuk mengambil keputusan di bidang produksi dan pemasaran. Software ini dirancang oleh Howard J. Weiss pada tahun 1996 untuk membantu manajer produksi khususnya dalam menyusun prakiraan dan anggaran untuk produksi bahan baku menjadi produk jadi atau setengah jadi dalam proses pabrikasi. Tetapi sekarang modul-modul yang terdapat di software ini sudah lebih berkembang, dan dapat digunakan untuk menghitung berbagai permasalahan seperti
quantitative methods, dan management science.
Landasan Teori 20
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
Software ini dibekali berbagai macam modul, namun penggunaannya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini adalah pengoperasian modul inventory saja. Perlu diketahui, software ini dirancang hanya untuk membantu perhitungannya saja jadi kita harus dapat menginterpretasikan masalah dan teori inventory.
2.10 Analisis Klasifikasi ABC
Klasifikasi ABC atau sering juga disebut sebagai analisis ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit material dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode waktu tertentu (Gaspersz, 2002).
Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisa ABC dapat juga ditetapkan menggunakan kriteria lain, bukan semata-mata berdasarkan kriteria biaya tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material itu. Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam pengendalian inventory material pada pabrik, inventory produk akhir pada gudang barang jadi, inventory obat-obatan pada apotek, inventory suku cadang pada bengkel atau toko, inventory produk pada supermarket atau toko serba ada (toserba), dan lain-lain (Gaspersz, 2002).
Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan suatu material, yaitu :
1. Nilai total uang dari material. 2. Biaya per unit dari material. 3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material. 4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk membuat material itu. Landasan Teori 21
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak pemesanan material itu pertama kali sampai kedatangannya. 6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu. 7. Resiko penyerobotan atau pencurian material itu. 8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu. 9. Kepekaan material terhadap perubahaan desain.
Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum Pareto di mana sekitar 80% dari nilai total inventory material direpresentasikan (diwakili) oleh 20% material inventory (Gaspersz, 2002).
Penggunaan Analisis ABC adalah untuk menetapkan (Gaspersz, 2002): 1. Frekuensi penghitungan inventory (cycle counting), di mana materialmaterial kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventory dibandingkan material kelas B atau C. 2. Prioritas rekayasa (engineering), di mana material-material kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan. 3. Prioritas pembelian (perolehan), di mana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada materialmaterial kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi. 4. Keamanan : meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian.
Landasan Teori 22
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
5. Sistem pengisian kembali (replenishment systems), di mana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan materialmaterial kelas C dengan simple two-bin system of replenishment (bin reserve system or visual review system) dan metode-metode yang lebih canggih untuk material-material kelas A dan B. 6. Keputusan investasi : karena material-material kelas A menggambarkan investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman terhadap material-material kelas A, dibandingkan terhadap materialmaterial kelas B dan C.
Di dalam analisis ABC, setiap kelas inventory membutuhkan level-level kontrol yang berbeda - semakin tinggi nilai dari sebuah inventory, semakin ketat kontrolnya. Item class A akan mendapatkan kontrol inventory yang ketat. B dan C membutuhkan perhatian yang lebih kecil atau mungkin minimal (Russell dan Taylor, 2000).
Analisis ABC menggunakan tiga kelas, yaitu: A, B, dan C, di mana besaran masing-masing kelas ditentukan sebagai berikut (Sutarman, 2003):
1. Kelas A, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 15-20% dari total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 70-80% dari total nilai uang. 2. Kelas B, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 20-30% dari total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 10-15% dari total nilai uang. 3. Kelas C, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 50-65% dari total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 5-10% dari total nilai uang.
Landasan Teori 23
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
Langkah pertama di dalam analisis ABC adalah untuk mengklasifikasikan semua item inventory ke dalam baik A, B, C. Setiap item memiliki nilai dollar, yang dihitung dengan mengkalikan biaya dollar per satu unit dengan permintaan annual untuk item tersebut. Semua item yang ada kemudian di beri peringkat sesuai dengan nilai dollar annual mereka. Langkah selanjutnya adalah untuk menentukan level dari kontrol inventory untuk setiap klasifikasi. Item Class A membutuhkan kontrol inventory yang ketat karena mereka mewakili sejumlah besar persentasi dari total nilai dollar dari inventory. Level inventory ini harus serendah mungkin dan meminimalkan safety stock. Ini membutuhkan peramalan permintaan yang akurat dan penyimpanan laporan secara detail. Sistem kontrol inventory dan model inventory
yang
pantas
menentukan
kuantitas
permintaan
yang
harus
diaplikasikan. Sebagai tambahan, perhatian khusus harus dilakukan pada peraturan dan prosedur pembelian jika item inventory didapatkan dari luar perusahaan. Item B dan C membutuhkan kontrol inventory yang lebih longgar. Karena carrying cost biasanya rendah untuk item C, level inventory yang lebih tinggi dapat kadang-kadang dipertahankan dengan safety stock yang besar. Mungkin tidaklah dibutuhkan untuk memonitor item C diluar dari sebuah pengamatan sederhana. Secara umum, sebuah item biasanya membutuhkan sistem kontrol yang terus-menerus, dimana level inventory secara terus-menerus dimonitor; sebuah sistem review periodic dengan monitoring biasa cocok untuk item C. Menurut Render dan Heizer (2001) bahwa peramalan yang lebih baik, pengendalian fisik, keandalan pemasok, dan pengurangan besar stok pengaman dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan semacam analisis ABC.
Landasan Teori 24
Universitas Widyatama
2.11
Tugas Akhir
Penilaian Persediaan
Menurut
Kieso
dkk,
(2007),
metode
identifikasi
khusus
yaitu
mengidentifikasi masing-masing barang yang dijual dan masing-masing barang yang tersedia untuk dijual. Metode ini hanya digunakan dalam praktik apabila masing-masing persediaan dapat diidentifikasi secara khusus dan dapat dipisahkan untuk setiap pembelian. Oleh karena itu, banyak perusahaan hanya menerapkan metode ini pada persediaan yang jumlahnya relatif sedikit. Dalam metode identifikasi khusus, arus biaya harus sesuai dengan arus barang dan untuk mengatasi kesulitan dalam metode ini, digunakanlah metode yang arus biaya tidak perlu sesuai dengan arus barang.
Menurut Reeve, Warren dan Duchac (2007), untuk mengatasi kesulitan dalam metode identifikasi khusus, perusahaan umumnya menggunakan metode di bawah ini dalam mencatat persediaan. Metode tersebut adalah:
1. Metode rata-rata tertimbang (weighted average method)
Dalam metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata per unit yang baru akan dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Pemakaian metode rata-rata tertimbang biasanya dapat dibenarkan dari sisi praktis. Metode ini mudah diterapkan, objektif, dan tidak dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi laba seperti halnya beberapa metode penentuan harga persediaan lainnya. Selain itu, perusahaan tidak mungkin mengukur arus fisik persediaan secara khusus, oleh karena itu, ada baiknya menghitung biaya persediaan atas dasar biaya rata-rata.
2. Metode First In First Out (FIFO)
Metode
FIFO
mengasumsikan
bahwa
barang-barang
digunakan
(dikeluarkan) sesuai urutan pembeliannya. Dengan kata lain, metode ini Landasan Teori 25
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
mengasumsikan bahwa barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang digunakan (dalam perusahaan manufaktur). Oleh karena itu, persediaan yang tersisa merupakan barang yang dibeli paling terakhir. Dalam semua kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan sama pada akhir bulan terlepas dari apakah yang dipakai adalah sistem persediaan perpetual atau periodik. Kelebihan metode FIFO adalah tidak memungkinkan perusahaan memanipulasi laba karena perusahaan tidak bebas memilih item-item biaya tertentu untuk dimasukkan kedalam beban. Kelebihan lain dari metode FIFO adalah metode FIFO mendekatkan nilai persediaan akhir dengan biaya berjalan. Kelemahan mendasar dari metode FIFO adalah bahwa biaya berjalan tidak ditandingkan dengan pendapatan berjalan pada laporan laba rugi. Biaya-biaya yang paling tua dibebankan ke pendapatan paling akhir, yang mungkin akan mendistorsi laba kotor dan laba bersih.
3.
Metode Last In First Out (LIFO)
Metode LIFO adalah metode yang menandingkan biaya dari barangbarang yang paling akhir dibeli terhadap pendapatan. Metode LIFO mengasumsikan bahwa barang terakhir yang dibeli adalah barang pertama yang digunakan. Jika yang digunakan adalah persediaaan periodik, maka akan diasumsikan bahwa biaya dari total kuantitas yang terjual atau dikeluarkan selama suatu bulan berasal dari pembelian terakhir.
Landasan Teori 26
Universitas Widyatama
Tugas Akhir
Landasan Teori
8