BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran Pengertian pemasaran menurut kontler ( 2009) “ Pemasaran adalah sebuah proses kemayarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa dengan orang lain. Definisi pemasaran menurut American Marketing Associtioan (MAA) “Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelangan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya“. Menangani proses pertukaran ini membutuhkan banyak kerja dan keterampilan. Manajemen pemasaran terjadi ketika setidaknya satu pihak dalam pertukaran potensial berpikir tentang caracara untuk mencapai respons yang diinginkan pihak lain, oleh karena itu manajemen pemasaran menurut Kontler (2009) adalah :” Seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan,menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.”
5
Tujuan pemasaran menurut Alma (2005 ) : a. Untuk mencari keseimbangan pasar antara Buyer’s market dan Seller’s market mendistribusikan barang dan jasa ke calon konsumen. b. Tujuan pemasaran yang utama adalah memberi kepuasaan kepada konsumen tujuan pemasaran bukan komersial atau mencari keuntungan atau mencari laba, tetapi tujuan utama ialah memberi kepuasana kepada konsumen. 2.1.2
Bauran Pemasaran Bauran pemsaran yang dikenal dengan istilah “Marketing Mix”
Menurut Keegan (2007) “marketing mix adalah kombinasi dari 4 variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahan yakni produk, harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi. Kotler dalam bukunya Manajemen pemasaran Jilid 1 juga memperkenalkan bauran pemasaran yang di kenal dengan 4 P terdiri dari : produk (product) , harga (price), tempat (place) dan promosi (promotion) Produk ( product )
: Keragaman produk, Design, nama merk, ukuran, pelayanan, garansi, imbalanan.
Harga (price)
: Daftar harga, harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit
Tempat (place )
: Saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokan, lokasi, persedian dan tranportasi.
6
Promosi ( promotion )
: Promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, kehumasan/PR.
2.1.3
Definisi Saluran Distribusi Pemasaran, Penetapan dan Fungsi Saluran Distribusi Pemasaran Definisi saluran pemasaran dari Stern dan El – Ansary pada buku
kotler ( 2009 ) “ Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikomsumsi.” Penetapan Saluran distribusi pemasaran
jasa menurut
Rambat
lupiyoadi ( 2007:2) Dalam penyampaian jasa juga dapat melalui organisasi maupun orang lain. penyampaian jasa ada tiga pihak yang terlibat yaitu : Penyedia jasa, Perantara dan konsumen. Sehubungan dengan saluran distribusi pemasaran jasa maka perusahaan harus dapat memilih saluran yang tepat untuk penyampaian jasanya, sebab akan sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Saluran distribusi pemasaran yang dapat di pilih : menjual lansung ( direct sales), agen ( agent ), agen ( broker ) penjual dan pembeli dan warabala ( franchises) dan pengantar jasa terkontrak ( contracted service delivererers ). Sebuah
saluran
distribusi
pemasaran
melaksanakan
tugas
memindahkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Hal ini mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan pemilikan yang memisahkan barang dan jasa
7
dari orang – orang yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkan. Anggota saluran pemasaran melaksanakan sejumlah fungsi utama antara lain : 1.
Informasi : Pengumpulan dan peyebaran informasi riset pemasaran mengenai pelanggan, pesaing, serta pelaku, dan kekuatan lain yang ada saat ini maupun yang potensial dalam lingkungan pemasaran.
2.
Promosi : Pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasif yang dirancang untuk menarik pelanggan pada penawaran tersebut.
3.
Negosiasi : Usaha untuk mencapa persetujuan akhir mengenai harga dan syarat lain sehingga transfer kepemilikan dapat dilakukan.
4.
Pemesanan : Komunikasi dari para anggota saluran pemasaran ke produsen mengenai minat untuk membeli.
5.
Pembiayaan : Perolehan dan pengalokasian dana yang dibutuhkan untuk membiayai persedian pada berbagai tingkat saluran pemasaran.
6.
Pengambilan Risiko : Penanggungan risiko yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi saluran pemasaran tersebut.
7.
Pemilikan Fisik : Kesinambungan penyimpanan dan pergerakan produk fisik dari bahan mentah sampai ke pelangan akhir.
8.
Pembayaran ; Pembeli membayar tagihannya ke penjual lewat bank dan institusi keuangan lainnya.
9.
Hak Milik : Transfer kepemilikan sebenarnya dari satu organisasi atau orang ke organisasi atau orang yang lain.
8
2.1.4
Strategi Saluran Distribusi Pemasaran Menurut Kotler (2009) : dalam bukunya manajemen pemasaran
mengemukakan ada dua strategi yang sering digunaka perusahaan dalam mengelola saluran pemasaran terutama dalam menciptakan saluran pemasaran baru yaitu strategi dorong maupun strategi tarik. Pemakaian strategi ini tergantung keputusan perusahaan terutatama tergantung popularitas produk perusahaan tersebut. Strategi dorong dalam melaksanaannya adalah mencoba membujuk perantara agar mau memasarkan produknya dengan memberikan fasilitas – fasilitas tertentu misalnya potongan yang tinggi dalam pembelian produk, rate atau bunga yang tinggi dalam deposito tabungan. Strategi ini cocok digunakan untuk produk baru yang mempunyai dana promosi terbatas, sehingga
mencoba
menggunakan
saluran
pemasaran
yang
sudah
berpengalaman dalam memasarkan berbagai produk. Strategi tarik dalam pelaksanaannya adalah dengan cara perusahaan membangun positioning produk melalui promosi ke konsumen seperti iklan media cetak, elektronik atau melalui event – event. Sehingga dengan fokus kepada promosi akan membuat konsumen tertarik untuk mencoba. Permintaan konsumen terhadap produk yang diiklankan biasanya menarik banyak perusahaan untuk menjadi agen
9
2.2 Bank 2.2.1 Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam Berbicara mengenai bisnis dan perbankan dalam islam, pada dasarnya islam memandang bahwa bumi dan segala isinnya merupakan “amanah” dari Allah kepada manusia sebagai khafilah dimuka bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan ummat manusia. Untuk mencapai tujuan suci ini Allah tidak meninggalkan manusia sendirian tetapi diberikannya petunjuk melalui para Rosul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah berian segala sesuatu yag dibutuhkan manusia, baik aqiqah akhlak maupun syariah. Dua komponen yang pertama adalah aqidah dan akhlak sifatnya konstant dan tak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat, sedangkan komponen terakhir adalah “ syari’ah “ senantiasa diubah sesuai menurut kebutuhan dan peradapan ummat, dimana seorang rosul diutus, kenyataan ini diungkapkan oleh Rosululah s.a.w dalam suatu hadist yang maknanya :” Saya dan rosul-rosul yang lain tak ubahnya bagaikan saudara sepupu, syari’at mereka banyak tetapi agama ( aqidah ) nya satu
( yaitu mentauhidkan atau mengesakan Allah )”
Melihat kenyataan ini syari’ah Islam sebagai suatu syari’at yang dibawa
oleh
Rosul
terakhir
memiliki
keunikan
dia
tidak
hanya
Comprehensive tetapi juga Universal. Comprehensive berarti ia merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual ( ibadat) maupun sosial dan muamalah, sedangkan Universal bermakna ia dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir nanti,
10
keuniversalan ini akan tampak jelas sekali terutama dalam bidang muamalah, dimana ia bukan saja luas dan fleksibel bahkan tidak special treatment bagi muslim dan membedakannya dari non muslim, dan hal ini terlihat jelas dalam konsep pemasaran produk-produk perbankan syariah yang
bisa yang
manfaatnya dapat digunakan oleh setiap nasabahnya tampa memandang perbedaan agama. Sifat eternal muamalah, ini dimungkinkan karena adanya apa yang dinamakan tsawabit wa mutagoyyirat ( prinsip dan variable ) dalam islam contohnya dengan ketentuan-ketentuan dasar ekonomi seperti larangan riba, adanya prinsip bagi hasil, prinsip pengambilan keuntungan pengenaan zakat dan
lain-lain.
Variabel
merupakan
instrument–instrument
untuk
melaksanakan prinsip-prinsip tadi seperti mudharabah, murabahah, ba’i bitshaman ajil dan sebagainya. Disinilah letak tugas para cendikawan muslim sepanjang zaman untuk “ mengembangkan tehnik penerapan”
prinsip –
prinsip tadi dalam variabel-variabel sesuai dengan situasi dan kondisi semasa.
2.2.2 Pengertian Bank Konvensional dan Bank Syariah Kata bank berasal dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan banco dari bahasa Italia yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya.
11
Pengertian bank menurut Siamat ( 2004) “ Bank dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa – jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang “. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 ”bank mempunyai pengertian sebagai berikut: 1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masayarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentu-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat baik dalam bentuk kredit atau pembiayaan serta bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Dari Undang-undang tersebut, dapat juga diperoleh gambaran mengenai bentuk usaha bank syariah itu sendiri, yaitu Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Konvensional membuka cabang syariah (Unit Usaha Syariah) Adapun jenis bank dilihat dari sistem balas jasa antara bank dengan nasabah dapat dibedakan atas: 1. Bank Konvensional, yaitu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
12
peredaran uang dengan menggunkan sistem bunga sebagai balas jasa antara bank dengan nasabah. 2. Bank Islam, yaitu lembaga keuangan yang usaha pokoknya dengan memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dengan menggunkan sistem bagi hasil ,sebagai imbalan atau balas jasa dengan nasabah Dari pengertian kedua bank ini, terdapat persamaan dan perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah. Persamaannya adalah bahwa bank konvensional dan bank syariah merupakan lembaga amanah yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat. Keduanya juga diawasi oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar kepentingan masyarakat dan penyimpanan dana dapat terlindungi. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional No
Perbedaan
Bank Syariah
1
Falsafah
Tidak
berdasarkan
Bank Konvensional bunga, Berdasarkan bunga
spekulasi dan ketidakjelasan 2
Operasionalisasi - Dana masyarakat berupa -
Dana
masyarakat
titipan dan investasi yang baru berupa simpanan yang akan mendapatkan hasil jika harus dibayar bunganya ”diusahakan” terlebih dahulu
pada saat jatuh tempo
-Penyaluran pada usaha yang - Penyaluran pada sektor
13
halal dan menguntungkan
yang
menguntungkan
aspek halal tidak menjadi hal yang utama 3
Aspek Sosial
Dinyatakan
secara
eksplisit Tidak diketahui secara
dan tegas yang tertuang dalam tegas visi dan misi 4
Organisasi
Harus
memiliki
Dewan Tidak memiliki Dewan
Pengawas Syariah
Pengawas Syariah
Sumber:Drs. Muhamad,M.Ang, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, 2006
Selain itu, dari pengertian Bank Islam ini, dapat disimpulkan bahwa bank syariah tidak mengenal istilah bunga. Karena dalam Islam bunga itu sama saja dengan riba dan merupakan satu hal yang dilarang oleh Allah swt. Menurut Sutan Remy Sjahdeini (2007)
”bank syariah adalah
gabungan antara commercial bank (bank umum) dan multi-finance company (lembaga pembiayaan) Sedangkan menurut Sigit Triandaru (2006) ”bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan menggunakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil”7 Lebih lanjut dijelaskan Slamet Wiyono (2007) ”bank syariah adalah bank yang berdasarkan kemitraan, keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah.
14
Tabel 2 .2 Perbedaan Sistem Bunga dengan Bagi Hasil KETERANGAN
BUNGA
BAGI HASIL
Penentuan keuntungan
Pada waktu perjanjian
Pada waktu akad dengan
dengan asumsi harus selalu
pedoman kemungkinan
untung
untung rugi
Berdasarkan jumlah uang
Berdasarkan jumlah
(modal) yang dipinjamkan
keuntungan yang
Besarnya persentase
diperoleh Pembayaran bunga/bagi
Seperti yang dijanjikan
Bergantung pada
hasil
tanpa pertimbangan untung
keuntungan proyek, bila
atau rugi
rugi ditanggung bersama
Tetap, tidak meningkat
Sesuai dengan
walaupun keuntungan
peningkatan jumlah
berlipat
pendapatan
Diragukan oleh semua
Tidak ada yang
agama
meragukan keabsahannya
Jumlah pembayaran
Eksistensi
Sumber:Drs. Muhamad,M.Ang, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, 2006
2.2.3
Landasan Hukum Bank Syariah
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang bank berdasarkan bagi hasil (dicabut dengan PP 30/99). 2. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang perubahan UU No. 7/1992
15
3. Ketentuan BI tentang Bank Umum Syariah: 1) SE BI No. 32/2/UPPB tanggal 12 Mei 1999 2) SK Dir BI No. 3/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 4. Ketentuan BI tentang BPR Syariah 1) SE BI No. 32/4/UPPB Tanggal 12 Mei 1999 2) SK Dir BI No. 32/36/KEP/DIR Tanggal 12 Mei 1999 5. Cabang Syariah Bank Konvensional PBI No. 4/1/PBI/2002 Tanggal 27 Maret 2002
2.2.4
Landasan Operasional Bank Syariah
2.2.4.1 Larangan riba dalam Al Qur'an: 1. Surat Al Baqarah ayat 275
”Orang-orang yang memakan riba itu tidak akan berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang yang dirasuki setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya. Yang demikian itu karena mereka mengatakan: "Perdagangan itu sama saja dengan riba”. Padahal Allah telah menghalalkan
16
jual beli dan mengharamkan riba. Oleh karena itu barang siapa telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka baginya apa yang telah lalu dan mengulanginya lagi (memakan riba) maka orang itu ahli neraka dan kekal didalamnya”
2. Surat Al Baqarah ayat 276
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah, Dan Allah tidak menukai orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”
3. Surat Al Baqarah ayat 278
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman ”
17
4. Surat Al Baqarah ayat 279
” Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) mak ketauhilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”
5. Surat Ali Imran ayat 130
”Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”
6. Surat An Nisaa ayat 161
”Dan disebabkan memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan
18
yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih”
7. Surat Ar Rumm ayat 39
”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)
2.2.4.2 Larangan riba dalam Al Hadits 1.
Dari Al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas 'ud, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: ”Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya.”
2.
Dari Jabir ra, Rasulullah saw mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda ”Mereka itu semua sama.” (H.R. Muslim no.2995, kitab Al Masaqqat)
19
3.
Dari Ubad bin Sami ra, Rasulullah saw bersabda ”Emas untuk emas, perak untuk perak, gandum untuk gandum. Barang siapa membayar lebih atau menerima lebih dia telah berbuat riba, pemberi dan penerima sama saja (dalam dosa)”(Hr. Muslim dan Ahmad).
2.2.5
Kaidah Dasar Syariah Para ulama telah merumuskan suatu kaidah dasar dalam syariat
yang disebut dengan 2 (dua) hukum asal yaitu: 1. Hukum asal ibadat Segala sesuatunya dilarang dikerjakan kecuali yang ada petunjuknya dalam Al Qur an dan Sunnah. Misalnya sholat, puasa, haji. 2. Hukum asal muamalat Segala sesuatunya dibolehkan kecuali ada larangan dalam Al Quran. Misalnya nikah dan dagang.
2.3
Prinsip Operasi Bank Syariah
Bank Syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Keadilan Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama antara Bank dan Nasabah
20
2. Prinsip Kemitraan Bank Syariah menempatkan nasabah penyimpanan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan sederajat dengan mitra usaha. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, resiko dan keuntungan yang berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun Bank. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai intermediary institution lewat skim-skim pembiayaan yang dimilikinya.
3.
Prinsip Keterbukaan Melalui laporan keuangan bank yang terbuka secara berkesinambungan, nasabah dapat mengetahui tingkat keamanan dana dan kualitas manajemen bank
4.
Universalitas Bank dalam mendukung operasionalnya tidak membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan agama dalam masyarakat dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil'alamiin.
2.4
Jaringan Layanan Syariah
Perbankan syariah di indonesia saat ini terdiri dari 2 jenis model. Pertama adalah bank syariah dalam bentuk Bank umum Syariah (BUS ) seperti Bank Muamalat ( BMI ), bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Syariah Mega Indonesia ( BSMI) . BSM dan BSMI secara kelembagaan sudah terpisah dari bank induknya, yaitu bank konvensional Bank Mandiri dan Bank Mega. Kedua, yaitu bank syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah
21
( UUS ). Dimana secara kelembagaan UUS berada dalam struktur organisasi bank induknya / bank konvensional, yang pengelolaan diketuai oleh seorang kepala divisi. Jenis model ini dipakai oleh PT Bank CIMB NIAGA Tbk.
Pengertian Unit Usaha Syariah menurut Zainul Arifin ( 2006 : 2 ) ” Unit Usaha Syariah (UUS) merupakan suatu unit kerja khusus yang berfungsi sebagai kantor induk dari seluruh kantor cabang syariah”.
Secara umum tugas dari Unit Usaha Syariah ( UUS) mencangkup : 1. Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang Syariah. 2. Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor - kantor cabang syariah. 3. Menyusun laporan keuangan konsilidasi dari seluruh kantor – kantor cabang Syariah. 4. Melaksanakan tugas penatausahaan laporan keuangan kantor-kantor cabang Syariah.
Dalam mengupayakan pengembangan perbankan syariah, BI melalui Direktorat Perbankan Syariah mengeluarkan kebijakan salah satu di antaranya adalah office channeling . Dengan adanya kebijakan tersebut maka nasabah dapat memperoleh layanan jasa perbankan yang berprinsip syariah di bank konvensional karena bank konvensional tersebut sudah membuka Unit Usaha Syariah dengan menyediakan Syariah channeling Outlet. Diharapkan dapat memudahkan dan mendekatkan layanan bank syariah kepada masyarakat. Meskipun demikian sistem dan prosedur dalam pengelolaan
22
operasional layanan perbankan Syariah sepenuhnya terpisah dari bank induknya / bank konvensional. Bank konvensional yang memiliki unit layanan syariah adalah BRI, BNI, Permata, BTN,SPD DKI,BPD Jabar, BPD Riau, Bukopin, Danamon, BII, HSBC dan Bank CIMB NIAGA .
Dengan dukungan tehnologi infomasi nasabah bank syariah dapat bertransaksi secara on line di seluruh jaringan kantor cabang syariah maupun jaringan bank induknya ( bank konvensional ) serta dapat menggunakan ATM yang tersebar di seluruh propinsi.
Meskipun Bank Syariah telah menerapkan office channeling dengan menggunakan sarana layanan dan teknologi yang dimiliki bank konvensional, seperti ATM, phone banking, mobile banking (SMS ) dan internet banking, namun sistem pembukuan dan neraca keuangannya telah terpisah dengan bank induknya / bamk konvensional.
2.5 Office Channeling 2.5.1
Pengertian Office Channeling
Office Channelling adalah istilah yang digunakan Bank Indonesia (BI) untuk mengambarkan penggunaan kantor bank konvensional dalam melayani transaksi-transaksi syariah, dengan syarat bank yang bersangkutan telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS). Dengan demikian, masyarakat dapat menabung dan mendepositokan uangnya secara syariah di bank konvensional yang memiliki UUS tersebut, sehingga tidak harus datang ke kantor cabang
23
Bank Syariah. Dalam buku Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Indonesia Tahun 2005 yang diterbitkan Bank Indonesia menyebut Layanan Syariah dengan Syariah Office Channelling, yang diartikan sebagai mekanisme kerjasama kegiatan penghimpunan dana antara kantor cabang syariah sebagai induk dengan kantor bank konvensional bank yang sama dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Giro, Tabungan, dan atau Deposito.
Office Channelling merupakan salah satu cara memperbesar pangsa pasar Bank Syariah. Selain itu, pola ini juga mempermudah nasabah mengakses layanan perbankan syariah karena mereka bisa datang ke kantor bank konvensional untuk membuka rekening syariah. Cara ini memang diusulkan untuk mengatasi kelangkaan outlet layanan Bank Syariah di Indonesia. Syarat Office Channelling adalah kantor bank konvensional terletak di satu daerah dengan kantor cabang syariah dari UUS. Mungkin sepintas, Office Channeling sama dengan two windows system yang digunakan di Malaysia, memperbolehkan bank umum (konvensional) yang tidak memiliki UUS atau kantor cabang syariah, untuk melakukan transaksi dengan skim syariah dalam satu kantor (Office).
Peraturan Office Channeling ini maksudnya BI memperbolehkan cabang konvensional yang telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) untuk dapat juga melayani transaksi syariah serta mengizinkan transaksi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran dana (pembiayaan).
24
Dengan Office Channeling tersebut, Bank tidak perlu lagi membuka cabang UUS di banyak tempat untuk dapat memberikan pelayanan perbankan syariah. Penambahan atau pembukaan Kantor cabang Syariah dibeberapa tempat
dalam satu kota juga bertujuan untuk memonitoring Office
Channeling-Office Channeling yang berada dalam wilayah tersebut.
2.5.2
Kebijakan Terhadap Office Channeling Dalam peraturan PBI No.8/3/2006 tentang Layanan Syariah yang
kemudian disebut dengan Office Channelling (OC), yaitu perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi Bank Syariah dan pembukaan kantor syariah oleh bank konvensional, dengan kata lain cabang bank konvensional yang telah memiliki UUS (Unit Usaha Syariah) diperbolehkan menerapkan layanan syariah.
Layanan Syariah adalah kegiatan penghimpunan dana,
pembiayaan dan pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan di Kantor Cabang dan atau di Kantor Cabang Pembantu, untuk dan atas nama Kantor Cabang Syariah pada Bank yang sama. Peraturan Bank Indonesia No.8/3/2006 pasal 38 dan 39 juga menyatakan
bahwa
bank
konvensional
yang
telah
memiliki
UUS
diperbolehkan membuka Layanan Syariah. Dengan kebijakan Office Channelling, Bank Syariah tidak perlu membuka kantor cabang syariah baru terlalu banyak, sehingga biaya ekspansi jauh lebih efisien. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengarahkan aktivitas perbankan agar mampu menunjang perekonomian nasional melalui kegiatan perbankan syariah. Penerapan Office Channelling akan semakin
25
memudahkan masyarakat melakukan transaksi syariah. Dengan kata lain, akses terhadap lokasi Bank Syariah yang selama ini menjadi kendala akan dapat teratasi, karena selama ini masyarakat yang akan bertransaksi dengan Bank Syariah mengalami kesulitan karena belum banyak Bank Syariah yang beroperasi di Indonesia. Pelayanan Office Channelling ini, diprediksi akan berpengaruh positif terhadap perkembangan industri Bank Syariah di masa depan. Semakin mudah masyarakat mendapatkan akses layanan perbankan syariah, maka diperkirakan pertumbuhan Bank Syariah akan semakin besar secara signifikan.
2.5.3
Pola Office Channeling Ditinjau dari karakteristik produk assets dan liabilities yang dimiliki
oleh perbankan syariah, maka kebijakan Office Channeling berpeluang besar diterapkan untuk produk liabilities (produk dana). Strategi pengelolaan saluran distribusi yang saat ini diterapkan bank-Bank Syariah umumnya bersifat generik dimana terdapat cabang syariah penuh (KCS) yang memasarkan dan mengelola produk assets dan liabilities yang tercermin pada neraca secara lengkap. Selain itu juga terdapat KCPS (capem syariah) yang bersifat membantu kinerja KCS khususnya pada penghimpunan dana. Dengan kebijakan Office Channeling maka penghimpunan dana dengan mudah dapat dilakukan oleh cabang-cabang konvensional yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan, dibandingkan dengan cabang syariah yang jumlahnya satuan atau belasan.
26
Produk Syariah akan menjadi komplementer yang melengkapi variasi produk yang telah ada pada Cabang konvensional sebagaimana konsep supermarket branch. Dengan demikian layanan jasa keuangan kepada nasabah di Cabang juga akan meningkat karena nasabah dapat memilih sendiri produk perbankan yang dibutuhkan apakah yang syariah atau yang konvensional. Berdasarkan ketentuan, layanan syariah dapat dibuka oleh bank umum konvensional yang telah memiliki Unit Usaha Syariah dengan persyaratan: 1. Laporan Keuangan Layanan Syariah wajib digabungkan dengan laporan keuangan Kantor Cabang Syariah induknya pada hari yang sama. 2. Dalam satu wilyah kantor Bank Indonesia dengan Kantor Cabang Syariah induknya. 3. Dengan menggunakan pola kerja sama antara Kantor Cabang Syariah induknya dengan kantor cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu. 4. Dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional Bank Syariah. 5. Memiliki pencatatan dan pembukuan terpisah dari Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu dan menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah.
27
2.6 Sumber Dana Perbankan Syariah 2.6.1 Pengertian modal inti, kuasi ekuitas dan dana pihak ketiga Pertumbuhan setiap bank sangat di pengaruhi oleh perkembangan kemampuan menghimpun dana pihak ketiga/ dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar dengan masa pengemdapan yang memadai.Sebagai lembaga keuangan, masalah bank yang paling utama adalah dana. Tampa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain bank tidak berfungsi sama sekali. Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasi oleh bank dalam bentuk tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasi oleh bank tidak hanya berasal dari pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu–waktu atau pada suatu saat lagi akan ditarik kembali, baik sekaligus maupun secara berangsurangsur. Dalam pandangan Syariah, uang bukanlah merupakan suatu komoditi, melainkan hanya merupakan alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang mengembangbiakkan uang“, tidak peduli apakah digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar ( primary economic activities ), baik secara lansung melalui transaksi seperi perdagangan, industri manufaktur, sewa menyewa,
28
dan lain – lain, atau secara tidak lansung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut. Dengan demikian sumber dana bank Syariah antara lain : 1. Modal inti ( core banking) 2. Kuasi ekuitas ( mudharabah account ) dan 3. Titipan ( wadi’ah ) atau simpanan tampa imbalan ( non remunerated deposit)
Modal Inti Modal inti adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank. Yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari : -
Modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik meyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
-
Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian dikemudian hari.
-
Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham ( melalui rapat umum pemegang saham ) diputuskan untuk ditanam kembali
29
dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dana modal lebih lanjut
Kuasi ekuitas Bank menghimpum dana bagi –hasil atas dasar mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana ( shaibul maal ) dengan pengusaha (mudharid) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri mengelolaan bisnis sehari-hari keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya, dengan perbandingannya ( nisbah ) yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian finasial menjadi beban pemilik dana, sedangkan
pengelola
tidak
mempeoleh
imbalan
atas
usaha
yang
dilakukannya.
Dana Titipan (Wadi’ah/Non Remunerated Deposit) Dana titipan adalah dana pihak ketiga atau dana masyarakat yang dititipkan pada bank yang umumnya berupa giro, tabungan dan deposito. Pada umumnya motivasi utama orang yang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasan untuk menarik dananya sewaktu-waktu baik secara sekaligus maupun secara berangsur-angsur.
30
2.6.2 Produk Penghimpun Dana Pihak Ketiga Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), setiap bank wajib menjadi peserta LPS, termasuk bank syariah. LPS adalah lembaga berbadan hukum yang independen bertanggung jawab kepada presiden RI. LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan bank yang berbentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan jenis simpanan lainnya. Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100 Juta. LPS wajib membayar membayar klaim penjamin kepada nasabah penyimpan dari bank yang dicabut izin usahanya.jangka waktu pengajuan klaim penjamin oleh nasabah penyimpan kepada LPS adalah 5 tahun sejak izin usaha bank tersebut dicabut.Anggota dewan komisioner LPS adalah pejabat eselon I Departemen Keuangan ( yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan diangkat oleh Presiden RI ) dan pejabat BI. Dimana informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui akses www.lps.go.id Gambar 2.1 ALUR PENGUMPULAN DAN PENYALURAN DANA DI BANK SYARIAH Murabahah
Dana Wadi’ah
Margin
Salam Istishna
Dana Mudharabah
Pendapatan Sewa Bank (Mudharib)
Bank (Shahibul Maal)
Margin Sewa
Ijarah IMBT Mudharabah
Pool of Funds
Pool of Revenue
Bagi Hasil Musyarakah
Proses Distribusi Bagi Hasil
31
2.6.2.1
Tabungan Landasan syariah untuk produk tabungan adalah mudharabah
mutlaqah dan wadi’ah. mudharabah mutlaqah merupakan simpanan dana masyarakat tidak dibatasi penggunaannya dari pihak nasabah kepada pihak bank
untuk
mendapatkann
keuntungan.
Dalam
mengelola
dana
masyarakat/dana pihak ketiga bank menyalurkan dananya untuk melakukan kerjasama usaha kepada nasabah pembiayaan. Dalam prinsip mudharabah mutlaqah, kerjasama usaha yang dilaksanakan bank tidak dibatasi oleh penabung, baik pembatasan pada usaha sektor tertentu, seperti hanya pada sektor pertambangan atau properti saja maupun pembatasan pada jenis akad pembiayaan tertentu seperti misalnya hanya pada akad pembiayaan: - mudharabah ( kerjasama bagi hasil ) - murabahah ( jual cicil ) - ijarah ( sewa cicil ) - isthisna ( beli-pesan cicil ) - musyarakah ( kerjasama patungan / berkongsi ) Hasil keuntungan dari hasil penyaluran dan ke pembiayan tersebut akan dilakukan bagi hasil antara pihak penabung /investor dan pihak bank sesuai dengan nisbah yang disepakati. Sedangkan wadiah atau titipan pada prinsipnya pihak bank yang dititipi bertangung jawab atas keutuhan harta titipan, tetapi sekaligus boleh memanfaatkan.
32
2.6.2.2
Giro Giro adalah sarana penyimpanan dana yang dapat ditarik sewaktu –
waktu oleh pemilik dana dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Biasanya disediakan lebih dari satu jenis mata uang rupiah, USD, ada pula Euro atau Dolar Singapura. Pengelolaan pada produk ini bank syariah berdasarkan prinsip wadiah yadh dhamanah. Dengan prinsip ini, giro diperlakukan sebagai titipan dimana bank bertanggung jawab menjaga keamanan dan kecukupan ketersediannya setiap saat guna membatu kelancaraan transaksi usaha nasabah. Bank tidak berkewajban, namu diperbolehkan memberikan bonus kepada nasabah sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat yang besarnya ditentukan oleh bank namun tidak diperjanjikan di muka. Persyaratan mutlak yang harus dipenuhi oleh calon nasabah giro adalah tidak termasuk dalam daftar orang tercela Bank Indonesia( DOT – BI ) dan saldo rekening giro juga tidak diperbolehkan mengalami saldo negatif ( overdraft). Produk giro dapat dijadikan jaminan pembiayaan dan referensi bank, diperuntukan bagi perorangan dan perusahan atau badan usaha.hukum.
2.6.2.3
Deposito Deposito adalah jenis simpanan berjangka waktu, yang menurut
kaidah umum tidak dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh tempo yang diperjanjikan.
Namun
dalam
perkembangannya
produk
deposito
33
diperbolehkan dicairkan sebelum tanggal jatuh tempo atas permintaan nasabah. Layanan permisif ini muncul sebagai salah satu akibat dari ketatnya persaingan antar bank sejalan dengan pesatnya pertumbuhan industri perbankan di Indonesia. Demikian juga halnya dengan bank syariah memperbolehkan produk depositonya dicairkan sebelum tanggal jatuh tempo. Beberapa diantaranya mengenakan denda berkisar Rp 50.000 plus dan biaya materai Rp 6.000 dan bagi hasil bulan berjalan tidak diberikan. Sedangkan pada beberapa bank syariah lainnya tidak mengenakan denda sama sekali. Nasabah yang akan mencairkan depositonya baik, pada tanggal jatuh tempo maupun sebelum tanggal jatuh tempo harus memberitahu cabang penerbit paling lambat 7 ( tujuh ) hari sebelum tanggal pencairan dana deposito. Beberapa pilihan jangka waktu deposito adalah 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan 24 bulan. Masing –masing jangka waktu memiliki nisbah bagi hasil yang berbeda-beda. Pada produk deposito juga ditawarkan dua jenis mata uang pilihan, yaitu rupiah dan USD. Adapun prinsip syariah yang menjadi dasar pengelolaan produk deposito adalah akad mudharabah mutlaqah, sebagaimana dijelaskan pada produk tabungan. Ciri-ciri umum layanan produk deposito adalah, bila diinginkan, dapat diperpanjang secara otomatis ( ARO – Automatic Roll Over ) pada saat jatuh tempo, dan dapat dipergunakan sebagai jaminan pembiayaaan atau untuk referensi bank. Produk ini relatif aman karena tidak dapat dicairkan orang lain tampa surat kuasa. Sebagai produk tabungan berrjangka, pada umumnya
34
nisbah bagi hasilnya deposito lebih besar dibandingkan dengan produk tabungan biasa. Beberapa tabungan syariah menyediakan produk deposito dengan jaminan asuransi jiwa. Bagi hasil diambil secara tunai, atau secara otomatis dikreditkan ke rekening tabungan atau giro, atau ditambahkan pada pokok deposito.
35