LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Biodiesel Biodiesel adalah produk dari proses esterifikasi minyak lemak ( kelapa sawit), melalui proses alkoholik asam lemak dengan penambahan katalis. Biodiesel dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan, karena bersifat dapat diperbaharui dan menghasilkan emisi gas buang yang relatif lebih bersih dibandingkan bahan bakar diesel konvensional, yaitu minyak solar. Hambatan terbesar mengenai aplikasi biodiesel adalah harganya yang masih mahal, untuk menekan harga biodiesel, pendekatan yang dilakukan adalah mengunakan bahan baku yang berkualitas rendah dalam proses pembuatannya, CPO (crude palm oil)
6
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin berkualitas rendah, WVO (waste vegetable oil) atau minyak goreng bekas dari limbah pabrik pengolahan makanan (Dian alamanda, 2005).
2.1.1. Proses Transesterifikasi Proses transesterifikasi adalah proses dengan mengunakan alkohol (methanol atau ethanol) dengan penambahan katalis. Adapun katalis yang dipergunakan sodium hidroksida (NaOH) atau potassium
hidroksida
(KOH), yang diubah untuk mengubah molekul-molekul asam lemak tak jenuh dalam minyak nabati menjadi asam lemak jenuh, baik dalam bentuk metil ester (apabila mengunakan methanol) atau etil ester (apabila mengunakan etanol) dan glycerol sebagai hasil samping. Pada minyak goreng bekas, komposisi asam lemak tak jenuh adalah sekitar 30% sedangkan asam lemak jenuh sekitar 70%. Secara merata, berat molekul dari minyak goreng bekas adalah sekitar 220-290 gram/mol. (Dian alamanda, 2005). Minyak nabati dan minyak goreng bekas pada umumnya mengandung unsur trigliserida, yang merupakan senyawa antara ester dan asam karboksilat yang bersuhu tinggi. Secara kimia transesterifikasi berarti mengambil molekul asam lemak kompleks dari minyak nabati dan menetralkan asam lemak tak jenuhnya selanjutnya akan menghasilkan alkohol ester. Hal ini dapat dipercepat dengan penambahan methanol atau etanol dan katalis. Pengunaan katalis potasium hidroksida dalam alkohol ester akan
7
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin membentuk potassium methoxide, sedangkan pengunaan katalis sodium hidroksida dalam alkohol ester akan membentuk sodium metoxide. Campuran minyak goreng bekas dengan potassium metoxide ataupun sodium methoxide akan membentuk glycerol yang mengendap dibagian bawah dan metil ester (biodiesel) yang mengapung dipermukaan. Karena kandungan asam lemak tak jenuh pada minyak nabati sangat tinggi, maka pembuatan biodiesel dengan bahan baku miyak nabati memerlukan waktu yang lebih panjang dan proses yang berulang-ulang apabila dibandingkan dengan bahan baku minyak goreng bekas.
Gambar 2.1. Reaksi Stoikiometri Pada Proses Transesterifikasi (N.B.B. 2002)
2.1.2. Parameter Yang Berpengaruh Pada Proses Transesterifikasi. 2.1.2.1. Perbandingan Molar Rasio Minyak Goreng Bekas Terhadap Alkohol. Perbandingan antara minyak goreng bekas dan alkohol haruslah tepat. Terlalu banyak alkohol yang dipakai akan meyebabkan biodiesel yang dihasilkan mempunyai viskositas yang terlalu rendah. Alkohol yang
8
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin terlalu banyak juga akan meyebabkan titik nyala biodiesel akan turun, karena pengaruh dari sifat alkohol yang mudah terbakar. Sebagai suatu gambaran, untuk setiap liter minyak goreng bekas maka diperlukan metanol sebayak 250 ml. Perkiraan minyak goreng bekas dan methanol yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan reaksi keseimbangan massa (stokhiometil) unsur-unsur kimia penyusunannya, berdasarkan pada gambar 2.1 diatas (Andri susanto 2005).
2.1.2.2. Katalis Yang Digunakan Katalis yang biasa digunakan untuk pembuatan biodiesel adalah sodium hidroksida (NaOH) atau potassium hidroksida (KOH). Katalis ini bersifat higroskopis ( menyerap air dari atmosfer). Agar diperoleh katalis yang segar, sebaiknya katalis disimpan dalam kotak yang tertutup rapat, karena katalis juga meyerap CO2 dari atmosfer dan menjadi karbonat jika tidak disimpan dengan benar. Katalis yang digunakan harus memiliki takaran yang tepat agar didapatkan kualitas biodiesel yang bagus. Terlalu sedikit pemakaian katalis akan membentuk pada biodiesel yang dihasilkan dan bisa menyebabkan reaksi kimia tidak berlangsung dengan baik serta akan meyebabkan terbentuknya
jelly yang mengumpal. Sedangkan apabila
terlalu banyak katalis maka akan meyebabkan sebagian minyak tertingal dan tidak bereaksi. Jumlah katalis yang digunakan tetap, tergantung dari kandungan asam lemak tak jenuh yang terdapat pada minyak goreng bekas
9
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin tersebut. Maka diperlukan tes bilangan asam untuk melihat kandungan pada minyak goreng bekas tersebut (Andri susanto 2005).
2.2. Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Sebagai Bahan bakar Alternatif Mesin Diesel Bahan bakar mesin diesel dapat diganti dengan bahan bakar cair lain, yang mempuyai karakteristik hampir sama dengan bahan bakar mesin diesel (minyak solar). Dimana salah satu sifatya adalah bahan bakar tersebut harus dapat menyala sendiri pada temperatur dan tekanan tertentu yang diindikasikan dengan angka cetane. Semakin tinggi angka cetane semakin bagus pula kualitas bahan bakar tersebut. Syarat-syarat tersebut bisa ditemukan pada biodiesel yang mana pembuatanya menggunakan bahan bakar dari minyak goreng bekas. Disamping itu ada beberapa keunggulan dari bahan bakar biodiesel yang bisa didapatkan. Berikut beberapa perbedaan dan keunggulan biodiesel (bahan bakar mesin diesel dari minyak goreng bekas) dibandingkan petrolium diesel (minyak solar) antara lain (Andri susanto 2005). 1. Komposisi Komposisi keduaya
sangat berbeda, biodiesel terdiri dari
metiilester asam lemak nabati sedangkan petrolium diesel (miyak solar) terdiri dari hydrocarbon.
10
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin 2. Emisi Biodiesel dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon total, partikel, dan sulfur dioksida. Sedangkan nitrous oxide juga dapat dikurangi dengan katalik konventer. 3. Konsumsi Bahan Bakar Konsumsi bahan bakar dengan mesin diesel berbahan bakar minyak goreng bekas, hampir sama dengan mesin diesel berbahan bakar solar. 4. Angka Cetane Nilai cetane bahan bakar minyak goreng bekas lebih tinggi bila dibandingkan dengan petrolium diesel (minyak solar), sehingga menghasilkan suara mesin yang lebih halus dan mesin cenderung lebih awet. 5. Pelumasan Biodiesel menghasilkan tingkat pelumasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petroleum diesel (minyak solar). 6. Penanganan dan Penyimpanan Bahan Bakar Biodiesel lebih aman dibandingkan dengan bahan bakar minyak solar karena biodiesel tidak menghasilkan uap pada suhu kamar sehinga tidak membahayakan kesehatan lingkungan. 7. Lingkungan Biodiesel lebih aman dan tingkat toksisitasnya 10 kali lebih rendah dari garam dapur dan tingkat bio degradability sama dengan glukosa. Gas buang yang dihasilkan dari mesin diesel berbahan
11
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin bakar biodiesel juga tidak menambah efek rumah kaca (yang membahayakan ozon ), karena berbahan dasar minyak goreng bekas. Seperti halnya gas buang dari mesin diesel berbahan bakar solar karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus karbon. 8. Keamanan Energi Biodiesel dibuat dari bahan terbarukan (renewable) sehingga dapat mengurangi pemakaian bahan bakar minyak bumi yang bersifat tidak terbarukan (unrenewable) yang semakin menipis jumlahnya dan terancam habis.
2.3. Beberapa Teknologi Yang Digunakan Untuk Pembuatan Biodiesel Beberapa teknologi yang dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah teknologi pengadukan (konvensional), teknologi ultrasonik, teknologi superkritikal dan enzimatis katalis. Dibawah ini akan dijelaskan keungulan dan kekuranggan teknologi tersebut. 2.3.1. Teknologi Pengadukan (konvensional) Hot plate stirrer dan Stirrer bar (magnetic stirrer) berfungsi untuk menghomogenkan suatu larutan dengan pengadukan. Pelat (plate) yang terdapat dalam alat ini dapat dipanaskan sehingga mampu mempercepat proses homogenisasi. Pengadukan dengan bantuan batang magnet Hot plate dan magnetic stirrer misalnya mampu menghomogenkan sampai 10 L, dengan kecepatan sangat lambat sampai 1600 rpm dan dapatdipanaskan sampai 425oC Pemanasan. Pemanasan dapat dilakukan dengan listrik, gas, dan uap. Untuk laboratorium yang jauh dari sarana tersebut, kadang kala
12
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin dipakai pula pemanas kompor biasa. Pemanasan tersebut biasanya digunakan untuk mempercepat reaksi, pelarutan, destilasi, maupun ekstraksi. Untuk pemanasan pelarut-pelarut organik (titik didih di bawah 100oC), seperti eter, metanol, alkohol, benzena, heksana, dan sebagainya, maka penggunaan penangas air adalah cara termurah dan aman. Pemanasan dengan api terbuka, meskipun dengan api sekecil apapun, akan sangat berbahaya karena api tersebut dapat menyambar ke arah uap pelarut organik. Demikian juga pemanasan dengan hot plate juga berbahaya, karena suhu permukaan dapat jauh melebihi titik nyala pelarut organik. Pemanasan pelarut yang bertitik didih lebih dari 100 oC, dapat dilakukan dengan aman apabila memakai labu gelas borosilikat dan pemanas listrik (heating mantle). Pemanas tersebut ukurannya harus sesuai besarnya labu gelas. Penangas minyak dapat pula dipakai meskipun agak kurang praktis. Walaupun demikian penangas pasir yang dipanaskan dengan terbuka, tetap berbahaya untuk bahan-bahan yang mudah terbakar. Untuk keperluan pendidikan, pemanas bunsen dengan dilengkapi anyaman kawat (wire gause) cukup murah dan memadahi untuk bahan-bahan yang tidak mudah terbakar.
13
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin 2.3.2. Teknologi Superkritikal Produksi biodiesel transesterifikasi atau dalam kondisi superkritis (superkritis transesterifikasi) adalah katalis-bebas reaksi kimia antara trigliserida, utama komponen dalam minyak goreng bekas dan / atau lemak hewan, dan alkohol berat molekul rendah, seperti metanol dan etanol, pada suhu dan tekanan di atas titik kritis dari campuran Reaksi transesterifikasi. Mekanisme reaksi untuk transesterifikasi superkritis untuk
menjadi
esterifikasi
asam
lemak
bebas
dengan
alkohol
meningkatkan alkil ester asam lemak konten dalam biodiesel produk, sedangkan retak termal dari asam lemak tak jenuh menurunkan konten ester. Penelitian sebelumnya pada transesterifikasi superkritis sebagian besar digunakan metanol sebagai bereaksi menengah dan bereaksi alkohol pada saat yang sama karena fakta bahwa ia memiliki terendah kritis titik dan aktivitas tertinggi (Warabi et al., 2004). Ethanol juga merupakan menarik karena dapat diproduksi industri dari sumber terbarukan di banyak negara saat ini. Namun, media superkritis lainnya, seperti metil asetat (Saka & Isayama, 2009), dan dimetil karbonat (Ilham & Saka, 2009;. Tan et al, 2010). Mekanisme Reaksi transesterifikasi superkritis agak mirip dengan jalur katalis asam dalam bahwa ikatan hidrogen dari alkohol melemah pada suhu tinggi (Hoffmann & Conradi, 1998). Namun, sementara reaksi transesterifikasi asam-katalis jauh lebih lambat daripada basecatalyzed satu pada kondisi kamar, transesterifikasi superkritis jauh lebih cepat dan mencapai konversi lengkap untuk ester trigliserida cepat
14
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin karena bahan kimia kinetika secara dramatis dipercepat dalam kondisi superkritis.
2.3.3. Enzimatis Katalis Dalam berbagai literatur biokimia dikatakan bahwa air secara mutlak diperlukan dalam katalisis enzimatis. Pernyataan ini didasarkan pada kenyataan bahwa air tidak hanya berperan dalam interaksi-interaksi non-kovalen, khususnya dalam menjaga struktur protein dalam konformasi aktifnya, tetapi air juga mempunyai peranan yang krusial dalam dinamika enzim. Sebagai konsekuensinya, ada anggapan bahwa enzim tidak akan mampu menunjukkan aktivitasnya sebagai katalis dengan adanya pelarut organik. Pengertian yang demikian ini tidak sepenuhnya benar, dan secara praktis telah merugikan, karena pengertian ini mengharuskan aplikasi enzim dilakukan dengan menggunakan air sebagai pelarut utamanya (Purwiyatno H. 1996). Dari segi teknologi, penggunaan air sebagai pelarut dapat menghambat aplikasi enzim dalam kegiatan beberapa industri, karena air bukanlah pelarut yang baik bagi beberapa senyawa kimia, khususnya senyawa-senyawa organik. Pelarut organik, tentunya lebih cocok untuk kepentingan melarutkan senyawa-senyawa organik tersebut.
15
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin 2.3.4. Enzimatis Lipase Sebagai Katalis. Enzim lipase dari mikroba termasuk salah satu enzim komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan masih diimpor. Harga enzim lipase impor relatif mahal, misalnya harga enzim lipase dengan merek dagang BIO-lipase dan Lipolase mencapai 25 juta rupiah per kg (Kao Corporation, 2004). Menurut Kirk dkk (2002), penggunaan enzim lipase untuk industri bioteknologi senilai U$ 1,5 milyar. Enzim lipase dapat pula digunakan dalam industri makanan, deterjen, kimia, farmasi, dan lainlain (Gupta dkk., 2004). Enzim lipase merupakan kelompok enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis triasilgliserol menjadi monoasilgliserol, diasilgliserol dan asam lemak bebas. Monoasilgliserol dan diasilgliserol termasuk produk diversifikasi minyak yang bernilai ekonomi relatif tinggi dan mempunyai prospek pasar yang cukup cerah pada era pasar global. Krog (1990) memprediksi kebutuhan monoasilgliserol dan diasilgliserol sebagai pengemulsi pangan pada era pasar global sekitar 132.000 ton/tahun. Kebutuhan monoasilgliserol dan diasilgliserol dalam negeri saat ini masih impor. Monoasilgliserol dan diasilgliserol adalah ester gliserol dari triasilgliserol yang digunakan sebagai bahan pengemulsi dan penstabil produk makanan, kosmetika dan farmasetika (Ling dkk., 2007). Hasanuddin
(2001)
melaporkan
bahwa
pada
dasarnya
diasilgliserol dan monoasilgliserol terbentuk dari reaksi antara gliserol dengan triasilgliserol. Reaksi ini dapat berlangsung dengan katalisator alkali (gliserolisis secara kimia) maupun biokatalisator
16
enzim lipase
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin (gliserolisis secara enzimatik). Enzim lipase sebagai biokatalisator mempunyai
beberapa
kelebihan
dibandingkan
katalisator
alkali
diantaranya: bekerja secara spesifik, aktivitas katalitik enzim yang tinggi dan kemampuannya bekerja pada suhu yang relatif rendah sekitar 30 0C, katalisator alkali bekerja pada suhu (220-250) 0C. Suhu yang tinggi menghasilkan produk berwarna coklat (gelap) dan bau tidak diinginkan (Noureddini dkk., 2004).
2.3.5. Superkritikal Alkohol Dalam reaksi alkohol superkritis, jumlah berlebihan metanol digunakan dalam
rangka
untuk
menggeser
keseimbangan untuk
memproduksi biodiesel. Dalam studi ini, molarrasio alkohol untuk minyak bervariasi 15 sampai 60 untuk mengetahui pengaruh rasio molar pada produksi biodiesel. Parameter lain seperti suhu dan reaksi waktu disimpan di nilai optimum seperti yang dibahas sebelumnya. Dari gambar tersebut, hasil meningkat terus jika rasio molar meningkat dari 15 sampai 40 untuk kedua SCM dan reaksi SCE. Namun, ketika rasio molar melebihi nilai optimum dari 40, hasil dari biodiesel menderita sedikit penurunan. Meskipun sejumlah besar alkohol dapat meningkatkan laju reaksi, konsentrasi alkohol yang berlebihan dalam campuran reaksi dapat menghambat transesterifikasi reaksi. Selain itu, proses pemurnian biodiesel menjadi energi intensif karena ekstrim jumlah alkohol dalam campuran produk. Oleh karena itu, rasio molar alkohol untuk minyak harus disimpan pada 40 dalam reaksi transesterifikasi alkohol superkritis.
17
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin 2.3.6. Ultrasonik Suara dapat digunakan untuk mempercepat dan mengoptimalkan proses transesterifikasi tanpa dengan pemanasan, sehingga dapat dihasilkan produk biodiesel yang lebih berkualitas karena disebabkan proses yang lebih sempurna dan dihasilkan hasil biodiesel yang lebih besar. Suara yang dapat kita dengar mempunyai rentang frekuensi antara 16 kHz sampai dengan 18 kHz, sedangkan suara yang dapat digunakan untuk proses kimia yang dikenal dengan gelombang ultrasonik dengan rentang frekuensi antara 20 kHz sampai dengan 100 kHz. Medan ultrasonik akan menghasilkan efek kimia dan fisika yang diakibatkan oleh meledaknya
gelembung kavitasi mikro
yang disebabkan getaran
ultrasonik, sehingga efek tersebut yang berdampak terjadinya proses sonokimia. Proses sonokimia telah diketahui dan diterapkan di berbagai proses kimia di beberapa industri dan beberapa industri baru bahkan telah menggunakannya menguntungkan.
sebagai Untuk
alternatif proses
proses
pembuatan
baru biodiesel
yang
sangat
penggunaan
ultrasonik selain untuk proses transesterifikasi juga dapat digunakan untuk proses pemisahannya.
18
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin 2.3.6.1. Mekanisme Pemanasan Gelombang Ultrasonik Ada tiga tipe dasar dari mekanisme pindah panas yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi adalah perpindahan panas dari satu bagian benda ke bagian yang lainnya pada benda yang sama, atau dari satu benda ke benda yang lainnya dengan adanya kontak fisik. Konveksi adalah perpindahan panas dari satu titik ke titik lainnya dalam suatu fluida, gas, atau cairan melalui pergerakan campuran fluida yang memiliki perbedaan suhu dan densitas. Radiasi adalah perpindahan panas dari suatu benda ke benda lainnya, tanpa adanya kontak fisik, melalui gerakan gelombang (Perry dan Green, 1999). Penggunaan energi gelombang ultrasonik termasuk ke dalam tipe radiasi dalam hal mekanisme perpindahan panas. Mekanisme dasar dari pemanasan gelombang ultrasonik yaitu adanya agitasi molekul-molekul polar atau ion-ion yang bergerak (oscillate) karena adanya gerakan medan magnetik atau elektrik. Dengan adanya gerakan medan tersebut, diantara partikel-partikel mencoba untuk orientasi atau mensejajarkan dengan medan tersebut. Bagaimanapun juga, pergerakan partikel-partikel itu terbatas oleh gaya pembatas (interaksi inter-partikel dan ketahanan elektrik), yang menahan gerakan partikel dan membangkitkan gerakan acak menghasilkan panas (Taylor, 2005). Respon berbagai materi terhadap gelombang mikro berbeda-beda, tidak semua materi cocok untuk digunakan dalam pemanasan gelombang ultrasonik. Mekanisme utama pemanasan dapat dilihat pada gambar 2.2. dibawah ini.
19
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin Yaitu : 1. Polarisasi dipolar 2. Mekanisme konduksi 3. Polarisasi interfacial
Gambar 2.2 . Mekanisme pemanasan oleh radiasi gelombang ultrasonic (Peter-A.
PĆ¼schner, 1996) Polarisasi dipolar adalah suatu proses dimana panas dibangkitkan dalam molekul-molekul polar. Untuk menyesuaikan gerakan medan elektromagnetik pada frekuensi tertentu, molekul-molekul polar berusaha untuk mengikuti orientasi medan tersebut dan membariskan dirinya searah dengan medan. Akhirnya gerakan acak dari partikel-partikel dan interaksi acak ini membangkitkan panas. Pada frekuensi 2,45 kHz, peristiwa pensejajaran diri dan kembali menjadi tidak beraturan dari molekul terjadi sampai 4,9 x 109 kali per detik, peristiwa ini menghasilkan pemanasan yang sangat cepat. Energi dalam foton gelombang ultrasonik (0,037 kcal/mol) sangat kecil dibandingkan dengan energi tertentu yang diperlukan untuk memisahkan suatu ikatan molekul (80-120 kcal/mol). Oleh karena itu, eksitasi gelombang mikro dari suatu molekul tidak
20
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin mempengaruhi struktur dari molekul organik dan interaksinya murni kinetika (Taylor, 2005). Mekanisme konduksi adalah migrasi konduktif dari ion-ion yang terlarut dalam medan elektromagnetik. Migrasi ion merupakan aliran arus tetapi karena adanya hambatan untuk menghalangi aliran ion tersebut maka dihasilkan daya dari energi gelombang ultrasonik menjadi energi panas. Fraksi aliran arus yang dihasilkan oleh berbagai jenis ion bergantung pada konsentrasi relatif dan sifat mobilitas ion tersebut dalam medium karena hubungan antara berubahnya energi gelombang ultrasonik menjadi energi panas dengan konduksi ion bergantung secara spesifik pada ukuran, muatan dan konduktivitas ion terlarut yang memberikan efek interaksi antara ion terlarut dengan molekul pelarut. Semakin tinggi konsentrasi ion terlarut maka semakin tinggi pula harga faktor dispersi dan semakin banyak panas yang dihasilkan (Taylor, 2005). Polarisasi interfacial merupakan kombinasi antara mekanisme konduksi dan polarisasi dipolar. Ini penting untuk sistem pemanasan dispersi materi konduksi dalam materi non-konduksi (Taylor, 2005). Interaksi gelombang ultrasonik pada suatu zat dikarakterisasi dengan menghitung dalamnya penetrasi gelombang ultrasonik ke dalam zat tersebut dengan volume yang meruah, dimana gelombang mikro hanya dapat menembus suatu materi dengan kedalaman tertentu (Taylor, 2005). Radiasi
gelombang
mikro
berbeda
dengan
metode
pemanasan
konvensional, menyajikan pemanasan yang merata pada campuran reaksi. Pada pemanasan konvensional dinding oil bath ataupun heating mantle
21
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin dipanaskan terlebih dahulu, kemudian pelarutnya. Akibat distribusi panas seperti ini, selalu terjadi perbedaan suhu antara dinding dengan pelarut. Berbeda dengan pemanasan gelombang ultrasonik, hanya pelarut dan partikel larutan yang dipanaskan, sehingga menimbulkan pemanasan yang merata pada pelarut (Taylor, 2005). Pemanasan gelombang mikro terjadi pada semua bagian dari sampel atau larutan reaksi karena melibatkan penyerapan energi secara langsung oleh sampel yang akan dipanaskan tanpa melibatkan wadah yang ada sehingga untuk mencapai reaksi sempurna diperlukan waktu yang cepat (Taylor, 2005).
2.3.6.2. Aplikasi Pemanasan Gelombang Ultrasonik Pemanasan gelombang ultrasonik sekarang banyak diaplikasikan dalam reaksi kimia. Telah diketahui bahwa gelombang ultrasonik banyak diaplikasikan dalam berbagai industri seperti bioteknologi, farmasi, plastik, kimia, dan lainnya. Bagaimanapun juga aplikasinya terbatas pada skala
laboratorium
dan
belum
diperluas
dalam
skala
produksi
(Taylor,2005). Beberapa aplikasi radiasi gelombang ultrasonik pada reaksi kimia, antara lain : reaksi Diels-Alder, reaksi Ene, reaksi Heck, reaksi Suzuki, Reaksi
Mannich,
hidrolisis,
hidrogenasi
beta
laktam,
dehidrasi,
esterifikasi, reaksi sikloadisi, epoksidasi, reduksi, kondensasi, reaksi siklisasi, dan lainnya (Taylor, 2005). Keuntungan utama dari penggunaan gelombang ultrasonik dalam sintesis kimia organik adalah kecepatan
22
LALPORAN TUGAS AKHIR BAB II Teknik Mesin reaksinya. Efek termal (pemanasan dielekrikum) akan dihasilkan oleh polarisasi dipol sebagai interaksi dipol-dipol antara molekul polar dengan medan magnet elektromagnetik (Taylor, 2005).
23