BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori Dasar dan Penelitian Terdahulu I. Kerangka Teori Dasar a. Hakikat Jasa Pelayanan Berbagai definisi diberikan untuk menjelaskan tentang jasa pelayan antara lain adalah sebagai berikut : (1) Jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah, pada dasarnya merupakan aktivitas yang tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak berwujud ( Stanton, 1981 :529) (2) Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk yang dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah ( seperti kenikmatan, hiburan,santai,sehat) bersifat tidak berwujud ( Zeithaml dan Bitner, 2000 :3) (3) Jasa adalah barang yang tidak kentara (intangible product) yang dibeli dan dijual di pasar melalui suatu transaksi pertukaran yang saling memuaskan Swastha (2000: 317). (4) Jasa atau pelayanan adalah tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud fisik (intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksinya bisa berhubungan dengan produk maupun tidak ( Kotler,2003 :84) Dengan demikian, output dari suatu usaha jasa pada dasarnya tidak berwujud, tidak berkaitan dengan fisik produk yang dapat dilihat, dikonsumsi secara bersamaan dengan proses produksi, dan merupakan perbuatan yang ditawarkan oleh satu orang atau kelompok kepada orang lain. Dari batasan-batasan tersebut diatas jelas bahwa lembaga pendidikan
dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga yang termasuk pemberi pelayanan jasa, sehingga apabila diketahui kinerjanya dapat dilihat dari kualitas pelayanan yang dilakukannya. b. Manfaat Jasa Manfaat jasa menurut Tjiptono dan Gregorius (2005: 115) adalah: (1) Produktivitas menekankan pemanfaatan (utilisasi) sumber daya, yang sering diikuti dengan penekanan biaya dan rasionalisasi modal. Focus utamanya terletak pada produksi atau operasi. (2) Kualitas
lebih
menekankan
aspek
kepuasan
pelanggan
dan
pendapatan. Focus utamanya adalah customer utility. (3) Profitabilitas merupakan hasil dan hubungan antara penghasilan (income) biaya, dan modal yang digunakan. c. Karakteristik Jasa Menurut Kotler (2003: 84 ), jasa memiliki empat ciri umum, yaitu: (1) Intangibility : yaitu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dikonsumsi. (2) Inseparability : yaitu jasa yang umumnya di jual terlebih dahulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. (3) Variability : artinya jasa merupakan non standardized output, dimana terdapat variasi bentuk, kualitas dan service, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. (4) Perisability, artinya jasa merupakan komiditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, permasalahan akan terjadi jika permintaan berfluktuasi.
d. Pemasaran Jasa Pemasaran merupakan penghubung antara organisasi dengan konsumennya. Peran penghubung ini akan berhasil bila semua upaya pemasaran diorientasikan kepada konsumen atau pelanggan, baik itu dalam merumuskan maupun mendukung pelaksanaan pemasaran. Upaya untuk memahami sistem pemasaran jasa akan lebih mudah apabila kita terlebih dahulu memahami bisnis jasa sebagai suatu sistem. Sebagai suatu sistem, pemasaran jasa merupakan penggabungan dari sistem operasi dan penyajian jasa dan media yang dipakai untuk mengkomunikasikan jasa kepada konsumen ( Lovelock dan Wright, 2002 : 60-63). Sistem ini mencakup kapan, dimana, dan bagaimana produk jasa disajikan kepada konsumen/pelanggan. Untuk kepentingan efisiensi dan kenyamanan konsumen maka interaksi antara konsumen dan personel sudah mulai terbuka. Jika pemasaran jasa dipandang sebagai suatu sistem, maka akan terdiri dari sistem bisnis jasa dan elemen-elemen yang memberi kontribusi kepada pandangan konsumen terhadap organisasi secara keseluruhan. Elemen-elemen lain tersebut mencakup upaya-upaya komunikasi dari bagian periklanan dan penjualan, telepon dan surat dari personel, nota dari bagian akuntansi, display random kepada personel dan fasilitas jasa, pemberitaan dan editorial di media massa, informasi getoktular dari konsumen yang sekarang atau yang terdahulu, dan bahkan riset pasar.
e. Bauran Pemasaran Jasa Cakupan kegiatan pemasaran ditentukan oleh konsep pemasaran yang disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix). Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang bisa dikontrol perusahaan dalam komunikasinya dengan konsumen dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen sasaran Bauran pemasaran sebagaimana yang sudah kita kenal terdiri dari empat elemen : produk, harga, distribusi, dan promosi. Dengan sejumlah penyesuaian keempat elemen ini juga penting dalam pemasaran jasa. Akan tetapi, dalam pemasaran jasa ada elemen-elemen lain yang bisa dikontrol dan dikoordinasikan untuk keperluan komunikasi dalam rangka memuaskan konsumen jasa. Elemen-elemen tersebut adalah: Orang (people of participants), Proses jasa itu sendiri (process), dan tingkat pelayanan (customer service). Dengan demikian elemen yang pada mulanya hanya 4 pada bauran pemasaran barang, perlu diperluas menjadi 7 jika ingin digunakan dalam pemasaran jasa. Berikut adalah ringkasan dari bauran pemasaran jasa (Lupiyoadi, 2001:58): (1) Produk : Jasa apa yang ingin ditawarkan agar memberikan nilai manfaat kepada kepada konsumen. (2) Price : bagaimana strategi penentuan harga dalam memberikan value kepada konsumen dan mempengaruhi image produk, serta keputusan konsumen untuk membeli. (3) Promotion : bagaimana promosi yang harus dilakukan, dengan menentukan identifikasi dan tujuan promosi.
(4) Place : bagaimana sistem distribusi/penghantaran yang akan diterapkan. (5) People : tipe kualitas dan kuantitas orang yang akan terlibat dalam pemberian jasa. (6) Process : bagaimana proses dalam operasi jasa tersebut. (7) Customer Service : tingkat service yang bagaimana yang akan diberikan kepada pengguna jasa. f. Tingkat jasa Sebagaian besar perusahaan yang menyediakan jasa adalah bergerak dengan multi jasa (perusahaan yang menyediakan banyak jasa). Mereka memiliki bauran jasa yang terdiri dari himpunan semua jalur jasa dan jasa individu yang disediakan oleh perusahaan tertentu untuk pelanggannya. Disini yang disebut dengan jalur jasa yaitu sekelompok jasa dalam satu bauran jasa yang saling berhubungan erat, baik karena jasa-jasa memenuhi kebutuhan yang sama, disediakan bagi pelanggan yang sama atau dipasarkan melalui jenis jalur yang sama. Seperti halnya produk fisik jasa juga memiliki empat konsep dasar yaitu ( Lupiyoadi,2001 :73) : (1) Jasa Inti , yang terdiri dari manfaat atau jasa pokok Disini akan dijawab kebutuhan apa sebenarnya yang dipenuhi oleh jasa inti. Tenaga pemasar mempunyai tugas untuk mencari dan mengetahui kebutuhan pokok yang tersembunyi dalam setiap jasa sehingga manfaat jasa dapat dijelaskan dalam komunikasi perusahaan (tidak hanya menjelaskan ciri-ciri jasa saja). Terdiri dari jasa dasar, contohnya tempat tidur pada jasa hotel.
(2) Jasa yang diharapkan Terdiri dari produk inti bersama pertimbangan keputusan pembelian minimal yang harus dipenuhi. Misalnya ruang tunggu yang nyaman di bandara, lift yang bersih. Jasa inti selalu disediakan oleh pembeli dalam berbagai bentuk yang diharapkan. Dalam jasa ini terdapat enam atribut dasar yaitu : (a) Personil yaitu orang yang memberikan jasa tersebut. (b) Tingkat mutu dengan tingkat kemampuan profesional oleh petugas pemberi jasa dimana jasa diberikan. (c) Waktu jasa yaitu jumlah
waktu profesional yang diperlukan
untuk melakukan jasa tersebut. (d) Waktu tunggu yaitu jumlah waktu dimana pembeli harus menunggu sebelum jasa tersebut dapat diselesaikan secara memuaskan. (e) Peralatan pendukung yaitu berupa mesin-mesin, instrumen dan fasilitas lain yang digunakan untuk membantu penyerahan jasa tersebut. (f) Kemasan dan pemberian label yaitu nama dan penjelasan yang berkaitan dengan jasa atau himpunan jasa-jasa tersebut. (3) Jasa Tambahan Pada tambahan ini pemasar dapat menawarkan kepada pasar sasaran, jasa-jasa tambahan dan manfaat yang melebihi jasa yang diharapkan. Hal ini memungkinkan suatu produk didiferensiasi terhadap yang lain. Diantaranya adalah :
(a) Jaminan Disini pemasar harus memberi jaminan kepuasan bagi pembeli dengan diselesaikannya seluruh pekerjaan (misalnya dengan pemberian garansi). (b) Kepercayaan Pemasar harus dapat menanamkan kepada pembeli bagaimana terpercayanya perusahaan atau jasa tersebut. (c) Jasa-jasa lanjutan Pembeli tentu mengharapkan adanya penawaran jasa-jasa baru. (4) Jasa Potensial Merupakan tampilan atau feature dan manfaat tambahan yang berguna bagi konsumen atau mungkin menambah kepuasan konsumen. Bagian ini dapat memberikan kelebihan nilai guna meningkatkan swicthing cost sehingga konsumen berpikir ulang atau sulit beralih ke produk jasa yang lain. Contohnya : kemudahankemudahan atau layanan khusus bagi konsumen yang telah menjadi member jasa perusahaan.
Produk yang diharapkan
Produk Inti
Produk Tambahan
Produk Potensial
Gambar 2.1 Tingkatan Produk Jasa Sumber : Lupiyoadi, 2001 g. Konsep Kualitas Pelayanan atau Service Quality ( SERVQUAL) (1) Pengertian Service Quality Service Quality dapat diartikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pada pelanggan atas layanan yang mereka terima. Service Quality dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan atas layanan yang benarbenar mereka terima. (Budi, W.S., 1997: 18). Richard dan Godden dalam Soetjipto (1997: 18), menyatakan tentang peran strategis mutu layanan kepada pelanggan, bahwa pada masa yang akan datang para pelanggan akan semakin memegang peran kunci keberhasilan perusahaan. Hal ini memaksa perusahaan untuk lebih berorientasi eksternal dengan cara memberikan pelayanan mutu sebaik mungkin kepada pelanggan.
(2) Persepsi dan Harapan Terhadap Kualitas Jasa Kebutuhan pelanggan dapat dikatakan sebagai awal proses pemenuhan akan kualitas suatu produk, yang nantinya berakhir pada adanya persepsi dari pelanggan tersebut. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Para pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa dari perusahaan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas suatu jasa. Persepsi dari pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian total atau menyeluruh atas keunggulan dan diferensiasi suatu jasa. Namun dalam hal ini perlu sekali diperhatikan bahwa kinerja suatu jasa seringkali tidak konsisten, maka dalam hal ini output suatu jasa, penyampaian jasa, dan unsur-unsur pelengkap jasa harus terus diseimbangkan dengan kebutuhan pengguna jasa. Didalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan, telah tercapai suatu kesepakatan bahwa harapan dari pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Harapan dari pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan adlam menilai suatu kinerja produk tersebut. Meskipun demikian, dalam beberapa hal belum tercapai kesepakatan, misalnya mengenai sifat standar harapan
yang spesifik, jumlah standar yang digunakan, maupun sumber harapan. Service Quality dapat diketahui dengan cara membandingan persepsi para pelanggan atas layanan yang nyata-nyata mereka terima/peroleh dengan layanan yang sesungguhnya mereka harapkan/inginkan (Tjiptono et al., 2004:255).Dengan demikian service quality dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh. Harapan para pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan seperti apakah seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada mereka. Seperti tampak pada Gambar 2, harapan para pelanggan didasarkan pada informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lalu dan komunikasi
eksternal (iklan dan
berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya).
Dari mulut ke mulut
Kebutuhan pribadi
Pengalaman masa lalu
Komunikasi eksternal
Harapan Dimensi Service Quality
Service Quality Kenyataan
Gambar 2.2 Model Service Quality Sumber : Budi W Soetjipto (1997), Service Quality, Alternatif Pendekatan dan Berbagai Persoalan di Indonesia, Usahawan No. 01 th XXVI, Januari 1997.
Gambar 2 diatas menunjukkan pengaruh dari dimensi service quality terhadap harapan para pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. h. Dimensi SERVQUAL ( Service Quality ) Dalam riset yang dilakukan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry ( 1988 ) dirumuskan beberapa dimensi dalam kualitas pelayanan, diantaranya adalah sebagai berikut (Tjiptono dan Gregorius, 2005: 133) : (1) Reliabilitas (Reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahanapapun dan menyampaikan jasanya sesuai waktu yang disepakati. (2) Daya Tanggap (Responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. (3) Jaminan (Assurance), yakni perilaku para karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah dari pelanggan. (4) Empati (Empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta
memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. (5) Bukti Fisik ( Tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan dari para karyawan. i.
Prinsip-prinsip Kualitas Jasa Prinsip-prinsip Kualitas Jasa menurut Tjiptono dan Gregorius (2005: 137) adalah: (1) Kepemimpinan Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin dan mengarahkan organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, usaha peningkatan kualitas hanya akan berdampak kecil. (2) Pendidikan Semua karyawan perusahaan, mulai dari manajer puncak sampai karyawan operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut antara lain konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
(3) Perencanaan Strategik Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visi dan misinya. (4) Review Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasional. Proses ini menggambarkan mekanisme yang menjamin adanya perhatian terusmenerus terhadap upaya mewujudkan sasaran-sasaran kualitas. (5) Komunikasi Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi organisasi, baik dengan karwayan, pelanggan, maupun stakeholder lainnya (seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat sekitar, dan lain-lain). (6) Total Human Reward Reward
dan
recognition
merupakan
aspek
krusial
dalam
implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan berprestasi perlu diberi imbalan dan prestasinya harus diakui. Dengan cara seperti ini, motivasi, semangat kerja, rasa bangga dan rasa memiliki (sense of belonging) setiap anggota organisasi dapat meningkat, yang pada gilirannya
berkontribusi
pada
peningkatan
produktivitas
dan
profitabilitas bagi perusahaan, serta kepuasan dan loyalitas pelanggan.
j.
Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Jasa Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Jasa menurut Tjiptono dan Gregorius (2005: 175) adalah: (1) Produksi dan konsumsi yang terjadi secara stimulan Salah satu karakteristik unik jasa adalah inseparability, artinya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Hal ini kerapkali membutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian jasa. (2) Intensitas tenaga kerja yang tinggi Keterlibatan karyawan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas
jasa
yang
dihasilkan.
Faktor-faktor
yang
bisa
mempengaruhinya antara lain: upah rendah, pelatihan yang kurang memadai atau bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, tingkat perputaran karyawan terlalu tinggi, dan lain-lain. (3) Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadari Karyawan front-line merupakan ujung tombak sistem penyampaian jasa. Agar mereka dapat memberikan jasa secara efektif, mereka membutuhkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan, dan SDM). Dukungan tersebut bisa berupa peralatan, pelatihan keterampilan, maupun informasi. Selain
itu, yang tidak kalah pentingnya adalah unsur pemberdayaan, baik menyangkut karyawan front-line maupun manajer.
(4) Gap komunikasi Tak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor esensial dalam menjalin kontak dan relasi dengan pelanggan. Bila terjadi gap komunikasi, maka bisa timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa. Gap-gap komunikasi bisa berupa: (a) Penyedia jasa memberikan janji berlebihan, sehingga tidak mampu memenuhinya. (b) Penyedia jasa tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada para pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan prosedur atau aturan, perubahan susunan barang di rak pajangan pasar swalayan, dan lain-lain. (c) Pesan komunikasi penyedia jasa tidak dipahami pelanggan. (d) Penyedia jasa tidak memperhatikan atau tidak segera menanggapi keluhan dan atau saran pelanggan. (5) Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama Pelanggan merupakan individu unik dan preferensi, perasaan, dan emosi masing-masing. Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa, tidak semua pelanggan bersedia menerima jasa yang seragam. Seringkali ada pelanggan yang menginginkan atau bahkan menuntut jasa yang bersifat personal dan berbeda dengan pelanggan lain.
(6) Perluasan atau pengembalian jasa secara berlebihan Di satu sisi, mengintroduksi jasa baru atau menyempurnakan jasa lama
dapat
meningkatkan
peluang
pertumbuhan
bisnis
dan
menghindari terjadinya layanan yang buruk. Di sisi lain, bila terlampau banyak jasa baru dan tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang didapatkan belum tentu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah seputar standar kualitas jasa. (7) Visi bisnis jangka pendek Visi jangka pendek (misalnya, orientasi pada pencapaian target penjualan dan laba tahunan, penghematan biaya sebesar-besarnya, peningkatan produktivitas tahunan, dan lain-lain) bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang j.
Pendekatan Service Quality (1) Segitiga layanan (service triangle) Terdapat sejumlah pendekatan untuk memberikan layanan yang bermutu kepada pelanggan. Pendekatan yang pertama berdasarkan pada dua hal, yaitu service triangle dan Total Quality Service. Service Triangle atau segitiga layanan adalah suatu model interaktif manajemen layanan yang mencerminkan hubungan antara perusahaan dan pelanggannya. Menurut Albrecht & Zemke dalam Soetjipto (1997: 20), model tersebut terdiri atas 3 elemen, yaitu service strategy (strategi layanan), service people (SDM layanan) dan service system (system layanan) dengan pelanggan sebagai titik pusat.
Service strategy, merupakan strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik mungkin kepada pelanggan. Strategi layanan yang efektif harus didasari oleh konsep atau misi yang dapat dengan mudah dimengerti oleh seluruh individu di dalam perusahaan serta diikuti oleh berbagai tindakan nyata yang bermanfaat bagi para pelanggan dan mampu membedakan perusahaan yang menerapkan strategi tersebut dengan para pesaingnya sehingga perusahaan mampu mempertahankan para pelanggan yang ada bukan mampu merebut pelanggan-pelanggan yang baru. Service people, merupakan sumber daya manusia yang memberikan layanan. Sumber daya ini digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu sumber daya yang berinteraksi langsung dengan para pelanggan, sumber daya manusia yang memberikan layanan pelanggan tetapi kadangkala saja berinteraksi langsung. Di rumah sakit misalnya, sumber daya manusia kelompok pertama adalah perawat yang menyediakan makanan kepada pasien. Kelompok sumber daya manusia kedua adalah mereka yang menyiapkan makanan tersebut adalah sumber daya manusia ketiga adalah para penyedia unit, penyediaan makanan. Tergolong dalam kelompok manapun sumber daya manusia tetap memuaskan perhatian pada para pelanggan, dengan cara mengetahui siapa saja para pelanggan perusahaan, mempelajari apa saja kebutuhan para pelangggan dan
mencari tahu bagiamana cara memenuhi atau memuaskan kebutuhan pelanggan. Untuk itu diperlukan budaya perusahaan yang menitikberatkan pada layanan pada pelanggan, lingkungan kerja yang kondusif yang ditunjukkan antara lain oleh tingkat kepuasan yang tinggi, rasa aman bekerja, sistem balas jasa yang tinggi, proses selektif efektif sehingga diperoleh sumber daya manusia yang berkomitmen memberikan layanan,
program
pelatihan
yang
efektif
sehingga
mampu
memberikan kesempatan kepada sumber daya manusia untuk mempelajari cara-cara memberikan layanan yang baik, serta sistem penilaian kinerja dan umpan balik yang mampu mengindikasikan apa yang perlu diperbaiki dalam memberikan layanan kepada para pelanggan. Service system, yaitu prosedur atau cara untuk memberikan layanan kepada pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang dimiliki dan seluruh sumber daya manusia yang ada. Sistem ini harus konsisten dengan paket layanan tersebut dan dirancang sesederhana
mungkin
sehingga
tidak
membingungkan
para
pelanggan. Salah satu indikator dari sistem layanan yang efektif adalah kemudahan untuk memberikan dengan sistem layanan yang nyaris tidak nampak.
Strategi layanan
Pelanggan Sistem layanan
Sumber daya manusia
Gambar 2.3 Segitiga layanan Sumber : Budi W Soetjipto (1997), Service Quality, Alternatif Pendekatan dan Berbagai Persoalan di Indonesia, Usahawan No. 01 th XXVI, Januari.
(2) Total Quality Service (TQS) Menurut Amin, W (1998: 33) TQS atau Total Quality Service dapat didefinisikan sebagai “sistem manajemen strategik dan integratif
yang melibatkan semua manajer dan karyawan, serta
menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi, agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan serta harapan pelanggan”. Total Quality Service atau mutu layanan terpadu adalah suatu keadaan di mana perusahaan berkemampuan untuk memberikan layanan bermutu kepada para stake holder-nya (pelanggan, pemilik, dan pegawai). Menurut Albrecht dalam Soetjipto (1997: 20), Total Quality Service pada dasarnya merupakan penjabaran dari segitiga
layanan. Total Quality Service memiliki 5 elemen yang saling terkait satu sama lain. Market and Customer Research (riset pasar dan pelanggan) adalah suatu kegiatan penelitian terhadap struktur dan dinamika pasar tempat dimana perusahaan berencana untuk berkiprah yang meliputi identifikasi segmen pasar, analisis demografis, analisis segmen pasar potensial dan analisis kekautan-kekuatan yang ada dalam pasar. Riset pelanggan bergerak lebih jauh lagi, yaitu mencari tahu harapan, keinginan dan pelanggan secara individual terhadap layanan yang dittawarkan oleh suatu perusahaan. Hasil dari kedua riset ini merupakan petunjuk bagi perusahaan dalam memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Strategi formulation (perumusan strategi) merupakan suatu proses perancangan strategi mempertahankan pelanggan-pelanggan yang ada dan meraih pelanggan-pelanggan baru. Untuk menghasilkan strategi yang efektif dibutuhkan beberapa hal seperti pengetahuan mengenai bidang usaha perusahaan, misi perusahaan, pendekatan strategik yang dibutuhkan agar dapat memenangkan persaingan, pengetahuan mengenai cara-cara memadukan teknologi, operasi, metodologi dan struktur organisasi untuk memenuhi permintaan para pelanggan, serta reposisi perusahaan. Education,
training
and
communication
adalah
kegiatan
pengembangan dan peningkatan mutu (pengetahuan dan kemampuan)
sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan, pelatihan dan komunikasi yang bertujuan untuk memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggan, sedang komunikasi berperan sebagai distribusi informasi ke setiap individu di dalam perusahaan. Ketiga elemen ini penting dalam peningkatan sumber daya manusia atas keiginan dan harapan para pelanggan yang ada dan meraih atas keinginan dan harapan para pelanggan yang ada dan meraih pelanggan yang baru. Jadi diklat dan komunikasi merupakan motor penggerak sehingga perusahaan mampu memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggan. Process improvement (penyempurnaan proses) adalah usaha di seluruh tingkatan perusahaan untuk secara berkesinambungan menyempurnakan proses pemberian layanan dan secara aktif mencari cara-cara baru untuk terus membuat perusahaan menjadi lebih baik. Efektifitas dalam penyempurnaan proses ini, dipengaruhi oleh usahausaha pengkajian dan pengujian, dan jika diperlukan diikuti oleh perbaikan seluruh tata kerja, kebijakan, peraturan dan metode kerja yang terdapat dalam perusahaan. Menurut Albrecht dalam Sutjipto (1997: 21), proses yang terus menerus disempurnakan merupakan semacam alat kendali bagi perusahaan agar layanan yang diberikan kepada para pelanggan dapat mengarah pada tingkat mutu yang setinggi mungkin.
Assesment, measurement and feedback (penelitian, pengukuran dan umpan balik) adalah usaha yang diarahkan pada pemberian informasi kepada sumber daya manusia seberapa jauh mereka mampu memenuhi keinginan dan harapan para pelanggan. Menurut Albrecht dalam Soetjipto (1997: 22), hasil penelitian kinerja dan umpan balik adalah dasar untuk memberikan isyarat kepada perusahaan tentang elemen-elemen yang perlu diperbaiki, kapan, dan bagaimana cara memperbaikinya.
Riset Pasar dan Pelanggan
Pengukuran kinerja dan peroleh umpan balik
Perumusan Strategi
TQS
Penyempurnaan proses
Diklat
Gambar 2.4 Total Quality Service Concept Sumber : Budi, W, S, (1997) Service Quality : Altenatif Pendekatan dan Berbagai Persoalan di Indonesia, Usahawan No. 01 Th XXVI Januari k. Pendekatan Conceptual Model of Service Quality
Menurut Parasuraman, Berry dan Zeithaml dalam Soetjipto (1997: 21), pendekatan dalam service quality adalah conceptual model of service quality (gambar 2.5). Dalam Conceptual model of service quality, ada lima gap (kesejangan) yang membuat perusahaan tidak mampu memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggan. Kotler (2003: 93), menyebutkan kelima gap (kesenjangan) itu adalah sebagai berikut :
a) Kesenjangan penghargaan konsumen dengan persepsi manajemen. Kesenjangan tersebut terjadi akibat manajemen perusahaan salah mengertia apa yang menjadi harapan para pelanggan perusahaan. b) Kesenjangan persepsi manajemen dengan spesifikasi service quality. Kesenjangan ini terjadi sebagai akibat kesalahan penterjemahan persepsi manajemen perusahaan yang tepat atas harapan para pelanggan perusahaan ke dalam bentuk tolok ukur perceived services. c) Kesenjangan spesifikasi service quality dengan pemberian layanan jasa. Keberadaan
kesenjangan
tersebut
lebih
diakibatkan
oleh
ketidakmampuan sumber daya manusia (SDM) perusahaan untuk memenuhi standar mutu layanan yang telah ditetapkan. d) Kesenjangan penyerahan jasa dengan komunikasi eksternal Kesenjangan tersebut terjadi karena perusahaan ternyata tidak mampu memenuhi janji-janjinya yang dikomunikasikan secara eksternal melalui berbagai bentuk promosi.
e) Kesenjangan jasa yang dinikmati konsumen dengan jasa yang diharapkan konsumen. Kesenjangan tersebut ada sebagai akibat tidak terpenuhinya harapan pelanggan. Diantara 5 (lima) kesenjangan di atas, kesenjangan kelimalah yang terpenting, dan kunci untuk menghilangkan kesenjangan tersebut adalah dengan menghilangkan kesenjangan 1 sampai 4. (Parasuraman, Berry, dan Zeitaml dan Soetjipto, 1997: 22) (lihat Gambar 2.5). Mereka mengusulkan beberapa cara untuk menghilangkan kesenjangan 1 sampai 4 (Soetjipto, 1997: 22). Menghilangkan kesenjangan 1, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada para pelanggan untuk menyampaikan ketidakpuasan mereka kepada perusahaan, mencari tahu keinginan dan harapan para pelanggan perusahaan-perusahaan sejenis, mencari tahu keinginan dan harapan para pelanggan melalui para
perantara (intermediary),
melakukan penelitian yang mendalam terhadap pelanggan-pelanggan penting, membentuk panel pelanggan, menanyakan kepuasan pelanggan segera setelah bertransaksi dengan perusahaan, studi komperhensip mengenai harapan para pelanggan, mempertinggi interaksi antara perusahaan dengan pelanggan, memperbaiki kualitas komunikasi antara sumber daya manusia dalam perusahaan dan mengurangi birokrasi perusahaan.
Menghilangkan kesenjangan 2, yaitu dengan memperbaiki kualitas kepemimpinan perusahaan, mempertinggi komitmen sumber daya manusia terhadap mutu layanan, mendorong sumber daya manusia untuk lebih inovatif dan reseptif terhadap ide-ide baru, standarisasi pekerjaan-pekerjaan tertentu terutama yang rutin sifatnya serta penetapan tujuan yang ingin dicapai secara efektif (atas dasar keinginan dan harapan para pelanggan). Menghilangkan kesenjangan 3, yaitu dengan memperjelas pembagian pekerjaan, meningkatkan kesesuaian antar sumber daya manusia, teknologi dan pekerjaan, mengukur kinerja dan memberikan balas jasa sesuai kinerja,
memberikan kewenangan yang lebih besar
kepada sumber daya manusia yang lebih “dekat” dengan para pelanggan, membangun
kerja
sama
antar
sumber
daya
manusia
dengan
memperlakukan para pelanggan seperti bagian dari keluarga besar perusahaan. Menghilangkan kesenjangan 4, yaitu dengan memperlancar arus komunikasi antar unit promosi/iklan dan unit operasi, dan unit personalia, pemasaran dan unit operasi, dan antara unit personalia, pemasaran dan operasi, memberikan layanan yang konsisten di seantero perusahaan, memberikan perhatian yang lebih besar pada aspek-aspek vital mutu layanan, menjaga agar pesan yang disampaikan secara eksternal tidak membentuk harapan para pelanggan yang melebihi kemampuan perusahaan serta mendorong para pelanggan yang baik dan loyal
Komunikasi Getok Tular
Pengalaman masa lalu
Kebutuhan pribadi
Jasa yang diharapkan
Gap 5
Jasa yang dipersepsikan Gap 4
Pemasar
Penyampaian Jasa
Komunikasi eksternal kepada pelanggan
Gap 3 Gap 1
Spesifikasi kualitas jasa
Gap 2
Persepsi Manajemen atas Harapan Pelanggan
Gambar 2.5 Conceptual Model of service quality. Sumber : Budi, W, S, (1997) Service Quality : Alternatif Pendekatan dan Berbagai Persoalan di Indonesia, Usahawan No. 01, Th XXVI Januari l.
Konsep Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Concept) (1) Definisi Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (2003: 55) pengertian kepuasan pelanggan adalah: Perasaan seseorang yang yang merupakan akibat dari perbandingan performance produk yang diterima dengan yang diharapkannya. Pengertian tersebut menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang
dirasakan antara harapan dengan kinerja aktual produk setelah pemakaian. Wilkie dalam Wikaningtyas (1998: 32), mendefinisikan kepuasan pelanggan merupakan suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel dalam Wilkaningtyas (1998: 33), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila
hasil tidak memenuhi
harapan pelanggan. Sedangkan Dharmmesta dan Handoko (2000: 56) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan tidak semata-mata didapat dari kualitas produk yang ditawarkan, tetapi juga melalui pelayanan yang
diberikan
produsen
kepada
pelanggan,
yaitu
dengan
memberikan, memperhatikan keinginan dan menyesuaikan kebutuhan pihak konsumen. Oleh karena itu berbagai cara pelayanan dilakukan produsen dalam menawarkan produknya pada konsumen. (2) Strategi Kepuasan Pelanggan Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, (Wilkaningtyas, 1998: 34) : (a) Frequency Marketing Programs Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Atau dengan kemitraan jangka panjang dengan pelanggan
secara terus menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan.
Salah
satu
faktor
yang
dibutuhkan
untuk
mengembangkan hubungan kemitraan tersebut adalah dengan customer data base, yaitu daftar nama pelanggan yang perlu dibina jangka panjang. (b) Superior Customer Service Perusahaan perlu menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Untuk mewujudkan ini diperlukan dana yang besar, kemampuan SDM yang tinggi. Melalui pelayanan yang
lebih
unggul,
perusahaan
yang
bersangkutan
dan
membebankan harga yang lebih pada jasanya. (c) Unconditional Guarantee/Extraordiary Guarantee Perusahaan mengembangkan augmented service terhadap core service-nya, misalnya dengan memberikan pelayanan purnajual yang baik. Fungsi utama garansi adalah mengurangi resiko kerugian pelanggan sebelum dan sesudah pembelian jasa, sekaligus
memaksa
perusahaan
yang
bersangkutan untuk
memberikan yang terbaik dan meraih loyalitas pelanggan. (d) Penanggulangan Keluhan yang Efektif Ada enam aspek penting dalam penanganan keluhan, yaitu : 1) empati terhadap pelanggan yang marah, 2) kecepatan dalam penanganan keluhan penyediaan jasa harus segera menanggapi keluhan
pelanggan,
3)
kewajaran
atau
keadilan
dalam
memecahkan permasalahan/keluhan dan win-win solution di mana penyedia jasa dan pelanggan sama-sama diuntungkan, 4) kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi perusahaan, 5) peningkatan kinerja perusahaan, 6) memberdayakan karyawan sehingga berani mengambil keputusan sendiri berkaitan dengan tugasnya. m. Hubungan Kualitas Layanan dengan Kepuasan Konsumen Riset yang dilakukan oleh Dabholkar, et al (2000) dalam Tjiptono dan Gregorius (2005:209) menyimpulkan bahwa kepuasan pelanggan berperan sebagai mediator dalam hubungan antara kualitas jasa dan minat berperilaku. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Reliability
Minat Berperilaku
Responssiveness
Assurance
Kualitas Jasa
Kepuasan Pelanggan
Empathy
Tangibles
Gambar 2.6 Konsekuensi Kualitas Jasa Dengan Kepuasan Pelanggan Sebagai Mediator Sumber : Dabholkar,et al (2000) dalam Tjiptono dan Gregorius (2005:209) Sedangkan menurut Cronin dan Taylor (1992) dalam Tjiptono dan Gregorius (2005:209) menyatakan bahwa salah satu kemungkinan hubungan yang banyak disepakati adalah bahwa kepuasan membantu
pelanggan dalam merevisi persepsinya terhadap kualitas jasa. Dasar pemikirannya antara lain : (1) Bila konsumen tidak memiliki pengalaman sebelumnya dengan suatu perusahaan, maka persepsinya terhadap kualitas jasa perusahaan tersebut akan didasarkan kepada ekspektasinya; (2) Interaksi ( Service Encounter) berikutnya dengan perusahaan tersebut akan menyebabkan konsumen memasuki proses diskonfirmasi dan merevisi persepsinya terhadap kualitas jasa; (3) Setiap interaksi tambahan dengan perusahaan itu akan memperkuat atau sebaliknya malah mengubah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa; (4) Persepsi terhadap kualitas jasa yang
telah direvisi memodifikasi
minat beli konsumen terhadap perusahaan di masa yang akan datang. Jadi disini kepuasan dari pelanggan dapat membentuk suatu perilaku berulang apabila persepsi dari pelanggan tersebut menyatakan bahwa apa yang telah diterimanya (kinerja yang dirasakan) sesuai dengan yang diharapkan. Kepuasan yang dirasakan pelanggan tersebut akhirnya akan membentuk loyalitas dari pelanggan.
II. Penelitian Terdahulu a. Anggoro (2005) dalam penelitian yang berjudul “ Analisis Faktor-Faktor Kualitas Pelayanan Yang Mempengaruhi Kepuasan Mahasiswa Pada
Perguruan Tinggi-AUB
Surakarta
(Studi
Kasus
Di
STIE-AUB
Surakarta)“ menyimpulkan bahwa : (1) Ada pengaruh yang signifikan antara kehandalan (reliability) dengan Kepuasan Mahasiswa STIE AUB Surakarta (t hitung : 8,266, sig : 0,000 < 0,01) (2) Ada pengaruh yang signifikan antara ketanggapan (responsiveness), dengan Kepuasan Mahasiswa STIE AUB Surakarta. (t hitung : 2,156, sig : 0,032 < 0,05) (3) Tidak ada pengaruh antara ketulusan (empathy), dengan Kepuasan Mahasiswa STIE AUB Surakarta. (t hitung : 1,114, sig : 0,267 > 0,05) (4) Ada pengaruh yang signifikan antara keberwujudan (tangible) dengan Kepuasan Mahasiswa STIE AUB Surakarta. (t hitung : 4,843, sig : 0,000 < 0,01) (5) Tidak ada pengaruh antara jaminan (assurance) dengan Kepuasan Mahasiswa STIE AUB Surakarta. (t hitung : 1,571, sig : 0,118 > 0,05) (6) Ada pengaruh yang signifikan keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), ketulusan (empathy), keberwujudan (tangible), dan jaminan (assurance) secara bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa. (F hitung : 33,065, sig : 0,000 < 0,01) - Persamaan dengan tesis ini antara lain : 1). Penelitian yang dilakukan merupakan satu institusi yang sama dengan penelitian terdahulu. 2). Penelitian ini sama-sama mengukur pengaruh variabel kualitas pelayanan Servqual.
terhadap
kepuasan mahasiswa dengan model
3). Variabel yang digunakan adalah dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) yang meliputi tangibles, reliability, responsiveness, assurance, emphaty ditambah dengan variabel kepuasan konsumen. 4). Alat analisis yang digunakan adalah analisis model Regresi Linier Berganda. - Perbedaan dengan tesis ini adalah : 1). Penelitian ini menggunakan populasi yang berbeda, dan teknik pengambilan sampel yang berbeda pula. 2). Pengambilan sampel tidak hanya dilakukan di Kampus STIE AUB saja namun di beberapa wilayah sekitar Solo yang menjadi tempat pelayanan pendidikan Program Magister Manajemen. 3). Indikator yang diukur dan jumlah pertanyaan berbeda dengan penelitian terdahulu. b. Abadi (2005) dalam penelitiaannya berjudul ” Pengaruh Persepsi Tentang Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Mahasiswa Pada Perguruan Tinggi Di Kota Kendari (Studi Pada: Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo, Fakultas Ekonomi Sulawesi Tenggara, dan STIE Dharma Barata)” menyimpulkan bahwa : (1) Hasil pengujian pada FE. Unhalu adalah : tangible diterima, karena t hitung 2,062 > t tabel = 1,980; reliability diterima, karena t hitung = 2,332 > t-tables 1,980; responsiveness ditolak, karena t hitung = 1,002 < t tabel = 1,980 assurance diterima, karena t hitung =2,147 > t tabel
= 1,980; empathy diterima karena t hitung = 3,200 > t tabel = 1,980. Sedangkan uji F diterima , karena F hitung 16,599 > F tabel = 2,29. (2) Hasil pengujian pada FE. Unsultra adalah tangible ditolak, karena t hitung 0,783 < t tabel = 2,160; reliability di tolak, karena t hitung = 1,690 < t-tables 2,160; responsiveness diterima, karena t hitung = 2,163 > t-tables = 2,160 assurance ditolak, karena t hitung = 0,936 < t tabel = 2,160; empathy diterima karena. t hitung = 3,169 > t-tables = 2,160. Sedangkan Uji F diterima, karena F hitung = 13,898 > F tabel = 3,33. (3) Hasil pengujian pada STIE Dharma Barata adalah : tangible ditolak, karena t- hitung = 0,897 < t tabel = 2,074; reliability ditolak, karena t hitung = 2,007 t tabel = 2,074 assurance ditolak, karena t hitung = 1,097 < t tabel = 2,074; empathy diterima karena t hitung = 2,381 > ttables = 2,074. Sedangkan Uji F diterima, karena F hitung = 8,147 > F tabel = 2,74. Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa FE. Unhalu, FE. Unsultra dan STIE Dharma Barata sudah berkualitas dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa yang ditandai oleh kemampuan pimpinan dalam memberikan pelayanan dan menerjemahkan pemahaman terhadap harapan pengguna jasa akan kualitas layanan yang akan diterima kedalam suatu standar kualitas pelayanan dan memenuhi janji yang diberikan kepada pengguna jasa. - Persamaan dengan tesis ini antara lain :
1). Penelitian ini sama-sama mengukur pengaruh variabel kualitas pelayanan pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa dengan model Servqual 2). Variabel yang digunakan adalah dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) yang meliputi tangibles, reliability, responsiveness, assurance, emphaty ditambah dengan variabel kepuasan konsumen. 3). Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Model Regresi Ganda Linier -
Perbedaan dengan tesis ini adalah : 1). Penelitian
ini
mempunyai
obyek
yang
berbeda
serta
menggunakan populasi yang berbeda, dan teknik pengambilan sampel yang berbeda pula. 2). Indikator yang diukur dan jumlah pertanyaan berbeda dengan penelitian terdahulu. 3). Lokasi penelitian terdahulu di Kota Kendari sedangkan penelitian ini di Kota Solo dan beberapa wilayah disekitarnya. B. Kerangka Berpikir Konsep penelitian ini mengacu pada model persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan yang dikemukakan oleh oleh Zeitthaml dan L.L. Berry (dalam Fitzsimmons, 1994:190). Pelanggan dalam menilai kualitas pelayanan yang diterima didasarkan pada lima dimensi. Dimensi tersebut adalah keandalan, ketanggapan, ketulusan, kepastian dan keberwujudan. Berdasarkan sifat produk,
Program Magister STIE-AUB Surakarta adalah termasuk kategori pemberi jasa pendidikan. Sehingga dalam memberikan kepuasan kepada mahasiswa harus menjadi prioritas utama untuk dapat diperhatikan. Perguruan Tinggi harus memberikan kinerja yang sesuai dengan kepentingan dan harapan mahasiswa. Untuk itu Perguruan Tinggi perlu menilai dimensi
yang mempengaruhi
kepuasan mahasiswa. Untuk mempermudah dalam memahami permasalahan dan pemecahan masalah diperlukan adanya sebuah kerangka pemikiran yang terperinci dan sistematis agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Berdasarkan telaah pustaka sebelumnya maka kerangka pikir yang dibangun, dijadikan pedoman cara berfikir untuk menjawab permasalahan penelitian. Kerangka pikir berdasar teori di atas membahas 5 faktor yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa, yang dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini:
X1 Keandalan X2 Ketanggapan X3 Ketulusan
Y= Kepuasan Mahasiswa
X4 Keberwujudan X5 Jaminan
Gambar 2.7 Skema Kerangka Pemikiran Parasuraman et.al (1991), Anggoro (2005), Abadi (2005)
C. Definisi Konsep dan Operasional Variabel I. Definisi Konsep Variabel Sugiyono (2001: 20) mengutip pendapat Hatch dan Farhady yang mendefinisikan variabel sebagai atribut dari seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan orang yang lain atau antara satu obyek dengan obyek yang lain. Dalam penelitian ini variabel penelitian dibedakan berdasarkan hubungan antar variabel. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependen). Apabila diklasifikasikan dapat diuraikan sebagai berikut : Tabel 2.1 KLASIFIKASI VARIABEL PENELITIAN No. 1 2 3 4 5
Variabel Independen (X) Emphaty Reliability Responsiveness Tangibles Assurance
Indikator Emp1 sd Emp6 Rel1 sd Rel5 Res1 sd Res5 Tang1 sd Tang9 Ass1 sd Ass8
Variabel Dependen
Indikator
Kepuasan
Kep1 sd Kep6
II. Definisi Operasional Variabel Untuk menghindarkan kekeliruan dalam melakukan analisis data yang menggunakan analisis statistika regresi berganda dengan Program Statistical Package for The Social Science (SPSS 11) pada penelitian, dan juga untuk menjaga agar tidak terjadi kesalah pahaman atau perbedaan pandangan dalam mendefinisikan variabel-variabel yang dianalisis, maka perlu untuk menyatukan pengertian mengenai rumusan definisi operasional. Variabel kualitas pelayanan diukur dengan kuesioner pada skala Likert 5 jenjang yang
mengacu pada penentuan kualitas jasa menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (dalam Umar, 2002: 39) meliputi lima dimensi, yaitu: a. Bukti langsung (tangibles), yaitu pelayanan yang berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik. Indikatornya adalah: (1) Kebersihan ruang kuliah, laboratorium, kantor dan lingkungan kampus. (2) Interior dan Eksterior ruangan yang nyaman, aman dan terpercaya bagi mahasiswa (3) Fasilitas pembelajaran di kelas (4) Penampilan Karyawan (5) Penampilan Dosen (6) Kesesuaian materi dosen dengan literatur dan silabi (7) Keadaan Perpustakaan (8) Keadaan Laboratorium Praktek Komputer (9) Perlengkapan buku pedoman, formulir dan berkas surat b. Keandalan (reliability), adalah kemampuan Perguruan Tinggi untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan secara akurat, teliti, dan terpercaya, yang tercakup dalam item berikut : (1) Keakuratan informasi pelayanan dalam kegiatan belajar mengajar (2) Perlakuan terhadap mahasiswa (3) Keakuratan nilai hasi evaluasi belajar. (4) Proses dan Prosedur administrasi (5) Kehandalan dosen dalam membimbing mahasiswa
c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan dengan tanggap. Indikatornya adalah: (1) Kecepatan karyawan dalam melayani mahasiswa (2) Kejelasan informasi dari karyawan yang diberikan mahasiswa (3) Transfer Ilmu yang diberikan Dosen (4) Semangat kerja karyawan dalam memberikan pelayanan (5) Kemampuan perguruan tinggi menghadapi permasalahan mahasiswa d. Jaminan (assurance) adalah pengetahuan dan keahlian dosen dan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, yang meliputi item : (1) Rasa aman dalam melaksanakan aktivitas di kampus (2) Jaminan promosi jabatan setelah mengikuti pendidikan (3) Pandangan status akreditasi (4) Ketelitian karyawan dalam melayani mahasiswa (5) Proses belajar mengajar yang mendukung pekerjaan (6) Kesesuaian biaya yang dibayarkan sesuai dengan informasi (7) Ketrampilan dan pengetahuan dosen (8) Ketrampilan Karyawan e. Ketulusan (empathy) adalah cara-cara yang digunakan penyelenggaraan pelayanan untuk menunjukkan rasa peduli dan perhatian kepada pelanggannya tanpa pengaruh hubungan individual atau pribadi yang mencakup item :
(1) Sikap dan perilaku Dosen dalam melayani mahasiswa (2) Sikap dan perilaku Karyawan dalam melayani mahasiswa. (3) Kemudahan akses dalam berhubungan dengan lembaga (4) Komunikasi antara dosen dan mahasiswa (5) Komunikasi antara karyawan dan mahasiswa (6) Perhatian terhadap kebutuhan mahasiswa f. Kepuasan Mahasiswa adalah suatu bentuk perasaan yang mendapatkan pengalaman kinerja (atau hasil) yang telah memenuhi harapannya, yang meliputi indikator: (1) Kepuasan menunggu pelayanan pendidikan (2) Kepuasan menunggu pelayanan administrasi akademik (3) Kepuasan pelayanan yang sesuai dengan harapan (4) Kemauan merekomendasikan lembaga (5) Kepuasan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi (6) Kepuasan terhadap citra lembaga D. Hipotesis Menurut Sugiyono (1999:151), “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”, sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1998: 67) yang dimaksud hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasar atas landasan teori dan jurnal yang telah dikemukakan di atas, maka dugaan sementara dalam penulisan tesis ini adalah :
a. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Dimensi Keandalan (reliability) terhadap Kepuasan Mahasiswa Magister Manajemen STIE– AUB Surakarta. b. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Dimensi Ketanggapan (responsevenes) terhadap
Kepuasan Mahasiswa Magister Manajemen
STIE–AUB Surakarta. c. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Dimensi Keberwujudan (tangibles) terhadap Kepuasan Mahasiswa Magister Manajemen STIE– AUB Surakarta. d. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Dimensi Jaminan (assurance) terhadap Kepuasan Mahasiswa Magister Manajemen STIE– AUB Surakarta. e. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Dimensi Ketulusan (empathy), terhadap Kepuasan Mahasiswa Magister Manajemen STIE– AUB Surakarta. f. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Keandalan (reliability),
Ketanggapan
(responsevenes),
Ketulusan
(empathy),
Keberwujudan (tangibles), dan Jaminan (assurance) secara bersamasama. atau serempak terhadap Manajemen STIE–AUB Surakarta
Kepuasan Mahasiswa Magister