BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Keagenan Dalam rangka memahami kinerja keuangan maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholder) sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih , maka pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Jensen dan meckling (1976) dalam Waryanto (2010) menjelaskan bahwa terdapat konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. terjadinya konflik kepentingan antara principal dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Konflik kepentingan ini timbul karena adanya perbedaan tujuan dari masing-masing
pihak
berdasarkan
posisi
dan
kepentingannya
terhadap
perusahaan. Manajer yang bertindak sebagai agen, bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik, namun demikian manajer yang menginginkan untuk selalu memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Oleh karena itu, terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki.
7
8
Dalam pengambilan suatu kebijakan perusahaan, adanya motif-motif lain yang dilakukan manajer dalam mengambil suatu kebijakan. Manajer perusahaan cenderung mengambil suatu kebijakan yang juga akan membawa keuntungan individu yang akan didapatkannya, hal ini akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung kinerja dan kualitas kebijakan yang diambil. Sehingga kebijakan perusahaan dalam merger dan akuisisi mengalami perubahan dalam tujuan pelaksanaannya. Merger dan akuisisi yang dilaksanakan sebagai keputusan strategis yang dilaksanakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan, mengalami diversifikasi tujuan. Keputusan merger dan akuisisi yang dilaksanakan kini hanya bertujuan untuk kepentingan pihak pengambil keputusan, serta mengabaikan kepentingan pemilik perusahaan (agency theory) Agency problem yang terjadi dalam lingkungan internal perusahaan akan menjadikan keputusan merger dan akuisisi yang dilakukan perusahaan menjadi tidak optimal. Manajer perusahaan yang berperan sebagai pembuat dan pelaksana keputusan merger dan akuisisi akan cenderung bersifat oportunistik, yaitu akan melaksanakan keputusan yang bertujuan untuk memetingkan pribadinya serta mengabaikan tujuan utama perusahaan dalam hal ini meningkatkan value perusahaan. Manajemen perusahaan sebelum pengumuman merger dan akuisisi akan berusaha memberikan informasi yang positif kepada pasar. Informasi positif tersebut dapat dilakukan oleh manajemen dengan tindakan manajemen laba yang berguna untuk meningkatkan harga saham perusahaan sebelum pengumuman merger dan akuisisi secara sesaat. sehingga hal tersebut dalam beberapa periode
9
setelah dilakukannya merger dan akuisisi akan memberikan dampak buruk bagi bidding firm. Kegiatan perusahaan yang tidak diperbaiki dalam keputusan akuisisi, akan dapat menghancurkan nilai bagi pemegang saham (shareholder) (scpengarott Fung et al, 2009), hal ini dikarenakan manajer memiliki peran yang penting dalam menyebabkan terjadinya masalah keagenan. Perusahaan dapat memberikan motivasi-motivasi internal maupun eksternal dalam mencegah terjadinya masalah keagenan. Hal tersebut dikarenakan manajer yang mengambil keputusan dan mempengaruhi
perilaku
dan
kinerja
perusahaan.
Serta
adanya
control
(pengendalian) yang baik dari stakeholder juga akan mengurangi terjadinya masalah keagenan. B. Penggabungan Usaha Penggabungan usaha merupakan bagian dari salah satu strategi yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
dan
mengembangkan perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No.22 mendefinisikan penggabungan usaha sebagai bentuk penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain ataupun memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Pengertian penggabungan usaha (bussines combination) secara umum adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Penggabungan usaha
10
dapat berupa pembelian sahan saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau pembelian aktiva neto suatu perusahaan. Secara teori penggabungan usaha dapat berupa merger, akuisisi, dan konsolidasi. 1. Pengertian Merger dan Akuisisi Secara Sederhana,
merger, konsolidasi,
dan akuisisi
atau
yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dipakai dalam peraturan perundang-undangan
dengan
istilah
penggabungan,
peleburan
dan
pengambilalihan dan selanjutnya dalam penulisan ini disebut merger dan akuisisi, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang “Perseroan
Terbatas”
Pasal
1
dalam
Lani
(2009:5-6)
mendefinisikan
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan sebagai berikut: a. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum ke perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. b. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
11
c. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Menurut Van Horne (2007), merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan hanya satu perusahaan tetap beroperasi sebagai entitas hukum. Beam (2009) Merger terjadi ketika sebuah perusahaan baru dibentuk untuk mengambil alih semua operasi dari entitas bisnis lainnya dan entitas itu yang dbubarkan
Sedangkan
Atmaja (2008)
mendefinisikan Merger adalah suatu
kombinasi antara dua perusahaan, acquirer dan acquire. Acquiror akan menyerap seluruh aktiva dan pasiva acquire serta mengambil alih bisnis acquire. Acquiree kehilangan kebebasannya, biasanya kemudian menjadi cabang dari acquirer. Secara komprehensif Henry Black dalam Haryani (2011:191) memberi batasan merger sebagai berikut: “Merger is an amalgamation of two corporation pursuant to statutory provisionin which one of the corporations survives and the other disappears.The absorption of one company by another, the former losing its legal identity and latter retaining its own name and identity and acquiring assets, liabilities, franchises, and power of former, and absorbed company ceasing exist as separate business entity.” Merger adalah salah satu bentuk absorbsi atau penyerapan yang dilakukan oleh satu perusahaan terhadap perusahaan lain. Jika terjadi merger antara perusahaan A dan perusahaan B, maka hanya akan ada satu perusahaan saja, yaitu perusahaan A atau B.
12
Ilustrasi Merger:
PT. A
PT. A atau PT.B
PT. B
Akuisisi berasal dari kata kerja “acquire” yang berarti memperoleh, mengambil alih. ketika suatu perusahaan (acquirer) mengakuisisi perusahaan lain (acquire), perusahaan tersebut membuat suatu investasi modal. Seperti halnya investasi modal lainnya, perusahaan akan melakukan akuisisi bila hal ini meningkatkan kemakmuran pemegang sahamnya (Setia Atmaja, 2008) Sementara Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1998 tentang penggabungan usaha dalam Lani Dharmasetya (2009:6) mendefinisikan akuisisi sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Akuisisi
terjadi apabila salah satu
perusahaan
yang bergabung
memperoleh lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain atau walaupun perusahaan tersebut tidak memiliki hak suara lebih dari 50%, yang dimaksud dengan hak suara adalah kepemilikan saham pada perusahaan yang diakuisisi lebih dari 50%. Perusahaan pengakuisisi dapat juga diidentifikasi sebagai perusahan yang memperoleh hak suara mayoritas dalam rapat direksi perusahaan,
13
mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan,dan dominasi dalam manajemen perusahaan yang diakuisisi. Dengan adanya pengendalian ini maka pengakuisisi mendapatkan manfaat dari perusahaan yang diakuisisi. Akuisisi berbeda dengan merger, akuisisi tidak menyebabkan pihak lain dibubarkan. Pada akuisisi masing-masing perusahaan, baik perusahaan yang mengambil alih maupun perusahaan yang diambil alih tetap mempertahankan
aktivitasnya,
identitasnya,
dan
kedudukannya
sebagai
perusahaan yang mandiri dimana melahirkan hubungan induk (perusahaan yang mengambil alih) dan anak perusahaan (perusahaan yang diambil alih). Ilustrasi Akuisisi:
Sebelum Akuisisi PT. A
Setelah Akuisisi PT.A
Pengendalian
PT. B
PT.B
2. Bentuk-Bentuk Merger dan Akuisisi Menurut Lani (2009:11-13) ditinjau dari sudut bentuknya, penggabungan usaha dibagi menjadi 3 kelompok:
14
a. Merger berdasarkan kegiatan usaha perusahaan-perusahaan yang terlibat, yaitu: 1) Merger horizontal, adalah merger yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang mempunyai jenis kegiatan usaha yang sama dan sebelumnya justru saling bersaing di dalam memproduksi barang/jasa yang sama atau menjual/memasarkan barang/jasa yang sama dalam suatu wilayah pemasaran. 2) Merger vertikal, adalah merger yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang bergerak di dalam bidang/jenis usaha yang sejenis, tetapi berbeda dalam tingkat operasinya. Biasanya transaksi merger vertikal ini dilakukan oleh pembeli dan penjual dalam supply chain. 3) Merger
konglomerasi,
adalah
merger
yang
dilakukan
oleh
perusahaan-perusahaan yang saling tidak mempunyai hubungan, baik dalam arti horizontal maupun dalam arti vertikal b. Merger berdasarkan status hukumnya,yaitu : 1) Statutory mergers adalah merger yang dilaksanakan oleh dua atau lebih perusahaan secara sah dan tuntas berdasarkan ketentuanketentuan hukum yang berlaku, baik yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang maupun berdasarkan perjanjian merger yang dibuat oleh para pihak. 2) De-facto merger, adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan tanpa didukung oleh peraturan hukum yang berlaku ditempat perusahaan-perusahaan yang terlibat tersebut berdomisili
15
c. Merger berdasarkan sikap direksi dari perusahaan yang akan digabungkan, yakni: 1) Agreed merger dimana direksi perusahaan yang akan digabungkan sejak awal menyetujui dilakukannya merger. 2) Unopposed merger dimana direksi yang akan digabungkan tidak menolak rencana penggabungan usaha, tetapi juga tidak berinisiatif mendorong perusahaan yang akan menerima penggabungan untuk melakukan merger. 3) Defended merger dimana sejak awal direksi perusahaan yang akan digabungkan menolak rencana merger 4) Competitive
merger
dimana
direksi
perusahaan
yang
akan
digabungkan menghadapi lebih dari satu tawaran untuk melakukan merger dari dua atau lebih perusahaan yang akan menerima penggabungan, sehingga direksi mempunyai keleluasaan untuk menentukan pilihan yang paling menguntungkan.
Menurut Iswi dkk (2011:25-26) bentuk akuisisi berdasarkan obyek yang diakuisisi dibagi menjadi : a. Akuisisi saham Pengakuisisi tidak memiliki secara hukum aset perusahaan yang diakuisisi, kecuali seluruh atau sebagian besar saham yang diakuisisi. Dalam peristiwa ini status badan hukum kedua belah perusahaan sama-sama tetap hidup.
16
b. Akuisisi Aset atau aktiva perusahaan Akuisisi aset dilakukan dengan cara membeli sebagian atau seluruh aktiva atau aset perusahaan. c. Akuisisi Kombinasi (saham dan aset) Akuisisi kombinasi adalah akuisisi perusahaan yang dilakukan dengan cara membeli saham dan aset milik perusahaan target d. Akuisisi Secara Bertahap Akuisisi bertahap adalah proses akuisisi (pengambil-alihan) yang dilakukan secara bertahap atau tidak secara langsung. Dilihat dari keterkaitan perusahaan pengakuisisi dengan perusahaan target, akuisisi dibedakan menjadi akuisisi eksternal dan akuisisi internal. Golrida (2009):
Akuisisi internal adalah akuisisi dimana perusahaan pengakuisisi memiliki benturan kepentingan dengan perusahaan target. Dalam hal ini, perusahaan target berada dalam satu grup dengan perusahaan pengakuisisi
Akuisisi eksternal adalah akuisisi dimana perusahaan pengakuisisi tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam perusahaan target atau perusahaan target tidak berada dalam satu grup dengan perusahaan pengakuisisi
Berikut adalah ciri-ciri merger dan akuisisi (Iswi Haryani,2011): a. Ciri-ciri merger perusahaan
Ada Perusahaan yang menggabungkan diri dan ada perusahaan yang menerima penggabungan,
17
Perusahaan yang menerima penggabungan tetap eksis, sedangkan perusahaan yang menggabungkan diri bubar demi hukum tanpa likuidasi,
Rancangan merger dan konsep akta merger harus disetujui RUPS,
Konsep akta merger yang telah disetujui RUPS dituangkan dalam akta merger yang dibuat di hadapan Notaris dalam bahasa Indonesia,
Merger ada yang diikuti perubahan AD dan butuh persetujuan Menhukham dan ada pula yang cukup diberitahukan kepada Menhukham,
Merger yang diikuti perubahan AD dan butuh persetujuan Menhukham, dianggap mulai berlaku sejak tanggal persetujuan oleh Menhukham. Pada tanggal tersebut perusahaan yang menggabungkan diri dianggap bubar demi hukum tanpa proses likuidasi.
Merger yang diikuti perubahan AD yang cukup diberitahukan kepada menhukham, dianggap mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran akta merger dan akta perubahan AD dalam Daftar perusahaan
b. Ciri-ciri Akuisisi Perusahaan
Ada Perusahaan yang mengambil dan ada perusahaan yang diambilalih
Akuisisi bisa dilakukan terhadap saham atau aset milik perusahaan target
Akuisisi saham hanya dilakukan terhadap perusahaan target berbentuk PT sebab kepemilikannya diwujudkan dalam bentuk saham.
Akuisisi aset dapat dilakukan terhadap perusahaan perseorangan (UD dan PD), persekutuan (CV dan firma), badan hukum (PT dan koperasi)
Pihak pengakuisisi yang mengambilalih perusahaan target dapat berbentuk persorangan, UD,CV, firma, perseroan terbatas, koperasi atau yayasan.
18
Pihak pengakuisisi berbentuk perseroan terbatas sebelum melakukan akuisisi harus lebih dahulu mendapat persetujuan dari RUPS perusahaan pengakuisisi
Akuisisi saham berbeda dengan pembelian saham biasa karena dalam akuisisi jumlah saham yang dibeli relatif
banyak sehingga dapat
mengubah posisi pemegang saham mayoritas atau pengendali.
Perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang diakuisisi sama-sama tetap hidup. Namun, ada pula akuisisi yang diikuti dengan merger sehingga perusahaan yang diakuisisi digabungkan dan kemudian bubar demi hukum tanpa likuidasi.
Akuisisi
terhadap
saham
perusahaan
perbankan harus mendapat
persetujuan Bank Indonesia , sedangkan terhadapa saham perusahaan mendapat persetujuan Bapepam. 3. Motif Tindakan Merger dan Akuisisi Ada berbagai tujuan yang mendorong perusahaan dalam melakukan tindakan merger dan akuisisi. Motif perusahaan melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi menurut Abdul Moin (2003) meliputi empat macam, sebagai berikut: a. Motif Ekonomi Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencapai peningkatan nilai bagi perusahaan dan pemegang saham. Oleh karena itu, seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai tujuan ini.
19
b. Motif Sinergi Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan elemen-elemen perusahaan yang bergabung menghasilkan efek lebih besar dibandingkan penjumlahan aktivitas perusahaan jika bekerja sendiri. c. Motif Diversifikasi Diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan tetapi jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti. d. Motif Non-ekonomi Aktivitas merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat nonekonomi. Motif non-ekonomi bisa berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan, dan dapat terjadi karena adanya hal-hal berikut. 1) Hubris Hypothesis Hipotesis ini meyatakan bahawa merger dan akuisisi dilakukan karena “ketamakan”
dan
kepentingan
pribadi
para
eksekutif
perusahaan.Mereka menginginkan ukuran perusahaan yang lebih besar. Dengan semakin besarnya ukuran perusahaan, semakin besar
20
pula kompensasi yang mereka terima. Kompensasi yang mereka terima bukan hanya materi, tetapi juga berupa pengakuan, penghargaan, dan aktualisasi diri. 2) Ambisi Pemilik Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor bisnis dan menjadikan aktivitas merger dan akuisisi sebagai strategi perusahaan untuk menguasai perusahaan-perusahaan yang ada untuk membangun “kerajaan bisnis”. Hal ini biasanya terjadi pada pemilik perusahaan yang memiliki kendali dalam pengambilan keputusan perusahaan. Van Horne (2007), terdapat berbagai alasan mengapa perusahaan berkeinginan untuk melakukan restrukturisasi perusahaan. Diantaranya: a. Peningkatan penjualan dan operasional yang ekonomis b. Perbaikan manajemen c. Pengaruh informasi d. Transfer kesejahteraan e. Alasan-alasan perpajakan f. Keuntungan Leverage g. Hipotesis hubris h. Agenda pribadi manajemen
21
4. Keunggulan dan Kelemahan Merger dan Akuisisi Alasan perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah adanya keinginan untu mendapatkan nilai tambah bagi perusahaan. Iswi Haryani dkk (2011) memberikan daftar manfaat merger dan akuisisi sebagai berikut : a. Mendapatkan cash flow dengan cepat, karena produk dan pasar sudah jelas. b. Memperoleh kemudahan dana/pembiayaan, karena kreditur lebih percaya dengan perusahaan yang telah berdiri dan mapan. c. Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman. d. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal e. Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan. f. Mengurangi risiko kegagalan bisnis, karena tidak harus mencari konsumen baru. g. Menghemat waktu untuk memasuki bisnis baru h. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat i. Merupakan investasi yang menguntungkan j. Memperoleh kendali atas perusahaan lain k. Menguasai pasokan bahan baku dan bahan penolong l. Melakukan diversifikasi usaha m. Memperbesar ukuran perusahaan n. Memperkecil risiko usaha o. Memperkecil tingkat persaingan usaha p. Memperoleh teknologi baru milik perusahaan lain.
22
Merger dan Akuisisi juga memiliki kelemahan sebagai berikut : a. Proses integrasi yang tidak mudah b. Kesulitan menentukan nilai perusahaan targer secara akurat c. Biaya konsultan yang mahal d. Meningkatnya kompleksitas birokrasi e. Biaya koordinasi yang mahal f. Sering kali menurunkan moral organisasi g. Tidak menjamin peningkatan nilai perusahaan h. Tidak menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham. C. Analisis Kinerja Keuangan 1. Pengertian Kinerja Perusahaan Menurut Mulyadi (2007:337) “Kinerja adalah keberhasilan personel, tim atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan” Kinerja keuangan didefinisikan sebagai prestasi manajemen, dalam hal ini manajemen keuangan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam pelaksanaan keputusan merger dan akuisisi oleh perusahaan perlu adanya pembuktian keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut. Perubahanperubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan penggabungan usaha biasanya terlihat pada kinerja keuangan dan penampilan perusahaan, dalam hal ini tercermin dalam pelaporan keuangan perusahaan. Untuk mengetahui bagaimana kinerja keuangan perusahaan maka perlu dilakukan analisis kinerja keuangan.
23
Analisis kinerja keuangan dalam penelitian ini bertujuan untuk menilai implementasi dari keputusan merger dan akuisisi. Agar dapat mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan kinerjanya, analis keuangan perlu melakukan “pemeriksaan” atas berbagai aspek kesehatan keuangan perusahaan. Alat yang sering kali digunakan selama pemeriksaan tersebut adalah rasio keuangan (financial ratio). Analisis rasio adalah cara menganalisis dengan menggunakan perhitungan-perhitungan perbandingan atas data kuantitatif yang ditunjukan dalam Neraca atau Laporan Laba Rugi perusahaan. Lebih lanjut rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi adalah rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio solvabilitas, dan rasio aktivitas. Analisis rasio-rasio keuangan memudahkan kita mengetahui hal atau bidang apa saja yang sedang menghadapi masalah serius, sehingga dapat dilakukan
perbaikan-perbaikan
yang
serius
untuk
mencegah
semakin
memburuknya kondisi atau kesehatan perusahaan. Analisis rasio-rasio keuangan membantu kita mengetahui kinerja perusahaan baik secara keseluruhan maupun mendetail
dari
waktu
ke
waktu,
termasuk
sumber
daya
manusianya
(Kuswadi,2008) 2. Metode Analisis Kinerja dengan Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan merupakan teknik untuk mengetahui secara cepat kinerja keuangan perusahaan. Tujuannya adalah a). Mengevaluasi situasi yang terjadi saat ini, b). Memprediksi kondisi keuangan masa yang akan datang
24
Berikut adalah
rasio-rasio keuangan yang digunakan untuk melihat
beberapa kemampuan perusahaan (Kasmir, 2010): a. Rasio Likuiditas Fred Weston menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo. Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang sudah jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan maupun didalam perusahaan. 1) Current Ratio (Rasio Lancar) Rasio
lancar
merupakan
rasio
untuk
mengukur
kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Current Assets Current Ratio = Current Liabilities 2) Quick Ratio (Rasio Cepat) Rasio Cepat (Quick ratio) merupakan rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban
25
atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lanacar tanpa memperhitungkan nilai persediaan. Quick Ratio =
Current Assets - Inventory Current Liabilities
3) Cash Ratio ( Rasio Kas) Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukan dari tersedianya dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (uang dapat ditarik setiap saat). Cash or Cash equivalent Cash Ratio = Current Liabilities 4) Cash Turnover (Rasio Perputaran Kas) Menurut James O. Gill, Rasio perputaran kas (cash turnover) berfungsi untuk mengukur tingkat kecukupan modal kerja perusahaan yang dibutuhkan untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan . Net Sales Cash Turnover = Current Assets– Current Liabilities 5) Inventory to Net Working Capital Inventory to Net Working Capital merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. Modal kerja tersebut terdiri dari pengurangan antara aktiva lancar dengan utang lancar.
26
Inventory Inventory to NWC= Current Assets-Current Liabilities
b. Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (likuidasi). 1) Debt Ratio (Rasio Hutang) Debt Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Total Liabilities Debt Ratio = Total Assets 2) Debt-to-Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Ekuitas) Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditur) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang.
27
Total Liabilities Debt-to-Equity = Equity 3) Long term Debt to Equity Ratio (LTDrER) LTDrER merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Long Term Debt LTDrER= Equity 4) Times Interest Earned Menurut J. Fred Weston Times Interest Earned merupakan rasio untuk mencari jumlah kali perolehan bunga. Jumlah kali perolehan bunga merupakan rasio untuk mengukur sejauh mana pendapatan dapat menurun tanpa membuat perusahaan malu karena tidak mampu membayar biaya bunga tahunannya. Secara umum semakin tinggi rasio, semakin besar kemungkinan perusahaan dapat membayar bunga pinjaman dan dapat menjadi ukuran untuk memperoleh tambahan pinjaman baru dari kreditor. EBIT Times Interest Earned= Interest (Biaya Bunga)
28
5) Fixed Charge Coverage Fixed charge coverage atau lingkup biaya tetap dilakukan apabila perusahaan memperoleh utang jangka panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease contract) EBT + Interest + Lease Fixed Charge Coverage= Interest+Lease (Kewajiban sewa) c. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Setiap aktiva yang dimilikinya. Atau dapat pula dikatakan rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan. 1) Receivable Turn Over (Perputaran Piutang) Perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode. Rasio perputaran piutang memberikan pemahaman tentang kualitas piutang dan kesuksesan penagihan piutang Sale of The Credit Receivable Turn Over= Account Receivable 2) Inventory Turn Over (Perputaran Persediaan) Perputaran persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan ini berputar dalam satu periode. Dapat diartikan pula bahwa perputaran
29
persediaan merupakan rasio yang menunjukan berapa kali jumlah barang persediaan diganti dalam satu tahun. Sales Inventory Turn Over= Inventory 3) Working Capital Turn Over ( Perputaran Modal Kerja) Perputaran modal kerja merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu. Artinya seberapa banyak modal kerja berputar selama satu periode atau suatu periode. Net Sales Working Capital Turn Over= Working Capital 4) Total Asset Turn Over Ratio (Rasio Perputaran Total Aktiva) Total asset turn over merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva. Sales Total Asset Turnover = Total Assets d. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.
30
1) Net Profit Margin (Marjin Laba Bersih) Rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan EAIT (Earning After Interest and Tax) NPM = Sales 2) Return on Assets (Hasil Pengembalian atas Total Aktiva) Rasio
ini
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan keuntungan dari asset yang digunakan.Rasio ini merupakan keseluruhan kefektifan manajemen perusahaan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia. Net Profit ROA= Total Assets 3) Return on Equity (Hasil Pengembalian atas Ekuitas) ROE merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri . Rasio ini menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini , semakin baik. Earning After Interest and Tax (EAIT) ROE= Equity 4) Earning Per Share (Laba Bersih Perlembar Saham) Rasio ini mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, begitu sebaliknya.
31
Common Stock Earnings EPS= Outstanding Shares
D. Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan untuk melihat perbandingan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi namun hasilnya tidak selalu konsisten. Beberapa penelitian tersebut diantaranya Dyaksa (2006) menganalisis perbandingan kinerja perusahaan dan abnormal return saham sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Dengan melakukan pengujian 2 tahun sebelumdan 2 tahun sesudah merger dan akuisisi. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rasio EPS, NPM, ROE dan ROA. Selain itu Suparno dan Edi (2009) menganalisis tingkat kesehatan bank setelah merger Pada PD.BPR BKK Karang Malang Kab.Sragen, dengan pengujian 1 tahun sebelum dan 1 tahun sesudah merger. Hasil pengujian disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rasio CAR, rasio KAP, PPAP, ROA, BOPO, CR dan LDR. Hasil menunjukan kinerja keuangan mengalami perbedaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Hal tersebut diakibatkan penggabungan modal disetor dan kualitas aktiva produktif. Sementara itu Murni Hadingsih (2007) meneliti dampak jangka panjang merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Peningkatan dan penurunan yang terjadi pada rasio-rasio keuangan tidak cukup kuat untuk menunjukkan adanya pengaruh merger dan akuisisi terhadap rasio keuangan, baik perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan yang diakuisisi. Hal ini dibuktikan dengan tidak
32
perbedaan secara signifikan antara satu tahun sebelum dengan satu tahun sesudah merger dan akuisisi dan satu tahun sebelum dengan dua tahun sesudah merger dan akuisisi. Pada hasil pengujian terhadap average abnormal return (AAR) menunjukkan terjadi penurunan AAR pada perusahaan pengakuisisi disekitar peristiwa merger dan akuisisi. Sementara pada perusahaan yang diakuisisi menunjukkan AAR perusahaan yang diakuisisi pada bulan-bulan tertentu mengalami signifikan AAR yang negatif. Dari kedua hasil pengujian tersebut disimpulkan tidak ada perbedaan antara kinerja keuangan sebelum dengan sesudah merger dan akuisisi yang menolak hipotesis yang diajukan sebelumnya. Dengan kata lain bahwa merger dan akuisisi berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Selanjutnya Fairuz Wibowo (2012) melakukan penelitian perbandingan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan pengakuisisi dan perusahaan target pada periode 2004-2010. Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan pada variabel NPM, ROI, ROE, DR, TATO, CR dan EPS. Namun terdapat perbedaan yang signifikan variabel ROI, EPS dan DR pada perusahaan target (diakuisisi). Kemudian M. Aji Nugroho (2010) melakukan penelitian perbandingan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi pada perusahaan pengakuisisi tahun 2002-2003. Pengujian menunjukan tidak adanya perbedaan untuk rasio keuangan NPM, ROA, ROE, DR, EPS, TATO dan CR. Namun ada perbedaan DER 1 tahun dengan 2,3 dan 4 tahun sesudah M&A.
33
Kemungkinan adanya pengaruh dari pendanaan merger dan akuisisi yang sangat mahal. Tabel 2.1 Penelitian terdahulu No. 1.
2.
3.
4.
5.
Judul Dyaksa Widyaputra (2006), Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan dan Abnormal Return Saham Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Di BEJ Periode 1998-2004) (Pengujian 2 tahun sebelum dan 2 tahun sesudah)
Variabel EPS, OPM, NPM, ROE, ROA, PER, PBV, TATO dan Abnormal Return
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan signifikan pada rasio EPS, NPM, ROE dan ROA sebelum dengan sesudah merger dan akuisisi. namun tidak ada perbedaan yang signifikan abnormal return saham sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.
Murni Hadiningsih (2007), Analisis Dampak Jangka Panjang Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi dan Perusahaan Diakuisisi Di Bursa Efek Jakarta BEJ 20002004) (Pengujian 1 tahun sebelum dan 2 tahun sesudah) Suparno dan Edi Wibowo (2009), Analisis Tingkat Kesehatan Bank Sebelum dan Setelah Merger Pada PD.BPR BKK Karang Malang Kab.Sragen (tahun 2006) (Pengujian 1 tahun sebelum dan 1 tahun sesudah) M. Aji Nugroho (2010), Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Studi Pada Perusahaan Pengakuisisi 2002-2003) (Pengujian 1 tahun sebelum dan 5 tahun sesudah)
CR, QR, FATO, TATO, DR, DER, OPM, NPM, ROI, ROE. return saham.
Hasil Pengujian disimpulkan tidak ada perbedaan antara kinerja keuangan sebelum dengan sesudah merger dan akuisisi, merger dan akuisisi tidak menimbulkan sinergi bagi perusahaan baik perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan yang diakuisisi.
Rasio kecukupan modal (CAR), Rasio kualitas aktiva produktif, PPAP, ROA, BOPO,CR dan LDR NPM, ROA, ROE, DER, DR, EPS, TATO dan CR
Hasil pengujian menunjukan ada perbedaan yang signifikan rasio CAR, Rasio Kualitas Aktiva Produktif, PPAP, ROA, BOPO, CR dan LDR sebelum dengan sesudah merger dan akuisisi.
Fairuz. A. Wibowo (2012), Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Pada Perusahaan Pengakuisisi dan Perusahaan Target Periode 2004-2010)
NPM, ROI, ROE, DR, TATO, CR dan EPS
(Pengujian 1 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah )
Pengujian secara parsial menunjukan tidak adanya perbedaan untuk rasio keuangan NPM, ROA, ROE, DR, EPS, TATO dan CR untuk pengujian 1 tahun sebelum dan 1 tahun dan 5 tahun setelah M&A. Ada perbedaan DER 1 tahun dengan 2,3 dan 4 tahun sesudah M&A. Sedangkan pengujian secara serentak menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan. Hasil penelitian menunjukan NPM, ROI, ROE, DR, TATO, CR dan EPS pada perusahaan pengakuisisi tidak mengalami perbedaan. Namun pada perusahaan target terdapat perbedaan yang signifikan variabel ROI, EPS dan DR.
34
Ada sejumlah persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang. Adapun Persamaannya adalah sama-sama mengukur kinerja
perusahaan
sebelum
dan
sesudah
merger/akuisisi.
Sedangkan
perbedaannya adalah : pada penelitian ini sampel perusahaan yang dipilih adalah perusahaan public non keuangan, dan kegiatan merger dan akuisisi dilakukan pada tahun 2011 E. Kerangka Pemikiran Merger dan akuisisi adalah suatu tindakan strategis yang dilakukan perusahaan
untuk
mengembangkan
usahanya.
Pertanyaannya
“mengapa
perusahaan bergabung dengan perusahaan lain atau membeli perusahaan lain?”, alasan yang mungkin untuk menjawab pertanyaan tersebut karena diyakini kegiatan merger dan akuisisi lebih cepat dan mudah prosesnya daripada perusahaan yang bersangkutan harus membangun unit usaha sendiri atau memulai dari awal. Meskipun alasan tersebut benar, faktor yang paling mendasari sebenarnya adalah motif ekonomi. Dengan kata lain jika pelaku ekonomi ingin membeli perusahaan, maka pembelian tersebut dibenarkan jika menguntungkan. Namun jika merugikan, maka tidak akan terjadi transaksi. Karena pada hakikatnya transaksi harus menguntungkan kedua belah pihak yaitu pemilik perusahaan yang akan dijual dan perusahaan yang akan membeli. Kondisi yang saling menguntungkan tersebut akan terjadi jika dari kegiatan merger dan akuisisi tersebut diperoleh sinergi. Sinergi berarti nilai gabungan dari kedua perusahaan tersebut lebih besar dari penjumlahan masingmasing nilai perusahaan yang digabungkan. Bahkan diharapkan dapat
35
menghasilkan
kekuatan
lebih
dari
penggabungan
perusahaan
tersebut.
Keberhasilan dari tindakan merger dan akuisisi dapat dilihat dari kinerja perusahaan, terutama kinerja keuangan. Perubahan-perubahan yang terjadi pasca merger dan akuisisi biasanya tampak pada penampilan finansialnya. Kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan dan hal ini tercermin pada laporan keuangan perusahan. Nilai perusahaan tentu berbeda ketika sebelum dan sesudah dilakukannya merger dan akuisisi. Untuk membuktikan perbedaan kondisi keuangan perusahaan, diukur menggunakan
rasio
keuangan.
Rasio
likuiditas,
mengukur
kemampuan
perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendeknya yang segera jatuh tempo. dengan adanya penggabungan usaha semestinya kemampuan perusahaan untuk memenuhi hutang jangka pendek akan meningkat. Rasio Solvabilitas menggambarkan kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Solvabilitas merupakan tingkat jumlah hutang terhadap seluruh kekayaan perusahaan. Jika dilakukan merger dan akuisisi total kepemilikan aktiva perusahaan akan lebih besar,yaitu terhadap keseluruhan hutangnya (Debt Ratio) , maupun hutang terhadap modal perusahaan (Debt to Equity Ratio). Dengan Asset tersebut maka perusahaan akan dapat memberikan jaminan yang lebih besar kepada para pemberi pinjaman. Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola aktivanya.Dengan merger dan akuisisi maka kerjasama tentang efektifitas perusahaan dapat dilakukan, sehingga asset yang dimiliki oleh perusahaan dapat digunakan secara efektif (Total Asset Turnover).
36
Rasio profitabilitas adalah kemapuan perusahaan untuk memperoleh laba dari penjualannya. Dimana jika merger dan akuisisi bersinergi baik maka tingkat profitabilitas perusahaan akan lebih baik. Dimana margin pendapatan bersih (Net Profit Margin), pendapatan tiap lembar saham (Earning PerShare), serta return atas asset (Return On Asset) dan Ekuitas (Return On Equity) juga akan meningkat. Dari uraian diatas maka dapat disederhanakan dalam model kerangka pemikiran sebagai berikut :
Sebelum merger dan akuisisi
Sesudah merger dan akuisisi
Kinerja Keuangan
Kinerja Keuangan
1. Rasio likuiditas, Current Ratio 2. Rasio Solvabilitas, Debt Ratio dan Debt to Equity Ratio 3. Rasio Aktivitas Total Asset Turnover 4. Rasio Profitabilitas Net Profit Margin Return On Asset Return On Equity Earning per Share
1. Rasio likuiditas, Current Ratio 2. Rasio Solvabilitas, Debt Ratio dan Debt to Equity Ratio 3. Rasio Aktivitas Total Asset Turnover 4. Rasio Profitabilitas Net Profit Margin Return On Asset Return On Equity Earning per Share
Merger dan Akuisisi
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran