BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Arti paling sederhana dari manajemen yakni sebagaimana mengelola suatu kegiatan melalui fungsi-fungsi manajemen secara sistemik. Namun demikian, tidak ada salahnya kita juga mengetahui fungsi-fungsi manajemen menurut beberapa pakar antara lain: George Terry: Planning, Organizing, Actuating, Controlling; Hendrik Fayol: Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling; Harold & Cryil: Planning, Organizing, Staffing, Leading, Controlling; L.M. Gulick: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting. (Sobana, 2012, p7) Berkaitan dengan manajemen, Dadang Dally dalam buku “Balanced ScorecardSuatu Pendekatan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah”, sebagaimana dikutip dari Nanang Fattah (2010:3): …..dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer / pimpinan, yaitu: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemimpin (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencana,
7
8
mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien. (Sobana, 2012, p7) Istilah manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui tangan orang lain. Proses menggambarkan fungsi-fungsi yang berjalan terus atau kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan oleh para manajer. Fungsi-fungsi ini lazimnya disebut merancang, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan pekerjaan orang-orang lain itu merupakan hal yang membedakan sebuah posisi manajerial dari posisi non manajerial. Melalui manajemen (yakni melalui pengkoordinasian dan pengitegrasian pekerjaan orang-orang lain) kegiatan-kegiatan kerja organisasi itu diselesaikan secara efisien dan efektif; atau sekurang-kurangnya itulah apa yang didambakan oleh manajemen. Efisiensi merupakan bagian penting manajemen. Efisiensi itu mengacu pada hubungan antara masukan dengan keluaran. Seandainya anda mampu mendapatkan lebih banyak keluaran dari sejumlah tertentu masukan, anda telah meningkatkan efisiensi. Sama halnya, seandainya anda dapat memperoleh keluaran yang sama dari masukan yang lebih sedikit, anda pun telah meningkatkan efisiensi. Karena para manajer menghadapi sumber-sumber masukan yang langka terutama manusia, uang,
9
dan peralatan—mereka menaruh perhatian pada pemanfaatan sumber-sumber itu secara efisien. Oleh karena itu manajemen menaruh perhatian untuk meminimalkan biaya sumber daya. Dari sudut pandang ini, efisiensi seringkali dirujuk sebagai “melakukan segala sesuatu secara tepat”—artinya tidak memboroskan sumbersumber. Namun tidaklah cukup sekadar menjadi efisien. Manajemen pun menaruh perhatian pada penyelesaian kegiatan-kegiatan agar sasaran-sasaran organisasi tercapai; artinya manajemen menaruh perhatian pada efektivitas. Manakala para manajer mencapai sasaran-sasaran organisasi mereka, kita mengatakan bahwa mereka itu berhasil guna (efektif). Efektivitas itu seringkali dilukiskan sebagai “melakukan hal-hal yang tepat”—artinya, kegiatan kerja yang akan membantu organisasi tersebut mencapai sasarannya. Sementara efisiensi itu lebih memperhatikan “sarana-sarana” melaksanakan segala sesuatunya, efektivitas itu berkaitan dengan “hasil akhir”, atau pencapaian sasaran-sasaran organisasi. (Robbins, 2007, p8-9)
2.2 Manajemen Operasi Manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa, berlangsung di semua organisasi. Dalam perusahaan manufaktur, dapat terlihat dengan jelas aktivitas produksi yang menghasilkan barang. Sedangkan dalam organisasi yang tidak menghasilkan produk secara fisik, fungsi
10
produksi mungkin tidak terlihat dengan jelas. Fungsi produksi ini bisa tersembunyi dari masyarakat dan bahkan dari pelanggan. (Heizer dan Render, 2006, P4) Manajemen operasi merupakan salah satu dari tiga fungsi utama sebuah organisasi, dan secara utuh berhubungan dengan semua fungsi bisnis lainnya. Semua organisasi memasarkan, membiayai, dan memproduksi, maka sangat penting untuk mengetahui bagaimana aktivitas manajemen operasi bisa berjalan. Manajemen operasi juga merupakan bagian yang paling banyak mengeluarkan biaya dalam sebuah organisasi. (Heizer dan Render, 2006, P4-5)
2.3 Kualitas 2.3.1
Pengertian Kualitas / Mutu
Pengertian mutu: 1. Totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi. 2. Mutu tergantung pemakai menganggapnya. 3. Mutu berarti keharusan menyesuaikan dengan lebih baik pada standar yang berlaku membuatnya dengan benar pada waktu pertama. (Deitiana, 2011, p64)
11
“Kualitas; sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari karakteristik, derajat, atau nilai-nilai dari suatu keunggulan”. (American Heritage Dictionary, 1996) “Kualitas; adalah totalitas karakteristik dari berbagai entitas yang memberikan segenap kemampuannya pada nilai-nilai kebutuhan serta nilai-nilai kepuasan”. (ISO 8402) “Kualitas; adalah mengerjakan dengan cara yang benar, dan setiap saat berpikir dengan cara yang benar”. (Motorola, DFSS, 2003)
Sedangkan menurut Anang Hidayat dalam bukunya “Strategi Six Sigma: Peta Pengembangan Kualitas dan Kinerja Bisnis”, kualitas bisa digambarkan secara kuantitatif dengan rumusan matematis sebagai berikut:
Dimana: Q = quality (kualitas) P = performance (kinerja) E = expectation (harapan-harapan)
Dari semua pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas / mutu adalah kemampuan suatu produk atau jasa untuk bertemu dengan keinginan konsumen.
12
2.3.2
Pentingnya Kualitas
Untuk mempertahankan keberadaannya di pasar dalam jangka panjang, maka perusahaan yang bergerak di sector barang maupun jasa harus berorientasi pada kualitas. Karena kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produk baik barang maupun jasa dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Sehingga dengan demikian perusahaan yang bergerak di sector barang menghasilkan produk nyata yang berwujud sedangkan di sector jasa menghasilkan produk yang merupakan pelayanan. Dengan demikian kegiatan ekonomi yang biasanya menghasilkan sesuatu yang wujudnya tidak nyata seperti pendidikan, hiburan, transportasi, administrasi, layanan keuangan, kesehatan disebut kegiatan di sektor jasa. Namun sekarang ini kecenderungan banyak produk yang merupakan kombinasi dari barang maupun jasa yang biasanya dikenal dengan istilah mix service. Akan tetapi apapun jenis produk yang dihasilkan perusahaan, sekarang ini harus memfokuskan pada kualitas karena bagi konsumen, produk yang berkualitas akan memberikan kepuasan sehingga kepercayaan untuk mengkonsumsi produk tersebut akan terus menjadikan loyalitas para konsumen akan produk tersebut. (Deitiana, 2011, p64)
Bagi perusahaan, menjaga kualitas agar tetap berada di atas standar adalah suatu hal yang sangat penting. Ada tiga alasan kualitas merupakan sesuatu yang penting
13
yaitu: 1. Reputasi perusahaan. Suatu organisasi menyadari bahwa reputasi akan mengikuti kualitas apakah itu baik atau buruk. 2. Keandalan produk. Pengadilan terus menerus berusaha menangkap organisasi yang memiliki desain,
memproduksi,
atau
mengedarkan
produk
atau
jasa
yang
penggunaannya mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan. 3. Keterlibatan global. Bagi perusahaan dan negara yang ingin bersaing secara efektif pada ekonomi global, maka produk mereka harus memenuhi harapan kualitas, desain, dan harga global. (Deitiana, 2011, p65) Dengan meningkatkan kualitas proses produksi dapat meningkatkan keuntungan yang akan diterima oleh perusahaan. Ada dua cara kualitas meningkatkan keuntungan yaitu dari keuntungan penjualan dan penurunan biaya seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini. (Heizer, 2009, p301)
14
Penjualan Meningkat melalui • • •
Respons yang lebih baik Harga yang fleksibel Reputasi yang lebih baik
Kualitas yang Meningkat
Keuntungan yang Meningkat Pengurangan Biaya melalui • • •
Produktivitas yang meningkat Biaya rework dan scrap yang lebih rendah Biaya garansi yang lebih rendah
Gambar 2.1 Pengaruh Kualitas Terhadap Keuntungan Perusahaan Sumber: (Heizer dan Render, 2009, p301)
2.3.3
Dimensi Kualitas
Menurut David A. Garvin (1988), kualitas dibagi menjadi 9 (sembilan) dimensi. Masing-masing dari dimensi kualitas tersebut terfokus pada pendekatan strategi dan nilai-nilai kompetitif. Tabel 2.1 Dimensi Kualitas Dimensi
Maksud dan Contoh
Performance
Karakteristik utama produk, misalnya gambar jernih pada layar
15
televisi Features
Karakteristik tambahan, fasilitas atau fitur tambahan, misalnya remote control
Conformances
Spesifikasi industri dan standar industri
Reliability
Konsistensi kinerja
Durability
Masa daya guna / ketahanan produk, mencakup masa garansi dan perbaikan
Service
Pertanggungjawaban atas permasalahan-permasalahan produk dan berbagai keluhan konsumen terhadap produk
Response
Hubungan produsen-konsumen, termasuk peranan dealer
Aesthetics
Berbagai karakteristik yang berhubungan dengan psikologis produsen, penyalur / dealer, dan konsumen
Reputation
Kinerja yang telah tercapai dan berbagai kesuksesan yang diraih, seperti pencapaian target penjualan, oplah, kepuasan konsumen, dan lain-lain
Sumber: Hidayat, 2007, p4
2.3.4
Biaya Kualitas
Kualitas itu penting untuk dijaga dan dipertahankan agar tetap berada dalam suatu standar. Beberapa perusahaan kelas dunia menggunakan ukuran biaya kualitas
16
sebagai indikator keberhasilan program peningkatan kinerja terus-menerus, yang dapat dihubungkan dengan ukuran-ukuran lain seperti: •
Biaya kualitas dibandingkan terhadap nilai penjualan (persentase biaya kualitas total terhadap nilai penjualan), semakin rendah nilai ini menunjukkan program peningkatan kinerja semakin efektif dan efisien.
•
Biaya kualitas dibandingkan terhadap keuntungan (persentase biaya kualitas dibandingkan terhadap keuntungan (persentase biaya kualitas total terhadap nilai keuntungan), semakin rendah nilai ini menunjukkan program peningkatan kinerja semakin efektif dan efisien.
•
Biaya kualitas dibandingkan terhadap harga pokok penjualan (cost of good sold), diukur berdasarkan persentase biaya kualitas total terhadap nilai harga pokok penjualan, dimana semakin rendah nilai ini menunjukkan program peningkatan kinerja semakin efektif dan efisien.
•
Biaya kegagalan internal dibandingkan terhadap biaya produksi total (persentase biaya kegagalan internal terhadap biaya produksi total), dimana semakin rendah nilai ini menunjukkan program peningkatan kinerja semakin efektif dan efisien.
•
Dan lain-lain.
Pada dasarnya biaya kualitas dapat dikategorikan ke dalam empat jenis, yaitu: 1. Biaya kegagalan internal (internal failure costs),
17
merupakan
biaya-biaya
yang
berhubungan
dengan
kesalahan
dan
nonkonformasi (errors and nonconformance) yang ditemukan sebelum menyerahkan produk itu ke pelanggan. Biaya-biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi dalam produk sebelum pengiriman. Contoh dari biaya kegagalan internal adalah: •
Scrap: biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, material, dan biasanya ‘overhead’ pada produk cacat yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki kembali. Terdapat banyak variasi nama dari jenis ini, yaitu: scrap, cacat, usang, dll.
•
Pekerjaan ulang (rework): biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kesalahan (mengerjakan ulang) produk agar memenuhi spesifikasi produk yang ditentukan.
•
Analisis kegagalan (failure analysis): biaya yang dikeluarkan untuk menganalisis kegagalan produk guna menentukan penyebab-penyebab kegagalan itu.
•
Inspeksi ulang dan pengkajian ulang (reinspection and retesting): biaya-biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian ulang produk yang telah mengalami pengerjaan ulang atau perbaikan kembali.
•
Downgrading: selisih di antara harga jual normal dan harga yang dikurangi karena alasan kualitas.
18
•
Avoidable process losses: biaya-biaya kehilangan yang terjadi, meskipun produk itu tidak cacat, sebagai contoh: kelebihan bobot produk yang diserahkan ke pelanggan karena variabilitas dalam peralatan pengukuran, dan lain-lain.
2. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs), merupakan
biaya-biaya
yang
berhubungan
dengan
kesalahan
dan
nonkonformansi (errors and nonconformance) yang ditemukan setelah produk itu diserahkan ke pelanggan. Biaya-biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformansi dalam produk setelah pengiriman. Contoh dari biaya kegagalan eksternal adalah: •
Jaminan (warranty): biaya yang dikeluarkan untuk penggantian atau perbaikan kembali produk yang masih berada dalam masa jaminan.
•
Penyelesaian keluhan (complaint adjustment): biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyelidikan dan penyelesaian keluhan yang berkaitan dengan produk cacat.
•
Produk dikembalikan (returned product): biaya-biaya yang berkaitan dengan penerimaan dan penempatan produk cacat yang dikembalikan oleh pelanggan.
•
Allowances: biaya-biaya yang berkaitan dengan konsesi pada pelanggan karena produk yang berada di bawah standar kualitas yang sedang diterima oleh pelanggan atau yang tidak memenuhi spesifikasi
19
dalam penggunaan. 3. Biaya penilaian (appraisal costs), merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan penentuan derajat konformansi terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi yang diterapkan). Contoh dari biaya penilaian adalah: •
Inspeksi dan pengujian kedatangan material: biaya-biaya yang berkaitan dengan penentuan kualitas dari material yang dibeli, apakah melalui inspeksi pada saat penerimaan, melalui inspeksi yang dilakukan pada pemasok, atau melalui inspeksi yang dilakukan pihak ketiga.
•
Inspeksi dan pengujian produk dalam proses: biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi tentang konformansi produk dalam proses terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
•
Inspeksi dan pengujian produk akhir: biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi tentang konformansi produk akhir terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
•
Audit kualitas produk: biaya-biaya untuk melakukan audit kualitas pada produk dalam proses atau produk akhir.
•
Pemeliharaan akurasi peralatan pengujian: biaya-biaya dalam melakukan kalibrasi untuk mempertahankan akurasi instrumen pengukuran dan peralatan.
20
•
Evaluasi stok: biaya-biaya yang berkaitan dengan pengujian produk dalam penyimpanan untuk menilai degradasi kualitas.
4. Biaya pencegahan (prevention costs), merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan upaya pencegahan terjadi kegagalan internal maupun eksternal, sehingga meminimumkan biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Contoh dari biaya pencegahan adalah: •
Perencanaan kualitas: biaya-biaya yang berkaitan dengan aktivitas perencanaan kualitas secara keseluruhan, termasuk penyiapan prosedur-prosedur
yang
diperlukan
untuk
mengkomunikasikan
rencana kualitas ke seluruh pihak yang berkepentingan. •
Peninjauan-ulang produk baru (new-product review): biaya-biaya yang berkaitan dengan rekayasa keandalan (reliability engineering) dan aktivitas-aktivitas lain terkait dengan kualitas yang berhubungan dengan pemberitahuan desain baru.
•
Pengendalian proses: biaya-biaya inspeksi dan pengujian dalam proses untuk menentukan status dari proses (kapabilitas proses), bukan status dari produk.
•
Audit kualitas: biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi atas pelaksanaan aktivitas dalam rencana kualitas secara keseluruhan.
•
Evaluasi kualitas pemasok: biaya-biaya yang berkaitan dengan
21
evaluasi terhadap pemasok sebelum pemilihan pemasok, audit terhadap aktivitas-aktivitas selama kontrak, dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan pemasok. •
Pelatihan: biaya-biaya yang berkaitan dengan penyiapan dan pelaksanaan program-program pelatihan yang berkaitan dengan program peningkatan kualitas Six Sigma.
Pola pengeluaran biaya kualitas untuk perusahaan tradisional dan perusahaan Six Sigma ditunjukkan dalam bagan berikut.
Gambar 2.2 Pola Pengeluaran Perusahaan Tradisional vs. Six Sigma Sumber: Gasperz, 2012, p372 (Gasperz, 2012, p367-372)
22
Biaya kegagalan internal, biaya pencegahan, dan biaya penilaian di atas dapat diperkirakan, tetapi biaya eksternal sangat sulit dihitung. Apabila terjadi kerusakan pada pihak luar yang diakibatkan oleh rendahnya kualitas produk hasil produksi, biaya perbaikan yang ditimbulkan bisa melebihi nilai produk itu sendiri secara keseluruhan. Hal ini mendorong keyakinan banyak pakar bahwa biaya akibat kualitas yang rendah tidak bisa dipandang remeh. Para pengamat manajemen kualitas, termasuk Philip Crosby dan Genichi Taguchi, percaya bahwa pada kondisi keseimbangan, biaya produk yang berkualitas hanyalah sebagian dari keuntungan. Mereka berpendapat bahwa organisasi yang kalah adalah organisasi yang gagal berupaya agresif di bidang kualitas. Mengutip pada pernyataan Philip Crosby mengenai biaya kualitas: “Kualitas bukanlah sebuah hadiah, tetapi memang gratis. Apa yang memakan biaya adalah barang-barang yang tidak berkualitas—semua tindakan yang tidak dikerjakan dengan benar sejak awal.” (Heizer dan Render, 2009, p304)
23
2.4 Manajemen Kualitas Bagi manajer operasi, salah satu pekerjaan terpenting adalah memberikan produk dan jasa yang sehat, aman, dan berkualitas kepada pelanggan. Karena kurangnya proses desain dan produksi, pengembangan produk-produk berkualitas rendah tidak hanya mengakibatkan biaya produksi yang lebih tinggi, tetapi juga dapat menimbulkan kecelakaan, tuntutan hukum, dan bertambahnya peraturan pemerintah. (Heizer dan Render, 2009, p304) Pada dasarnya kegiatan pengelolaan merupakan kegiatan sistemik. Saling ketergantungan
juga
sekaligus
sinergitas
antar
fungsi-fungsi
manajemen.
Pengelolaan fungsi-fungsi manajemen fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Pelanggan menginginkan produk, baik barang maupun jasa yang bermutu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan yang bermutu atau manajemen mutu sebagai keseluruhan cara untuk mencapai mutu. Manajemen mutu mencakup tiga proses trilogi mutu (Juran JM 1995: 92), yakni: Perencanaan Mutu, Pengendalian Mutu dan Peningkatan Mutu. (Sobana, 2012, p9) Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan manajemen tradisional ditinggalkan. Abad modern memasuki management by object dan management by process. Kedua model manajemen tersebut berorientasi kepada manajemen mutu (quality management). Manajemen mutu dilakukan melalui tahapan: … inspeksi (inspection), pengendalian kualitas (quality control), penjaminan kualitas (quality
24
assurance), manajemen kualitas (quality management), manajemen kualitas terpadu (total quality management), organisasi belajar (learning organization) dan organisasi tingkat global (world-class organization) – (Dorothea Wahyu Ariani 2003: 18-19) Proses pengelolaan / manajemen yang dilakukan terus menerus–– berdasarkan standar baku serta berorientasi mutu, selanjutnya dikenal sebagai Sistem Manajemen Mutu. (Sobana, 2012, p9)
2.4.2
Prinsip-Prinsip Manajemen Kualitas
Prinsip-prinsip mengenai manajemen kualitas tertulis jelas di dalam ISO 9000:2000. ISO 9000:2000 adalah sebuah standar kualitas internasional yang berbasis pada delapan prinsip manajemen kualitas. Tujuan kedelapan prinsip manajemen kualitas tersebut juga dipergunakan dalam inisiatif Six Sigma. Kedelapan prinsip manajemen kualitas tersebut terkonsentrasi pada pendekatanpendekatan berikut ini. 1. Fokus pada konsumen (customer focus), organisasi kerja bergantung pada konsumen-konsumen mereka, sehingga harus mampu memahami apa yang menjadi
kebutuhan
konsumen
pada
masa
mendatang
dengan
mempertemukan seluruh komplemen-komplemen kebutuhan konsumen pada saat ini dengan apa yang menjadi ekspektasi konsumen ke depan.
25
2. Kepemimpinan
(leadership),
kepemimpinan
ditekankan
pada
gaya
memimpin dan arah kepemimpinan dalam aktivitas organisasional kerja. Dalam proses kepemimpinan, harus diciptakan berbagai kondisi atau lingkungan kerja yang kondusif pada tujuan organisasi kerja secara utuh. 3. Keterlibatan personil (involvement of people), “people” atau personil pada segenap tingkatan / level struktur organisasional kerja bertanggung jawab atas kesuksesan di tingkatan / levelnya, dan secara penuh terintegrasi untuk kepentingan keuntungan organisasional dengan tingkat abilitas dan kapabilitasnya. 4. Pendekatan pada proses (process approach), pengukuran tingkat-tingkat efisiensi ketika sumber atau input dan aktivitas telah terkondisi ke dalam proses. 5. Pendekatan system pada manajemen (system approach to management), identifikasi, pemahaman, dan pengelolaan hubungan internal proses dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan tujuan dari nilai-nilai efisiensi dan efektivitas organisasional kerja. 6. Peningkatan sistem secara kontinu (continual improvement), “continual improvement” adalah tujuan dan sasaran permanen dalam aktivitas organisasional. 7. Pendekatan berbasis fakta-fakta dalam pengambilan keputusan (factual approach to decision-making), efektif dalam pengambilan-pengambilan keputusan strategis yang berbasis pada analisis data dan informasi strategik.
26
8. Kerja sama yang saling menguntungkan dengan pihak-pihak pemasok / penyalur (mutually beneficial supplier relationship), organisasi dan pengelolaannya bersifat independen, dan “mutually beneficial supplier relationship” dan meningkatkan nilai-nilai abilitas keduanya dalam upayaupaya penciptaan nilai. (Hidayat, 2007, p150-154)
2.5 Konsep Dasar Sistem Produksi dan Proses Produksi merupakan fungsi pokok di dalam setiap organisasi, yang mencakup aktivitas yang bertanggung jawab untuk penciptaan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri itu. Produksi di dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti: keuangan, personalia, dll. Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen struktural dan fungsional. Di dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar.
27
Proses transformasi nilai tambah dari input menjadi output dalam sistem produksi modern selalu melibatkan komponen struktural dan fungsional. Sistem produksi memiliki beberapa karakteristik berikut: 1. Mempunyai
komponen-komponen
atau
elemen-elemen
yang
saling
berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan utuh. Hal ini berkaitan dengan komponen struktural yang membangun sistem produksi itu. 2. Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, berupa menghasilkan produk (barang dan / atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. 3. Mempunyai aktivitas, berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi output secara efektif dan efisien. 4. Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa optimasi pengalokasian sumber-sumber daya. Secara skematis sederhana, sistem produsi dapat digambarkan seperti dalam bagan berikut ini.
28
Gambar 2.3 Skema Sistem Produksi Sumber: Gasperz, 2012, p6
Dari bagan di atas, tampak bahwa elemen-elemen utama dalam sistem produksi adalah: input, proses, dan output, serta adanya suatu mekanisme umpan balik untuk pengendalian sistem produksi itu agar mampu meningkatkan perbaikan terusmenerus (continuous improvement). Suatu proses dalam sistem produksi dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuensial dari tenaga kerja, material, informasi, metode kerja, dan mesin atau nilai tambah bagi produk agar dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi.
29
Definisi lain dari proses adalah suatu kumpulan tugas yang dikaitkan melalui suatu aliran material dan informasi yang mentransformasikan berbagai input ke dalam output yang bermanfaat atau bernilai tambah tinggi. Suatu proses memiliki kapabilitas atau kemampuan untuk menyimpan material (yang diubah menjadi barang setengah jadi) dan informasi selama transformasi berlangsung. Salah satu cara yang umum dipergunakan untuk menggambarkan proses dari sistem produksi adalah diagram alir proses (process flow diagram). Diagram alir dari suatu proses hipotesis, ditunjukkan dalam bagan di bawah ini.
Gambar 2.4 Aliran Proses Produksi Sumber: Gasperz, 2012, p8
30
Perlu diperhatikan bahwa proses dari setiap sistem produksi memiliki spesifikasi yang berbeda-beda, seperti misal proses produksi semen berbeda dengan proses produksi ban, namun secara umum terdapat tida kategori untuk semua aktivitas dalam proses. Ketiga kategori itu adalah: tugas-tugas (tasks), aliran-aliran (flows), dan penyimpanan (storage).
2.6 Process Improvement Process improvement atau peningkatan proses berarti membuat suatu kegiatan proses menjadi lebih baik, bukan sekadar menangani masalah atau krisis yang timbul ketika aktivitas produksi dilakukan. Ini berarti menghindari praktek menyalahkan orang lain atas kegagalan atau masalah yang timbul. Ketika kita menggunakan pendekatan problem-solving atau sekedar memperbaiki hal-hal atau peralatan yang rusak, kita tidak akan menemukan ataupun mengerti akar permasalahan dari kesulitan yang timbul tersebut. Di sini hukum Murphy berlaku dan usaha kita untuk “memperbaiki” barang yang rusak bisa jadi malah benar-benar membuat proses secara keseluruhan memburuk. Bagaimanapun juga, ketika kita melakukan peningkatan proses, kita mencari apa penyebab dari apa yang terjadi dalam proses dan menggunakan apa yang kita dapatkan tersebut untuk mengurangi keberagaman yang muncul, menghilangkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada barang atau jasa yang
31
diproduksi, dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Sebuah tim dibutuhkan untuk menguji semua faktor yang mempengaruhi proses: material yang digunakan dalam proses, metode dan mesin yang digunakan untuk mengubah material-material tersebut menjadi barang atau jasa, dan karyawan yang menangani pekerjaan tersebut. (BSI, p2)
2.7 Manfaat Process Improvement bagi Organisasi Sebuah metodologi peningkatan proses yang terstandarisasi membuat kita bisa melihat bagaimana kita mengerjakan pekerjaan kita. Ketika semua pemegang peranan penting dalam peningkatan proses dilibatkan, mereka bisa secara kolektif berfokus pada pengurangan pemborosan–– seperti uang, karyawan, material, waktu, dan kesempatan. Hasil ideal yang diharapkan adalah pekerjaan tersebut bisa dilakukan secara lebih murah, lebih cepat, lebih mudah, dan–yang paling penting– lebih aman. (BSI, p2)
2.8 Variasi dalam Konteks SPC Pengukuran yang dilakukan terhadap performansi kualitas saja tidak cukup, tetapi perlu juga menganalisis bagaimana keadaan dari suatu proses berdasarkan hasil-hasil dari pengukuran kualitas itu. Dalam konteks pengendalian proses
32
statistikal, penting juga untuk mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi dalam menghasilkan output sehingga dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output (barang dan / atau jasa) yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yang diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Variasi Penyebab-Khusus (Special-Causes Variation) Adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor: manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola nonacak (non-random patterns) sehingga dapat diidentifikasi / ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehungga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
2. Variasi Penyebab-Umum (Common-Cause Variation)
33
Adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum yang sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak manajemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits). Suatu proses yang hanya mempunyai variasi penyebab-umum (common-causes variation) yang mempengaruhi output atau outcomes merupakan proses yang stabil karena penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya relatif stabil sepanjang waktu. Variasi penyebab-umum dapat diperkirakan dalam batas-batas pengendalian yang ditetapkan secara statistikal. Sedangkan apabila variasi penyebab-khusus terjadi dalam proses, maka akan menyebabkan proses itu menjadi tidak stabil. Upaya-upaya menghilangkan variasi penyebab-khusus akan membawa proses ke dalam pengendalian statistikal.
34
Pemahaman dan pengendalian variasi merupakan inti dari teori Deming. Dr. W. Edwards Deming menyatakan bahwa sasaran dari pengendalian kualitas adalah mengurangi variasi sebanyak mungkin. (Gasperz, 1998, p28-29)
2.9 Metode-Metode Peningkatan Proses Sampai saat ini telah ditemukan banyak metode untuk meningkatkan proses dan kualitas produksi, salah satunya just-in-time, Lean Production, Kaizen, ISO 9001, dan Six Sigma.
2.9.1
Kaizen
Kaizen bukanlah kata baru dalam bahasa Jepang, dan ide perbaikan selalu menjadi hal penting bagi Toyota sejak masa pendiri, Sakichi Toyoda, dan putranya Kiichiro memulai usaha mereka yang berhubungan dengan menciptakan mesin tenun yang lebih baik pada awal 1900-an. Kata Kaizen dalam bahasa Jepang ditulis 改 善 dengan dua huruf kanji yang berarti “berubah” dan “untuk lebih baik”. Istilahnya selalu berarti perbaikan, meskipun tidak digunakan secara persis
35
dengan pengertian khusus yang digunakan dalam lean manufacturing, bisnis, atau perbaikan proses. (Kato, 2012, p13) Istilah Kaizen mulai berkembang di perusahaan tersebut pada 1950-an dan 1960an sebagai bagian pengembangan Toyota Production System secara terus menerus. (Kato, 2012, p38)
2.9.2
Konsep Taguchi
Hampir semua permasalahan kualitas merupakan hasil produk dan desain yang buruk. Genichi Taguchi menyediakan tiga konsep yang bertujuan memperbaiki kualitas produk dan proses, yaitu: ketangguhan kualitas (quality robustness), fungsi kerugian kualitas (quality loss function—QLF), dan kualitas berorientasi target (target-oriented quality). Produk berkualitas tangguh (quality robust) adalah produk yang dapat diproduksi secara seragam dan konsisten dalam setiap kondisi manufaktur dan lingkungan yang kurang baik. Ide Taguchi adalah menghilangkan pengaruh kondisi kurang baik dan bukan menghilangkan penyebab. Taguchi menyarankan bahwa menghilangkan
pengaruh
seringkali
lebih murah
daripada menghilangkan
penyebab, dan lebih efektif dalam memproduksi produk yang tangguh. Dengan cara ini, variasi kecil dalam bahan dan proses tidak merusak kualitas produk.
36
Sebuah quality lost function (QLF) mengidentifikasi semua biaya yang berkaitan dengan kualitas buruk dan menunjukkan bagaimana biaya ini meningkat jika produk semakin jauh dari keinginan pelanggan. Biaya ini meliputi tidak hanya ketidakpuasan pelanggan tetapi juga biaya garansi dan jasa; biaya inspeksi internal, perbaikan, dan scrap; dan biaya-biaya yang digambarkan sebagai biaya pada masyarakat. Taguchi mengamati spesifikasi tradisional yang berorientasi pada kesesuaian (suatu produk dianggap baik selama masuk dalam batas toleransi), terlalu sederhana. Kualitas berorientasi kesesuaian menerima semua produk yang masuk ke dalam batas toleransi yang menghasilkan lebih banyak unit yang kualitasnya semakin jauh dari sasaran. (Heizer dan Render, 2009, p314-316)
2.9.3
Just-in-Time
Filosofi yang melandasi just-in-time (JIT) adalah salah satu dari perbaikan terusmenerus dan penyelesaian masalah. Sistem JIT didesain untuk memproduksi dan mengantarkan barang saat mereka dibutuhkan. JIT berkaitan dengan kualitas dalam tiga hal. •
JIT memangkas biaya kualitas. Hal ini terjadi karena rework, scrap, investasi persediaan, dan biaya karena barang rusak berkaitan langsung
37
dengan persediaan yang ada. Karena dengan penerapan JIT berarti hanya terdapat sedikit persediaan, maka biaya pun menjadi lebih rendah. Sebagai tambahan, persediaan menyembunyikan kualitas yang buruk dimana JIT dengan segera menyingkap kualitas buruk. •
JIT meningkatkan kualitas. Di saat JIT memperkecil lead time, JIT dapat menjaga bukti kesalahan tetap baru dan membatasi jumlah sumber kesalahan yang potensial. Karenanya, JIT menciptakan sebuah sistem peringatan akan adanya permasalahan kualitas, baik dalam perusahaan maupun dengan para penjual.
•
Kualitas yang lebih baik berarti persediaan yang lebih sedikit, serta sistem JIT yang lebih baik dan mudah digunakan. Sering kali tujuan memiliki persediaan adalah untuk melindungi kinerja produksi yang buruk yang disebabkan kualitas tidak dapat diandalkan. Jika kualitas konsisten, JIT membuat perusahaan dapat mengurangi semua biaya yang terkait pada persediaan.
(Heizer dan Render, 2009, p314)
2.9.4
ISO 9001
Kualitas secara global sangat penting, sehingga dunia bersatu dalam satu standar kualitas, yakni ISO 9000. ISO 9000 merupakan satu-satunya standar kualitas yang
38
diakui secara internasional. Pada tahun 1987, 91 negara anggota (termasuk Amerika Serikat) menerbitkan beberapa standar jaminan kualitas, yang dikenal sebagai ISO 9000. Amerika Serikat, melalui American National Standard Institute (ANSI) telah mengadopsi ISO 9000 sebagai ANSI / ASQ Q9000. Fokus dari standar adalah menetapkan prosedur manajemen kualitas, melalui kepemimpinan, dokumentasi terinci, perintah kerja, dan penyimpanan catatan. Prosedur ini, tidak menyatakan apapun mengenai kualitas actual produk—mereka seluruhnya adalah standar yang harus diikuti. Untuk memiliki sertifikat ISO 9000, organisasi harus melalui proses selama 9 hingga 18 bulan yang mencakup pendokumentasian prosedur kualitas, penilaian lapangan, dan serangkaian audit yang terus berjalan pada produk atau jasa. Untuk menjalankan bisnis secara global—terutama di Eropa—terdaftar dalam direktori ISO sangatlah penting. Pada tahun 2003, lebih dari 400.000 sertifikat diberikan pada perusahaan di 158 negara. Sekitar 40.000 perusahaan Amerika Serikat memiliki sertifikat ISO 9000. ISO memperbaharui standarnya pada bulan Desember 2000 menjadi lebih pada sistem manajemen kualitas, yang lebih terinci yang disebut ISO 9001: 2000. Kepemimpinan oleh manajemen puncak, persyaratan dan kepuasan pelanggan memainkan
peran
yang
lebih
besar,
sementara
prosedur
mendapatkan lebih sedikit penekanan di bawah ISO 9001: 2000.
terdokumentasi
39
(Heizer dan Render, 2009, p306-307)
2.9.5
Lean Production
Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan / atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Tujuan Lean adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui peningkatan terusmenerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-to-waste ratio). Pada tahun 2006, the value-to-waste ratio perusahaan-perusahaan Jepang sekitar 50%, perusahaan Toyota Motor sekitar 57%, perusahaan-perusahaan terbaik di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) sekitar 30%, sedangkan the value-to-waste ratio perusahaan terbaik di Indonesia baru sekitar 10%. Suatu perusahaan dapat dianggap Lean apabila the value-to-waste ratio telah mencapai minimum 30%. Apabila perusahaan itu belum Lean, perusahaan tersebut dapat disebut sebagai UnLean Enterprise dan dikategorikan sebagai perusahaan tradisional. (Gasperz, 2007, p1) Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) melalui peningkatan terusmenerus secara radikal (radical continuous improvement) dengan cara mengalirkan
40
produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan system tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. (Gasperz, 2007, p2) Terdapat lima prinsip dasar Lean: 1. Mengidentifikasi nilai produk (barang dan / atau jasa) berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang dan / atau jasa) berkualitas superior, dengan harga yang kompetitif dan penyerahan yang tepat waktu. 2. Mengindentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada value stream) untuk setiap produk (barang dan / atau jasa). 3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream itu. 4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan system tarik (pull system). 5. Terus-menerus mencari berbagai teknik dan alat peningkatan (improvement tools and techniques) untuk mencapai keunggulan dan peningkatan terusmenerus.
41
2.9.6
Total Quality Management
Total Quality Management (TQM) adalah sebuah konsep manajemen strategi pencapaian sukses jangka panjang yang berorientasi pada kepuasan konsumen dengan dukungan dan partisipasi dari seluruh anggota organisasi kerja internal maupun eksternal, peningkatan proses, kinerja produk, kinerja pelayanan, dan faktor-faktor kultural. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh W. Edwards Deming, Kaoru Ishikawa, Josep M. Juran, dan beberapa tokoh di bidang kualitas lainnya. (Hidayat, 2007, p18) TQM penting karena keputusan kualitas mempengaruhi setiap keputusan utama dalam manajemen operasional yang dibuat. Adapun konsep ini sebetulnya mengacu pada 14 prinsip dari W. Edwards Deming yang kemudian dikembangkan menjadi enam konsep program TQM yang efektif. (Deitiana, 2011, p69) Adapun 14 Poin Deming adalah sebagai berikut: 1. Membuat tujuan yang konsisten 2. Memimpin dalam mempromosikan perubahan 3. Membangun kualitas pada produk, menghentikan ketergantungan pada inspeksi untuk menangkap permasalahan 4. Membangun hubungan jangka panjang berdasarkan kinerja bukan pada harga 5. Meningkatkan produk, kualitas, dan jasa secara terus menerus
42
6. Memulai pelatihan 7. Menekankan kepemimpinan 8. Membuang rasa takut 9. Mendobrak batasan antar departemen 10. Menghentikan pidato panjang lebar pada pekerja 11. Mendukung, membantu, memperbaiki 12. Mendobrak penghalang untuk bangga antar kinerja masing-masing 13. Mendirikan program pendidikan yang kuat dan perbaikan mandiri 14. Menempatkan orang di perusahaan untuk bekerja pada suatu transformasi (Deitiana, 2011, p69) 2.9.7
Statistical Process Control
Statistical Process Control (SPC) adalah sebuah teknik statistic yang digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar. Semua proses tidak pernah luput dari hasil yang bervariasi. Walter Shewart dari Bell Laboratories di tahun 1920 mempelajari data proses dan membedakan antara penyebab variasi yang umum dan khusus. Banyak orang sekarang merujuk pada variasi ini sebagai penyebab yang alamiah dan buatan. Shewhart membuat alat yang sederhana tetapi ampuh untuk memisahkan kedua jenis penyebab tadi–– yang disebut bagan kendali (control chart). (Heizer dan Render, 2009, p344)
43
SPC digunakan untuk mengukur kinerja sebuah proses. Sebuah proses dikatakan beroperasi dalam kendali statistic bila sumber variasi berasal hanya dari sumber yang alamiah. Pertama kali proses harus dibawa ke dalam kendali statistic dengan mendeteksi dan menghilangkan sumber variasi buatan (assignable). Setelah itu, barulah kinerja proses dapat diramalkan, dan kemampuannya untuk memenuhi harapan konsumen dapat diperkirakan. Tujuan sebuah system pengendalian proses adalah untuk memberikan peringatan stastistik bila terdapat penyebab variasi buatan. Peringatan ini dapat mempercepat pengambil keputusan mengambil tindakan yang sesuai untuk menghilangkan penyebab buatan. Variasi alamiah adalah variabilitas yang mempengaruhi setiap proses produksi pada suatu tingkat dan diharapkan; juga dikenal sebagai penyebab umum. Sedangkan variasi buatan adalah variasi dalam sebuah proses produksi yang dapat ditelusuri penyebab khususnya. (Heizer dan Render, 2009, p345)
2.9.8
Six Sigma
Six Sigma adalah suatu cara yang lebih cerdas untuk mengatur sebuah bisnis atau sebuah departemen. Six Sigma menempatkan customer pada prioritas utama dan menggunakan fakta dan data untuk mencapai solusi yang lebih baik. (Pande dan Holpp, 2002, p2)
44
Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan meningkatkan nilainilai kapabilitas dari aktivitas proses bisnis. (Hidayat, 2007, p28) Six Sigma menempatkan focus usahanya pada tiga area utama: •
Meningkatkan kepuasan pelanggan
•
Mengurangi waktu siklus
•
Mengurangi defect
Peningkatan pada area-area tersebut biasanya merepresentasikan penghematan biaya yang dramatis bagi bisnis atau perusahaan, dan juga meningkatkan kesempatan untuk mempertahankan customer, menangkap pangsa pasar baru, dan membangun reputasi positif untuk kualitas barang dan jasa yang unggul. (Pande dan Holpp, 2002, p3)
2.10
Fundamental Six Sigma
Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan meningkatkan nilainilai kapabilitas dari aktivitas proses bisnis. Proses adalah sesuatu yang dimulai dari perencanaan, desain produksi sampai dengan fungsi-fungsi konsumen (kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi). Dalam konsep Six Sigma dikenal dua proses kerja yang disebut proses kerja internal dan eksternal. Proses internal meliputi seluruh aspek fungsi dan kegiatan yang ada di dalam perusahaan, sedangkan proses eksternal
45
adalah seluruh kegiatan yang dimulai dari pengelolaan produk jadi / promosi hingga distribusi ke konsumen. Tujuan Six Sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan, mereduksi kegagalankegagalan produk / proses, menekan cacat-cacat produk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral personil / karyawan, dan meningkatkan kualitas produk pada tingkat yang maksimal. (Hidayat, 2007, p28) Six Sigma pertama kali dikembangkan oleh Motorola pada pertengahan tahun 1980 dan dipublikasikan oleh Jack Welch (General Electric) dalam forum strategi bisnis (1995). Istilah Six Sigma diambil dari terminologi statistika, dimana sigma (σ) adalah standar deviasi dalam distribusi normal dengan probabilitas (a) ± 6 (enam) atau sama dengan Pvalue = 0,999996 atau efektivitas sebesar 99,9996%. Dalam proses produksi, standar Six Sigma dikenal dengan istilah “defectively rate of the process” dengan nilai sebesar 3,4 defektif di setiap juta unit / proses. Artinya, dalam satu juta unit / proses hanya diperkenankan mengalami kegagalan / cacat produk sebanyak 3,4 unit / proses. Dengan demikian, derajat konsistensi Six Sigma adalah sangat tinggi dengan standar deviasi yang sangat rendah. Dibandingkan dengan metode pengendalian kualitas sebelumnya, Six Sigma memiliki keunggulan pada fungsi-fungsi proses. Six Sigma tidak sekedar berorientasi pada kualitas produk / jasa, tetapi juga pada seluruh aspek operasional bisnis dengan penekanan dalam fungsi-fungsi proses. (Hidayat, 2007, p28-29)
46
2.11
Perbedaan Six Sigma dengan TQM
TQM pada dasarnya berbeda dengan Six Sigma. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci perbedaan di antara keduanya. (Pande, Neuman dan Cavanagh, 2000, p42-48) Tabel 2.2 Perbedaan TQM dengan Six Sigma TQM: Kurangnya Integrasi
Six Sigma: Link (hubungan) ke “Lini Dasar” Bisnis dan Personal
Kualitas seringkali merupakan aktivitas Organisasi-organisasi “sambilan” yang terlepas dari isu-isu menempatkan
Six
Sigma
Manajemen
Proses,
kunci strategi dan kinerja bisnis. Tanda- Perbaikan, dan Pengukuran ke dalam tanda
peringatan
mencakup
“dewan tindakan sebagai bagian dari tanggung
kualitas” yang membentuk delegasi- jawab delegasi
daripada
membentuk
sehari-hari
tim operasi
mereka.
terutama
manajer
Insentif
–
GE
manajemen inti, atau staf “departemen” mengumumkan bahwa 40 persen dari kualitas dengan tidak ada hubungan ke bonus akan terkait erat dengan Six Sigma P&L atau konsiderasi dari lini dasar – membantu memperkuat pesan bahwa lainnya. “Gap integrasi” lainnya muncul Six ketika
manajer
madya
Sigma
perusahaan pekerjaan”.
adalah Satu
area
“bagian yang
dari masih
mengabaikan proses keputusan, dan membutuhkan perhatian adalah aplikasi
47
wewenang
pemecahan
diserahkan
kepada
masalah Six Sigma pada proses administrasi atau
tim-tim
dimana jasa. Akan tetapi, beberapa sukses luar
manajer tidak mempunyai control resti biasa telah dicapai di unit keuangan terhadap tim tersebut. Integrasi yang GE’s Capital Services. sebenarnya dirusak ketika – sekalipun istilahnya adalah kualitas “total” – usaha dibatasi pada produk dan fungsi-fungsi pemanufakturan. TQM: Kepemimpinan yang Apatis
Six Sigma: Kepemimpinan di Barisan Depan
Pada setiap usaha TQM yang telah Hasrat untuk dan percaya kepada Six berkembang
dengan
cepat, Sigma di puncak bisnis dipertanyakan di
kepemimpinan secara aktif dikaitkan perusahaan-perusahaan
seperti
dengan memimpin proses. Akan tetapi, Bombardier, Allied Signal, dan GE. seringkali muncul sikap skeptis dari Bersama dengan hasrat atau keinginan manajemen
puncak, atau
rendahnya kuat tersebut – dan kesiapan untuk
kemauan mereka untuk mendorong ide- menabuh
secara
terus-menerus
ide kualitas. Dalam organisasi seperti gendering sistem Six Sigma sinonim itu, kualitas dirasakan “temporer” – dan dengan penciptaan kembali bisnis secara ketika
para
memprakarsai
pemimpin TQM
yang konstan. Kita selalu mengatakan bahwa
meninggalkan tanda-tanda
kesiapan
bagi
sebuah
48
perusahaan,
kualitas
pun
terbukti perusahaan
temporer.
atau
departemen
untuk
masuk ke dalam Six Sigma adalah hanya ketika orang-orang di atasnya membuat suatu
keputusan
bahwa
perubahan
adalah penting bagi kesuksesan terusmenerus. TQM: Konsep yang Tidak Jelas
Six Sigma: Pesan Sederhana yang Diulang-ulang Secara Konsisten
Ketidak jelasan TQM dimulai dengan Pada sisi ini, Six Sigma mungkin kata
kualitas
itu
sendiri.
Kualitas mempunyai kesulitan yang sama seperti
merupakan istilah yang familiar dengan TQM. Bagaimanapun, kata “Six Sigma” banyak perbedaan makna. Di banyak tidak perusahaan,
kualitas
adalah
menjelaskan
secara
sempurna
sebuah sistem yang saat ini kami sajikan.
departemen yang sudah ada dengan Definisi singkat yang kami berikan tanggung
jawab
khusus
terhadap adalah: “Six Sigma adalah sistem bisnis
“kontrol kualitas”, sementara ilmunya untuk mencapai dan mempertahankan sendiri
cenderung
berfokus
pada sukses
melalui
fokus
pelanggan,
stabilisasi dibanding pada perbaikan Manajemen dan Perbaikan Proses, dan proses. Ide keseluruhan dari “filosofi” penggunaan fakta serta data secara kualitas
juga
keseluruhan
membuat
tampak
misterius
konsep bijaksana”. Jelas, akurat, dan spesifik. bagi Dengan
terus-menerus
49
banyak
orang.
Ketidakjelasan
TQM mengkomunikasikan definisi tersebut,
lebih buruk ketika, seperti pendekatan- dan menghindari debat tentang alat-alat pendekatan baru bermunculan – missal mana yang digunakan, atau filosofi Six sertifikasi ISO9000 atau reengineering – Sigma mana yang anda ikuti, anda dapat mereka tidak terintegrasi ke dalam usaha menjaga supaya fokus tidak melebar kualitas yang sudah ada.
kemana-mana.
TQM: Tujuan yang Tidak Jelas
Six
Sigma:
Menetapkan
Tujuan
Ambisius yang Tidak Mungkin Banyak perusahaan membuat kualitas Tujuan yang jelas merupakan pusat Six bahkan menjadi lebih tidak jelas dengan Sigma. Ini adalah tujuan yang sangat mempunyai positif
tujuan
seperti
yang
terdengar menantang, tapi masih dapat dipercaya,
“memenuhi
atau tidak seperti “zero defect”. Apakah
melampaui harapan pelanggan”, dengan tujuan
itu
dinyatakan
dalam
hasil
tidak ada cara untuk melacak kemajuan (sempurna 99,9997 persen), Defect Per terhadap tujuan tersebut. Metode-metode Million
Opportunities (3,4
DPMO),
kualitas yang diajarkan pada tahun atau Sigma inisiatif Six Sigma dapat 1980-an dan 1990-an juga melakukan melihat hasil mereka bertumbuh; dan tugas buruk berkaitan dengan realitas mereka dapat menyamakannya dengan perbedaan dan perubahan kebutuhan uang. pelanggan,
membuat
TQM
Yang sama
juga pentingnya
besar dengan memfokuskan pada cara-cara
kemungkinannya menjadi sistem yang untuk
melacak
perubahan-perubahan
50
“open loop” dimana sebuah perusahaan pada
kebutuhan
dan
persyaratan
dapat memenuhi kebutuhan pelanggan pelanggan, perusahaan-perusahaan Six yang akan datang. (Pada kenyataannya, Sigma
sedang
membangun
sebuah
itulah yang tampaknya terjadi pada sistem dinamis untuk mengukur kinerja sejumlah “kisah sukses” yang nantinya berdasarkan permintaan pelanggan yang berubah
menjadi
“kisah
seram” paling baru dan paling aneh. Meskipun
korporat.)
tujuan berubah sepanjang waktu, sistem Six Sigma yang “closed loop” akan membantu
organisasi
untuk
menyesuaikan diri. TQM:
Sikap
yang
Puritan
Fanatik Teknis Salah
satu
dan Six Sigma: Mengadaptasi Alat dan Tingkat Kekakuan Lingkungan
pengaruh
paling Selama anda dan para pemimpin bisnis
menjengkelkan dari “ahli” TQM adalah anda menyadari bahwa Six Sigma adalah pembuatan sesuatu yang dapat disebut sebuah cara untuk menciptakan dan “kebijakan kualitas”: individu-individu menjalankan sebuah organisasi yang yang bersikeras melakukan berbagai hal lebih sukses – menuntut diversivitas dengan sebuah cara tertentu (hanya satu keterampilan yang sangat besar, bukan cara tertentu). Menyimpanglah dari cara hanya keahlian teknis – anda dapat tersebut, dan anda akan memperlihatkan menghindari masalah ini. Ada banyak ideal kualitas atau pengajaran dari “Six Sigma Way”. Sikap yang paling
51
seorang guru yang berkata “seperti ini… sehat
untuk
seperti ini…”. Purisme kualitas memiliki “Kita
akan
mengadopsinya menggunakan
adalah: alat
dan
dua efek: 1) sumber daya digunakan pendekatan yang mendatangkan hasil untuk menganalisis masalah dengan dengan kemudahan dan kesederhanaan menggunakan alat-alat yang tidak tepat paling besar”. Tidak ada yang salah atau tidak perlu; dan bahkan lebih buruk, dengan
mempunyai
2) orang-orang “awam” yang berusaha konsisten, menerapkan
kualitas
(bukan
atau
metode
menerapkan
yang teknik-
ahli) teknik lanjutan untuk mengukur dan
dijauhkan dari usaha. Sikap stereotip meningkatkan proses. Six Sigma, karena tersebut muncul paling banyak dari ia mencakup begitu banyak ide dan orang-orang yang mendukung teknik- metode,
dapat
mengatasi
teknik atau peralatan yang lebih rumit, puritas”.
Kami
akan
“masalah
mengingatkan
yang akan bersikeras supaya teknik- semua organisasi bahwa fanatisme yang teknik tersebut diterapkan bahkan ketika melukai tidak
benar-benar
TQM
masih
bersembunyi
diperlukan. sebagai suatu bahaya dalam sistem Six
Sederhanakan alat kebutuhan anda, dan Sigma. Hati-hatilah dengan kebijakan hati-hatilah dengan kemarahan mereka! Six Sigma! Bagi
banyak
orang
yang
menjadi
“penyelenggara” kualitas, alat adalah segala-galanya. TQM: Gagal untuk Menghancurkan Six
Sigma:
Prioritas
Terhadap
52
Penghalang-Penghalang Internal Ketika
TQM
berada
dalam
Manajemen Proses Lintas Fungsi
jaman Kaum praktisi Six Sigma yang paling
keemasannya, TQM masih merupakan pintar menempatkan patung Silo (Silo aktivitas
“departemental”
dalam adalah
gudang
tertutup
tempat
kebanyakan organisasi. Tidak semuanya menyimpan makanan ternak) di puncak buruk
karena
ada
departemental
para
dan
pelanggan daftar prioritas mereka. Hal itu penting departemen- baik sebagai sasaran – untuk membantu
departemen yang mempunyai proses- menciptakan proses
yang
dapat
ditingkatkan.
diukur
Tetapi
perusahaan
yang
lebih
dan smooth, lebih efektif, dan lebih efisien –
kebanyakan maupun sebagai alat untuk mengurangi
pembicaraan mengenai kualitas “Total” pengerjaan ulang karena hubungan yang –
menekankan
pada
organisasi terputus atau miskomunikasi. Bahkan
keseluruhan proses perentangan – hanya sukses Six Sigma untuk menghancurkan sekedar perbaikan
pembicaraan. atau
Proyek-proyek penghalang-penghalang
perbaikan
organisasional
dilakukan akan ditentukan pada jangka panjang;
dalam bagian-bagian yang terisolasi: sedikit sukses tidak berarti kemenangan. Engineering mempunyai proyek sendiri, Itulah demikian Pemanufakturan,
juga atau
mengapa
disiplin
manajemen
Keuangan, proses sama sentralnya dengan sistem HR.
Jika Six Sigma sebagai cara untuk mengukur
berkembang, TQM justru menjadi lebih atau meningkatkan proses. lintas fungsi. Tetapi dalam banyak
53
kasus,
TQM
menargetkan
banyak
konflik kecil, bukannya konflik besar, yakni isu-isu kritis pelanggan. TQM: Perubahan Inkremental vs Six Sigma: Perubahan Inkremental Perubahan Eksponensial
Eksponensial
Pengajaran TQM seringkali menekankan Salah satu peluang besar dari Six Sigma bahwa perubahan akan dikendalikan adalah memulai dengan segar, dengan oleh banyaknya perbaikan kecil. Tidak pengakuan
bahwa
perbaikan
kecil
ada eksklusi nyata mengenai perubahan maupun perubahan besar adalah bagian yang lebih radikal dalam TQM-toolkit, penting dari sukses bisnis di abad 21. tetapi tidak dapat ditolak bahwa ada ketidaksabaran
di
antara
pemimpin
ketika
banyak “konsep
reengineering” mengalami kegagalan. Kembali ke kasus klasik “Thyranny of the Or”. TQM menyatakan bahwa kebobrokan
reengineering
menjadi
godam yang mengakibatkan kerusakan perusahaan,
sementara
penganjur
reengineering mengejek TQM sebagai “tidak berefek”. Tidak ada titik temu.
54
Itulah peperangan di banyak perusahaan yang mengakibatkan keduanya terluka parah atau mati. TQM: Pelatihan yang tidak efektif
Six Sigma: Blackbelts, Greenbelts, Master Blackbelts
Kami
menggunakan
istilah
“tidak Perusahaan-perusahaan
Six
Sigma
efektif” karena mencakup semua jenis menetapkan standar yang sangat ketat masalah yang dapat muncul selama untuk pembelajaran, dan mem-back-upmenjalankan pelatihan TQM. Memang nya dengan investasi yang diperlukan benar bahwa tidak ada cara sempurna dalam hal waktu dan uang untuk untuk melatih sebuah organisasi untuk membantu banyak orang memenuhi TQM – atau Six Sigma. Selalu ada standar tersebut. Sementara kebanyakan tantangan di sekitar waktu (kapan saat organisasi berteriak kesakitan karena yang
tepat
ketrampilan
untuk baru
memberikan pelatihan membutuhkan waktu lebih dari
kepada
banyak dua jam, GE’s Blackbelt – penggerak
orang?), kedalaman (seberapa detail utama perbaikan Six Sigma – mengambil kebutuhan tersebut?), dan sumber daya waktu tiga minggu untuk pelatihan, (seberapa banyak waktu dan uang yang dengan ujian-ujian tindak lanjut dan dapat
diberikan
pelatihan?). TQM
selalu
untuk
Tidak tidak
mengadakan terus belajar melalui konferensi dan
berarti
pelatihan forum-forum lainnya. Bahkan yang lebih
efektif,
tetapi mengesankan
adalah
komitmen
55
pelatihan
itu
cenderung
menjadi “Greenbelt”:
setiap
karyawan
“cahaya” dan lebih banyak berfokus manajemen diberi pelatihan minimum pada mengajarkan alat-alat daripada dua minggu dalam metode Six Sigma. memberikan sebuah konteks yang jelas Mudah tentang
bagaimana
perbaikan
(dan
kita
telah
mendengar
dapat banyak orang melakukannya) untuk
dilakukan. Akibatnya, orang mengetahui menolak usaha GE sebagai satu-satunya alat-alat, tetapi tidak mengetahui kapan kemungkinan karena banyaknya sumber dan bagaimana menerapkannya dengan daya yang hebat yang ia miliki, tetapi paling baik. Penekanan pelatihan TQM tidak adil untuk menganggap bahwa adalah pada proyek-proyek – batas orang-orang
GE
yang
mendapatkan
waktu, usaha perbaikan offline – dan keterampilan tersebut adalah mereka karena itu tampak tidak relevan dengan yang kurang sibuk dibanding yang lain. tanggung jawab sehari-hari dari banyak Yang benar adalah, komitmen pelatihan orang (faktor lain dalam kurangnya merupakan suatu pengorbanan – sebuah integrasi
yang
telah
dijelaskan investasi – yang dibuat dengan sadar.
sebelumnya). Barangkali yang paling Anda tidak perlu meniru GE atau buruk
adalah
pelatihan
kualitas kursus-kursus perusahaan Six Sigma
seringkali menjatuhkan korban untuk lainnya untuk menjadi sukses, tetapi sejumlah permainan, dengan sukses prinsip pembaruan dan perbaikan terusditentukan oleh “jumlah orang yang menerus menuntut investasi yang lebih dilatih” atau “tim-tim yang dibentuk”.
besar dan ekspetktasi pembelajaran yang
56
lebih tinggi dibanding anggapan yang secara
tradisional
kebanyakan tantangan
dimiliki
perusahaan. lainnya
–
oleh
Tantanganmengaitkan
pelatihan pada tugas / pekerjaan orang, dan menciptakan ukuran-ukuran hasil yang
melampaui
“muatan”
(metric
pelatihan standar) – ditekankan baik pada
rancangan
pelatihan
maupun
ekspektasi yang ditetapkan pada para trainee sebelum
(orang-orang dan
sesudah
yang
dilatih)
pengalaman
pembelajaran. TQM: Fokus pada Kualitas Produk
Six Sigma: Perhatian pada Semua Proses Bisnis
Di samping deskriptor “total”, banyak Sebagaimana kita tahu, bahwa Six Sigma usaha kualitas dikonsentrasikan pada tidak hanya bekerja dalam jasa dan proses produksi atau pemanufakturan, dalam proses-proses transaksional, tetapi bukan
pada
layanan,
logistik, mungkin menawarkan peluang lebih
pemasaran, atau area-area lain yang dibanding dalam pemanufakturan. Jadi, sama
kritisnya).
Kita
mengetahui, Six Sigma mempunyai potensi untuk
57
sebagai
contoh,
percetakan
sebuah
perusahaan menjadi “total” dibanding Total Quality!
yang memfokuskan tim-
timnya pada pengurangan millimeter penyimpangan di dalam pemotongan kertas
(memang
merupakan
faktor
kualitas yang penting), sementara proses pelacakan kualitas
pesanan kacau
mereka
balau.
dalam
Bahkan
jika
kualitas produk adalah sempurna / unggul,
para
pelanggan
tidak
memperolehnya dengan tepat waktu. Sumber: Pande, Neuman dan Cavanagh, 2000, p42-48
2.12
Konsep Dasar Six Sigma
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan / atau jasa) diproses pada tingkat kinerja kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan aka nada dalam produk (barang dan / atau jasa) itu. Dengan demikian, Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja proses industri tentang bagaimana
58
baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, semakin baik kinerja proses industri. Sehingga 6-sigma secara otomatis lebih baik daripada 4-sigma, dan 3sigma. Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat bawah dan sebagai pengendalian proses industri yang berfokus pada pelanggan dengan memperlihatkan kemampuan proses. (Gaspersz, 2007, p37) Six Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatic yang diterapkan oleh perusahaan Motorola sejak tahun 1986, yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas. Banyak ahli manajemen kualitas menyatakan bahwa metode Six Sigma Motorola dikembangkan dan diterima secara luas oleh dunia industri, karena manajemen industri frustasi terhadap sistem-sistem manajemen kualitas yang ada, yang tidak mampu melakukan peningkatan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol (zero defects). Banyak sistem manajemen kualitas, seperti Malcolm Baldrige Quality Award (MBNQA), ISO 9000, dan lain-lain, hanya menekankan pada upaya peningkatan terus-menerus berdasarkan kesadaran mandiri manajemen, tanpa memberikan solusi yang ampuh bagaimana terobosan-terobosan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol. Prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas Six Sigma Motorola mampu menjawab tantangan ini, dan terbukti perusahaan Motorola selama kurang
59
lebih 10 tahun setelah implementasi konsep Six Sigma telah mampu mencapai tingkat kualitas 3,4 DPMO (defects per million opportunities—kegagalan per sejuta kesempatan). (Gaspersz, 2007, p37-38) Beberapa keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six Sigma, adalah sebagai berikut: •
Peningkatan produktivitas rata-rata: 12,3% per tahun
•
Penurunan COPQ (cost of poor quality) lebih daripada 84%
•
Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7%
•
Penghematan
biaya
manufakturing
lebih
daripada $11 milyar •
Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan ratarata: 17% dalam penerimaan, keuntungan, dan harga saham Motorola.
(Gaspersz, 2007, p38)
2.13
Peningkatan Kapabilitas Proses Menuju Target Six Sigma
Setelah kita mengetahui posisi kinerja bisnis dan industri pada saat sekarang (baseline measurement), misalnya pada kapabilitas 3-sigma yang menghasilkan
60
kesalahan atau kegagalan sebesar 66.807 DPMO (defects per million opportunities), kita harus melakukan berbagai upaya peningkatan (improvement) menuju target 6sigma (Six Sigma) yang hanya akan menghasilkan 3,4 DPM atau 3,4 DPMO. Peningkatan dari kapabilitas proses 3-sigma menjadi 4-sigma membutuhkan sekitar 10 kali improvement, peningkatan dari kapabilitas proses 4-sigma menjadi 5-sigma membutuhkan sekitar 30 kali improvement, sedangkan peningkatan dari kapabilitas 5-sigma menjadi 6-sigma membutuhkan sekitar 70 kali improvement. Dengan demikian apabila kita menganggap bahwa kinerja bisnis dan industri di Indonesia sekarang masih berada pada tingkat kapabilitas 3-sigma, maka dibutuhkan sekitar 21.000 (= 10 x 30 x 70) kali peningkatan untuk mencapai target Six Sigma. Hal ini berarti semakin tinggi kapabilitas sigma, semakin tinggi pula upaya peningkatannya agar mencapai keunggulan dan kesempurnaan. Upaya peningkatan dari 5-sigma menjadi 6-sigma akan lebih tinggi daripada upata peningkatan 4-sigma menjadi 5-sigma, juga lebih tinggi daripada upaya peningkatan dari 3-sigma menjadi 4-sigma. (Gaspersz, 2007, p49)
2.14
Apresiasi Level pada Six Sigma
Model statistika dalam fungsi-fungsi pengembangan dan peningkatan Six Sigma disebut dengan “Six Sigma Improvement Initiative”. Tujuan model statistik adalah untuk menggambarkan unit-unit ‘sigma’ sehubungan dengan pengukuran suatu
61
kinerja proses. Misalnya, jika kinerja proses bisnis berada di level 5 (lima) sigma, berarti tingkat kinerja proses bisnis tersebut sebesar 99.9767%. Hal itu berarti, dalam setiap satu juta aktivitas proses hanya akan terjadi 233 kali kegagalan proses, dan kinerja prosesnya berada di bawah satu tingkat dibandingkan dengan kinerja terbaik (sigma level enam). Lihat tabel di bawah ini. (Hidayat, 2007, p62-63) Tabel 2.3 Hubungan antara Nilai Sigma dan Tingkat Kegagalan Per Juta Peluang dan Ekuivalen Yield Six Sigma
Kegagalan
Harga / nilai sigma
peluang / kesempatan
1
691.462
30,85
2
308.538
69,146
3
66.807
93,379
4
6.210
99,379
5
233
99,9767
6
3,4
99,99966
Sumber: Hidayat, 2007, p63
per
juta Yield (%)
62
Gambar 2.5 Distribusi Normal Defect Produksi Sumber: Gasperz, 2012, p613 Tabel di atas tadi adalah tabel sigma universal yang umum dan sederhana. Sedangkan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Vincent Gasperz, tabel lengkap dari indeks kapabilitas proses (Cp atau Cpk), hasil bebas cacat, DPMO, dan nilai sigmanya bisa dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.4 Tabel Konversi Hasil Bebas Cacat Terhadap Nilai Sigma
63
Cp atau Cpk 0 0,02 0,03 0,05 0,07 0,08 0,1 0,12 0,13 0,15 0,17 0,18 0,2 0,22 0,23 0,25 0,27 0,28 0,3 0,32 0,33 0,35 0,37 0,38 0,4 0,42 0,43 0,45 0,47 0,48 0,5 0,52 0,53 0,55
Hasil Bebas Cacat
DPMO atau DPM
Nilai Sigma
6,68% 7,35% 8,08% 8,85% 9,68% 10,56% 11,51% 12,51% 13,57% 14,69% 15,87% 17,11% 18,41% 19,77% 21,19% 22,66% 24,20% 25,78% 27,43% 29,12% 30,85% 32,64% 34,46% 36,32% 38,21% 40,13% 42,07% 44,04% 46,02% 48,01% 50,00% 51,99% 53,98% 55,96%
933.193 926.471 919.243 911.492 903.200 894.350 884.930 874.928 864.334 853.141 841.345 828.944 815.940 802.337 788.145 733.373 758.036 742.154 725.747 708.840 691.462 673.645 655.422 636.831 617.911 598.706 579.260 559.618 539.828 519.939 500.000 480.061 460.172 440.382
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95 1,00 1,05 1,10 1,15 1,20 1,25 1,30 1,35 1,40 1,45 1,50 1,55 1,60 1,65
64
0,57 0,58 0,6 0,62 0,63 0,65 0,67 0,68 0,7 0,72 0,73 0,75 0,77 0,78 0,8 0,82 0,83 0,85 0,87 0,88 0,9 0,92 0,93 0,95 0,97 0,98 1 1,02 1,03 1,05 1,07 1,08 1,1 1,12 1,13 1,15 1,17
57,93% 59,87% 61,79% 63,68% 65,54% 67,36% 69,15% 70,88% 72,57% 74,22% 75,80% 77,34% 78,81% 80,23% 81,59% 82,89% 84,13% 85,31% 86,43% 87,49% 88,49% 89,44% 90,32% 91,15% 91,92% 92,65% 93,32% 93,94% 94,52% 95,05% 95,54% 95,99% 96,41% 96,784323% 97,128344% 97,441194% 97,724987%
420.740 401.294 382.089 363.169 344.578 326.355 308.538 291.160 274.253 257.846 241.964 226.627 211.855 197.663 184.060 171.056 158.655 146.859 135.666 125.072 115.070 105.650 96.800 88.508 80.757 73.529 66.807 60.571 54.799 49.471 44.565 40.059 35.930 32.157 28.717 25.588 22.750
1,70 1,75 1,80 1,85 1,90 1,95 2,00 2,05 2,10 2,15 2,20 2,25 2,30 2,35 2,40 2,45 2,50 2,55 2,60 2,65 2,70 2,75 2,80 2,85 2,90 2,95 3,00 3,05 3,10 3,15 3,20 3,25 3,30 3,35 3,40 3,45 3,50
65
1,18 1,2 1,22 1,23 1,25 1,27 1,28 1,3 1,32 1,33 1,35 1,37 1,38 1,4 1,42 1,43 1,45 1,47 1,48 1,5 1,52 1,53 1,55 1,57 1,58 1,6 1,62 1,63 1,65 1,67 1,68 1,7 1,72 1,73 1,75 1,77 1,78
97,981778% 98,213558% 98,422239% 98,609655% 98,777553% 98,927589% 99,061329% 99,180246% 99,285719% 99,379033% 99,461385% 99,533881% 99,597541% 99,653303% 99,702024% 99,744487% 99,781404% 99,813419% 99,841113% 99,8650102% 99,8855793% 99,9032397% 99,9183648% 99,9312862% 99,9422975% 99,9516576% 99,9595942% 99,9663071% 99,9719707% 99,9767371% 99,9807384% 99,9840891% 99,9868880% 99,9892200% 99,9911583% 99,9927652% 99,9940941%
20.182 17.864 15.778 13.903 12.224 10.724 9.387 8.198 7.143 6.210 5.386 4.661 4.025 3.467 2.980 2.555 2.186 1.866 1.589 1.350 1.144 968 816 687 577 483 404 337 280 233 193 159 131 108 88 72 59
3,55 3,60 3,65 3,70 3,75 3,80 3,85 3,90 3,95 4,00 4,05 4,10 4,15 4,20 4,25 4,30 4,35 4,40 4,45 4,50 4,55 4,60 4,65 4,70 4,75 4,80 4,85 4,90 4,95 5,00 5,05 5,10 5,15 5,20 5,25 5,30 5,35
66
1,8 99,9951904% 1,82 99,9960924% 1,83 99,9968329% 1,85 99,9974391% 1,87 99,9979342% 1,88 99,9983376% 1,9 99,9986654% 1,92 99,9989311% 1,93 99,9991460% 1,95 99,9993193% 1,97 99,9994587% 1,98 99,9995706% 2 99,9996602% 2,02 99,9997318% 2,03 99,9997888% 2,05 99,9998340% 2,07 99,9998699% 2,08 99,9998983% 2,1 99,9999207% 2,12 99,9999383% 2,13 99,9999521% 2,15 99,9999629% 2,17 99,9999713% 2,18 99,9999779% 2,2 99,9999830% 2,22 99,9999870% 2,23 99,9999900% Sumber: Gasperz, 2012, p611 2.15
48 39 32 26 21 17 13 11 9 7 5 4 3,4 2,7 2,1 1,7 1,3 1,0 0,8 0,6 0,5 0,4 0,3 0,22 0,17 0,13 0,10
5,40 5,45 5,50 5,55 5,60 5,65 5,70 5,75 5,80 5,85 5,90 5,95 6,00 6,05 6,10 6,15 6,20 6,25 6,30 6,35 6,40 6,45 6,50 6,55 6,60 6,65 6,70
Six Sigma Process Improvement
Dalam program / proyek pengembangan dan peningkatan Six Sigma, tim kerja yang ditunjuk akan menyeleksi berbagai strategi peningkatan proses Six Sigma yang bersifat regular. Kemudian lima tahapan proses diterapkan dalam upaya
67
memperbaiki dan meningkatkan proses yang sudah ada. Kelima tahap proses tersebut adalah; •
Pendefinisian berbagai permasalahan proses dan kebutuhan konsumen;
•
Pengukuran cacat-cacat (defect) dari aktivitas operasional proses (kuantitatif maupun kualitatif);
•
Analisis data sebagai dasar pemecahan masalah yang ada;
•
Meningkatkan
proses
dan
memangkas
penyebab-penyebab terjadinya cacat (defect); •
Pengendalian proses dan memastikan cacatcacat (defect) tidak terjadi lagi.
(Hidayat, 2007, p52)
2.16
Model dalam Metode Peningkatan Proses Six Sigma
Berbagai upaya peningkatan menuju target Six Sigma dapat dilakukan menggunakan dua metodologi, yaitu (1) Six Sigma–– DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control), dan (2) Design For Six Sigma–– DFSS DMADV (Define, Measure, Analyze, Design, Verify).
68
DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada, sedangkan DMADV digunakan untuk menciptakan desain proses baru dan / atau desain produk baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja bebas kesalahan (zero defects / errors). (Gaspersz, 2007, p50)
2.16.1 DMAIC DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada. DMAIC terdiri atas lima tahap utama: •
Define–– mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten dengna permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan
•
Measure–– mengukur kinerja proses pada saat sekarang (baseline measurements) agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Lakukan pemetaan proses dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan indikator kinerja kunci (key performance indicator = KPIs)
•
Analyze–– menganalisis hubungan sebab-akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan
69
•
Improve––
mengoptimisasikan
proses
menggunakan analisis-analisis seperti Design of Experiments (DOE), dan lain-lain, untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi optimum proses •
Control–– melakukan pengendalian terhadap proses secara terus-menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju Six Sigma.
(Gaspersz, 2007, p50)
Gambar 2.6 Tahap-tahap dalam Model DMAIC Sumber: Gaspersz, 2007, p51
70
2.16.2 DMADV Design for Six Sigma (DFSS) adalah strategi Six Sigma yang bekerja pada langkah-langkah awal dari daur hidup proses. DFSS bukan merupakan strategi pengembangan dan peningkatan proses yang sudah ada, dan bukan merupakan strategi pemodifikasian dari fundamental struktur proses yang sudah ada. Akan tetapi, DFSS adalah strategi perancangan proses baru dengan memanfaatkan perangkat-perangkat kerja dan metode-metode terbaik di dalam perencanaan produk maupun proses, baik itu proses pengembangan produk, desain atau redesain proses pelayanan, atau proses bisnis internal. (Hidayat, 2007, p58) Design For Six Sigma (DFSS) menggunakan metodologi DMADV (Define, Measure, Analyze, Design, and Verify), sebagai berikut: •
Define–– mendefinisikan secara formal sasaran dari aktivitas desain proses baru dan / atau desain produk baru yang secara konsisten berkaitan langsung dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan
•
Measure––
mengindentifikasi
critical-to-
qualities (CTQs), kapabilitas produk (product capabilities), kapabilitas proses (process capabilities), evaluasi resiko, dll
71
•
Analyze–– mengembangkan dan mendesain alternative-alternatif (alternatives), menciptakan high-level design, dan mengevaluasi kapabilitas desain agar mampu memilih desain terbaik
•
Design––
mengembangkan
desain
secara
terperinci (develop detail design), optimisasi desain (optimize design), dan rencana untuk verifikasi desain. Pada tahap ini mungkin membutuhkan simulasi •
Verify–– memverifikasi desain, setup pilot runs, implementasi proses baru (untuk desain proses baru) atau produk baru (untuk desain produk baru), kemudian menyerahkan kepada pemilik proses.
Beberapa kalangan menggunakan akronim DMEDI atau DMADOV untuk metodologi Design For Six Sigma (DFSS) yang pada dasarnya serupa dengan DMADV. DMEDI adalah: Define, Measure, Explore, Develop, Implement, sedangkan DMADOV adalah: Define, Measure, Analyze, Design, Optimize, Verify. (Gasperz, 2007, p51-52)
72
Gambar 2.7 Tahap-tahap dalam Model DMADV Sumber: Gasperz, 2007, p52 Teori tentang DFSS digambarkan sebagai teori-teori ilmiah yang berisi pokokpokok dan format-format tentang persepsi serta pemahaman dalam ruang lingkup yang berbeda-beda. Dasar teori DFSS adalah gabungan dari persepsi dan hipotesis, kategori-kategori fenomena atau objek-objek, ide-ide, pengembangan, dan metode konseptual seperti desain axiomatic dan TRIZ, yang dikolaborasikan dengan spectrum-spektrum dari statistika empiris dan model-model matematika terapan. Ruang lingkup konseptual dan teorinya dibangun berdasarkan system teoritis dari beberapa metode dalam dua tipe, yaitu aksioma atau hipotesis (Suh, 1990; Altshuller, 1988). Sasaran utama DFSS adalah “design it right the first time” (filosofi Six Sigma 1), dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kesalahan-
73
kesalahan atau kegagalan-kegagalan dalam proses selanjutnya. Istilah Six Sigma dalam konteks DFSS dapat digambarkan sebagai tingkatan desain, apakah suatu desain (produk / jasa / proses) dalam kategori buruk, regular, baik, sempurna, efektif, dan lain sebagainya. Secara umum, desain yang memiliki pengaruh terhadap nilai-nilai kualitas terbagi menjadi dua model kepekaan, yaitu: 1.
Kepekaan
proses,
dibangun
berdasarkan
kegagalan-kegagalan desain aksioma dan kelemahan pada prinsip-prinsip proses; 2.
Kepekaan
operasional,
kaitannya
dengan
ketidaktahanan terhadap lingkungan kerja dan proses. Sasaran kedua DFSS adalah membangun suatu perencanaan antisipasi terhadap dua efek kepekaan desain. Mewujudkan sasaran DFSS yang kedua tiadklah mudah. Dalam mewujudkan sasaran DFSS yang kedua tersebut, pendekatan konseptual desain akan banyak berperan dibandingkan dengan pendekatan statistika. Hal ini karena seara umum, dukungan data kuantitatif pada tahapan-tahapan desain dapat dianggap sangat minim. Agar tidak terjadi keraguan, strategi DFSS dibagi menjadi tiga tahapan dengan berpedoman pada dua sasaran DFSS tersebut. Adapun ketiga tahapan DFSS adalah tahap pembuatan konsep, tahap pengembangan, dan tahap manufaktur. (Hidayat, 2007, p111)
74
2.16.3 Perbedaan DMAIC dan DMADV Pada dasarnya, DMAIC dan DMADV memuat perbedaan yang signifikan. DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada, sedangkan DMADV digunakan untuk menciptakan desain proses baru dan / atau desain produk baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja bebas kesalahan (zero defects / errors). (Gaspersz, 2007, p50)
Gambar 2.8 Perbedaan antara DMAIC dengan DMADV dalam Sistem Sumber: Hidayat, 2007, p96
75
Perbedaan signifikan antara Six Sigma (DMAIC) dan Design For Six Sigma (DMADV) bisa dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.5 Perbedaan antara Six Sigma dengan Design For Six Sigma Perbedaan antara Six Sigma dan Design For Six Sigma Six Sigma
Design For Six Sigma
DMAIC: Define, Measure, Analyze,
•
Improve, Control
DM ADV: Define, Measure, Analyze, Design, Verify
•
DM ADOV:
Define,
Measure,
Analyze,
Design,
Optimize,
Verify Melihat proses yang sudah ada dan Berfokus pada desain awal dari produk melakukan
perbaikan
atas
masalah- dan proses
masalah yang muncul Lebih reaktif
Lebih proaktif
Manfaat atau hasil yang diperoleh dari Manfaat atau hasilnya lebih sulit untuk Six Sigma bisa dihitung lebih cepat
dihitung dan diperkirakan dan cenderung untuk berjalan secara jangka panjang. Bisa membutuhkan enam sampai dengan dua belas bulan setelah peluncuran
76
produk
baru
sebelum
anda
bisa
mendapatkan perkiraan hasil yang tepat Sumber: Gasperz, 2007, p53
Gambar 2.9 Perbedaan Six Sigma dengan Design For Six Sigma Sumber: Gasperz, 2007, p54
Perbedaan antara Six Sigma (DMAIC) dan Design For Six Sigma (DMADV) juga bisa dilihat dari perbedaan alur proses peningkatan kualitasnya. Apabila
77
digambarkan dalam diagram, maka perbedaan antara DMAIC dan DMADV bisa dilihat seperti pada diagram di bawah ini.
78
Gambar 2.10 Perbedaan Proses DMAIC dengan DMADV
Sumber: www.sixsigmatraining.org
79
2.17
Analisis Nilai (Value Analysis)
Analisis nilai adalah metode identifikasi dan pereduksian biaya-biaya yang tidak perlu. Metode tersebut berorientasi pada fungsi-fungsi produk / proses. Reduksi biaya dapat dilakukan tanpa memengaruhi fungsi-fungsi produk / proses. Kemudian, untuk memastikan kinerja-kinerja yang dihasilkan dibutuhkan fungsi-fungsi di dalam skala efisiensi (ekonomis). (Hidayat, 2007, p243)
2.18
Tools Six Sigma
Untuk melakukan peningkatan kualitas dengan metode Six Sigma, konsep Deming bisa diadopsikan ke dalam proyek pengembangan dan peningkatan kualitas Six Sigma. Metode dan perangkat kerja yang mendukung yaitu Pareto Analysis, Flow Charting, Diagram Ishikawa, dan Diagram Pengendalian. (Hidayat, 2007, p162-163) Selain dari itu juga dibutuhkan perangkat kerja untuk mendefinisikan penyebab utama dari kegagalan produksi berupa FMEA. (Pyzdek, 2003, p596)
80
Berdasarkan dari jurnal teknologi industri yang ditulis oleh Sean P. Goffnett, alat-alat (tools) yang bisa digunakan untuk membantu implementasi metode Six Sigma dengan model DMAIC adalah sebagai berikut. Tabel 2.6 Alat-alat Bantu Six Sigma Strategic
Common Strategic Section
Steps
Deliverables
Define
•
Traditional Tools
Project Charter or Statement of Work • (SOW)
/
Word
Processor •
o -Process and Problem o -Scope and Boundaries o -Team,
Spreadsheet
Customer
to
Customer
Concept Critical •
&
•
Concerns o -Improvement
Critical
Goals
& •
Objectives
Project Charter or SOW Gantt Chart / Timeline Flowchart
or
Process
Map
o -Estimate Sigma & Cost of Poor • Quality (COPQ) •
Balanced Scorecards Pareto Charts & Control
•
Gantt Chart / Timeline
•
High Level Process Map
•
QFD / House of Quality
•
Step Documentation and Next Steps
•
Suggestions
•
Exit Review
Charts
/
Complaints •
Surveys / Interviews / Focus Groups
Measure
•
Baseline Figures (Sigma & Cost)
•
Data Gathering Plan
•
Process Capability
•
Surveys / Interviews /
•
Measurement
System
Analysis
Focus Groups
81
(MSA) or Gage R&R •
•
Refine Project Charter, including COPQ
•
Refine Process Map
•
Fix Gantt Chart / Timeline
•
SIPOC or IPO Diagram
•
Step Documentation and Next Steps
•
Exit Review
Checksheets
/
Spreadsheets •
SIPOC IPO Diagram
•
Descriptive Statistics & Capability
•
Pareto Chart / Control Charts
•
Measurement
System
Analysis •
Flowchart
or
Process
Map
Analyze
•
Identified Root Cause(s)
•
Project Charter or SOW
•
Gantt Chart / Timeline
•
Fishbone Diagram (5-
o -Cause and Effect
Why)
o -Statistical Analyses
•
FMEA
•
Validated Root Cause(s)
•
Interrelationship
•
Step Documentation and Next Steps
•
Exit Review
Diagram •
Histogram
•
Scatter
Diagrams
(Correlation) •
Hyp
Testing
/
Chi-
Square •
Confidence Intervals
•
Pareto Chart / Control Charts
•
Regression
82
•
ANOVA
•
DOE
•
Response
Surface
Methods •
Flowchart
or
Process
Map Improve
•
Selected
Root
& •
Cause(s)
Countermeasures
•
Hypothesis Testing
•
Confidence Intervals
•
Improvement Implementation Plan
•
Validated Solutions or Improvements • o -Statistical Analyses
Affinity Diagram
DOE
•
FMEA
•
Trial
and
Error
/
Simulation •
Flowchart
or
Process
Map •
Implementation
&
Validation Plan Control
•
•
Control Plan o -Tolerance,
Controls,
and •
Measures o -Charts and Monitor
•
Poka-Yokes Standardization
•
SOP / Work Instructions
Response Plan
•
Process Dashboards
o -Ownership or Responsibilities
•
Capability Studies
o -Corrective Actions
•
MSA or Gage R&R
(SOP)
•
Process Map / Monitor / Response Plan
o -Standard Operating Procedures • •
Control Charts
Validated In-Control Process and •
Documentation
83
Benefits
•
Final Reports
o -Process Capability
•
Presentation
o -Measurement
System
Analysis
(MSA) or Gage R&R •
Step Documentation and Final Report
•
Exit Review – Project Completion and Handoff to Owner
Catatan: perangkat ini digunakan sesuai dengan kebutuhannya saja. Sumber: Goffnett, 2004 Sesuai dengan keterangan dari catatan kaki tabel di atas, maka penulis hanya menggunakan perangkat kerja terpilih untuk melakukan tahap-tahap dalam DMAIC tersebut. 2.18.1 Diagram Alir Diagram Alir (flow charts) secara grafis menyajikan sebuah proses atau sistem dengan menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan sebuah proses. (Heizer dan Render, 2009, p321) Diagram flow proses adalah gambaran atau ilustrasi yang mempresentasikan urutan
(sequence) dari
langkah-langkah
proses.
Dalam
diagram
tersebut
dideskripsikan aktivitas kunci proses yang tereksekusi beserta penanggung jawab prosesnya. Salah satu prinsip kerja dalam diagram flow proses adalah aktivitas
84
investigasi berbagai kesempatan / peluang pengembangan dan peningkatan dengan upaya memahami berbagai variasi per tahapan antar-proses, di titik proses mana saja seluruh modifikasi alternatif tersebut dapat dilakukan. (Hidayat, 2007, p301)
85
Gambar 2.11 Contoh Diagram Alir
Sumber: Brussee, 2006, p61 Diagram alir digunakan untuk membuat proses menjadi lebih mudah dilihat berdasarkan urutan-urutan (langkah-langkah) dari proses itu, sehingga bermanfaat
86
bagi analisis dan perbaikan proses terus-menerus. Diagram alir digunakan apabila berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: •
Terdapat masalah dalam proses yang ditunjukkan melalui tingkat performansi proses yang rendah.
•
Memberikan pelatihan kepada karyawan baru.
•
Mengembangkan sistem pengukuran.
•
Menganalisis ketidaksinkronan, kesenjangan, dan lain-lain, yang berkaitan dengan proses.
•
Landasan untuk perbaikan proses terus-menerus.
(Gasperz, 1998, p189)
2.18.2 Diagram Kontrol (Control Chart) Prinsip kerja SPC adalah diagram-diagram kontrol / pengendalian. Diagram kontrol adalah salah satu bagian dari diagram proses yang berbentuk cukup sederhana, dan terdiri atas dua tipe, yaitu: •
Special cause variation, sumber dari varian yang tidak sepenuhnya tersedia pada waktu yang bersamaan, dan muncul dari keadaan yang spesifik;
•
Common cause variation, sumber dari variasi yang berpengaruh pada segenap nilai individual dari karakteristiknya.
87
Hal terpenting dalam membedakan kedua tipe diagram kontrol tersebut adalah dengan meninjaunya dari bagaimana cara memangkas adanya variasi penyebab khusus yang secara fundamental sangat berbeda dari ‘common cause variation’. Strategi dalam menghadapi ‘common cause variation’ adalah bagaimana cara untuk menekan atau mereduksi sinyalemen kejadiannya. Misalnya, pendeteksian awal dengan metode desain kontrol, atau dengan mengukur kapabilitas dan kinerja proses yang memperlihatkan penurunan / pelemahan atau tidak. Kalaupun ada, strategi pengembangan dan peningkatannya perlu ditinjau kembali, terutama di titik-titik kritis pentahapan proses. Berbeda dengan ‘special cause variation’, dalam menghadapi kejadian tersebut, disarankan untuk berkonsentrasi pada aktivitas penstabilan aktivitas proses dengan kembali pada fokus kontrol. Ini karena ‘special cause’ (penyebab khusus) hanya dapat diidentifikasi dengan diagram kontrol yang memiliki empat kriteria standar, antara lain: •
Seluruh titik berada di luar garis kontrol;
•
Lintasan tujuh poin di atas atau di bawah garis tengah;
•
Lintasan tujuh interval atas atau interval bawah;
•
Seluruh ‘obvious’ pattern non-random.
(Hidayat, 2007, p302-303)
88
Gambar 2.12 Contoh Peta Kendali
Sumber: http://isixsigma.com
2.18.2.1
Diagram Kontrol untuk Atribut dan Ukuran Data
Dalam diagram kontrol standar terdapat atribut dan data variabel. Esensinya adalah diagram kontrol dibagi menjadi dua kelas. Kelas yang pertama adalah data kualitatif (atribut) dan kelas yang kedua adalah kualitatif (pengukuran). Data atribut adalah hasil dari proses yang terklasifikasi menjadi dua kategori, yakni item lolos
89
atau proses gagal, dan cacat proses akibat potong kompas di dalam aktivitas proses. Data yang digali berdasarkan dua kategori tersebut dapat dihitung dan diklasifikasikan di dalam atribut diagram kontrol. Variabelnya adalah karakteristik produk atau parameter proses yang telah terukur, contohnya panjang dalam millimeter (mm), resistensi dalam ohm (W), kecepatan torsi dalam Newton-meter (Nm), dan lain sebagainya. (Hidayat, 2007, p304)
2.18.2.2 Control Chart untuk Variables Dalam statistical process control, dikenal X chart dan R chart sebagai bagan kendali kualitas produksi objek penelitian. X chart adalah sebuah bagan kendali kualitas untuk variable yang memberikan indikasi di saat terjadinya perubahan kecenderungan terpusat pada sebuah proses produksi. R chart sebuah bagan kendali yang menelusuri rentangan sampel, mengindikasikan bahwa terjadi kelebihan atau kekurangan keseragaman penyebaran pada sebuah proses produksi. (Deitiana, 2011, p74) Dasar teori X chart adalah The Central Limit Theorem, yang mana merupakan dasar teoritis untuk bagan mean x yang menyatakan bahwa terlepas dari jenis distribusi populasi dari semua komponen atau jasa, distribusi cenderung mengikuti sebuah kurva normal di saat jumlah sampel meningkat.
90
(Deitiana, 2011, p74) Menetapkan batas bagan rata-rata x Upper Control Limit (UCL) = x + zδx Lower Control Limit (LCL) = x - zδ
Dimana: X = rata-rata rangkap sampel atau nilai taret yang ditetapkan untuk proses Z = jumlah standar deviasi (2 untuk level of confidence 95,45%, 3 untuk 99,73%) δx = standar deviasi dari rata-rata sampel = δ/ δ = standar deviasi populasi (proses) n = ukuran sampel
Menggunakan R (rentangan) yakni perbedaan antara item terbesar dan terkecil pada sampel. Upper Control Limit (UCL) = x + A2R Lower Control Limit (LCL) = x- A2R
91
Di mana R = rentangan rata-rata sampel A2 = nilai yang ditemukan pada tabel berikut X = rata-rata dari sampel rata-rata (Deitiana, 2011, p75)
2.18.2.3 Control Chart untuk Atribut Untuk mengendalikan atribut, dalam SPC digunakan P chart dan C chart. P chart adalah sebuah bagan kendali kualitas yang digunakan untuk mengendalikan atribut. Formula P chart bisa dilihat dari formula sebagai berikut. Formula Upper Control Limit dan Lower Control Limit UCL = P + Z δp LCL = P - Z δp Dimana: P = rata-rata bagian yang ditolak dalam sampel Z = jumlah standar deviasi (z = 2 untuk batas 95,45%, z = 3 untuk batas 99,75%) δp = standar deviasi pada distribusi sampling δp doperkirakan dengan formula:
92
, dimana n = ukuran setiap sampel
C chart adalah bagan quality control yang digunakan untuk mengontrol jumlah yang cacat per unit hasil. Control limits = C ± 3√c (Deitiana, 2011, p75-76)
2.18.3 Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistical, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa (Ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953. (Gasperz, 1998, p61) Setiap ‘tulang’ mewakili kemungkinan sumber kesalahan.
93
Gambar 2.13 Contoh Diagram Sebab-Akibat
Sumber: Brusse, 2006, p56 Manajer operasi memulai dengan empat kategori: material, mesin / peralatan, manusia, dan metode. Inilah yang disebut sebagai “4M” yang merupakan “penyebab”. Penyebab masing-masing dikaitkan dalam setiap kategori yang diikat dalam tulang yang terpisah sepanjang cabang tersebut, sering melalui proses brainstorming. Masalah kualitas dan titik inspeksi menjadi hal yang penting pada saat diagram tulang ikan dibangun secara sistematis. (Heizer dan Render, 2009, p318)
94
Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhankebutuhan berikut: 1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. 2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. 3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. (Gasperz, 1998, p61)
2.18.4 Diagram Pareto Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
95
Gambar 2.14 Contoh Diagram Pareto
Sumber: http://en.wikipedia.org Pada dasarnya diagram Pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk: •
Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
•
Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
(Gasperz, 1998, p53)
96
Diagram ini berdasarkan pekerjaan Vilfredo Pareto, seorang pakar ekonomi di abad ke-19. Joseph M. Juran mempopulerkan pekerjaan Pareto dengan menyatakan bahwa 80% permasalahan perusahaan merupakan hasil dari penyebab yang hanya 20%. (Heizer dan Render, 2009, p319) Kontribusi relatif dalam diagram Pareto kemungkinan besar terletak pada nilainilai frekuensi relatif, biaya relatif, dan lain-lainnya. Kontribusi relatif digambarkan sebagai garis lintasan tebal dalam diagram, sedangkan garis kumulatif adalah fungsi dari kontribusi kumulatif. Prosedur penentuan prioritas dalam diagram Pareto sebagai berikut: •
Pemilihan konsistensi yang akan diranking dan diukur (misalnya frekuensi, biaya, dan lain-lain);
•
Menyusun daftar-daftar elemen dari kiri ke kanan di atas aksis garis horizontal sebagai ukuran order;
•
Mengatur kesesuaian skala vertical pada bagian kiri dan di atas klasifikasinya;
•
Mengatur skala 0-100% di bagian kanan dan menarik garis tegas yang lebih tinggi dari garis yang tertinggi, dan menggesernya pada posisi di atas basis kumulatif yang ditarik dari kiri ke kanan.
97
2.18.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) PFMEA adalah sistematika dari aktivitas yang mengidentifikasi dan mengevaluasi tingkat kegagalan (failure) potensial yang ada pada sistem, produk, atau proses terutama pada bagian akar-akar fungsi produk / proses pada faktor-faktor yang mempengaruhi produk / proses. PFMEA juga merupakan bentuk-bentuk desain “rank order potential”, dan sebagai pendefinisi proses. Sebagai perangkat kerja metode kualitas, PFMEA berfungsi sebagai pengilustrasi dari implementasi metode-metode kualitas yang sesuai, yaitu sebaagi media pengeliminasi dan pereduksi adanya perubahan-perubahan nilai yang terjadi karena adanya “failure occurring”. Tujuan PFMEA adalah mengembangkan, meningkatkan, dan mengendalikan nilai / harga probabilitas dari “failure” yang terdeteksi dari sumber (input), dan juga mereduksi efek-efek yang ditimbulkan oleh kejadian “failure” tersebut. Fokus PFMEA adalah strategi preventif terhadap meningkatnya nilai faktor-faktor “non-conformance”, dan merupakan salah satu perangkat kerja dalam menganalisis risiko-risiko dalam sistem, produk, maupun proses. Dalam inisiatif Six Sigma, PFMEA dikolaborasikan dengan model Kano sebagai landasan
penerjemahan
tingkat-tingkat
ekspektasi
konsumen.
Model
Kano
berperandalam fungsi-fungsi pendefinisian praktis atas ekspektasi konsumen (termasuk definisi kepuasan konsumen), sedangkan PFMEA berperan sebagai perangkat kerja dalam mereduksi tingkat-tingkat ketidakpuasan konsumen dan bukan sebagai metode peningkatan kepuasan konsumen.
98
(Hidayat, 2007, p244-245)
Definisi dari berbagai terminologi dalam FMEA adalah sebagai berikut (Pyzdek, 2003, p596-599): 1. Potential Failure Mode adalah kegagalan-kegagalan yang mungkin terjadi dan yang mungkin tidak disukai oleh customer. 2. Potential Failure Effect adalah hal-hal yang muncul apabila kegagalan (Potential Failure Mode) itu terjadi. 3. Potential Causes adalah kemungkinan penyebab dari Potential Failure Mode tersebut. 4. Severity adalah penilaian atas seberapa signifikan kegagalan tersebut bisa memberikan kepada customer. Penilaian dengan pemberian rating untuk Severity bisa dilihat pada tabel di bawah ini. (Pyzdek, 2003, p598-599)
Tabel 2.7 Penjelasan Nilai Rating Severity dalam FMEA Rating
Severity (SEV)
1
Minor. Customer tidak akan menyadari efeknya atau bahkan menganggap hal itu tidak penting.
2
Customer akan mengetahui efeknya.
99
3
Customer akan merasa terganggu terhadap kinerja yang rendah.
4
Sedang. Customer akan merasakan ketidakpuasan karena kinerja yang rendah.
5
Produktivitas akan customer menurun.
6
Customer akan melakukan komplain. Sangat mungkin terjadi customer meminta perbaikan, retur, atau bahkan uang ganti rugi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan biaya internal (perbaikan, pengerjaan ulang, dsb).
7
Kritis. Loyalitas customer akan berkurang. Operasional internal juga terkena dampak imbasnya.
8
Goodwill customer akan hilang sepenuhnya sebagai akibat dari efeknya. Operasional internal sangat terganggu.
9
Keselamatan customer atau karyawan lemah.
10
Bencana. Customer atau karyawan berada dalam bahaya tanpa peringatan. Sumber: Pyzdek, 2003, p598 5. Occurence adalah penilaian atas seberapa sering penyebab dari kegagalan ini terjadi. Penilaian dengan pemberian rating untuk Occurence bisa dilihat pada tabel di bawah ini. (Pyzdek, 2003, p598-599)
100
Tabel 2.8 Penjelasan Nilai Rating Occurrence dalam FMEA Rating Occurrence (OCC) 1
Hampir tidak pernah terjadi.
2
Tingkat kegagalan yang terdokumentasi rendah.
3
Tingkat kegagalan yang tidak terdokumentasi rendah.
4
Kegagalan terjadi dari waktu ke waktu.
5
Tingkat kegagalan yang terdokumentasi sedang.
6
Tingkat kegagalan yang tidak terdokumentasi sedang.
7
Tingkat kegagalan yang terdokumentasi tinggi.
8
Tingkat kegagalan yang tidak terdokumentasi tinggi.
9
Kegagalan sangat sering terjadi.
10
Kegagalan hampir selalu terjadi. Sumber: Pyzdek, 2003, p598
6. Detectability adalah penilaian atas seberapa mungkin penyebab kegagalan itu bisa terdeteksi oleh sistem yang telah ada di perusahaan saat ini. Penilaian dengan pemberian rating untuk Detectability bisa dilihat pada tabel di bawah ini. Catatan: p adalah perkiraan probabilitas suatu kegagalan tidak terdeteksi. (Pyzdek, 2003, p598-599)
101
Tabel 2.9 Penjelasan Nilai Rating Detectability dalam FMEA Rating
Detectability (DET)
1
Hampir pasti bisa terdeteksi sebelum sampai ke tangan customer. (p ≈ 0)
2
Kemungkinan sangat rendah untuk sampai ke tangan customer tanpa terdeteksi. (0 < p ≤ 0.01)
3
Kemungkinan rendah untuk sampai ke tangan customer tanpa terdeteksi. (0.01 < p ≤ 0.05)
4
Biasanya terdeteksi sebelum sampai ke tangan customer. (0.05 < p ≤ 0.20)
5
Kemungkinan bisa terdeteksi sebelum sampai ke tangan customer. (0.20 < p ≤ 0.50)
6
Kemungkinan tidak terdeteksi sebelum sampai ke tangan customer. (0.50 < p ≤ 0.70)
7
Sangat tidak mungkin terdeteksi sebelum sampai ke tangan
102
customer. (0.70 < p ≤ 0.90) 8
Kemungkinan terdeteksi buruk. (0.90 < p ≤ 0.95)
9
Kemungkinan terdeteksi sangat buruk. (0.95 < p ≤ 0.99)
10
Hampir pasti kegagalan tidak akan terdeteksi. (p ≈ 1) Sumber: Pyzdek, 2003, p598 7. Risk Priority Number (RPN) adalah hasil perkalian antara Severity (SEV), Occurrence (OCC), dan Detectabiilty (DET). 8. Recommended Action adalah usulan-usulan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyebab-penyebab kegagalan tersebut dan mengurangi angka RPN.
2.19
Hasil Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung dan memberikan dasar teori dan penelitian yang lebih kuat bagi penelitian ini, maka penulis juga mencari referensi lain berupa jurnal-jurnal yang diperoleh mengenai Six Sigma.
103
Tabel 2.10 Jurnal Six Sigma Peneliti
Judul Penelitian
Gunawarman Hartono
Analisis
(2010)
dan
Kinerja Produk
Pendekatan
Hasil Penelitian Proses Pendekatan
Six
Sigma
dengan dengan metode DMAIC Metodologi bisa membantu melakukan
Six Sigma (DMAIC) untuk identifikasi
permasalahan
Produk Teh Botol pada PT yang terjadi di perusahaan, XYZ
mengukur kinerja proses dan kinerja produk, untuk kemudian mencari solusi dan
usulan
perbaikan
terhadap
kinerja
perusahaan. Muhammad Bahrul Ulum
Perencanaan Peningkatan Implementasi Six Sigma
(2009)
Kualitas
Produk telah
berhasil
Menggunakan Metode Six meningkatkan SQL (Sigma Sigma
Quality Level) dari objek (furnitur) yang diteliti.
Amalia
Pengurangan Waste pada Lean
(2008)
Proses
Produksi
Six
Gula mengurangi
Sigma
bisa
waste
dan
dengan Pendekatan Lean meningkatkan Six Sigma
produksi.
Yewande Adeyemi
An Analysis of Six Sigma Meskipun
(2006)
at
Small
efisiensi
vs.
ada
berbagai
Large tantangan
Manufacturing Companies
menerapkan baik
dalam Six
perusahaan
Sigma kecil
maupun besar, perusahaan
104
manufaktur
bisa
memperoleh manfaat yang signifikan
dari
implementasinya. Joko Susetyo
Aplikasi
Six
(2011)
DMAIC
dan
Sebagai
Sigma Penyebab
utama
dari
Kaizen kegagalan produksi atau Metode kecacatan
Pengendalian
adalah
faktor
Six
Sigma
dan manusia.
Perbaikan Kualitas Produk Susan Anitasari
Peningkatan
(2003)
Melalui
Kualitas Penerapan Implementasi berhasil
Filosofi Six Sigma
level
meningkatkan kualitas
mengetahui kritis
dengan
karakteristik
konsumen
meminimalkan
dan cacat
tertinggi. Jisun Yu
Building a process model Meskipun
(2010)
of
local
adaptation
butuh
waktu
of yang cukup lama bagi
practices: A study of Six perusahaan Korea untuk Sigma implementation in mengadaptasikan Korean and US firms
Sigma,
penerapannya
meningkatkan produksi
Six
efektivitas perusahaan,
seperti hasil implementasi Six Sigma di perusahaan Amerika.
105
Dominique Drake
The
Revolution
of
(2008)
Sigma: An Analysis of Its pelopor dari peningkatan Theory and Application
Six Meskipun Jepang menjadi
kualitas produksi, namun pengembangan lebih lanjut dan
penyempurnaannya,
termasuk lahirnya teori Six Sigma Amerika Sigma
berasal Serikat. bisa
dari Six
digunakan
untuk meningkatkan proses apapun,
dan
sangat
berguna apabila digunakan untuk meningkatkan sistem produksi apapun.
106
2.20
Kerangka Pemikiran
Dalam menjalankan penelitian ini, penulis berpegang pada kerangka penelitian sebagai berikut. Gambar 2.15 Kerangka Pemikiran
PT TEAM TOPLA
Observasi Lapangan
Studi Literatur
Define Measure
Analyze Improve
Control
1. Perusahaan berada pada tingkat sigma berapa 2. Faktor-faktor penyebab defect 3. Cara-cara meningkatkan kualitas produksi
107