BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori 1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori Agensi (Agency Theory) adalah teori yang menjelaskan konflik yang terjadi antara pihak manajemen perusahaan selaku agen dengan pemilik perusahaan selaku principal. Pemilik perusahaan ingin mengetahui semua informasi mengenai aktivitas perusahaan, termasuk aktivitas manajemen yang terkait dengan dana yang mereka investasikan dalam perusahaan tersebut. Melalui laporan pertanggung jawaban yang dibuat oleh agen, principal dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan sekaligus sebagai alat penilaian atas kinerja agen selama periode tertentu. Namun, yang terjadi adalah kecenderungan manajemen melakukan berbagai tindakan agar laporan pertanggungjawaban terlihat baik dan menghasilkan keuntungan bagi principal, sehingga kinerja agen dianggap baik. Untuk meminimalisasi hal tersebut, diperlukan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang independen, yaitu auditor. Dengan demikian, laporan keuangan yang dibuat oleh agen dapat lebih reliable (dapat dipercaya). Teori keagenan ini membantu auditor memahami konflik kepentingan yang muncul antara agen dan principal. Principal selaku investor bekerja sama dan menandatangani kontrak kerja dengan agen atau
8
9
manajemen perusahaan untuk menginvestasikan keuangan mereka. Dengan adanya auditor yang independen diharapkan tidak lagi terjadi kecurangan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Sehingga akun menghasilkan informasi yang relevan yang berguna bagi investor dan kreditor dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi. 2. Independensi Definisi independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B. Wilcox adalah suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993:246). Kode Etik Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) (SA seksi 220 dalam SPAP, 2001) mengharuskan bahwa auditor dalam audit laporan keuangan historis bersifat independen. Independensi juga disyaratkan bagi jenis atestasi lainnya seperti jasa review dan pemeriksaan laporan keuangan prospektif. Tetapi, sebuah Kantor Akuntan Publik dapat mengisi surat pemberitahuan pajak dan memberikan jasa manajemen tanpa bersikap independensi.
10
Menurut Mulyadi (2005 : 26) Independensi didefinisikan sebagai : “Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada pihak lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.” Sedangkan
Antle
(1984)
dalam
Mayangsari
(2007)
mendefinisikan independensi sebagai : “Suatu hubungan antara akuntan dan kliennya yang mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga temuan dan laporan yang diberikan auditor hanya dipengaruhi bukti-bukti yang ditemukan dan dikumpulkan suatu istilah yang sering digunakan oleh profesi auditor.” Pengertian Independensi, menurut Ikatan akuntan Indonesia (IAI, 2011) melalui Standar Profesional Akuntan Publik SA seksi 220 mendefenisikan independensi sebagai berikut : “Independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan auditor independen”. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahwa klien berusaha agar laporan keuangan yang dibuat oleh klien mendapatkan opini yang baik oleh auditor. Banyak cara dilakukan agar auditor tidak menemukan kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah kecurangan-kecurangan yang dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor.
11
Menurut Alvin A. Arens dan James K. Loebbacke dikutip dalam Reza Okta Suhastra (2012) independensi terbagi dalam tiga aspek, yaitu : 1) Independence in fact (independensi dalam fakta), artinya auditor harus mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya. Seorang auditor harus tetap mengungkapkan penyimpangan yang terjadi diperusahaan klien walaupun auditor tersebut beriko kehilangan pekerjaannya. 2) Independence in appearance (independensi
dalam penampilan),
ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi auditor secara individual maupun keseluruhan. Sebagai contoh, seorang auditor tidak seharusnya mengaudit perusahaan dimana salah satu anggota keluarganya menduduki jabatan sebagai dewan komisaris perusahaan tersebut. Tanpa adanya independensi, akuntan publik tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan akuntan publik, sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari akuntan publik. Masyarakat akan meminta pihak lain yang dianggap independen untuk menggantikan fungsi akuntan publik. Jadi, keberadaan akuntan publik ditentukan oleh independensinya. Menurut Scott et al (2000) dalam Meutia (2007) auditor independen seharusnya dapat menjadi pelindung terhadap praktek-praktek akuntansi, karena auditor tidak hanya dianggap memiliki pengetahuan yang mendalam dibidang akuntansi tetapi juga berhubungan dengan
12
komite audit dan dewan direksi yang bertanggung jawab untuk memeriksa dengan teliti para pembuat keputusan di perusahaan. Atas dasar beberapa definisi tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai unsur-unsur pengertian independensi akuntan publik sebagai berikut : a. Kepercayaan
masyarakat
terhadap
integritas,
objektivitas,
dan
kebebasan akuntan publik dari pengaruh pihak lain. b. Kepercayaan akuntan publik terhadap diri sendiri yang merupakan integritas profesionalnya. c. Kemampuan
akuntan
publik
meningkatkan
kredibilitas
pengetahuannya terhadap laporan keuangan yang diperiksa. d. Suatu sikap mental akuntan publik yang jujur dan ahli, serta tindakan yang bebas dari bujukan, pengaruh dan pengendalian pihak lain dalam melaksanakan perencanaan, pemeriksaan, penilaian, dan pelaporan hasil pemeriksaannya. 3. Reputasi Auditor Reputasi auditor sering digunakan sebagai proksi dari kualitas audit, skala auditor, dan spesialis industri auditor. Pada penelitian ini reputasi auditor diukur dengan besar kecil nya Kantor Akuntan Publik (KAP) yang melakukan audit laporan keuangan suatu entitas. Kantor Akuntan Publik (KAP) besar yang pernah mengaudit perusahaan go public dan berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) Internasional, begitupun sebaliknya dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) kecil.
13
Reputasi auditor didasarkan pada kepercayaan pemakai jasa auditor bahwa auditor memiliki kekuatan tertentu yang secara umum tidak dapat diamati. Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang mempunyai kualitas tinggi yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan para pemakai laporan keuangan. Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor tersebut. Dalam penelitian ini reputasi auditor diproksikan dengan ukuran kantor akuntan publik (KAP). Klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik (KAP) besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) Internasional lah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. Auditor yang memiliki reputasi dan nama besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern demi menjaga reputasi mereka (Efraim Ferdinan Giri, 2010). Pengertian reputasi auditor, menurut Rudyawan dan Badera (2007) : “Menyatakan bahwa auditor memiliki reputasi besar dan nama dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik, termasuk masalah kelangsungan diungkapkan dengan mempertahankan reputasi mereka. Sementara klien biasanya merasakan auditor yang berasal dari lima besar atau berafiliasi dengan perusahaan akuntan internasional yang karakteristiknya asosiasi dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional serta peer review ”.
14
Pengertian reputasi auditor, menurut Purba (2006) : “Penghakiman terhadap akuntan publik sering dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah dengan melihat kondisi bangkrut tidaknya perusahaan yang diaudit. Hal itu berarti bahwa saat ini nasib akuntan publik sepertinya dipertaruhkan pada jatuh bangun bisnis perusahaan kliennya. Ini menunjukkan bahwa reputasi auditor dipertaruhkan saat memberikan opini audit”. 4. Kompetensi Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Lasmahadi (2002) kompetensi didefinisikan sebagai : “Aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.” Menurut penelitian Susanto (2000) definisi tentang kompetensi adalah : “Karakteristik-karakteristk yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin.” Webster’s Ninth Collagiate Dictionary (1983) dalam Sri Lastarti (2005) mendefinisikan keahlian sebagai : “Keterampilan dari seseorang ahli. Ahli (expert) didefinisikan seseorang yang memiliki tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman.” Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang
15
dibutuhkan auditor untuk dapat melakukan audit secara objektif, cermat, dan seksama. Penelitian yang dilakukan Bonner (1990) dalam Alim Nizarul dkk (2007) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor. Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas: 1. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap faktafakta, prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989) juga mengatakan bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan. 2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gibbin’s dan Larocque’s (1990) juga menunjukkan bahwa kepercayaan, komunikasi, dan kemampuan untuk bekerja sama adalah unsur penting bagi kompetensi audit. Ashton (1991) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa dalam literatur psikologi, pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan kompetensi. Ashton
16
juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain di selain pengalaman. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa belum terdapat deskripsi yang jelas tentang keahlian. Akibatnya, konsep keahlian harus dioperasionalisasikan dengan melihat beberapa variabel. Dan pada penelitian ini yang digunakan adalah pengalaman dan pengetahuan. 5. Kualitas Audit De Angelo (1981) dalam Nizarul Alim dkk (2007) mendefinisikan kualitas audit sebagai“Probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.” Deis dan Giroux (1992) dalam Nizarul Alim dkk (2007) melakukan penelitian tentang empat hal dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti
17
standar, dan (4) review oleh pihak ketiga, kualitas sudit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga. Audit memiliki fungsi sebagai proses untuk mengungkapkan kesalahan informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan laporan keuangan hasil auditan. Oleh karena itu auditor harus menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidakselarasan yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik. AAA Financial Acountung Commite (2000) dalam Reza Okta Suharta (2012) menyatakan bahwa: “Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi”. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas dan secara potensial saling mempengaruhi.” Dari pengertian tentang kualitas audit diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas audit merupakan segala kemungkinan dimana ketika auditor mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan kesalahan atau pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya
dalam
laporan
keuangan
auditan,
dimana
dalam
melaksanakan tugasnya auditor tersebut harus berpedoman kepada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan.
18
B. Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari
studi ini dapat disebutkan beberapa hasil
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian ini dilakukan didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang membahas hal-hal yang relevan dengan penelitian ini baik pada objek maupun variabel yang diteliti berdasarkan urutan waktu penelitian yang diuraikan sebagai berikut : Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No.
Nama Peneliti
Variabel Peneliti
Persamaan
Perbedaan
Hasil penelitian
1.
Reza Oka Suhastra (2012).
Kompetensi (X1), Independen si (X2), etika auditor (X3), Kualitas Audit (Y).
Meneliti variabel kompetensi, Independen si, dan kualitas audit
Tidak Indenpendensi dan meneliti kompetensi variabel etika berpengaruh signifikan terhadap auditor. kualitas audit. Penambahan variabel reputasi auditor
2
M Nizarul Alim, Trisni Hapsari, dan Liliek Purwanti (2007).
Kompetensi (X1), Independen si (X2), etika auditor (X3), Kualitas Audit (Y).
Meneliti variabel kompetensi, Independen si, dan kualitas audit
Tidak Independensi dan meneliti kompetensi variabel etika berpengaruh signifikan terhadap auditor. kualitas audit. Penambahan variabel reputasi auditor
3.
Abdul Somad (2012)
Independen si (X1), Kecermatan Profesional
Meneliti variabel independensi , fee audit
Penambahan variabel reputasi auditor dan
Independensi dan fee audit tidak berpengaruh secara parsial terhadap
19
4.
Efraim Ferdinan Giri (2010)
(X2), Kepatuhan pada Kode Etik (X3), fee audit (X4), dan kualitas audit (Y).
dan kualitas audit.
kompetensi.
Tenur KAP (X1), Reputasi auditor (X2), dan Kualitas Audit (Y).
Meneliti variabel reputasi auditor dan kualitas audit.
Penambahan variabel independensi, kompetensi.
Tidak meneliti variabel kecermatan profesional, dan kepatuhan pada kode etik.
Tidak meneliti variabel Tenur KAP
5.
Hanni Handayani (2011)
Kompetensi (X1), Independen si auditor (X2), dan Kualitas Audit (Y).
Meneliti variabel kompetensi, independensi , dan kualitas audit.
Penambahan variabel reputasi auditor.
6.
Bambang Hartadi (2012)
fee audit (X1), rotasi KAP (X2), reputasi auditor (X3), dan kualitas audit (Y).
Meneliti variabel reputasi auditor dan kualitas audit.
Penambahan variabel kompetensi dan independensi.
kualitas audit. Sedangkan kecermatan profesional dan kepatuhan kepada kode etik berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit.
Tenur KAP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas audit. Reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Kompetensi dan independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit baik secara simultan ataupun parsial.
Fee audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sementara rotasi dan reputasi Tidak auditor tidak meneliti berpengaruh variabel fee signifikan terhadap audit dan kualitas audit. rotasi KAP
20
7.
Moehammad Independen Iqbal (2012) si (X1), reputasi auditor (X2), Hubungan klien dengan akuntan (X3) kompetensi (X4), dan opini akuntan publik (Y). Sumber : Data yang diolah
Meneliti independensi , reputasi auditor, kompetensi, dan kualitas audit.
Tidak meneliti varibel hubungan klien dengan akuntan
Independensi, reputasi auditor, dan kompetensi berpengaruh positif pada kualitas audit, sedangkan hubungan klien dengan akuntan berpengaruh negatif terhadap opini akuntan publik.
C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Adapun masalah-masalah yang dianggap penting dalam penelitian kali ini adalah melihat dan meneliti pengaruh independensi, reputasi auditor dan kompetensi terhadap kualitas audit. Menurut Kode Etik Akuntan tahun 1994, menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
21
Mutchler
dkk
(1997)
dalam
Moehammad
Iqbal
(2012)
mengungkapkan auditor yang memiliki reputasi dan nama besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Menurut Boutler dkk. (1999) kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang untuk mampu menunjukan suatu prestasi kerja yang baik dalam bidang pekerjaan, peran, atau situasi tertentu. Fenomena situasional pada penelitian ini adalah pada kondisi situasional yang terjadi di Indonesia, secara khusus pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Jakarta Selatan. Seringkali terjadi bahwa opini yang diberikan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) tergantung atau dipengaruhi hubungan baik dengan klien. Semakin erat hubungan cenderung auditor memberikan opini yang baik walaupun bukti-bukti audit tidak mendukung sebaliknya hubungan auditor dengan klien tidak erat, auditor akan cenderung memberikan penadapat sesuai dengan kondisi atau fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. Hal ini jelas dapat merusak kualitas audit dari seorang auditor. Dari teori tersebut
terbentuklah sebuah fenomena teoritis
(berdasarkan buku) dan fenomena situasional (berdasarkan kenyataan terjadi) yang akan menimbulkan identifikasi masalah serta hipotesis. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dilakukan penyebaran kuisioner serta membaca teori yang berkaitan dengan penelitian. Untuk lebih jelas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :
22
Independensi (X1)
(H1)
Reputasi Auditor (X2)
(H2)
Kualitas Audit (Y)
(H3)
Kompetensi (X3) Variabel Independen
Variabel Dependen Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
D. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Audit. Definisi independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B. Wilcox merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993:246). Kode Etik Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
23
Mayangsari (2003) dalam Nizarul Alim dkk (2007) menemukan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan alat analisis ANOVA diperoleh hasil bahwa auditor yang memiliki keahlian dan independen memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup perusahaan yang cenderung benar dibandingkan auditor yang hanya memiliki salah satu karakteristik atau sama sekali tidak memiliki keduanya. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 = Independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 2. Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Kualitas Audit Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas reputasi dan nama besar yang dimiliki auditor tersebut. Klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik (KAP) besar dan memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) internasional memiliki kualitas yang lebih tinggi. Efraim (2010) menyatakan KAP besar identik dengan KAP bereputasi tinggi. Ukuran KAP juga menunjukkan kemampuan auditor untuk bersikap independen dan melaksanakan audit secara profesional, sebab KAP menjadi kurang tergantung secara ekonomi kepada klien. Klien juga kurang dapat mempengaruhi opini auditor. Arie (2009) menyebutkan dibandingkan dengan KAP kecil, KAP besar mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam melakukan audit, sehingga mampu menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi. Hal
24
tersebut karena KAP besar mempunyai kelebihan yaitu (i) besarnya jumlah dan ragam klien yang ditangani KAP; (ii) banyaknya ragam jasa yang ditawarkan; (iii) luasnya cakupan geografis, termasuk adanya afiliasi international; dan (iv) banyaknya jumlah staf audit dalam suatu KAP. Berdasarkan argumen tersebut maka hipotesis kedua yang diajukan adalah sebagai berikut : H2 : Reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 3. Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit Kompetensi merupakan kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk melakukan audit dengan benar. Hanni Handayani (2011) dan Nizarul Alim dkk (2007) menyatakan bahwa kompetensi memiliki hubungan positif signifikan terhadap kualitas audit. Dalam melakukan audit, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengalaman yang memadai, serta keahlian khusus dibidangnya (Tubbs dalam ayuningtyas 2012 : 49). Auditor harus memiliki pemahaman atas entitas yang diaudit, kemudian auditor juga harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta kemampuan untuk menganalisa suatu permasalahan. Kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik. (Nizarul Alim dkk, 2007). Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa meningkatkan
pengetahuan
yang
telah
dimiliki
agar
penerapan
pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Penerapan pengetahuan
25
yang maksimal tentunya akan sejalan dengan semakin bertambahnya pengalaman yang dimiliki. Dengan demikian memunculkan hipotesis penelitian sebagai berikut : H3 = Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.