BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Ergonomi Kata ergonomi atau dalam bahasa inggris ergonomics berasal dari bahasa Yunani, yaitu ergos yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum, jadi ergonomi dapat diterjemahkan secara umum sebagai perancangan sistem disaat manusia melakukan kerja (Bridger, 1,2003 ). Istilah “Ergonomi” mulai dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas yang berkenaan dengannya telah bermunculan puluhan tahun sebelumnya. Di Amerika istilah ini lebih dikenal sebagai Human Factors Engineering atau Human Engineering. Demikian pula ada banyak istilah lainnya yang secara praktis mempunyai maksud yang sama seperti Biomechanics,
Bio-technology,
Engineering
Psycology
atau
Arbeltswissensschaft di Jerman (Sutalaksana, 72,2006 ). Menurut didefinisikan
Internasional
Ergonomics
Association
ergonomi
sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Selain itu ergonomi
7
juga berkenaan dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempt kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factors” (Nurmianto,1,2004). Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia . Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya”. Ruang lingkup ergonomik sangat luas aspeknya, antara lain meliputi : - Tehnik -
Fisik
-
Pengalaman psikis
-
Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian
-
Anthropometri
-
Sosiologi
-
Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, Oxygen up take, pols, dan aktivitas otot.(Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI) 8
2.2
Kelelahan Fatigue berasal dari kata latin “fatigare” yang berate hilang lenyap (waste time). Secara umum kelelahan diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang lebih kuat ke keadaan lemah. kelelahan adalah berkurangnya kemampuan fisik dan mental sebagai akibat dari penggunaan berlebih pada fisik,mental atau emosional yang juga dapat menguragi hampir seluruh kemampuan fisik termasuk kekuatan, kecepatan, kecepatan reaksi ,kordinasi, dan pengambilan keputusan dan keseimbangan. Kelelahan merupakan perasaan letih akibat penggunaan tenaga yang berlebih . Kelelahan juga dapat didefenisikan sebagai range of affliction , dari keadaan letih secara umum sampai menimbulkan rasa panas /terbakar pada salah satu otot tubuh akibat proses induksi yang ditimbulkan oleh proses kerja.( A.M. Sugeng Budiono, dkk, 263,2003). Pada survey di USA, kelelahan merupakan masalah yang besar. Ditemukan sebanyak 24% dari seluruh orang dewasa yang datang ke poliklinik menderita kelelahan kronik (Hardi, 2006). Data yang hampir sama terlihat dalam komunitas yang dilaksanakan oleh Kendel di Inggeris yang menyebutkan bahwa 25% wanita dan 20% pria selalu mengeluh lelah. Penelitian lain yang mengevaluasi 100 orang penderita kelelahan menunjukan bahwa 64% kasus kelelahan disebabkan karena faktor psikis, 3% karena faktor fisik dan 33% karena kedua faktor tersebut (Setyawati, Hubungan antara Intelegensi, Kreativitas, dan Motivasi Berprestasi dengan Prestasi Belajar pada Siswa SMU 8, 1996) Faktor individu seperti umur mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya kelelahan kerja, berdasarkan penelitian di Jepang menunjukan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan pekerja yang berusia relatif muda (Hidayat, Bahaya Laten kelelahan Kerja, 2003) . 9
Kelelahan merupakan kriteria yang komplek yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan hubungannya dengan penurunan kinerja fisik. Adanya perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja. Kelelahan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis : A.
Berdasarkan waktu terjadinya : 1. Kelelahan Akut Kelelahan yang disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan. 2. Kelelahan kronis Kelelahan yang terjadi sepanjang hari, berkepanjangan dan kadangkadangtelah terjadi memulai pekerjaan.
B.
Berdasarkan Penyebab kelelahan 1.Lelah visual Lelah yang disebabkan oleh ketegangan pada organ visual akibat pencahayaan yang kurang memadai.
2. Lelah Fisik Umum Lelah fisik umum adalah kelelahan yang disebabkan ketegangan di semua organ. 3. Lelah Mental Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal di luar diri yang tewujud dari tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan.(Depnaker 55,1992) 10
Kata “kelelahan” diterapkan di berbagai kondisi, karakteristik utama yang umum dari kondisi ini adalah pengurangan dalam kapasitas dan/ atau penurunan kerja. Kelelahan tubuh yang merupakan akibat dari perpanjangan kerja adalah konsekuensi kehabisan persedian energy tubuh. Kelelahan ini akibat dari kebanyakan tugas pekerjaan sama dengan proses psikologis yang lebih halus,meskipun pengalaman subyektif menunjukan kesamaan. Pada Pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan merupakan peningkatan dalam rata –rata panjang waktu yang diambil untuk menyelesaikan suatu siklus aktivitas.(Numianto 342,2003) Menurut Suma’mur (358,2009), menyatakan penyebab kelelahan meliputi lima faktor utama, diantaranya sebagai berikut : a. Lingkungan tempat kerja seperti iklim, penerangan, kebisingan, getaran dan lain-lain. b. Keadaan monotoni c. Intensitas dan beban kerja fisik maupun mental d. Masalah kejiwaan seperti konflik, rasa kekhawatiran, tanggung jawab e. Status gizi, penyakit dan perasaan rasa sakit , Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal yaitu : 1. Faktor somatis atau fisik, seperti : kesehatan/ gizi/ pola makan, jenis kelamin, usia. 2. Faktor psikis, seperti : pengetahuan, sikap/ gaya hidup/ pengelolaan stress. Sedangkan faktor-faktor eksternal yaitu : 1. Faktor fisik, seperti : kebisingan, suhu, pencahayaan. 2. Faktor kimia, seperti : zat beracun
11
3. Faktor biologis, seperti : bakteri jamur 4. Faktor ergonomi 5. Faktor lingkungan kerja, seperti : kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin perusahaan, gaji/ uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi kerja. Faktor individu yang mempengaruhi tingkat kelelahan, yaitu :
1. Umur Umur dapat mempengaruhi kelelahan pekerja. Faktor individu seperti umur mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya kelelahan kerja, berdasarkan penelitian di Jepang menunjukan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan pekerja yang berusia relatif muda(Hidayat ,2003) 2. Masa Kerja Seseorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungan dengan beban kerja,mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau mental atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum , mereka hanya mampu memikul beban pada suatu berat tertentu bahkan ada beban yang dirasa optimalbagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat.derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan, pengalaman, keterampilan, motivasi dan lain sebagainya . (Suma’mur 354,2009) 3. Lama bekerja
12
mengemukakan pada suatu pekerjaan, tidak berat atau ringan, produktifitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan istrahat dan diberikan kesempatan untuk makan yang meninggikan kembali kadar gula darah sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi tubuh bagi keperluan melakukan pekerjaan. Maka dari itu, istirahat setelah 4 jam bekerja terusmenerus sangat penting artinya. (Suma’mur 363,2009)
4. Faktor psikologis Menurut Newstrom (201,1993) bila stres menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stres menggangu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan akan mulai kehilangan kemampuannya untuk mengendalikannya dan menjadi tidak mampu mengambil keputusan. Akibatnya adalah prestasi kerja menjadi nol, dan karyawan mengalami gangguan, menjadi sakit dan tidak kuat lagi bekerja (mengalami kelelahan kerja). Menurut Suma’mur (2001) ada 30 gejala kelelahan yang terbagi dalam 3 katagori yaitu : 1. Menunjukan terjadinya pelemahan kegiatan Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran , menjadi mengantuk, merasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang, dalam berdiri, dan ingin berbaring. 2. Menunjukan terjadinya pelemahan motivasi
13
Merasa susah berfikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa. 3. Menunjukan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum. Sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri pinggang, terasa pernafasan tertekan,terasda pening ,merasa kurang sehat. Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja, misalnya banyak hal yang dapat dicapai dengan pengaturan jam kerja, pemberian kesempatan istarahat, masa-masa libur, rekreasi dan lain-lain. Penerapan egronomi dalam hal pengadaan tempat duduk, meja dan bangku-bangku kerja juga sangat membantu untuk mengurangi kelelahan pekerja, selanjutnya usaha-usaha perlu ditujukan kepada kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara dan penerangan yang baik.(Suma’mur,362,2009) Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindari sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis dengan sikap kerja yang bervariasi atau dinamis sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan dengan normal keseluruh anggota tubuh.. Menurut Silaban (1998) merumuskan cara –cara penangulangan kelelahan sebagai berikut : 1. Menciptakan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman terutama yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, biologi , dan psikologi serta penerapan ergonomi. 2. Memberikan waktu istirahat yang cukup.
14
3. Penyedian sarana atau fasilitas tempat istirahat yang nyaman 2.3
Pengukuran Kelelahan Menurut Grandjean (1993) Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Pengelompokan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yakni : 1. Kuantitas dan Kualitas kerja yang dilakukan Pada metode ini , kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan , seperti target produsksi, prilaku dalm kerja. Sedangkan kualitas output ( kerusakan produk, penolakan produk ) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor. 2. Uji Psiko-motor ( Psychomotor test ) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau gayangan badan. Terjadinya perpanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot. Alat ukur waktu reaksi yang dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.
15
3. Uji Hilangnya Kelipatan ( Flicker fusion test ) Dalam kondisi yang lelah , kemaqmpuan tenaga kerja untuk melihat kelipatan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipatan. Ujia kelipatan disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukan keadaan kewaspadaan tenaga kerja. 4. Perasaan kelelahan secara subjektif dengan menggunakan IFRC (Subjective Self Rating Test - Industrial Fatique Research Committee ) dari Jepang, yang merupakan salah satu pengukuran dengan menggunakan kuesioner, yang dapat mengindentifikasi tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari : a.
10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan :
persaan berat dikepal, lelah seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk ,ada beban pada mata, gerakan cangkung dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin berbaring. b.
10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi
susah berfikir, lelah untuk bicara, gugup, tidak terkonsenti, sulit memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan. c. 10 pertanyaan tentang gambaran pelemahan fisik : sakit dikepala, kaku dibahu, nyeri dipunggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme dikelopak mata ,tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat
16
2.4
Subjective Self Rating Test Kelelahan atau fatigue menunjukan keadaan yang berbeda beda, tetapi dari semua keadaan kelelahan berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Secara konseptual
keadaan lelah meliputi aspek fisiologis maupun aspek
psikologis dan konsep kelelahan ini mempunyai arti tersendiri dan bersifat subjektif. Metode pengukuran kelelahan menggunakan skala International Fatigue Research Conference atau disebut Subjective Self Rating Test (SSRT) dimana berisi sejumlah pertanyaan
yang berhubungan dengan gejala kelelahan. Didalam skala IFRC ini
terdapat 30 pertanyaan gejala kelelahan yang disusun dalam bentuk daftar pertanyaan. Jawaban tiap pertanyaan dijumlahkan kemudian disesuaikan dengan kategori tertentu. Workplace Safety and Health (296,2011 ) Kategori yang diberikan antara lain:
Tabel 2.1 Daftar Gejala yang Berhubungan Dengan Kelelahan
Sumber : Workplace Safety and Health 2.5
Kuisoner Menurut Djaali (28,2008) skala likert ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang 17
tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, pendidik dan ahli psikolog Amerika Serikat. Rensis Likert telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat di tahun 1932. Menurut Sugiyono (132,2010) skala likert adalah sebagai berikut: “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka responden harus menggambarkan, mendukung pernyataan (item positif) atau tidak mendukung
pernyataan (item
negatif). Skor atas pilihan jawaban untuk kuesioner yang diajukan untuk pernyataan positif adalah sebagai berikut:
Jawaban Responden
Skor
A B C D E
1 2 3 4 5
Sumber:Sugiyono(88,2012) Tabel 2. 2 Skala likert untuk kuisoner positif
18
Jawaban Responden A B C D E Sumber :Sugiyono(87,2012)
Skor 5 4 3 2 1
Tabel 2. 3 Skala likert untuk kuisoner negatiF
2.6
Uji Kecukupan data dan Uji keseragaman data
2.6.1 Uji Kecukupan data Menurut Nurdiyanto (2008) jumlah sampel suatu penelitian sangat menentukan dalam kesahihan
suatu penelitian. Pengujian kecukupan data dapat
menggunakan rumus Bernoulli dengan asumsi bahwa populasi berdistribusi normal. Berikut ini adalah rumus uji kecukupan data dengan menggunakan rumus :
Z N’ = s
2
1− p . p
Dimana : = adalah persentase keluhan dari seluruh pengamatan ′
=
2.6.2 Uji Keseragaman data Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data-data yang diperoleh sudah ada dalamkeadaan terkendali atau belum. Data yang berada dalam batas kendali yang ditetapkan yaitu BKA (Batas Kendali Atas) dan BKB (Batas Kendali Bawah) dapat dikatakan berada dalam keadaan terkendali,sebaliknya jika suatu data berada di luar BKA dan BKB, maka data tersebut dikatakan tidak terkendali.Data yang berada
19
dalam
keadaan
tidak
terkendali
harus
dibuang
untuk
kemudian
diuji
kembalikeseragamannya hingga tidak ada lagi data yang berada di luar BKA dan BKB. Rumus-rumus yangdigunakan untuk menentukan BKA dan BKB adalah sebagai berikut : =
+
=
−
=
=
∑p
i
k
Dimana : ̅= = = = 2.7 2.7.1
Uji validitas dan Reability Uji Validitas Menurut Umar (2005, 167) Uji validitas adalah suatu uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mampu mengukur apa yang ingin diukur. Jadi, pada uji validitas dilakukan
untuk meyakinkan bahwa hasil
pengukuran sesuai dengan apa yang ingin kita ukur. Langkah-langkah operasional pengujian validitas adalah sebagai berikut:
20
1. Mencari definisi dan rumusan tentang konsep penelitian yang akan diukur dari literature yang ditulis para ahli. 2. Melakukan uji coba pengukuran tersebut pada sejumlah responden. Sangat disarankan agar jumlah responden untuk uji coba minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distributor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal. 3. Menentukan hipotesis
HO : Skor pernyataan berkorelasi positif dengan skor factor (r hitung)
H1 : Skor butir berkorelasi positif dengan skor factor
4. Menentukan nilai r table
Dari table r untuk df (degree of freedom) = jumlah responden -2 atau dalam kasus ini df = 30-2 = 28. Tingkat sig 5%
5. Mencari r hasil
Disini r hasil untuk tiap item (variable) dapat dilihat pada kolom corrected item-total correlation.
6. Mengambil keputusan.
Jika r hasil tidak positif, serta r hasil < r tabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid. Untuk uji tingkat validitas, instrumen dalam
penelitian ini akan
digunakan rumus sebagai berikut :
=
(∑ [ .∑
.
) − (∑ ). (∑ )
− (∑ ) . [ . ∑
− (∑ ) ] 21
Dimana: r hitung = koefisien korelasi
∑ Xi
= Skor yang diperoleh subyek dari seluruh item
Yi
= Skor total yang diperoleh dari seluruh item
ΣXi
= Jumlah skor dalam distribusi X
ΣYi
= Jumlah skor dalam distribusi Y
ΣX2
= Jumlah kuadrat dalam skor distribusi X
ΣY2
= Jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y
n
= Banyaknya responden
Sedangkan untuk mengetahui skor masing-masing pertanyaan valid atau tidak, maka ditetapkan kriteria sebagai statistik sebagai berikut :
1) Jika r hitung > r table dan bernilai positif, maka variabel tersebut valid 2) Jika r hitung < r table,maka variabel tersebut tidak valid 2.7.2 Uji Reability Menurut Sugiyono (2,2012) Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur berkaitan
erat dengan masalah kekeliruan pengukuran. Kekeliruan pengukuran
sendiri menunjukkan sejauh mana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila dilakukan pengukuran ulang terhadap kelompok subyek yang sama. Sedangkan konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur berkaitan erat dengan kekeliruan dalam pengambilan sampel yang mengacu pada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok yang berbeda. Uji reliabilitas ditentukan denga koefisien Cronbach’s alpha (koefisien kehandalan) dengan mensyaratkan suatu instrumen dikatakan handal apabila memiliki koefisien kehandalan diatas 0,60. Apabila terlihat nilai alpha dari semua variabel lebih besar dari 0,60, maka hal ini 22
menunjukan bahwa data dalam kondisi reliabel dan layak digunakan untuk analisis lebih lanjut. Berikut ini adalah tabel yang menunjukan reabilitas berdasarkan nilai alpha :
Tabel 2. 4 Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Alpha Nilai aplha
Keterangan
0,00 – 0,20
Kurang Reliabel
>0,20 – 0,40
Agak Reliabel
>0,40 – 0,60
Cukup Reliabel
>0,60 – 0,80
Reliabel
>0,80 – 1,00
Sangat
Sumber : Sugiono (2012).
Uji reabilitas :
=
−1
.1 −
∑
Dimana : (
=
)
=
∑
=
=
23
2.8
Korelasi Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan (hubungan) antara dua variabel. Korelasi tidak menunjukkan hubungan fungsional atau dengan kata lain, analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependen dengan variabel independen. Korelasi menyatakan derajat hubungan antara dua variabel tanpa memperhatikan variabel mana yang menjadi peubah. Setelah melakukan pengujian validitas butir pertanyaan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas untuk menguji kehandalan atau kepercayaan alat pengungkapan dari data. Dengan diperoleh nilai r dari uji validitas yang menunjukkan hasil indeks korelasi yang menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara dua belahan instrumen.. Korelasi Spearman Rank sendiri digunakan untuk menghubungkan
dua variabel atau
digunakan karena skala pada definisi operasionalnya menggunakan ordinal. Rumus menurut Riyanto (2009) yaitu sebagai berikut:
=
6∑ ( − 1)
Dimana : ′
=
=
∑
=
Data hasil penelitian dari setiap responden yang meliputi skor variabel gaya hidup sehat dan prestasi akademik mahasiswa bidang menggunakan SPSS. Menurut arikunto
kesehatan, dianalisis dengan
(2006), ada tidaknya korelasi dinyatakan
24
angka pada indeks. Besar kecilnya indeks korelasi, jika bukan 0,000, berarti ada korelasi antara dua variabel yang di korelasikan. Semakin besar angka dalam indeks korelasi, maka semakin tinggi korelasi kedua variabel. Penafsiran terhadap kekuatan hubungan dari nilai koefisien korelasi berpedoman pada ketentuan menurut Sugiyono (2004) seperti tabel berikut:
Tabel 2. 5 Tabel Interval korelasi Interval Korelasi 0,00 - 0,119 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000 Sumber : Sugiyono (2004)
Hubungan variabel Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
Angka keeratan nilai korelasi menunjukan keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji. Jika angka korelasi mendekati 1, maka maka korelasi dua variabel akan semakin kuat, sedangkan jika angka korelasi makin mendekati 0 maka korelasi dua variabel semakin lemah.Tanda negative (-) dan positif (+) pada nilai korelasi menyatakan sifat hubungan. Jika nilai korelasi bertanda (-), berarti hubungan antara kedua tabel bersifat berlawanan arah. Sedangkan tanda positif (+), menunjukan hubungan diantara dua tabel bersifat searah.
25