BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1. Latar Belakang CSR Untuk memahami pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia, sebaiknya berawal dari perkembangan dan pemahaman mengenai CSR terlebih dahulu. Sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah ada sejak tahun 50’an, namun saat itu masih berupa Social Responsibility (SR), kemudian kata CSR mulai berkembang dengan munculnya definisi CSR oleh World Business Council for Sustainable Development (WBSD) (2003). Konteks pembangunan berkelanjutan pada saat itu adalah pembangunan demi masa depan tanpa merusak sumber daya alam dengan menyatukan 3 elemen pembangunan yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dalam bukunya Rudito dan Famiola (2013) menjelaskan, pemahaman CSR WBSD waktu itu adalah bagaimana dunia bisnis dapat berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan secara luas, dan secara khusus terhadap masyarakat yang ada disekitarnya. Jadi dari dunia bisnis yang dianggap hanya mementingkan keuntungan semata, menjadi dunia bisnis yang bertanggung jawab dan komitmen terhadap kesejahteraan dunia. Karena berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawan, dan masyarakat pada umumnya.
14
15
Definisi dan konsep inilah yang kemudian banyak dianut dan menjadi dasar oleh banyak korporat dan para akademisi sampai sekarang. Pelaksanaan CSR kemudian berkembang tanpa pedoman yang jelas, karena memang tidak ada standar yang jelas. Banyak perusahaan yang menjalankan CSR sesuai dengan fokus dan sumber daya yang ada, yang kemudian menimbulkan kerancuan tentang CSR itu sendiri. Di Indonesia sendiri CSR sudah mulai dibicarakan sejak tahun 2001, dan akhirnya pemerintah mengesahkan peraturan mengenai CSR menurut UU No 40, tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mewajibkan semua perseroan yang menjalankan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Meski begitu CSR di Indonesia masih belum diterapkan oleh semua perusahaan, dikarenakan kewajiban menjalankanya masih dipertanyakan. Banyak yang beranggapan bahwa CSR hanya sebagai tindakan perusahaan yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan ekonomi, hukum, etika, dan kebijaksanaan tanggung jawab yang dikenakan pada mereka oleh para pemangku kepentingan perusahaan.
Secara
ekonomis
tanggung jawab
perusahaan
mengacu
pada
memproduksi keuntungan (make a profit), sedangkan secara hukum tanggung jawab perusahaan mengacu pada aktivitas bisnis mereka secara legal menurut prosedur yang berlaku. Namun secara etika perusahaan juga memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan – aturan moral yang ada pada masyarakat yang diartikan berperilaku tepat didalam masyarakat, akhirnya CSR bisa dikatakan merupakan perbuatan bisnis yang
16
sebenarnya tidak wajib namun diantisipasi oleh stakeholders sebagai bukti warga negara yang baik (Galbreath, 2010 dalam Sabir, et al., 2012). 2.1.2. Pengertian CSR Pengertian mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) sangatlah beragam, berikut adalah beberapa definisi menurut para ahli yang diambil oleh peneliti: a. CSR
merupakan
komitmen
perusahaan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pertimbangan praktik bisnis yang baik dan kontribusi dari sumberdaya perusahaan (Kotler dan Lee, 2005). b. CSR didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melanjutkan kebaikan sosial, diluar kepentingan perusahaan sosial yang diwajibkan oleh hukum (McWilliams and Siegel, 2001 dalam Sabir, et al., 2012). c. CSR adalah kegiatan perusahaan yang mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan masyarakat secara serius (Carroll, 2006). d. CSR pada dasarnya adalah sebuah kebutuhan bagi korporat untuk dapat berinteraksi dengan komunitas lokal sebagai bentuk masyarakat secara keseluruhan (Rudito dan Famiola, 2013). Berdasarkan pengertian – pengertian CSR diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa CSR secara umum adalah cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif bagi masyarakat. Atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan
17
bisnis dari stakeholders baik dari dalam perusahaan (pekerja, dan penanam modal) maupun dari luar perusahaan (kelembagaan, anggota masyarakat, kelompok masyarakat sipil, dan perusahaan lain). 2.1.3. Bentuk Kegiatan CSR CSR memiliki berbagai jenis dalam pelaksanaanya, menurut Kotler dan Lee (2005) ada enam bentuk dari aktivitas CSR yaitu: 1. Cause Promotion Merupakan aktivitas CSR dimana perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lain yang dimiliki perusahaan, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat, atau dalam rangka merekrut relawan untuk mendukung masalah sosial tersebut. Contoh dari kegiatan ini adalah program CSR Danone AQUA yang menyediakan 10L air bersih untuk Nusa Tenggara Timur setiap 1L AQUA. Manfaat yang didapat perusahaan dari menjalankan kegiatan CSR ini adalah memperkuat brand positioning perusahaan, memberikan peluang kepada para karyawan untuk terlibat dalam suatu kegiatan sosial, menciptakan kerjasama antara perusahaan dengan pihak – pihak lain, serta meningkatkan citra perusahaan.
18
2. Cause Related Marketing Pada kegiatan ini perusahaan berkomitmen untuk berkontribusi atau mendonasikan presentase tertentu dari penerimaanya untuk suatu kegiatan sosial. Kegiatan ini bisa dilakukan untuk produk tertentu, jangka waktu tertentu, serta untuk masalah sosial tertentu. Contoh dari kegiatan ini adalah program XL PEDULI, dimana pelanggan dapat berpartisipasi dalam mebantu korban banjir dengan mengetik BANJIR lalu mengirimkanya ke nomor 5000. Setelah itu pulsa pelanggan akan terpotong sebesar 5000 sebagai bentuk partisipasinya terhadap program ini. Namun tidak semua perusahaan melakukan kegiatan ini, salah satunya perusahaan Indocement tidak menetapkan presentase untuk donasi tertentu melainkan perusahaan berkomitmen penuh untuk berkontribusi merencanakan program CSR. Manfaat yang diperoleh perusahaan dari kegiatan CSR ini yaitu dapat menarik pelanggan – pelanggan baru, dapat menjangkau market niche atau konsumen dengan sasaran tertentu, dapat meningkatkan penjualan produk perusahaan, dan untuk membangun identitas merek yang positif di masyarakat. 3. Corporate Social Marketing Pada kegiatan CSR ini perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat berkaitan dengan beberapa isu. Dalam hal ini perusahaan berusaha untuk merubah
19
perilaku masyarakat untuk terlibat dalam isu - isu seperti kesehatan dan keselamatan
publik
(mengurangi
merokok,
waspada
terhadap
HIV/AIDS, mencegah kangker, dan memperhatikan keselamatan di jalan
raya),
menjaga
kelestarian
lingkungan
hidup
(melarang
penebangan pohon secara illegal, mengurangi polusi, membuang sampah pada tempatnya untuk menjaga kebersihan), serta meningkatkan kesejahteraan sosial (ikut berpatisipasi dalam pemilihan presiden, ikut melakukan donor darah). Manfaat perusahaan melakukan kegiatan CSR ini yaitu memperkuat brand positioning di mata pelanggan, mendorong peningkatan penjualan, menarik mitra perusahaan untuk mendukung program ini, serta memberikan dampak nyata perubahan sosial terhadap isu – isu tersebut. 4. Corporate Philanthropy Dalam kegiatan CSR ini perusahaan memberikan bantuan atau derma secara langsung tanpa pamrih kepada kalangan masyarakat tertentu, sebagai bentuk cinta kasih kepada sesama. Sumbangan tersebut dapat berupa dana, bingkisan atau produk, pelayanan gratis, fasilitas serta keahlian perusahaan, beasiswa, dan hibah. Manfaat yang didapat perusahaan adalah dapat meningkatkan reputasi perusahaan, memperkuat masa depan perusahaan melalui penciptaan
20
citra yang baik di mata masyarakat, serta memberi dampak bagi penyelesaian masalah sosial dalam komunitas lokal. 5. Community Volunteering Melalui kegiatan CSR ini perusahaan ikut mendukung dan mendorong para karyawan mereka, para pemegang franchise atau rekan pedagang eceran untuk menyisihkan waktu mereka secara sukarela untuk membantu suatu organisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program. Sebagai contoh program CSR yang dilakukan Astra Employee Volunteer, yaitu berupa kegiatan yang dilakukan Astra dan melibatkan karyawan mereka untuk ikut membedah dan mengajar di sekolah SD SMP Remaja Kelurahan Sungai Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara selama satu hari. Keuntungan yang didapat dari kegiatan CSR ini adalah terciptanya hubungan yang tulus antara perusahaan dengan komunitas, dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan perusahaan, serta meningkatkan kepuasan dan motivasi karyawan. 6. Socially Responsible Business Pratice Bisa dikatakan bahwa aktivitas CSR ini adalah yang paling kuat, karena perusahaan melaksanakan praktek bisnisnya melampaui standar etika yang telah ditetapkan berdasarkan regulasi, serta melakukan investasi yang mendukung pemecahan suatu masalah sosial untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas (karyawan, pemasok, distributor, rekan
21
perusahaan, serta masyarakat umum) dan melindungi lingkungan (kesehatan, keselamatan kerja, serta pemenuhan kebutuhan psikologis dan emosional). Bentuk dari kegiatan CSR ini dapat berupa fasilitas yang sesuai dengan standar keamanaan yang direkomendasikan, mengembangkan kegiatan pengurangan sampah dengan program 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle), menghentikan produk yang membahayakan manusia, memilih pemasok yang menggunakan material ramah lingkungan, dan mengembangkan berbagai program yang menunjang kesejahteraan karyawan seperti program konsultasi bagi para karyawan. Manfaat yang didapat perusahaan dengan melakukan kegiatan CSR ini adalah dapat menghemat uang perusahaan dan memberikan kontribusi keberlanjutan terhadap lingkungan hidup, serta meningkatkan kesadaran program
ini
kepada
karyawan
perusahaan.
Selain
itu
dapat
meningkatkan kesan baik komunitas terhadap perusahaan, menimbulkan citra yang positif terhadap perusahaan, serta meningkatkan kepuasan kepada para karyawan sehingga karyawan bangga menjadi bagian dari perusahaan yang peduli terhadap lingkungan dan sosial. 2.1.4. Jenis Bidang CSR Diambil dari bukunya, Wibisono (2007) menjelaskan terdapat dua bidang yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan program CSR berdasarkan kegiatan perusahaan terkemuka:
22
1. Bidang Sosial Pada bidang sosial dapat ditujukan untuk pendidikan, kesehatan, kesejahteraan
sosial,
kepemudaan,
keagamaan,
kebudayaan,
kelembagaan, ekonomi (kewirausahaan, pembinaan UKM, pembukaan lapangan kerja), dan lainnya. 2. Bidang Lingkungan Hidup Pada bidang lingkungan hidup dapat berupa produksi bersih dan ramah lingkungan, pengelolaan limbah 3R, penggunaan energi secara efisien, pelestarian alam dengan penghijauan, pengelolaan air, serta pendidikan lingkungan hidup.
2.2. Brand Image 2.2.1. Pengertian Brand Image Menurut para ahli pengertian brand image atau citra merek adalah persepsi atau kepercayaan yang dianut oleh konsumen yang tercermin dalam hubungan yang terjadi pada ingatan mereka (Keller, 2008). Citra merek juga dapat dikatakan merupakan seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu merek. Karena itu tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut (Kotler dan Keller, 2009). Secara umum dapat dikatakan bahwa citra merek pada dasarnya adalah persepsi merek yang ada dalam ingatan konsumen dan kesan umum terhadap merek tersebut.
23
2.2.2. Faktor Pendukung Terbentuknya Brand Image Menurut Keller (2008) faktor – faktor yng mendukung terbentuknya citra merek yaitu: 1. Keunggulan Asosiasi Merek (Favorability of Brand Association) Salah satu faktor yang mempengaruhi citra merek adalah keunggulan sebuah produk, dimana produk tersebut lebih unggul daripada produk pesaingnya. Keunggulan dapat berupa model ataupun kenyamanan yang diperoleh konsumen sehingga menjadi ciri khas tersendiri untuk menarik konsumen. 2. Kekuatan Asosiasi Merek (Strength of Brand Association) Faktor ini sangat ditentukan oleh banyaknya informasi mengenai suatu produk yang masuk ke dalam ingatan konsumen, dan bertahan sebagai bagian dari citra merek. Dengan cara membangun popularitas melalui iklan, atau kegiatan promosi lainnya. Kepopuleran ini sebagai penghubung antara produk dengan konsumen. Jika produk tersebut dikenal oleh konsumen, maka produk tersebut akan tetap terjaga di ingatan konsumen sehingga dapat membentuk citra merek. 3. Keunikan Asosiasi Merek (Uniquesness of Brand Association) Faktor yang juga dapat membentuk citra merek adalah keunikan yang dimiliki oleh produk tersebut, keunikan dapat berupa bentuk dari produk, fungsinya, atau kebanggaan yang diterima konsumen. Keunikan
24
ini akan menjadi keunggulan produk tersebut dalam bersaing, dan menjadi alasan konsumen untuk memilih merek tertentu. 2.2.3. Manfaat Membangun Brand Image Manfaat yang didapat perusahaan dengan membangun citra merek yang kuat adalah: a. Memiliki peluang yang bagus untuk terus mengembangkan merek. b. Menjadi pemimpin dalam pasar sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. c. Membantu dalam efisiensi marketing, karena merek sudah dikenal oleh konsumen. d. Menjadi produk pembeda dengan pesaing lainnya. e. Menciptakan loyalitas konsumen terhadap merek tersebut. f. Mempermudah dalam mendapatkan investor dan merekrut tenaga kerja. Sebuah citra merek yang positif dapat diambil sebagai kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi pasar (Wu, 2011 dalam Ali, et al., 2013). Selain itu sebuah citra merek yang positif dapat membantu meningkatkan seperti kepuasan pelanggan, keunggulan layanan, loyalitas pelanggan, dan niat konsumen untuk membeli kembali (Lai, Griffin dan Babin, 2009 dalam Ali, et al., 2013). Oleh karena kepentingan tersebut maka banyak kegiatan pemasaran yang difokuskan untuk membangun persepsi tentang merek di ingatan konsumen.
25
2.3. Brand Loyalty 2.3.1. Pengertian Brand Loyalty Brand loyalty atau loyalitas merek adalah suatu ukuran keterkaitan pelanggan terhadap suatu merek. Ukuran ini dapat memberikan gambaran mengenai mungkin tidaknya konsumen berpindah ke merek lain, terutama jika pada merek tersebut mengalami perubahan harga, ataupun atribut lainnya (Aaker, 1991 dalam Durianto, et al., 2004). Sedangkan menurut BNET (Bisnis Dictionary) dalam Mao, (2010) loyalitas merek didefinisikan sebagai produk atau jasa yang lebih disukai konsumen. Konsumen yang loyal atau setia kepada suatu merek, maka konsumen tersebut akan tetap membeli merek tersebut meski dihadapkan dengan merek pesaing dengan produk yang sama ataupun lebih unggul. Karena mereka menganggap bahwa merek pilihan mereka lebih baik daripada yang lain, selain itu konsumen yang loyal juga setia membayar harga untuk merek tersebut dan berbicara tinggi tentangnya. 2.3.2. Tingkatan Brand Loyalty Terdapat empat tingkatan kedekatan pelanggan terhadap suatu merek, yaitu (Aaker, 1991 dalam Durianto, et.al., 2004):
26
Gambar 2.3.1 Piramida Brand Loyalty Sumber: Aaker (1991). “Managing Brand Equity: Capitalizing on The Value of A Brand Name”, dalam Durianto, et.al., (2004). 1. Comitted Buyer Tingkatan ini merupakan tingkatan dengan loyalitas tertinggi, konsumen pada tingkatan ini adalah pelanggan yang setia. Mereka memiliki kebanggaan dalam menggunakan suatu merek dan merek tersebut menjadi sangat penting, dari segi fungsi maupun ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Bentuk aktualisasi
pelanggan
pada
tingkatan
ini
ditunjukan
dengan
merekomendasikan atau mempromosikan merek yang digunakan kepada orang lain.
27
2. Likes The Brand Konsumen dalam tingkatan ini adalah konsumen yang menyukai merek tersebut, dan sudah terkait secara emosional dengan merek tersebut. Rasa suka yang timbul didasarkan pada asosiasi yang dapat berupa simbol, rangkaian pengalaman dari penggunaan sebelumnya baik yang dialami sendiri ataupun kerabatnya, atau yang disebabkan oleh persepsi kualitas yang tinggi. 3. Satisfied Buyer Pada
tingkatan
ini
konsumen
merasa
puas
terhadap
merek
yang
dikonsumsinya, namun masih bisa berpindah merek dengan menanggung switching cost seperti waktu, biaya, dan resiko yang timbul akibat peralihan merek tersebut. Untuk menarik konsumen pada tingkatan ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh konsumen dengan menawarkan berbagai manfaat dan kompensasi. 4. Habitual Buyer Pada tingkatan ini konsumen merasa puas atau setidaknya konsumen tidak kecewa dalam mengkonsumsi merek, dan tidak ada alasan yang kuat untuk membeli atau berpindah ke merek lain, terutama apabila dalam peralihan tersebut membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain (switching cost). Bagaimanapun juga konsumen pada tingkatan ini merupakan konsumen yang membeli suatu merek karena kebiasaan.
28
5. Switchers Merupakan tingkatan dengan loyalitas terendah, dimana konsumen pada tingkatan ini masih suka berpindah – pindah atau tidak loyal terhadap merek. Konsumen menganggap merek memegang peranan kecil dalam pengambilan keputusan pembelian, ciri khas dari konsumen pada tingkatan ini adalah mereka melakukan pembelian lebih dikarenakan pertimbangan faktor harga. 2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Brand Loyalty Berikut faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya loyalitas merek (Schiffman dan Kanuk, 2004): 1. Loyalitas terbentuk karena penerimaan keunggulan produk. 2. Loyalitas terbentuk akibat keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap produk tersebut. 3. Loyalitas terbentuk karena keterikatan dengan produk atau perusahaan. 4. Loyalitas terbentuk karena kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. 2.3.4. Manfaat Brand Loyalty Berikut manfaat yang didapat perusahaan dari brand loyalty diambil dari jurnal Mao (2010) yaitu: a. Mengurangi biaya pemasaran, karena konsumen yang loyal dengan sukarela
mempromosikan
dipakainya kepada orang lain.
dan
merekomendasikan
merek
yang
29
b. Meningkatkan
volume
penjualan,
konsumen
yang
loyal
akan
meningkatkan penjualan dan dapat mencegah kehilangan konsumen. c. Perusahaan dapat menetapkan harga yang optimal, karena konsumen yang loyal tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan harga. d. Menarik minat konsumen baru, banyaknya konsumen yang merasa puas dan loyal terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut. e. Memberi waktu untuk merespon ancaman, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu bagi perusahaan untuk mengembangkan produknya dalam menghadapi pesaing – pesaing baru.
2.4. Corporate Reputation 2.4.1. Definisi Corporate Reputation Corporate reputation atau reputasi perusahaan merupakan sebuah aset yang berharga bagi perusahaan. Karena selain dapat mempengaruhi kepercayaan para stakeholders, reputasi dapat dijadikan investasi bagi perusahaan untuk menghadapi krisis tak terduga. Reputasi perusahaan sering digambarkan sebagai gabungan dari seluruh persepsi para pemangku kepentingan. Berikut definisi reputasi perusahaan menurut para ahli, reputasi perusahaan adalah sekumpulan persepsi dan kepercayaan masa lampau dan saat ini yang didasari oleh para stakeholders perusahaan (Rayner, 2003). Reputasi perusahaan merupakan persepsi dari tindakan masa lalu perusahaan dan masa depan yang menggambarkan daya tarik perusahaan untuk semua konstituen kunci perusahaan (Fombrun, 1996 dalam Chun, 2005).
30
Pada dasarnya reputasi perusahaan menjadi kebanggaan tersendiri, karena merupakan penghargaan yang didapat oleh perusahaan karena adanya keunggulan – keunggulan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Selain itu reputasi yang baik dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap perusahaan dan memberikan rasa bangga bagi karyawanya. Sehingga bisa dikatakan corporate reputation dapat meningkatkan loyalitas pelanggan dan meningkatkan pertumbuhan perusahaan serta keberlangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang (Davies, et al., 2003). 2.4.2. Faktor Pembentukan Corporate Reputation Menurut Rayner (2003) ada 7 faktor penggerak dalam pembentukan corporate reputation:
Gambar 2.4.1 The Seven Drivers of Reputation Sumber: Rayner (2003). Managing Reputational Risk
31
1. Financial performance and long-term investment value Dilihat dari peforma keuangan perusahaan, yaitu perusahaan yang menunjukan kinerja keuangan yang konsisten dengan memiliki track record profit yang baik dan nilai investasinya yang aman apabila ingin berinvestasi jangka panjang, akan dianggap memiliki reputasi yang baik. 2. Corporate governance and leadership Perusahaan harus memiliki tata kelola perusahaan yang efektif, kepemimpinan yang baik, dan visi misi yang jelas kedepannya untuk membantu menjaga reputasi perusahaan. 3. Communication and crisis management Perusahaan harus dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan terbuka kepada para stakeholder, sehingga para stakeholder memahami nilai, tujuan, pencapaian, dan prospek masa depanya. Serta respon perusahaan dalam menghadapi krisis apapun, sehingga dapat menjaga reputasi perusahaan. 4. Regulatory compliance Dilihat dari aktivitas perusahaan, apakah perusahaan sudah menjalankan aktivitas bisnis sesuai dengan prosedur dan regulasi yang ada. Perusahaan yang bertentangan dengan undang – undang dapat mempengaruhi kepercayaan para pemegang saham, dan hal ini berdampak pada reputasi perusahaan.
32
5. Delivering customer Perusahaan harus mampu mempertahankan harapan pelanggan terhadap produk mereka, demi menjaga reputasi yang baik. 6. Corporate social responsibility Perusahaan bisa mendapatkan keuntungan yang baik dari segi reputasi, jika perusahaan menunjukan komitmen untuk melakukan tanggung jawab sosial. 7. Workplace talent and culture Dilihat dari bagaimana perusahaan memperlakukan para karyawanya, karyawan harus puas dengan lingkungan kerja mereka sehingga mereka merasa bangga dan meninggikan nama perusahaan.