BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Percaya Diri Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berfungsi pentingnya kehidupan manusia, karena dengan kepercayaan diri seseorang mampu untuk mengaktualisasikan potensi yang di milikinya. Maksudnya adalah orang yang percaya diri akan merasa yakin bahwa dengan kemampuan seseorang dapat melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan yang di inginkan. Perry (2005) mengatakan bahwa kepercayaan diri merupakan keyakinan
yang
dimiliki
individu,
bahwa
dirinya
mampu
mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapi sehingga individu merasa mampu mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Sudarso (1990) mengatakan kepercayaan diri merupakan suatu sikap mental seseorang dalam menilai diri maupun obyek sekitarnya sedemikian rupa sehingga perasaan mampu, yakin atau dapat melakukan sesuai yang di inginkan. Kepercayaan diri adalah keyakinan individu kepada diri sendiri, memiliki kesadaran adanya kemungkinan gagal dan melakukan kesalahan, memiliki kemampuan untuk bertindak dengan percaya diri
sekalipun anda tidak merasa demikian, memiliki keberanian untuk mencapai apa yang di inginkan (Taylor, 2003). Sedangkan menurut (Rini, 2002) untuk menumbuhkan/ membangun rasa percaya diri yang proposional maka siswa harus memulainya dari dalam diri sendiri. Rasa percaya diri dapat membuat seseorang mempunyai pandangan diri serta kontrol diri yang baik. Dampak dari seseorang yang mempunyai kepercayaan diri, seperti yang dikatakan Lauster (1978) dan Waterman (1988) adalah bahawa seseorang yang mempunyai kepercayaan diri akan cenderung bersifat optimis. Antony (dalam Kristanti, 2005) mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri yaitu : 1) Bertanggung jawab berarti mau menerima dan menanggung resiko perbuatannya. 2) Rasa aman, berarti tidak memiliki ketakutan dan kecemasan yang menghambat kepercayaan dirinya. 3) Harga diri, berarti mampu menyadari segala kekurangan dan kelebihan sehingga tidak memiliki perasaan rendah diri. 4) Mandiri, hidup tidak tergantung kepada orang lain dan dapat mengembangkan dan mengerjakan sesuatu tanpa menunggu orang lain. 5) Optimis, individu menyadari kemampuan yang dimiliki dan berusaha untuk memperoleh yang terbaik dalam kehidupan. 6) Tidak mudah putus asa, berarti memiliki mental yang kuat untuk menghadapi hal-hal yang terburuk dan berani mencoba lagi setelah mengalami kegagalan. Dari beberapa pendapat
di atas,
penulis
membuat
kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah suatu perasaan yakin pada kemampuan diri sendiri untuk berperilaku atau melakukan pekerjaan dengan baik, sesuai dengan apa yang diharapkan, serta
tidak membandingkan dirinya dengan orang lain karena telah merasa cukup aman dan mengerti apa yang dibutuhkan, sehingga tidak membutuhkan orang lain sebagi standart dalam mengambil suatu keputusan sebab individu mampu untuk menentukan sendiri. 2.1.2 Ciri-ciri Kepercayaan Diri Lauster P (1997) mengatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri meliputi : 1) Sikap positif terhadap kemampuan, penampilan dan ketrampilan diri sendiri. Orang yang percaya diri akan selalu menilai dirinya mampu dan terampil tanpa harus tergantung pada orang lain karena individu tersebut percaya pada kemampuannya sendiri. 2) Toleran terhadap orang lain Individu dapat memahami dan menyadari akan adanya orang lain sekitarnya atau tidak akan mementingkan diri sendiri serta mau menerima pendapat, kelakuan dan gaya hidup orang lain yang berbeda dengan dirinya. 3) Optimis Memiliki keyakinan dalam menghadapi persoalan hidup dan selalu beranggapan bahwa dirinya akan berhasil 4) Tidak bergantung kepada orang lain (mandiri) Mampu mengambil keputusan sendiri sesuai dengan kehendaknya atau pada pendiriannya 5) Tidak membandingkan dirinya dengan orang lain Merasa aman dengan apa yang ada dirinya atau yang dimilikinya dan upaya ukutan kegagalan atau keberhasilan. 6) Tidak pemalu, berani dan tidak mudah gugup Berani dan tidak gugup bila tampil didepan umum, tidak malu atau tidak takut bila dirinya ditertawakan oleh orang lain yang harus tampil didepan umum. 7) Kreatif dan efektif menyelesaikan masalah Selalu berusaha mencari jalan keluar untuk menghadapi masalahmasalah yang sedang dihadapinya 8) Dapat membangun hubungan interperonal dengan baik Memiliki kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan tercipta kegiatan interpersonal 9) Bertanggung jawab pada keputusan Individu berani untuk menanggung resiko untuk konsekuensi dengan apa yang telah menjadi pendiriannya dan akibat perilakunya
Dari pendapat Lauster P (1997), penulis dapat menyatakan bahwa orang yang memiliki kepercayaan diri merasa akurat terhadap apa yang dilakukannya, percaya diri pada diri sendiri, memiliki sikap tenang, optimis, mandiri, bertanggung jawab, terhadap perbuatannya dan keputusannya, serta berani mengoreksi kesalahan diri sendiri, yakin pada kemampuannya, penampilan, keterampilan dan sikap toleransi terhadap orang lain. 2.1.3 Aspek-Aspek Kepercayaan Diri Aspek-aspek percaya diri menurut Lauster P (1997) adalah sebagai berikut : 1) Kemampuan pribadi yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan diri dimana individu yang bersangkutan tidak terlalu cerdas dalam tindakan, tidak tergantung dengan orang lain dan mengenal kemampuan dirinya sendiri 2) Interaksi sosial yaitu mengenai bagaimana individu dalam berhubungan dengan lingkungannya dalam mengenal sikap individdu dalam menyesuaikan diri lingkungan, bertoleransi dan dapat menerima pendapat orang lain serta menghargai orang lain. 3) Konsep diri bagaimana individu memandang dan menilai dirinya sendiri secata positif atau negatif, mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Penulis dapat menyatakan bahwa seorang individu yang memiliki kepercayaan diri ini tidak selalu bergantung terhadap orang lain, individu mampu menyesuaikan dirinya didalam lingkungan sekitarnya dan dapat mengetahui kelebihan serta kekurangan dari individu sendiri.
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Faktor faktor yang mempengaruhi percaya diri menurut Hakim (2002, muncul pada dirinya sebagi berikut : 1) Lingkungan keluarga Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap manusia, lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. 2) Pendidikan formal Sekolah bisa dikatan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga dirumah. Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya diri terhadap teman-temannya. 3) Pendidikan non formal Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan atau ketrampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal misalnya: mengikuti kursus bahasa asing, jurnalistik, bermain alat musik, seni vokal, ketrampilan memasuki dunia kerja (KLB), pendidikan keagamaan dan lain sebagainya. Sebagai penunjang timbulnya rasa percaya diri pada individu yang bersangkutan. Dari pendapat Hakim (2002), penulis membuat kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri adalah bukanlah suatu sifat bawaan dalam diri siswa itu sendiri akan tetapi terbentuk dari interaksi individu dengan lingkungan sekitar keluarga, pendidikan formal dan non formal.
2.2 Konseling Kelompok Behavioral 2.2.1
Pengertian Konseling Kelompok Behavoral Teori behavioral memiliki rentangan sejarah yang panjang dan bervariasi pada awal abad ke dua puluh, John Watson dipercayai sebagai pendukung utama respondent conditioning yang dimulai pada tahun 1900-an. Behavioral adalah teori yang bertitik tolak dari anggapan yang mengetengahkan perilaku sebagai kajian psikologi tanpa mengacu kepada kesadaran atau gangguan mentalis Chaplin (2004). Behavioral merupakan perilaku manusia yang ditentukan oleh kekuatan faktor luar atau stimulus bukan faktor diri kekuatan intra psikis manusia. Layanan konseling kelompok pada hakekatnya adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina dalam suatu kelompok kecil mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor,
dimana
komunikasi antar
pribadi
tersebut
dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu ke arah yang lebih baik dari sebelumnya (Winkel, 2004) Corey (2005) menerangkan bahwa konseling kelompok sangat berguna bagi remaja karena memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan, konflik dan merealisasikan bahwa mereka senang berbagi perhatian dalam kelompok. Corey (2005)
juga menerangkan bahwa konseling kelompok remaja mempunyai keunikan memberikan kesempatan untuk menjadi instrumen bagi perkembangan pribadi orang lain, karena kesempatan untuk berinteraksi sangat membantu situasi kelompok sehingga para anggotanya dapat menyampaikan apa yang diinginkan dan dapat saling membantu dalam hal pengertian dan penerimaan diri. Behavior therapy (terapi perilaku) yaitu psikoterapi yang berusaha mengubah pola perilaku abnormal atau maladaftif dengan menggunakan proses extinction (penghilangan) atau inhibitory (pembatasan)
dan
atau
situasi-situasi
klinis
dan
operant
conditioning. Konselor tidak perlu mengeksplorasi konflik-konflik yang mendasarinya. Terapi yang efektif mestinya diarahkan pada modifikasi perilaku yang saat ini di manifestasikan oleh klien.
2.2.2 Ciri-Ciri Konseling Behavioral Loekmono, (2003) Ciri- ciri Konseling Behavioral yaitu sebagai berikut: 1) Fokusnya adalah pengaruh masa kini untuk suatu perilaku dan tidak pada penentu-penetu di masa lalu. 2) Perubahan pada perilaku overt atau nyata dijadikan kriteria utama didalam menilai suatu konseling atau terapi.
3) Tujuan-tujuan konseling dinyatakan secara khusus, konkrit dan objektif untuk memudahkan penilaian dan untuk memastikan teknik keberhasilan yang telah dicapai. 4) Kajian-kajian dasar dipakai untuk menguji hipotesis yang diutarakan dalam konseling. Kajian-kajian juga dipakai untuk menilai teknik-teknik tetap yang khusus 5) Setiap masalah konseli didefinisikan supaya konseling dan pengukuran dapat dilakukan untuk menentukan arah kemajuan yang dicapai. penulis menyimpulkan bahwa perilaku manusia dapat dirubah jika lingkungan sekitarnya sangat baik atau positif maka perilaku individu terdorong untuk melakukan hal-hal yang baik serta positif. 2.2.3 Tahap dan Proses Konseling Kelompok Behavioral Rose, (Supriatna, 2003) mengungkapkan tahapan yang secara universal digunakan untuk kelompok behavioral, yaitu: 1) Dapat diberi label pembentukan kelompok (forming the group). Pembentukan kelompok terdiri dari perinci organisasional yang harus ditunjukkan sebelum kelompok dimulai. 2) Meliputi membangun atraksi dan identitas kelompok awal. Pemimpin barperan utama dalam proses ini melalui pemanduan wawancara mengeksplorasi tujuan mereka lebih mendalam. 3) Dapat digambarkan sebagai membangun keterbukaan dan pertukaran di dalam kelompok. Pemimpin mendorong perilaku dengan membiarkan anggota kelompok mengetahui apa yang diharapkan, melalui perkenalan sub-group kepada yang lain, dan melalui modeling yang ditanyakan anggota kelompok untuk dilakukan. 4) Membangun suatu kerangka kerja behavioral untuk seluruh peserta yang sebenarnya merupakan permulaan tahap kerja didalam kelompok.pemimpin kelompok mengantarkan anggota mereka
kepada kerangka rujukan behavioral, yang akan langsung mengontrol tingkah laku angggota kelompok. 5) Membangun dan mengimplementasikan suatu model untuk perubahan.Anggota kelompok menjadi lebih spesifik atas upayaupaya yang mereka lakaukan. Mengimplementasikan teknik-teknik perubahan yang penting, dan mengukur tingkat kesuksesan mereka.beberapa teknik yang sering digunakan meliputi penguatan(reinforcement), penghilangan (extinction), kontrakkontrak kemungkinan (contingency contracts), pemotongan (shaping), percontohan (modeling), restrukturisasi kognitif (cognitive restruccturing), dan sistem teman baik (the buddy system). 6) Adalah generalisasi dan transferensi perlakuan kepada lingkungan alamiah, sebagai ciri-ciri mulai mengakhiri kelompok. Generalisasi melibatkan penampiolan perilaku lingkungan luar tempat mereka belajar yang asli, seperti dirumah atau dilingkungan kerja. 7) Dalam kelompok perilaku adalah memelihara perubahan perilaku dan menghilangkan kebutuhan atas dukungan kelompok. Pemeliharaan didefinisikan sebagai kehidupan yang lebih konsisten dalam melakukan suatu tindakan yang diinginkan, tanpa mengandalkan kelompok atau pemimpin untuk mendukung. Dalam hal ini, ditekankan self-control (pengawasan diri) dan selfmanagement (mengelola diri sendiri) anggota kelompok. Penulis menyimpulkan bahwa proses konseling kelompok tidak hanya konseli yang harus terbuka, konselor juga harus bisa membangun hubungan sikap yang hangat dan membangun keakraban terhadap konseli agar merasa nyaman pada saat proses konseling. Konselor membantu konseli untuk mencurahkan segenap perasaan atau permasalahan yang dialami untuk melibatkan diri dalam kegiatan proses konseling kelompok dan berusaha agar apa yang dilakukan dapat membantu tujuan bersama. 2.2.4 Tujuan Konseling Behavioral Konseling behavioral tidak menetapkan tujuan konseling yang berlaku secara umum, namun tujuan konseling sesuai dengan masalah spesifik konseli yang ingin dipecahkan.Selain itu
diuraikan bahwa tujuan umum dan khusus konseling behavioral adalah: 1) Tujuan Umum Membantu konseli menghilangkan perilaku malas dan mempelajari tingkah laku yang lebih efektif. 2) Tujuan Khusus Membantu konseli mempelajari tingkah laku spesifik sesuai dengan keunikan konseli. 2.2.5 Hasil yang di inginkan dalam Konseling Kelompok Behavioral Hasil-hasil yang di inginkan dalam konseling kelompok behavioral menurut Hasen (Supriatna, 2004) yaitu : a) Anggota lebih menyadari perilaku-perilaku spesifik untuk merubah dan cara menyelesaikannya. b) Melalui konseling kelompok behavioral anggota akan mampu menilai bagaimana sebaiknya siswa mengubah perilakunya sebagimana dibutuhkan dalam lingkungan kehidupan keseharian siswa. c) Anggota akan lebih mengetahui akan model-model baru untuk mencapai tujuan tujuan siswa. d) Anggota lebih terbiasa mengungkapkan secara lengkap kekuatan penguatan kelompok, sebagai hasil dukungan sosial dan psikologi, siswa juga dapat merancang kehidupannya dalam kelompok berbeda. e) Anggota menjadi lebih berorientasi secara behavioral dalam memecahkan kesulitan siswa diluar adegan kelompok Penulis menyimpulkan dalam proses konseling, individu lebih bisa mandiri mampu mengetahui permasalahannya serta bagaimana cara menyelesaikan permasalahannya sendiri.
2.2.6 Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan. Hasil dari penelitian Rizal Hanif Mustaqqin (2010) tentang Layanan Konseling Kelompok Behavioral untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Kelas X Madrassah Aliyah Nahdatul Ulama (MA NU) 03 Brebes. Berdasarkan hasil penelitian setelah mendapatkan
perlakuan
konseling
kelompok
behavioral
menunjukkan pengaruh positif dan signifikansi 5%. Peningkatan rasa percaya diri dalam belajar juga ditunjukkan berdasarkan observasi yakni siswa lebih aktif mampu mengutarakan pendapat, berani bertanya dan tidak malu jika mereka tidak mengerti, mampu mengekspresikan dalam bergaul dengan teman-temannya dan mampu menyampaikan pesan dan kesan setelah melaksanakan layanan konseling kelompok. Ertin Puji Hartanti (2005) tentang Keefektifan Konseling Kelompok Behavioral terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa kelas X SMA Negeri Kajen Pekalongan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri siswa kelompok eksperimen mengalami peningkatan yang secara signifikan. Keberhasilan konseling kelompok ini mencapairata-rata 2,89 dalam kategori tinggi yang sebelumnya 2,07 dalam kategori rendah sedangkan kelompok kontrol mencapai 2,20 yang sebelumnya 2,05 memberikan
dalam kategori rendah. Dan peneliti juga
manfaat
konseling
kelompok
kepada
guru
pembimbing supaya mau memanfaatkan jam pelajaran bimbingan konseling dan memberikan dorongan motivasi terhadap siswa untuk terlibat aktif dalam pelajaran disekolah. Nurmaningsih
Labantu
(2013)
pengaruh
Konseling
Kelompok Behavioral terhadap Peningkatan Percaya Diri siswa kelas XI di SMA Negeri 3 di Gorontalo. Konseling Behavioral berpengaruh terhadap kepercayaan diri siswa sehingga dapat direkomendasikan konseling behavioral secara insentif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa.
2.4
Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini yaitu “Penggunaan layanan konseling kelompok pendekatan behavioral dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas X Multimedia dan Teknik Komputer Jaringan SMK SUDIRMAN 2 Ambarawa.