BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Hypermedia Hypermedia merupakan sebuah media untuk mengantarkan informasi secara nonlinier dalam bentuk teks, audio, video, dan hyperlinks. Terminologi hypertextdan hypermedia pertama kali dikenalkan oleh Nelson (1965, p65). Konsep awal dari hypermedia adalah interkoneksi (linking) yang bersifat readonly antara beberapa objek. Sampai saat ini, inilah cara kerja hypermedia pada Web. Protokol yang umumnya digunakan untuk mengantarkan konten di web saat ini adalah HypertextTransferProtokol. Dengan berkembangnya spesifikasi Hypertext Transfer Protocol (HTTP) untuk linking dari versi HTTP/0.9 yang bersifat read-only berkembang menjadi HTTP/1.0 dan1.1 yang bersifat read/write.HTTP dengan cepat berkembang dari protokol transfer untuk dokumen menjadi protokol transfer untuk media yang lebih umum dengan format yang berbeda. Sistem
Multipurpose
Internet
Mail
Extensions
(MIME)
memiliki
kemampuan untuk merepresentasikan data yang bukan hanya berbasis dokumen. Hypertext Markup Language (HTML) merupakan salah satu tipe MIME populer dan telah menjadi sebuah tipe media utama untuk merepresentasikan hypermedia(Amundsen, 2012, p5).
7
8
2.1.1 Hypermedia Terdistribusi Membuat program untuk lingkungan hypermedia terdistribusi berarti transfer pesan harus membawa bukan hanya data, tetapi juga harus membawa informasi tambahan seperti metadata dan kontrol aliran aplikasi. Fielding dan Taylor (2002, p122) pada penelitiannya menyebutkan bahwa hypermedia as the engine of application state (HATEOAS), dimana MIMEmediatypesdigunakan untuk mendefinisikan bagaimana data dikirimkan dan bagaimana aliran kontrol aplikasi dikomunikasikan dari server kepada aplikasi client. Fielding dan Taylor (2002, pp 118-119) pada penelitiannya menyatakan bahwa hypermedia terdefinisi dari adanya informasi kontrol pada aplikasi yang tertanam didalamnya sebagai presentasi dari informasi. Hypermedia terdistribusi memungkinkan presentasi dan informasi kontrol dapat disimpan di lokasi remote (jauh). Hal ini menyebabkan setiap aksi dari pengguna pada sistem hypermedia terdistribusi membutuhkan pengiriman data yang besar.Maka arsitektur web harus dirancang untuk menangani hal tersebut. Web ditujukan untuk menjadi sistem hypermedia terdistribusi berskala internet. Internet adalah jaringan yang saling terhubung yang meliputi banyak lingkup organisasi. Sebuah sistem piranti lunak yang berjalan diatas internet harus memiliki kemampuan untuk terus beroperasi pada lingkungan yang tidak terduga, seperti jumlah load, bentuk data yang tidak sesuai atau jahat (malicious), karena sistem ini akan berkomunikasi dengan elemen diluar kontrol organisasi pembuat piranti lunak. Pada interaksi client-server, komunikasi harus bersifat stateless. Stateless berarti setiap request dari client kepada server harus memiliki informasi yang
9
tepat agar server dapat mengetahui kebutuhan dari client, seluruh informasi terkait sesi dari state disimpan sepenuhnya di client. Scalability meningkat karena server tidak harus menyimpan state dari setiap request sehingga server dapat dengan cepat melepas sumber daya yang dipakai.State adalah representasi hasil aksi terhadap sebuah sumber daya, representasi berisi urutan bytes, dan metadata yang menjelaskan bytes tersebut(Fielding & Taylor, 2002, pp 121-126).Amundsen (2012, p13) menyatakan bahwa dengan menggunakan hypermedia akan menciptakan pemahaman yang sama antara client dan server dikarenakan pesan yang disampaikan bukan hanya berupa data metah, tetapi juga metadata tentang data, dan metadata tentang state dari aplikasi.
2.1.2 Hypermedia Factors Hypermedia Factors (H-Factors) adalah dokumentasi tentang elemenelemen pada tipe MIME untuk dapat digunakan pada hypermedia(Amundsen, 2011). H-Factors juga digunakan dalam merancang pesan pada hypermedia. HFactors mencakup bagaimana merepresentasikan data yang diminta (termasuk metadata tentang data) serta memutuskan bagaimana merepresentasikan metadata dari aplikasi seperti penyaringan, pencarian, dan pilihan untuk mengirimkan data ke serveruntuk selanjutnya diproses dan disimpan. Amundsen(2012, pp 14-19) menyatakan bahwa terdapat sembilan HFactors, dan dikelompokan menjadi dua grup yaitu: 1. Link Factors merepresentasikan kesempatan untuk clientagar dapat berpindah state pada aplikasi. Hal ini dilakukan dengan mengaktifkan link.Link Factors ini dibagi menjadi lima yaitu:
10
a. Link Outbound (LO): aplikasi client akan dapat melakukan requestread dan menampilkan response dari URI sebagai sebuah halaman yang lengkap dalam tampilan. Penggunaan umum dari LO ini adalah pada link navigasi/anchor. b. Link Embedded (LE): aplikasi client melakukan request terhadap URI (HTTP GET), dan hasil response ditampilkan dan tergabung sejajar atau didalam halaman web (transclusion). Penggunaan umum dari faktor LE ini adalah pada markupIMG di HTML, dimana atribut src akan berisi URI yang akan tampil didalam halaman web yang menyertakannya. c. Link Templated (LT): menyediakan satu atau lebih parameter untuk digunakan pada operasi read. Penggunaan templated link ini biasanya pada markupFORM dengan method GETdan ACTION terhadap URI tertentu dan disertakan dengan beberapa markupINPUT. d. Link Idempotent (LI): menyediakan dukungan untuk melakukan operasiidempotent (PUT dan DELETE) kepada server. Pada tipe media HTML, tidak mendukung kedua operasi ini, namun dapat disimulasikan dengan menggunakan javascript. e. Link Non-idempotent (LN): menyediakan dukungan untuk melakukanoperasi non-idempotent kepada server. Tipe ini menggunakan POSTmethod pada FORM.
11
2. Control Factors menyediakan dukungan tambahan metadata ketika melakukan operasi Link sebelumnya.Control Factors dibagi menjadi empat yaitu: a. Control Read(CR): menyediakan dukungan untuk membaca data pada setiap read requests, contohnya HTTP Accept-* headers. b. Control Update(CU): menyediakan dukungan untuk mengubah kontrol data untuk proses update requests. Contohnya HTTP Content-* headers. c. Control Method(CM): menentukan method yang digunakan pada requests. Contohnya HTTP GET, POST, PUT, DELETE) d. Control Link Annotation (CL): menambahkan arti semantik pada elemen yang berupa link. Contohnya penggunaan atribut rel.
2.1.3 Base FormatHypermedia Amundsen (2012, pp 21-22) menyebutkan beberapa format populer yang sering digunakan pada HTTP antara lain: 1. eXtensible Markup Language (XML) Tipe media XML memiliki beberapa keuntungan bila digunakan sebagai baseformathypermedia, antara lain XML merupakan format yang sudah matang dan terstandarisasi, serta banyak bahasa program yang mendukung teknologi ini. Selain itu XML memiliki kelebihan dalam kebebasan merancang elemen dan atribut yang diperlukan. Namun kekurangan dari XML adalah tidak adanya dukungan native terhadap HFactors seperti predefined links, form.
12
2. JavaScript Object Notation (JSON) JavaScript sebagai bahasa pemrograman utama di web telah berkembang mulai dari client (web browsers), servers (Node.js), data storage (CouchDB) dan banyak lagi. Struktur data pada JavaScript sangat sederhana berdasarkan pasangan nama-nilai dan himpunan yang disebut dengan JSON. Keuntungan dari penggunaan JSON adalah tersedianya parsers pada bahasa pemrograman lain selain JavaScript. Selain itu format JSON juga sangat singkat, tidak seperti XML yang lebih besar dalam ukuran bytes. Namun kekurangan dari JSON adalah sama seperti XML, JSON tidak memiliki dukungan native terhadap HFactors, dan belum ada aturan yang standar untuk mengekspresikan link dan form. 3. Hypertext Markup Language (HTML) HTML dapat menjadi pilihan yang tepat dan memiliki beberapa keunggulan sebagai base format dari hypermedia. Pertama, HTML merupakan teknologi yang sudah matang (lebih dari dua puluh tahun). Kedua, HTML juga memiliki aplikasi client (web browser) yang tersedia di hampir
seluruh platform. Ketiga,web
browsers
mendukung
penggunaan kode program melalui JavaScript. HTML memiliki dukungan native terhadap hypermedia controls antara lain LO HFactors (melalui links), LT dan LN H-Factors (melalui form). HTML (termasuk XHTML dan HTML5) seringkali tidak dipandang ketika merancang hypermedia. Karena dianggap teknologi yang usang, yang hanya dapat digunakan oleh manusia melalui web browser. Namun hal
13
ini menjadi keuntungan karena manusia dapat dengan mudah melakukan penelusuran
API
(Application
Programming
Interface)
dengan
mengikuti HTML yang ditampilkan di browser. Serta terdapat beberapa pustaka yang dapat melakukan parsing HTML, XHTML, dan HTML5 untuk platform dan bahasa program lain diluar web browser, sehingga aplikasi lain dapat menggunakan HTML sebagai hypermedia API.
2.1.4 REpresentationalStateTransfer REpresentational State Transfer (REST) mempunyai beberapa prinsip fundamental sebagai berikut(Davis, 2012, p2): 1. Berorientasi pada resource dan addressability Seluruh bit informasi harus dibungkus dalam sebuah resource yang dapat diakses melalui penanda yang stabil. Penanda ini disebut dengan URL dan resource diakses melalui HTTP. 2. Penggunaan interface yang seragam Arsitektur REST memiliki interface yang seragam untuk dapat mengakses sebuah resource dari URL. Interface ini disebut dengan HTTPverbs yang digambarkan pada Tabel 2.1: Tabel 2.1 Operasi HTTPverbs Sumber: Davis (2012, p2) GET
Mengambil
sebuah
representasi Safe, Idempotent,
resource
Cacheable
HEAD
Mengambil informasi headerresource
Safe, Idempotent
OPTIONS
Mengambil daftar verbs yang didukung Safe, Idempotent oleh resource ini
14
PUT
Mengganti resource
Idempotent
DELETE
Menghapus resource
Idempotent
PATCH
Memperbaharui state dari resource
-
POST
Membuat resource
-
Safe berarti operasi yang dilakukan terhadap resource tidak berpengaruh terhadap state dari resource tersebut. Idempotent berarti operasi yang dilakukan berkali-kali terhadap resource tersebut akan menghasilkan hasil yang sama. Cacheable berarti representasi resource tersebut dapat disimpan untuk operasi berikutnya dimasa depan. 3. Representasi resource dan tipe media Resource yang dikirimkan di internet mempunyai format standar yaitu HTML yang dapat diakses melalui webbrowser. 4. Hypermediaas the Engine of Application State Resource harus memiliki hyperlink, untuk berpindah ke state aplikasi berikutnya dan menampilkan resource yang berbeda.
2.2 HTML5 HTML adalah bahasa utama pada web untuk menciptakan dokumen dan aplikasi yang dapat digunakan semua orang, dimana saja. Pada Oktober 2014, HTML Working Group mempublikasikan HTML5 sebagai rekomendasi W3C. Rekomendasi ini menjadi standar spesifikasi untuk revisi kelima dari Hypertext Markup Language, format yang digunakan untuk membuat halaman dan aplikasi web, dan sebagai landasan dari Open Web Platform(W3C, 2014).
15
HTML5 memungkinkan video dan audiodiweb tanpa memerlukan plugin. HTML5 juga memungkinkan pemrograman bitmap kepada canvas, yang berguna untuk menampilkan grafik, game, atau visualisasi lainnya secara langsung. HTML5 memiliki dukungan native terhadap ScalableVectorGraphics (SVG), matematika (MathML), dan memiliki dukungan aksesibilitas yang kaya, serta banyak lagi.
2.2.1 Document Object Model DocumentObjectModel
(DOM)
adalah
sebuah
ApplicationProgrammingInterface (API) untuk mengakses dan memanipulasi dokumen HTML dan XML. Pada spesifikasi ini istilah dokumen digunakan untuk seluruh sumber daya berbasis markup, seperti dokumen statis sampai dengan dokumen yang kaya dengan multimedia dan kaya dengan interaksi. Dokumen ini direpresentasikan sebagai pohon simpul (nodetree). Beberapa node pada tree dapat memiliki cabang (children), dan juga beberapa hanya selalu daun (leaves) (Kesteren, Gregor, Ms2ger, Russell, & Berjon, 2015).
Gambar 2.1 Representasi DOM pada Dokumen HTML. Sumber: https://www.w3.org/TR/dom/
16
2.2.2 Responsive Web Design Responsive Web Design (RWD) adalah sebuah pengaturan dimana server mengirimkan kode HTML yang sama kepada semua perangkat dan Cascading Style Sheets digunakan untuk mengganti tampilan dari halaman pada seluruh perangkat(Google, 2015). Google merekomendasikan menggunakan RWD karena: 1. Memudahkan pengguna untuk membagikan link terhadap konten anda melalui satu alamat UniformResourceLocator (URL). 2. Membantu algoritma Google untuk secara akurat mengindeks halaman anda, tanpa perlu membaginya menjadi halaman desktop/mobile. 3. Mengurangi waktu pengelolaan halaman untuk konten yang sama. 4. Mengurangi kemungkinan kesalahan yang mempengaruhi situsmobile. 5. Tidak membutuhkan pengarahan (redirection) pada pengguna yang memiliki device-optimized-view, yang mengurangi waktu load. 6. Mengurangi sumber daya ketika Googlebot melakukan crawling situs anda. Pada halaman RWD, hanya satu Googlebotuseragent yang akan melakukan crawling.
Gambar 2.2 Perbandingan Halaman Web tanpa RWD dan dengan RWD. Sumber: https://developers.google.com/webmasters/mobile-sites/imgs/mobileseo/viewport.png
17
Penggunaan tag meta name=”viewport” akan memberikan sinyal kepada halaman untuk beradaptasi pada semua perangkat. Tanpa adanya tag ini, maka halaman web pada mobilewebbrowser akan menampilkan sebesar resolusi layar desktop (umumnya sekitar 980px, namun ini bervariasi pada setiap perangkat).
2.3 JavaScript& Frameworks JavaScript (JS) adalah bahasa program yang ringan, interpreted. Populer digunakan sebagai bahasa scripting untuk halaman web, tetapi banyak juga lingkungan
non-browser
yang
menggunakannya
seperti
node.js
dan
ApacheCouchDB. JS merupakan pemrograman berbasis prototype, dinamis, mendukung pemrograman berbasis objek dan functional. JS yang berjalan pada sisi client di web browser, digunakan untuk memprogram bagaimana halaman web bereaksi ketika terjadi suatu kejadian (event)(Scholz, et al., 2016). Framework adalah kumpulan dari class abstrak dan konkrit dalam pemrograman berorientasi objek. Framework biasanya terasosiasi dengan bahasa program tertentu. Framework dapat terdiri dari framework lain, yang bertujuan agar dapat digunakan untuk menciptakan sebuah aplikasi yang lengkap atau menjadi bagian dari sebuah aplikasi, misalnya untuk graphicaluserinterface. Webapplicationframework (WAF) merupakan salah satu perkembangan dari Framework
yang
bertujuan
untuk
mendukung
pembuatan
aplikasi
web(Sommerville, 2011, p432). Javascript memiliki beberapa jenis framework yang populer, antara lain: 1. JQuery
18
JQuery adalah sebuah pustaka pemrograman JavaScript yang cepat, kecil, dan kaya akan fitur. JQuery membuat manipulasi HTMLDOM, penanganan event, animasi, dan Asynchronous XML HTTP Request (Ajax) menjadi sangat sederhana melalui API yang dapat bekerja pada banyak web browser(jQuery Foundation, n.d.). Saat ini terdapat 2 rilis versi stabil dari jQuery yaitujQuery 1.x dan jQuery 2.x, dimana versi 2.x memiliki API yang sama seperti pada versi 1.x, namun tidak mendukung webbrowserInternetExplorer 6, 7, dan 8. 2. Node.js Node.js
adalah
sebuah
framework
modelasynchronouseventdriven,non-blocking berdasarkan
Chrome
V8
JavaScript
aplikasi
dengan
yang
dibangun
I/O,
Engine.
Dirancang
untuk
membangun aplikasi jaringan yang dapat berkembang (scalable)(Linux Foundation,
n.d.).
Aplikasi
Node.js
dituliskan
dengan
bahasa
pemrograman JavaScript dan dapat dijalankan dengan Node.jsruntime pada banyak platform, seperti OSX, MicrosoftWindows, Linux, FreeBSD, IBMAIX, IBMSystemz. 3. Sails.js Sails.js
adalah
sebuah
framework
aplikasi
web
dengan
pola
ModelViewController yang dibangun diatas Node.js. Menyediakan datadriven
API
dengan
arsitektur
yang
scalable,
service-
orientedarchitecture (McNeil, n.d.). Sails.js memiliki beberapa fitur antara lain:
19
a. Sails.js dibuat dengan Javascript, bahasa pemrograman yang sama dengan yang digunakan pada pemrograman web di clientbrowser, sehingga meningkatkan konsistensi. b. Mendukung
berbagai
database
dengan
adanya
modul
ORMWaterline, tersedia adaptor untuk berbagai jenis database seperti MySQL, MongoDB, PostgreSQL, Redis, dan localdisk. c. Kehandalan dalam asosiasi data, sails.js
memungkinkan
permodelan data relasional pada setiap Model yang ada. Bahkan setiap Model ini dapat saling berkolaborasi walaupun berada pada database yang berbeda, bahkan pada NoSQL dan RelationalDatabase. d. Auto-generatedRESTAPI, sails.js memiliki modul blueprints yang dapat membantu membuat aplikasi backend dengan cepat tanpa perlu menuliskan kode program terkait REST. Seluruh Model yang tercipta pada sails.js akan mendukung seluruh operasi REST secara default. e. Mendukung WebSocket, sails.js mendukung fitur komunikasi realtime dengan socket yang terintegrasi pada framework. f. Mempunyai
policy
keamanan
yang
deklaratif,
sails.js
memungkinkan fitur keamanan dan akses kontrol pada fungsi middleware yang dapat dipergunakan pada controller dan actions.
20
g. Front-end agnostic,sails.js memiliki kompatibilitas dengan semua strategi front-end, seperti Angular, backbone, iOS/ObjC, Android/Java. h. Alur aset yang fleksibel dengan menggunakan modul Grunt yang dapat mengkompilasi aset seperti LESS, SASS, CoffeeScript, Handlebars, dan sebagainya. i. Dibangun diatas Node.js dengan
modul Express untuk
menangani HTTP requests dan socket.io untuk menangani WebSocket.
2.4 Web Content Accessibility Guidelines 2.0 Web Content Accessibility Guidelines (WCAG) dibuat dan dikembangkan oleh World Wide Web Consortium (W3C) yang terdiri dari individu dan organisasi di seluruh dunia, dengan satu tujuan utama yaitu membentuk sebuah standar aksesibilitas konten yang seragam (Henry, 2012). Dokumen WCAG berisi penjelasan bagaimana membuat konten web menjadi lebih aksesibel bagi orang penyandang disabilitas. Konten web secara umum adalah informasi pada halaman web atau aplikasi web, yaitu informasi natural (teks, gambar, suara) dan kode yang mendefinisikan struktur/presentasi. WCAG ditujukan kepada: •
Pembuat konten web.
•
Pengembang authoring tool berbasis web.
•
Pengembang web accessibility evaluation tool.
21
•
Pihak yang ingin membuat atau memerlukan standar untuk aksesibilitas web.
WCAG 2.0 terdiri dari 12 panduan teknis standar yang memiliki tiga tingkat kriteria yaitu level A (minimum), level AA, dan level AAA. WCAG 2.0 telah disetujui sebagai ISOstandard yaitu ISO / IEC 40500:2012.
22
Eggert & Abou-Zahra (2016) mengelompokkan 12 panduan teknis tersebut menjadi 4 kategori yaitu: 1. Perceivable Informasi dan kumpulan antarmuka harus dapat disampaikan dan diketahui oleh pengguna.Panduan dari kategori ini antara lain: a. Menyediakan teks alternatif untuk konten nontekstual sehingga dapat dirubah menjadi bentuk lain yang seperti huruf braille, diucapkan (text-to-speech). b. Menyediakan alternatif untuk media berbasis waktu seperti audio dan video, dengan menyediakan transkrip teks. c. Konten dapat direpresentasikan dengan berbagai cara tanpa menghilangkan informasi atau struktur, hal ini dapat dicapai dengan memisahkan konten dari dekorasi. d. Memudahkan pengguna untuk melihat dan mendengar konten. 2. Operable Komponen antarmuka dan navigasi harus dapat dioperasikan.Panduan dari kategori ini antara lain: a. Seluruh
fungsi
dari
konten
dapat
dioperasikan
dengan
menggunakan keyboard. b. Menyediakan waktu yang cukup kepada pengguna untuk membaca dan menggunakan konten. c. Jangan merancang konten yang dapat mengakibatkan kejang, contohnya konten yang berkilatan lebih dari satu kali dalam satu detik.
23
d. Menyediakan cara untuk membantu pengguna bernavigasi, mencari konten, dan mengetahui dimana mereka berada. 3. Understandable Informasi dan operasi dari antarmuka harus dapat dimengerti. Panduan dari kategori ini antara lain: a. Konten teks harus dapat terbaca, misalnya dengan menggunakan atribut bahasa pada elemen HTML. b. Halaman web harus muncul dan beroperasi dengan cara yang dapat diprediksi. c. Bantu pengguna untuk menghindari kesalahan, misalnya dengan memberikan instruksi, melakukan validasi, dan memberikan umpan balik kepada pengguna. 4. Robust Konten harus handal sehingga dapat diinterpretasikan oleh berbagai macam useragent, termasuk assistivetechnology.
Henry & Arch (2012) menyebutkan aksesibilitas web tidak hanya berorientasi pada penyandang disabilitas. Aksesibilitas web juga bermanfaat bagi pengguna yang berusia lanjut, pengguna perangkat mobile, dan bagi organisasi. Organisasi yang memiliki web yang aksesibel akan diuntungkan dengan searchengineoptimization (SEO), mengurangi resiko hukum, mendemonstrasikan corporatesocialresponsibility (CSR), dan meningkatkan loyalitas konsumen.
24
2.5 E-learning Clark dan Mayer (2011, pp 8-9) mendefinisikan e-learning sebagai kumpulan instruksi yang disampaikan melalui perangkat elektronik seperti komputer atau perangkat mobile yang bertujuan untuk mendukung pembelajaran. Bentuk dari e-learning memiliki beberapa fitur antara lain: 1. Penyimpanan dan penyampaian materi ajar melalui CD-ROM, media penyimpanan (harddrive) internal maupun eksternal, server di internet atau intranet, 2. Memiliki konten yang relevan terhadap tujuan pembelajaran, 3. Menggunakan elemen seperti tulisan dan gambar untuk menyampaikan konten, 4. Menggunakan metode instruksional seperti contoh, latihan dan umpan balik untuk mendukung pembelajaran, 5. Dapat dibawakan oleh pengajar (synchronous e-learning) atau dirancang
untuk
pembelajaran
individual
secara
mandiri
(asynchronous e-learning), 6. Membantu
pembelajar
untuk
mendapatkan
pengetahuan
dan
kemampuan baru yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.6 ICT dalam kegiatan belajar mengajar Wastiau, et al. (2013, p11) melakukan penelitian untuk menemukan tolak ukur penggunaan information and communication technologies (ICT) untuk kegiatan belajar mengajar pada sekolah-sekolah di negara yang tergabung dalam 27 negara Uni Eropa, Kroasia, islandia, Norwegia, dan Turki. Fokus penelitian ini
25
adalah untuk mengembangkan indikator dan mengumpulkan serta menganalisa data penggunaan, sikap, dan kompetensi dari siswa dan guru terhadap ICT. Penelitian ini menghasilkan temuan yang menunjukan bahwa ada korelasi antara kompetensi ICT guru terhadap penggunaan ICT di kelas, namun kompetensi ini perlu ditingkatkan kembali terkait penggunaan ICT dalam strategi pembelajaran, salah satunya adalah pemanfaatan media sosial dalam kegiatan pembelajaran. Temuan lainnya juga menunjukkan bahwa pelatihan ICTterkait kegiatan belajar mengajar di negara-negara EU27 tidak bersifat wajib, dan hanya 25-30% siswa diajar oleh guru yang telah menjalani pelatihan tersebut. Temuan selanjutnya menunjukkan bahwa guru yang percaya diri dengan kemampuan ICT dan yakin dengan dampak positif penggunaan ICT pada pengajaran, rutin mengorganisir aktivitas ICT dengan murid-muridnya.
2.7 Learning Object Richards, McGreal, dan Friesen (2002, p1334)dalam penelitiannya menyebutkan bahwa Learning Object (LO) merupakan pondasi dasar dalam dunia e-learning. LOadalah dokumen digital yang digunakan dalam kegiatan e-learning. LO terdiri dari media audio-visual, java applets, dan latihan interaktif yang membentuk pengalaman pembelajar. LO juga sering disebutdengan beberapa istilah seperti information object, instructional object, atau reusable learning object.
26
Gambar 2.3 Tampilan Kuis pada LO Sumber: LOFunctions, Mata Kuliah Mathematics – K0942, Jurusan Mathematics, Universitas Bina Nusantara
Gambar 2.4 Tampilan Penjelasan Materi pada LO Sumber: LO Analisa Kedalaman Arus Masuk dalam Desain Fasilitas Pelabuhan, Mata Kuliah HarbourEngineering - S0402, Jurusan CivilEngineering Universitas Bina Nusantara
27
Gambar 2.5 Tampilan Penjelasan Materi pada LO Sumber: Darmadi dan Halim (2014, p14)
Gambar 2.6 Tampilan LO pada perangkat mobile Sumber: LOLet’s Learn Kanji Suffix, Mata Kuliah Intermediate Kanji II - N1012 Jurusan Japanese Literature Universitas Bina Nusantara
28
LO
juga
telah
berevolusi
menjadi
mobileLearning
Object
yang
memungkinkan konten pembelajaran tertanam pada sebuah perangkat mobile yang sangat erat digunakan oleh mahasiswa dalam kesehariannya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Darmadi dan Halim (2014, p20) menemukan bahwamobile LOmembantu mahasiswa dalam memahami materi yang diberikan dalam pembelajaran.
2.8 Multimedia dalam LearningObject Clark dan Mayer (2011, pp 70-71) menyatakan bahwa dalam perancangan LO, InstructionalDesigner harus memikirkan bagaimana tulisan dan gambar dapat bekerjasama untuk menciptakan sebuah arti kepada pembelajar. Penerapan grafik dalam e-learning dapat dibagi menjadi beberapa fungsi, antara lain: 1. Decorative graphics digunakan untuk mendekorasi halaman tanpa menambahkan nilai pembelajaran. 2. Representational graphics digunakan untuk menjelaskan satu buah elemen dalam pembelajaran. 3. Relational
graphics
digunakan
untuk
menjelaskan
hubungan
kuantitatif antara dua atau lebih variabel, contoh sebuah diagram yang menghubungkan umur dalam tahun pada sumbu x dan kemungkinan kecelakaan pada sumbu y. 4. Organizational graphics digunakan untuk menjelaskan hubungan antar elemen, contohnya diagram dari pompa angin yang berisi bagianbagian yang diberikan nama.
29
5. Transformational graphics digunakan untuk menjelaskan perubahan sebuah objek dalam periode waktu tertentu. 6. Interpretive graphics digunakan untuk mengilustrasikan hubungan yang tidak terlihat, contohnya animasi pada pompa angin yang mengilustrasikan titik-titik kecil untuk menunjukan aliran udara masuk dan keluar dari pompa. Penggunaan grafik dalam pembelajaran juga dikategorikan untuk beberapa jenis konten yang dijabarkan dalam Tabel 2.2: Tabel 2.2 Penggunaan Grafik pada Konten Pembelajaran Sumber: Clark dan Mayer(2011, p75) Tipe konten
Deskripsi
Jenis grafik yang Contoh cocok
Fakta
Informasi yang unik dan Representational, pada Organizational
terisolasi aplikasi,layar,
spesifikasi
objek, Representational,
Kategorisasi kejadian,
atau
symbol Organizational,
dengan nama tertentu
Proses
Penjelasan
Interpretive
bagaimana Transformational,
sesuatu bekerja
layar aplikasi, Nama bagian dan
formulir,
atau produk tertentu. Konsep
Tampilan halaman
Diagram
pohon
dari spesies pada biologi
Animasi cara kerja
Interpretive,
jantung,
Relational
Gambar menjelaskan
statis cara
kerja pompa angina Prosedur
Urutan cara kerja dalam Transformational
Diagram
dengan
30
menyelesaikan masalah
arah
yang
menunjukan
cara
memasang
kabel
pada printer Prinsipil
Panduan
yang Transformational,
menghasilkan
interpretive
Video menunjukan
yang dua
tercapainya sebuah tugas;
cara berjualan,
hubungan sebab musabab
Animasi penurunan gen dari orang tua kepada anak
Berdasarkan teori kognitif dan bukti ilmiah, direkomendasikan penggunaan suara/audio dibandingkan teks, khususnya bila grafik (video, animasi, gambar statis) merupakan fokus utama dan dipresentasikan bersamaan dengan teks. Penggunaan audio pada e-learning konten direkomendasikan untuk presentasi multimedia dimana terdapat grafik yang kompleks, kata-kata yang sudah dikenal, dan pembelajaran dalam tempo yang cepat. Penerapan multimedia mempunyai dampak yang positif kepada pembelajar yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap domain yang akan dipelajari.Studi menyebutkan bahwa animasi visual efektif untuk mengajarkan prosedur praktis yang bersifat praktek(Ayres, Marcus, Chan, & Nixon, 2009, p353).
2.9 Authoring Tools Authoring tools merupakan kumpulan dari komponen piranti lunak yang memungkinkan pembuat (author) dapat menggunakannya untuk membuat atau
31
memodifikasi konten web untuk dapat digunakan oleh orang lain. Authoringtools sebaiknya memungkinkan author untuk dapat mempublikasikan konten web secara luas, dapat dibaca oleh semua orang di dunia, dalam berbagai bahasa, komputer, menggunakan perangkat input dan output yang berbeda (McGee & Henry, 2015). Berking (2014, p6) menyebutkan bahwa authoringtools adalah sebuah piranti lunak yang digunakan utuk membuat produk e-learning. Authoring tools umumnya memiliki kemampuan untuk menciptakan, merubah, mengulas, menguji dan mengkonfigurasi e-learning. Tools ini mendukung pembelajaran dan pelatihan terdistribusi, memfasilitasi strategi pembelajaran yang efektif. Jenis authoringtools bervariasi dari piranti lunak yang kompleks (tidak terbatas hanya pada e-learning) sampai yang sederhana yang merubah slidePowerPoint menjadi halaman web. Penting untuk diketahui bahwa beberapa piranti lunak yang digunakan sebagai authoringtools tidak selalu dirancang untuk pembuatan e-learning secara spesifik, tetapi dapat bervariasi (multi-purpose tools) sebagai contoh untuk menciptakan website atau halaman web. Tetapi dalam konteks pengembangan e-learning, piranti lunak ini disebut dengan authoring tools.
32
Gambar 2.7TemplateContent pada AuthoringTool Sumber: Hutchful, Matur, Cutrell, & Joshi(2010, p6)
Gambar 2.8 Tampilan WYSIWYG untuk Pembuatan Kuis pada ViSH Editor Sumber: Gordillo, Barra, dan Quemada (2014, p4)
Tujuan penggunaan authoring tools adalah untuk mengurangi tingkat kesulitan teknis (pengunaan kode program); authoring tools umumnya
33
memberikan antarmuka WYSIWYG (“what you see is what you get”) yang memungkinkan pengguna untuk dapat memanipulasi konten secara visual. Programmingeditor yang memfasilitasi penulisan program seperti C++ atau Javascript bukan merupakan authoringtools. Pengembang dapat menggunakan editor tersebut untuk menciptakan konten e-learning, namun pengembang harus memiliki kemampuan teknis terkait. Selain itu tidak semua organisasi memiliki staf dengan kemampuan teknis programming untuk menciptakan konten elearning. Dengan authoringtools, hasil akhir dari konten e-learning juga menjadi terstandarisasi dengan penggunaan template (Berking, 2014, pp 7-8). Berking
(2014,
pp
7-10)
menyebutkan
bahwa
dalam
memilih
authoringtools,AdvancedDistributedLearning merekomendasikan beberapa highlevelprocess. Salah satunya adalah pada tahapan penentuan kebutuhan utama yang berfokus pada beberapa area berikut: 1. Tipe pembelajaran yang akan dibawakan: a. Asynchronouse-learning b. Synchronousvirtualclassroom atau virtualworld c. Asynchronousvirtualclassroom
(contoh,
sesi
kelas
yang
direkam) d. Instructor-led training dengan beberapa aspek yang dibawakan secara elektronik (contoh, assessments). 2. Kebutuhan fungsi pembelajaran spesifik, misalnya seperti wiki, forum diskusi, blogs, dan chat. 3. Media: a. Audio
34
b. Video c. Grafik d. Animasi 2D e. Animasi 3D. 4. Tingkat interaktivitas: a. Pasif b. Interaksi sederhana c. Navigasi adaptif dan percabangan d. Interaksi kompleks dan simulasi dengan assessment dan rute pembelajaran adaptif. 5. Kemampuan teknis dari pembuat (author). Umumnya dibagi menjadi: a. InstructionalDesigners b. SMEs c. JuniorDevelopers d. SeniorDevelopers. 6. Kebutuhan akan kemampuan non-teknis dalam melakukan perubahan konten. 7. Standar format keluaran dokumen. 8. Jenis dukungan dan pelatihan yang dibutuhkan untuk tool. 9. Kompatibilitas dengan piranti lunak lain. 10. Kolaboratif atau individual authoring. 11. Jumlah, aturan dan distribusi tool untuk pengguna. 12. Bandwidth dan batasan IT lainnya.
35
2.9.1 Authoring untuk MobileLearning Berking (2014, pp 30-31) menyatakan bahwa ada beberapa konsiderasi dalam
menghasilkan
mobilesebagai
aplikasi
Mobile native
Learning atau
(mLearning)
aplikasi
web
untuk
yang
perangkat
berjalan
pada
mobilewebbrowser, antara lain: 1. mLearning sebagai aplikasi web, bila: a. Memiliki kebutuhan kompatibilitas di seluruh platform. b. Tidak memiliki dukungan untuk pengembangan aplikasi native menggunakan proprietarySoftwareDevelopmentKit (SDK). c. Memiliki kebutuhan aksesibilitas. d. Tidak membutuhkan kemampuan dari perangkat mobile seperti (offline, kamera, accelerometer, gyroscope, dan sebagainya). 2. mLearning sebagai aplikasi native, bila: a. Memiliki kebutuhan monetisasi. b. Membuat game. c. Menggunakan informasi terkait lokasi. d. Menggunakan kamera, accelerometer, dan sebagainya. e. Memiliki kebutuhan untuk mengakses filesystem. f. Memiliki kebutuhan akses konten secara offline.
2.9.2 Kebutuhan Fitur dari Authoring Tools Shank dan Ganci (2013, pp 1-4) melakukan survei mengenai apa yang diinginkan dalam authoring tools. Authoring tools yang dimaksud pada survei ini adalah piranti lunak yang dapat menghasilkan asynchronouseLearning. Survei ini
36
dilakukan terhadap 1.055 responden yang dilakukan dari 29 April sampai 17 Mei 2013 secara online. Sebanyak 74% berasal dari Amerika Serikat, 5.4% berasal dari Kanada, 3.4% berasal dari Britania Raya, 2.9% berasal dari Australia, 1.4% berasal dari India, dan sisanya dari tempat lain di dunia. Responden berasal dari praktisi dan lembaga perguruan tinggi, dimana 45.9% merupakan pengguna awam sampai tingkat menengah dan 49.2% merupakan pengguna mahir dari authoring tools. Hasil survei pada tingkat makro, responden menginginkan kemampuan untuk menambahkan audio dengan rating tertinggi dan mengintegrasikan media sosial dengan rating terendah. Pada tingkat mikro, terdapat lima fitur dengan rating tertinggi, yaitu: 1. Kemampuan untuk mengatur tampilan interaksi (95.2%) 2. Kemampuan untuk menggunakan pengaturan format, seperti jenis font, penomoran, paragraf, dan lain-lain (95.2%) 3. Tersedia banyak tipe pertanyaan, seperti pilihan ganda, mengisi, hotspot (94.7%) 4. Kemampuan untuk membuat objek dalam tampilan menjadi interaktif (93.8%) 5. Kemampuan untuk memvalidasi pertanyaan untuk wajib dijawab (93.6%) Berikut ini adalah daftar hasil survei yang dilakukan pada fitur yang mendapatkan rating tinggi yang bernilai sama atau lebih besar dari 80% oleh responden diluar lima fitur mikro (Shank & Ganci, 2013, pp 40-41): 1.
Dapat membuat tema sendiri (92.7%)
37
2.
Dapat memasukan video (92.5%)
3.
Dapat menampilkan hasil ulasan dari pertanyaan setelah penilaian (92.2%)
4.
Dapat membuat template sendiri (92.0%)
5.
Dapat memasukan dokumen audio (91.4%)
6.
Dapat membuat skenario interaktif (91.3%)
7.
Dapat membuat masterslides atau halaman (91.1%)
8.
Dapat memformat halaman pertanyaaan (91.1%)
9.
Memiliki bantuan pengguna (90.9%)
10. Dapat merekam assessments (90.3%) 11. Dapat membuat percabangan sederhana (89.1%) 12. Dapat menggunakan variabel buatan sendiri yang dapat direkam (87.1%) 13. Dapat melakukan sesi authoring di Windows (86.8%) 14. Dapat memicu audio dalam interaksi (85.6%) 15. Dapat menganimasikan elemen pada layar (85.5%) 16. Dapat memicu video dalam interaksi (85.0%) 17. Dapat membuat link ke halaman web luar atau video (84.6%) 18. Dapat mengacak pertanyaan (84.4%) 19. Dapat menambahkan simulasi piranti lunak sederhana (84.3%) 20. Dapat membuat navigasi buatan sendiri (84.3%) 21. Penelusuran pada SCORM 1.2 (84.0%) 22. Dapat membuat preferensi global untuk kuis (83.7%)
38
23. Dapat menggunakan variabel untuk personalisasi dan penelusuran data (83.3%) 24. Dapat mengacak jawaban (83.0%) 25. Memiliki intro-trainingmodule secara gratis (82.8%) 26. Dapat menambahkan media (grafik) kedalam pertanyaan (82.6%) 27. Memiliki komunitas pengguna aktif (81.1%) 28. Dapat menggunakan variabel dari sistem, seperti jam dan tanggal (80.7%) 29. Dapat mengacak dan mengambil pertanyaan dari bank soal (80.6%) 30. Dapat melakukan pengecekan ejaan (80.0%) Khusus untuk survei mengenai pemilihan media untuk publishing, responden memberikan rating sebagai berikut (Shank & Ganci, 2013, p36): 1. Dapat melakukan publishing ke mobileweb (HTML5) (75.6%) 2. Dapat melakukan publishing ke Flash (61.8%) 3. Dapat melakukan publishing pada aplikasi review gratis (59.2%) 4. Dapat melakukan publishing ke video (57.5%) 5. Dapat melakukan publishing ke PDF (51.7%)
2.10 System Usability Scale Brooke (2013, p29) pada tahun 1986 mengembangkan sebuah instrumen berupa kuisioner yang disebut dengan System Usability Scale (SUS) untuk mengukur kegunaan (usability) dari sebuah sistem komputerisasi. SUS terdiri dari sepuluh pernyataan, dengan setiap nomor ganjil berisi pernyataan positif dan
39
nomor genap berisi pernyataan negatif. Berikut ini adalah kesepuluh pertanyaan dari kuisioner SUS, yaitu: 1. Saya pikir saya akan sering menggunakan sistem ini. 2. Saya merasa sistem ini tidak seharusnya kompleks. 3. Saya merasa sistem ini mudah untuk digunakan 4. Saya merasa perlu bantuan teknis dari orang lain untuk dapat menggunakan sistem ini. 5. Saya menemukan banyak fungsi yang terintegrasi dengan baik pada sistem ini. 6. Saya merasa sistem ini banyak memiliki inkonsistensi. 7. Saya merasa banyak orang akan dengan mudah belajar menggunakan sistem ini. 8. Saya merasa sistem ini sangat sulit untuk digunakan 9. Saya merasa sangat percaya diri dalam menggunakan sistem ini. 10. Saya perlu untuk belajar banyak hal sebelum dapat menggunakan sistem ini. Penelitian yang dilakukan Bangor, Kortum, dan Miller (2008, pp 576-577) juga telah membuktikan bahwa kata sistem dapat diganti dengan kata lain seperti produk, aplikasi, atau website. Penggantian kata sistem ini tidak mempengaruhi atau merubah hasil. SUS telah terbukti reliabilitasnya dan cukup sederhana untuk melakukan evaluasi pengukuran usability. Tullis dan Stetson (2004, p7)pada penelitiannya menemukan bahwa SUS walaupun hanya terdiri dari 10 pertanyaan, memberikan hasil yang paling reliabel dari seluruh sampel. Pada studi tersebut juga ditemukan
40
bahwa untuk mendapatkan hasil yang reliabel dibutuhkan sampel minimal sejumlah 12-14 responden. Bangor, Kortum, dan Miller (2008, pp. 589-590) pada penelitiannya menemukan bahwa SUS dapat digunakan untuk mengukur usability pada cakupan sistem dan teknologi yang besar. Lewis dan Sauro (2009, p5) pada penelitiannya menemukan bahwa pertanyaan pada kuisioner SUS terbagi menjadi dua faktor yang saling berkorelasi yaitu usability dan learnability. Pertanyaan nomor 4 dan 10 merupakan faktor learnability, sedangkan sisanya masuk ke dalam faktor usability. Brooke (2013, p35) menjelaskan nilai SUS dapat dihitung dengan mekanisme sebagai berikut: 1. Untuk setiap nomor ganjil: kurangi 1 nilai dari nilai respon. 2. Untuk setiap nomor genap: kurangi nilai5 dengan nilai respon. 3. Maka semua nilai akan memiliki skala dari 0-4, dimana 4 adalah nilai positif tertinggi. 4. Jumlahkan seluruh nilai respon yang telah dikonversi, setelah itu kalikan nilai total dengan 2,5 yang akan menghasilkan nilai dengan skala 0-100.
Gambar 2.9Komparasi SUSScore berdasarkan rentang kuartil, rating keterangan, dan rentang penerimaan Sumber: Bangor, Kortum, dan Miller (2008, p582)
Bangor, Kortum, dan Miller (2008, pp 591-592)pada penelitiannya mengumpulkan data SUS selama dari satu dekade dari berbagai jenis sistem dan
41
teknologi, kemudianmengkategorikan nilai SUS ke dalam beberapa kategori seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9. Produk dengan nilai SUS lebih besar dari 70 masuk ke kategori yang acceptable.Nilai SUSlebih besar dari sama dengan 70 sampai dengan 90 sebagai kategori yang baik, dan nilaiSUS lebih besar dari 90 sebagai kategori yang sangat baik. Produk dengan nilai SUSlebih kecil dari 70 menjadi kandidat untuk dikembangkan menjadi lebih baik dan masuk ke kategori marginal. Nilai SUS di bawah 50 menunjukkan bahwa produk atau sistem tersebut memiliki nilai usability yang rendah dan masuk ke kategori notacceptable. McLellan, Muddimer, dan Peres (2012, p59) pada penelitiannya menyebut bahwa nilai SUS dievaluasi dengan menghitung mean dan standar deviasi dari hasil kuisioner terhadap sebuah sistem. Mean dari SUS yang berada pada rentang 0-64 berarti masuk ke dalam kategori notacceptable, rentang 65-84 berarti masuk ke dalam kategori acceptable, dan rentang 85-100 berarti masuk ke dalam kategori excellent.
2.11 Penelitian Terkait Azevedo, Santos, Araújo, Soares Neto, dan Soares Neto (2013, p206) menyebutkan bahwa dengan menggunakan template berbasis hypermedia pada saat melakukan authoring akan mempercepat waktu dalam pembuatan aplikasi multimedia interaktif. Sebagai contoh ketika menggunakan template, pembuat tidak perlu direpotkan dengan kompleksitas objek-objek yang saling berkaitan dalam aplikasi, tetapi pembuat dapat fokus pada objek yang diperlukan. Sebuah aplikasi kompleks biasanya diciptakan dari dokumen-dokumen dengan potongan kode yang berulang, penggunaan template dapat menghilangkan (atau setidaknya
42
mengurangi) penambahan kode secara eksplisit dan mengurangi kemungkinan kesalahan semantik yang sulit diidentifikasi. Hutchful, Matur, Cutrell, dan Joshi(2010, pp 5-8) menyebutkan bahwa authoring tool(dengan nama Cloze) harus dapat digunakan semudah mungkin bagi pengajar yang memiliki kemampuan komputer yang rendah. Antarmuka authoring tool menyediakan tampilan berupa tahapan-tahapan (wizard) dalam membuat konten. Bagi pengajar yang memiliki kemampuan komputer yang baik, hal ini membantu mempercepat pembuatan konten. Namun mereka juga merasa terbatas
karena
kurangnya
kontrol
terhadap
pengaturan
tampilan
konten.Sebaliknya, bagi pengajar yang memiliki kemampuan komputer yang rendah, Cloze membantu mereka untuk fokus untuk mengisikan konten daripada menghabiskan waktu atau kesulitan dengan penggunaanauthoring tool. Gordiollo, Barra, dan Quemada (2014, pp 3-7) mengembangkan dan mengevaluasiViSHEditor yang merupakan e-learningauthoringtool berbasis web yang bertujuan untuk memfasilitasi pembuatan kuis dan LO yang dapat dijalankan pada banyak perangkat.
Penelitian ini
membahas
tentang
penggunaan
AudienceResponseSystem (ARS), dimana pengajar dapat menerima secara langsung umpan balik dari siswanya mengelalui kuis-kuis di kelas. Jenis kuis yang dapat dibuat terdiri dari lima jenis yaitu: jawaban singkat, pilihan ganda dengan satu pilihan jawaban, pilihan ganda dengan lebih dari satu pilihan jawaban, benar atau salah, mengurutkan. Kuis dibuat dengan antarmuka WYSIWYG (what you see is what you get) yang dapat memadukan teks dan komponen media lainnya dengan HTML5. Evaluasi dari ARS ini menunjukkan hasil yang sangat baik dan diterima oleh pengajar.
43
Spesifikasi dari Instructional Management System Learning Design (IMSLD) 2003 yang begitu kompleks dianggap menjadi halangan dalam penerapannya
sehingga
Hermans,
Jassen,
dan
Koper(2015,
pp
2-7)
mengembangkan sebuah authoring dan deliverytool yang menyembunyikan kompleksitas tersebut untuk menciptakan pembelajaranonline yang fleksibel. Pada penelitiannya membahas dua hal yaitu integrasi dari IMSLD terhadap authoring tool dan penggunaan template sebagai salah satu aspek standar dari LD.Perancangan dari authoring dan deliverysystem dibuat menjadi dua layer yaitu templatelayer dan courselayer. Pada templatelayer, ID membuat template untuk konten pembelajaran yang selanjutnya digunakan oleh author untuk mengisi konten pada courselayer. Authoring dan deliverytooltelah diterapkan pada sistem e-learning yang diberi nama OpenU(http://openu.nl) dan telah diadopsi pada domainLearning Sciences and Technologies untuk program Master (MSc) reguler dan online. Cacuriá adalah sebuah authoring tool untuk LO berbasis multimedia yang dikembangkan oleh Damasceno, Galabo, dan Neto (2014, p65). Pada penelitian ini, mereka berfokus pada tahapan pengembangan authoring tool secara iteratif dan partisipatif yang bertujuan agar pengajar dapat menghasilkan LO tanpa harus memiliki kemampuan pemrograman. Dimana pengajar diminta berpartisipasi aktif dalam perancangan antarmuka sesuai kebutuhan mereka. Gaffney, Conlan, dan Wade (2014, p228) pada penelitiannya membahas evaluasi pengalaman pengguna terhadap AMAS2.0 authoring tool. AMAS2.0 merupakan authoring tool berbasis web yang merupakan pengembangan dari AMAS 1.0 yang merupakan authoring tool berbasis desktop. AMAS digunakan
44
oleh pengajar untuk menghasilkan aktivitas pembelajaran online yang adaptif. Antarmuka AMAS2.0 memungkinkan operasi pembuatan aktivitas pembelajaran secara visual dengan mengaitkan satu aktivitas dengan aktivitas lainnya pada canvas. Evaluasi yang dilakukan antara lain pada style, warna, look& feel, dan familiarity terhadap authoring tool. Secara umum hasil evaluasi secara kuantitatif dan kualitatif menunjukan hasil yang positif. Kharat, Shekar, dan Gharpure (2015, pp 1-4) pada penelitiannya membahas tentang penerapan Authoring Tool berdasarkan standar Learning Object SCORM. Melalui standar SCORM, maka konten pembelajaran dapat dibagi antar sistem elearning yang berbeda. Pada penelitian ini menunjukkan pentingnya sebuah authoringtool untuk memiliki fitur seperti adanya metadata pembelajaran (tujuan pembelajaran, kuis dan tugas), prasyarat dari LO, kemampuan meng-import paket LOSCORM, pencarian LO, dan menyajikan konten LO. Bontchev dan Vassileva(2009, p176) membuat authoringtool yang dapat mengembangkan konten e-learning yang dapat disampaikan secara adaptif. Authoringtool berbasis web ini dapat membuat LO dengan konten seperti teks, gambar, audio, animasi, video, dan hyperlinks. Authoringtool juga dapat membuat beberapa jenis konten seperti tugas, pertanyaan kuis seperti pilihan ganda, benar atau salah. Selain itu authoringtool memiliki kemampuan penurunan informasi metadata berbasis SCORM, dan penggunaan teknologi OntologyWebLanguage (OWL). Zhang, Ullrich, dan Shen (2013, pp 41-42) mengembangkan authoringtool untuk mengubah sebuah materi online yang telah ada menjadi widgets (piranti lunak kecil yang interaktif, umumnya dibuat dengan HTML dan JS). Tujuan
45
utamanya adalah untuk mengurangi biaya dan menggunakan kembali LO yang telah ada, serta menambahkan fungsionalitasnya seperti pengumpulan data dari penggunaan widgets tersebut. Nascimento dan Brandão(2013, p551) meneliti tentang model untuk mendukung LOrepository terhadap mata pelajaran online. Beberapa fungsionalitas yang dirancang antara lain perlunya klasifikasi terhadap LO, tingkat granularity dari LO mulai dari tingkat terkecil sampai sebuah mata pelajaran lengkap, perlunya penelusuran sejarah dan versi LO, perlunya evaluasi LO dari author lain, tersedianya layanan komunikasi antara dua repository yang berbeda.