BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tingkat Pendidikan a. Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar yang dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembengkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas, 2004) b. Tingkat Pendidikan Pendidikan dasar umum yang dilaksanakan di sekolah dasar selama enam tahun dan sekolah menengah tingkat pertama selama tiga tahun, dengan demikian lama pendidikan dasar sembilan tahun atau satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan menengah diselenggarakan bagi siswa yang sudah menamatkan pendidikan dasar, bentuk satuan pendidikannya sekolah menengah umum, sekolah menengah kejuruan, sekolah menengah keagamaan, sekolah menengah kedinasan dan sekolah menengah luar biasa diselenggarakan selama tiga tahun. Sementara itu pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan yang dilaksanakan setelah pendidikan tingkat menengah, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang programnya bertingkat yaitu pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor (Depdiknas, 2004). Menurut Mann et al. (2010) tingkat pendidikan yang rendah mendukung terjadinya depresi. 2. Status Pekerjaan a. Pengertian Bekerja Menurut Badan Pusat Statistik 1976 (dalam Suryani, 2009) bekerja adalah mereka yang melakukan suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya paling sedikit satu jam secara kontinu dalam seminggu. b. Pengertian Status Pekerjaan Kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. status pekerjaan dibedakan menjadi 5 kategori yaitu: (1) Berusaha sendiri yaitu bekerja 5
6
atau berusaha dengan menanggung risiko secara ekonomi, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja tak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus. (2) Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar adalah bekerja atau berusaha atas risiko sendiri dan menggunakan buruh/pekerja tak dibayar dan atau buruh/pekerja tidak tetap. (3) Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar adalah berusaha atas risiko sendiri dan mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/pekerja tetap yang dibayar. (4) Buruh/karyawan/pegawai adalah seorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun
barang.
(5)
Pekerja
bebas
adalah
sesorang
yang
bekerja
pada
orang/majikan/instansi yang tidak tetap dengan menerima gaji baik berupa uang atau barang, baik harian maupun borongan (Suparyanto, 2012). c. Pergaulan Sosial Sejalan dengan perkembangan jaman, kaum wanita dewasa ini khususnya mereka yang tinggal di kota-kota besar cenderung untuk berperan ganda bahkan ada yang multi fungsional karena mereka telah mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan diri sehingga jabatan dan pekerjaan penting di dalam masyarakat. Tentu hal itu akan berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan sosial, baik positif maupun negatif. Dampak positif yang ada tersebut dibawah ini: 1) Terhadap Kondisi Ekonomi Keluarga Dalam kehidupan manusia kebutuhan ekonomi merupakan kebutuhan primer yang dapat menunjang kebutuhan yang lainnya. Kesejahteraan manusia dapat tercipta manakala kehidupannya ditunjang dengan perekonomian yang baik pula. Dengan berkarir, seorang wanita tentu saja mendapatkan imbalan yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk menambah dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. 2) Sebagai Pengisi Waktu Pada zaman sekarang ini hampir semua peralatan rumah tangga memakai teknologi yang mutakhir, khususnya di kota-kota besar. Sehingga tugas wanita dalam rumah tangga menjadi lebih mudah dan ringan. Belum lagi mereka yang menggunakan jasa pramuwisma (pembantu rumah tangga), tentu saja tugas mereka
7
di rumah akan menjadi sangat berkurang. Hal ini bisa menyebabkan wanita memiliki waktu luang yang sangat banyak dan seringkali membosankan. Maka untuk mengisi kekosongan tersebut diupayakanlah suatu kegiatan yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka. Dengan banyaknya waktu luang bagi ibu untuk leluasa mencari kesibukan diluar rumah, sesuai dengan bidang keahliannya supaya dapat mengaktualisasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat sebagai wanita yang aktif berkarya. Mereka menjadi lebih terbuka dengan orang lain. 3) Peningkatan Sumber Daya Manusia Kemajuan teknologi di segala bidang kehidupan menuntut sumber daya manusia yang potensial untuk menjalankan teknologi tersebut. Bukan hanya pria bahkan wanitapun dituntut untuk bisa dapat mengimbangi perkembangan teknologi yang makin kian pesat. Jenjang pendidikan yang tiada batas bagi wanita telah menjadikan mereka sebagai sumber daya potensial yang diharapkan dapat mampu berpartisipasi dan berperan aktif dalam pembangunan, serta dapat berguna bagi masyarakat, agama, nusa dan bangsanya. Dampak wanita karir juga bisa untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing wanita itu sendiri. Mereka bisa berpikir lebih dewasa dan matang sehingga kemampuan bekerja akan menjadi lebih baik dan meningkat. Para wanita ini yang tadinya tidak bisa apa apa menjadi wanita yang lebih mandiri. 4) Percaya Diri dan Lebih merawat penampilan Biasanya seorang wanita yang tidak aktif di luar rumah akan malas untuk berhias diri, karena ia merasa tidak diperhatikan dan kurang bermanfaat. Dengan berkarir, maka wanita merasa dibutuhkan dalam masyarakat sehingga timbullah kepercayaan diri. Wanita karir akan berusaha untuk mempercantik diri dan penampilannya agar selalu enak dipandang. Tentu hal ini akan menjadikan kebanggaan tersendiri bagi suaminya, yang melihat istrinya tampil prima di depan para relasinya. Dengan kemampuan dan daya saing yang meningkat, maka hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan diri mereka. Apabila mereka memiliki kepercayaan diri maka para wanita karir ini akan menjadi tahan banting dan optimis dalam bekerja dan memutuskan sesuatu. Hal ini juga akan membuat mereka lebih berguna untuk orang lain (Suara Merdeka, 2014).
8
d. Perolehan Informasi Dengan berkarir atau
bekerja di luar rumah, seorang wanita tentu saja
mendapatkan sekali banyak relasi atau teman kerja. Seiring dengan banyaknya teman kerja, maka informasi banyak sekali didapatkan. Baik informasi yang baik, maupun yang kurang baik. 3. Pendapatan Keluarga Menurut Reksoprayitno 2009 (dalam Suparyanto, 2014) pendapatan adalah uang yang diterima oleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, sewa bunga, dan laba termasuk juga beragam tunjangan. Sementara itu pengertian keluarga menurut Zaidin 2010 (dalam Suparyanto, 2014) adalah dua atau lebih individu bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Sedangkan menurut Gunawan (2008), pendapatan rumah tangga adalah jumlah pendapatan keseluruhan/riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. Pendapatan tersebut meliputi empat sumber, yaitu: a. Sewa kekayaan yang digunakan oleh orang lain, misalnya menyewakan rumah, tanah, dsb. b. Upah atau gaji karena bekerja kepada orang lain ataupun menjadi pegawai negeri. c. Bunga karena
menanamkan
modal
di
bank
ataupun
perusahaan,
misalnya
mendepositokan uang di bank dan membeli saham. d. Hasil dari usaha wiraswasta, misalnya berdagang, berternak, mendirikan perusahaan, ataupun bertani (Suyanto, 2000). Berdasarkan penggolongannya, BPS (2009) membedakan pendapatan penduduk menjadi empat golongan, yaitu: a. Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000 per bulan b. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 2.500.000 s/d Rp. 3.500.000 per bulan c. Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata dibawah antara Rp. 1.500.000 s/d Rp. 2.500.000 per bulan
9
d. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata Rp. 1.500.000 per bulan. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 78 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk tahun 2014 menetapkan Upah Minimum Kabupaten Gresik adalah sebesar Rp. 2.195.000. Pendapatan yang rendah memperparah terjadinya depresi (Mann et al., 2010). 4. Depresi Kehamilan a. Pengertian Suatu perasaan sedih yang sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya. Depresi merupakan gangguan mood yang muncul pada wanita yang sedang hamil (Marmi, 2011). Gangguan emosional yang dialami oleh wanita yang sedang hamil (Bobak et al., 2005) b. Penyebab Wanita lebih rentan terhadap depresi disebabkan: Pertama; Faktor biologis: riwayat gangguan mood sebelumnya, depresi pascapartum, keluarga gangguan psikosomatik. Kedua ; Faktor psikologis : hubungan buruk dengan suami atau tidak bersuami, kurang dukungan dari orang dekat, riwayat kanak-kanak yang kurang bahagia, persalinan sulit bagi ibu, kelahiran dini atau lambat, perasaan negatif kepada bayi, kesehatan bayi bermasalah, bayi yang tidak diharapkan, kesulitan sosial ekonomi, kehamilan tak terencana, pernah mengalami pelecehan seksual atau perkosaan (Marmi, 2011). Ketiga: Faktor hormonal : wanita hamil mengalami peningkatan hormon didalam tubuhnya,
dengan adanya perubahan
bisa mengalami kecemasan sampai dengan
depresi (Morgan, 2009). Pada saat kehamilan hormonal mengalami peningkatan, setelah melahirkan kadar esterogen mengalami penurunan secara drastis, hormon esterogen mempengaruhi supresi aktifitas enzim non-adrenalin dan serotin yang berperan dalam suasana hati dan mendukung kejadian depresi (Dewi, 2012) c. Gejala Depresi Selama Kehamilan Menurut Marmi (2011) gejala yang nampak adanya perasaan sedih, kesulitan dalam berkonsentrasi, tidur yang terlalu lama atau terlalu sedikit, hilangnya minat dalam melakukan aktifitas yang biasanya digemari, putus asa, terkadang ada yang cemas, timbul perasaan bersalah dan tidak berharga, adanya perubahan kebiasaan makan, memiliki perasaan ingin bunuh diri, kehabisan tenaga atau banyak gerak, menangis tak
10
tertahan, menyadari bahwa perasaan cepat berubah, sangat peka terhadap bunyi dan sentuhan, senantiasa berfikir negatif, merasa kehilangan kemampuan tanpa sebab, tibatiba takut dan gugup, sulit memusatkan perhatian, sering lupa, merasa bingung dan bersalah, khawatir bila sendirian, tetapi tidak ingin ditemani, makan amat banyak atau amat sedikit, asyik dalam pikiran sendiri yang menghantui dan mengerikan, terlintas pikiran ingin menyakiti diri atau banyinya, kehilangan kepercayaan dan harga diri. d. Dampak Depresi Selama Kehamilan 1) Pada bayi Gangguan pada janin, gangguan kesehatan pada mental anak yang akan muncul menginjak usia 4 tahun (Marmi, 2011). Bayi memiliki sifat yang sulit diduga, kurang bisa beradaptasi, berat badan lahir rendah/BBLR (Bobak et al., 2005). Terjadi persalinan prematur spontan (Ibanez et al., 2012). 2) Pada ibu Masalah yang terjadi adalah penurunan berat badan atau obesitas, mudah marah,mengisolasi diri, menyakiti badan, dan bunuh diri (Bobak et al., 2005). e. Menangani Depresi Selama Kehamilan Ada beberapa cara menangani depresi saat kehamilan adalah: berkonsultasi dengan dokter kandungan atau psikolog/psikiater mengenai gejala yang dialami, metode support group, psikoterapi yang dilakukan secara rutin/berkala dengan obat-obatan, berbagi cerita untuk mengatasi depresi yang dirasakan (Marmi, 2011). Menurut Mann (2008) dengan mengikuti kegiatan spiritual lebih awal, membantu menurunkan stress ibu yang akan mencegah terjadinya depresi. 5. Dukungan Keluarga Menurut Zainudin (dalam Suparyanto, 2012) dukungan keluarga adalah keberatan, kesedihan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Bentuk dukungan keluarga yaitu: Pertama: Hubungan suami yang tidak baik bahkan bercerai, akan mempengaruhi terjadinya depresi pada ibu pascapersalinan apalagi pada orang tua tunggal/tidak bersuami (Bobak et al., 2005). Perempuan yang berpartisipasi dalam individu wawancara mendalam tercatat memiliki skor yang lebih tinggi pada Endinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) membahas kurangnya dukungan mitra sebagai kontribusi terhadap beban pada keterikatan mereka
11
dengan anak mereka yang belum lahir. Untuk semua wanita, dukungan sosial digambarkan sebagai dukungan emosional (dari mitra atau anggota keluarga) atau dukungan material dalam bentuk bantuan keuangan. Temuan fundamental atau tema adalah
persepsi bahwa dukungan sosial,
terutama dalam bentuk dukungan emosional dari pasangan, dikaitkan dengan kesehatan mental perempuan. Hubungan ini pada gilirannya, dipengaruhi hubungan perempuan dengan anak-anak mereka yang belum lahir. Kehadiran mitra yang mendukung kontribusi terhadap kehamilan lebih menyenangkan dan akibatnya, meningkatkan keterikatan ibu-janin (Alhusen et al., 2012). Menurut Wan et al. (2008) keterlibatan antara suami dan istri yang rendah sebelum dan sesudah melahirkan mendukung terjadinya depresi pada ibu. Kedua: Dalam keluarga terdapat fungsi finansial/ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan dan papan. Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan waktu mengalami stress. Penghasilan yang rendah kurang mendukung untuk menyediakan sandang, pangan dan papan. Ketiga: Spiritual: spiritual dan psikologis merupakan faktor pendukung terjadinya depresi pascapersalinan dengan angka kejadian yang tinggi (He et al., 2000). Menurut Mann et al. (2010) kegiatan spiritual yang rendah meningkatkan stress sehingga memperparah kejadian depresi. Menurut Mann et al.(2008) dengan mengikuti kegiatan spiritual lebih awal, membantu menurunkan stress ibu yang akan mencegah terjadinya depresi (Mann et al., 2008). Keempat: Emosi : Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga yang menderita. Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga, keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat (Suparyanto, 2012)
12
Bentuk dukungan keluarga menurut Suparyanto (2012) adalah: a. Dukungan Emosional (emosional support) Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Meliputi ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap anggota keluarga yang menderita (misalnya:
umpan balik, penegasan). b. Dukungan Penghargaan (apprasial assistance) Keluarga bertindak sebagai pembimbing umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan identitas anggota. Terjadi melalui ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk penderita, persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif penderita dengan penderita lainnya seperti orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri). c. Dukungan Materi Nyata (tangibile assistance) Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan waktu mengalami stress. d. Dukungan Informasi (informasi support) Keluarga berfungsi sebagai fasilitas penyebar informasi tentang dunia, mencakup memberi nasihat, petunjuk, saran atau umpan balik. Bentuk dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian, disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat. 6. Efikasi Diri a. Definisi Efikasi diri atau self efficacy menurut Bandura (1994) adalah kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya dalam berstrategi dan bertindak dalam usaha meraih keberhasilan. Dengan demikian efikasi diri adalah kepercayaan diri ibu untuk menjalankan tugas melahirkan dengan baik. Data menunjukkan terdapat hubungan yang
13
signifikan antara kecemasan postpartum saat ini, gangguan depresi dan ibu percaya diri. Selain itu, wanita dengan depresi atau gangguan kecemasan dalam riwayat psikiatri ibu sebelumnya skor lebih rendah kepercayaan diri ibu. Ada kebutuhan untuk program pencegahan yang tepat untuk mempromosikan kepercayaan diri ibu. Dengan programprogram tersebut adalah mungkin untuk mencegah gangguan perkembangan bayi yang mungkin timbul dari perasaan kurang percaya diri ibu terkait perilaku dan interaksi ibu (Reck et al., 2012). b. Sumber terbentuknya Menurut Bandura (1994) efikasi diri terbentuk dari empat sumber, yaitu penguasaan pengalaman, peniruan pengalaman, persuasi sosial, dan penurunan stres. c. Aspek yang dipengaruhi Pengaruh efikasi diri pada perilaku seseorang melalui empat proses yaitu kognitif, bermotivasi, afektif, dan seleksi (Bandura, 1994) d. Fungsi Menurut Bandura (1994) efikasi diri berfungsi dalam mempengaruhi kepercayaan diri dan membantu menentukan tindakan yang harus dilakukan oleh individu. e. Ciri individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi dan rendah Menurut Bandura (1994) efikasi diri diklasifikasikan menjadi efikasi diri tinggi dan efikasi diri rendah. Efikasi diri tinggi bercirikan: tekun, bermotivasi, berdaya usaha tinggi, dan tabah dalam mengerjakan sesuatu kegiatan untuk memperoleh suatu keberhasilan. Sedangkan efikasi diri rendah bercirikan: menganggap masalah yang dihadapi terlalu sulit untuk diselesaikan, berpandangan sempit, berkeyakinan tidak memilki apa yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan, tidak tekun, sukar bangkit dari sebuah kegagalan, selalu mengamati kegagalan orang lain, aspirasi terlalu rendah dan kualitas hasil semakin menurun. 7. Depresi Pascapersalinan a. Pengertian Depresi pascapersalinan merupakan salah satu gangguan adaptasi psikologis pada ibu postpartum (Hutagaol, 2010) yang terjadi dua minggu sampai satu tahun setelah melahirkan (Simkin et al., 2007)
14
b. Gejala Depresi Bisa dilihat dari tanda-tanda gejala depresi pascapersalinan sebagai berikut: perubahan mood, gangguan pola tidur, gangguan pola makan, perubahan mental dan libido, fobia, ketakutan akan menyakiti diri dan bayinya (Dewi, 2012), perasaan tidak berdaya, putus asa, kelelahan, kurang mempunyai energi, hilang minat terhadap apapun (Simkin et al., 2007) c. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ibu pascapersalinan yang mengalami depresi adalah: dukungan keluarga dan lingkungan sekitar, terapi psikologis dari psikiater, pemberian antidepresan, selalu ada yang menemani, perawatan di rumah sakit, tidak dianjurkan rawat gabung (Dewi, 2012) d. Gaya Hidup yang Memperbaiki Kondisi Ibu Gaya hidup yang memperbaiki kondisi ibu tersebut dibawah ini: makan dengan baik, menghindari alkohol, kafein dan obat tidur, berolahraga secara teratur, sering berjemur atau hal yang membuat rasa nyaman, meluangkan waktu untuk diri sendiri, tidur dan istirahat yang cukup (Simkin et al., 2007) e. Akibat Depresi Seorang ibu yang depresi pascapersalinan mengalami gangguan adaptasi psikologis yang dapat menyebabkan ibu tidak mampu merawat diri, tidak mampu merawat bayi (Hutagaol, 2010). Perasaan ibu mengalami hal yang tidak layak sangat kelihatan, rasa percaya diri yang rendah, melontarkan kemarahan yang mengejutkan dan menakutkan bagi suami dan anak dan pikiran berulang-ulang untuk bunuh diri (Simkin et al., 2007). Gangguan perkembangan mental anak, anak menjadi stunting, dan anak laki-laki berisiko tertundanya perkembangan bicara dan motorik kasar (Ali et al., 2013) f. Pengukuran Depresi Pengukuran depresi pascapersalinan dilakukan dengan EPDS yaitu suatu kuesioner untuk mengevaluasi ada tidaknya simptom depresi pascapersalinan pada seseorang, yang berupa self report scale (skala pengukuran) yang terdiri dari kumpulan 10 pertanyaan. Setiap pernyataan skala yang mengukur intensitas simptom depresi dari 0 sampai 3 (ya, hampir sepanjang waktu hingga tidak, tidak sama sekali), total skor dari 0 hingga 30. Skor sama dengan atau kurang dari 10 tidak mengalami depresi
15
pascapersalinan dan skor 10
atau
lebih
dari 10
mengindikasikan depresi
pascapersalinan. 8. Teori Kognitif Sosial a. Definisi Definisi Belajar sosial (social kognitif) adalah perilaku dibentuk melalui konteks sosial. Perilaku dapat dipelajari baik, sebagai hasil reinformecement maupun reiforcement. Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata-mata tidak yang menjadi objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan dipelihara. Bandura melukiskan : Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dari segi interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsep tentang cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal balik Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai determinan resiprokal, beyond reinforcement, dan self regulation: 1) Determinan resiprokal Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan / mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determenis resiprokal adalah konsep penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling detirminis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di
16
berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan interpersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif sari organisasi dan sistem sosial. 2) Beyond reinforcement Menurutnya reinforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu – satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial. 3) Self regulation Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkah laku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang. b. Struktur Kepribadian 1) Sistem Self (Self System) Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan & kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinan menempatkan semua hal saling berinteraksi di mana pusat atau pemulanya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku.
17
Pengaruh self tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari interaksi resiprokal. 2) Regulasi Diri Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk determinis resiprokal berarti orang dapat untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi dan membimbing tingkah lakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan ketidakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tingkah laku manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal. 3) Efikasi Diri (Self Effication) Efikasi diri adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi dari berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Sumber efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi sosial (social persuation) dan pembangkitan emosi (Emotinal/Physiological states) (Bandura, 1994)
B. Penelitian Relevan 1. Penelitian dilakukan oleh Sari (2009) di Medan dengan partisipan berjumlah 50 orang ibu pascapersalinan spontan didapati 27 orang (54%) mengalami problema psikososial masalah ekonomi, diikuti masalah lingkungan sebanyak 17 orang (34%) dan masalah rumah tangga 6 orang (12%). 50 orang subjek penelitian didapati 47 orang (94%) tidak pernah mengalami riwayat depresi sebelumnya dan 3 orang (6%) mengalami riwayat depresi sebelumnya. 50 orang subjek penelitian didapati 46 orang (92%) tidak ada riwayat
18
depresi pada keluarga dan 4 orang (8%) ada riwayat depresi pada keluarga. Yang mengalami sindroma depresi pascapersalinan terbanyak berpendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 4 orang (50%) dan pada kelompok tidak depresi terbanyak berpendidikan SMA sebanyak 22 orang (52,4%). Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan angka kejadian depresi pascapersalinan (p=0,009). Sindroma depresi pascapersalinan yang dialami sama banyak antara yang bekerja dan tidak bekerja yaitu masing-masing 4 orang (50%) dan pada kelompok tidak depresi terbanyak adalah yang tidak bekerja sebanyak 37 orang (88,1%). Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan angka kejadian depresi pascapersalinan (p=0,01).yang mengalami sindroma depresi pascapersalinan adalah kawin sebanyak 8 orang (100%) dan pada kelompok tidak depresi terbanyak adalah kawin sebanyak 40 orang (95,2%). Dengan uji Fisher exact test tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan angka kejadian depresi pascapersalinan (p=1,000). Mengalami sindroma depresi pascapersalinan mengalami riwayat depresi sebelumnya sebanyak 6 orang (75%) dan pada kelompok tidak depresi mengalami riwayat depresi sebelumnya sebanyak 41 orang (97,6%). Dengan uji Fisher exact test terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat depresi sebelumnya dengan angka kejadian depresi pascapersalinan. (p=0,01). 2. Sebuah studi yang dilakukan oleh Yehia et al.(2013), penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional. Menyelidiki prevalensi gejala dan prediktor psikososial depresi postpartum (PPD) di kalangan wanita Yordania Muslim Arab. 67% dari partisipan penelitian memiliki gejala depresi pascapersalinan ringan sampai sedang, dan 16% memiliki tingkat gejala depresi pascapersalinan yang berat. 75% dilaporkan memiliki dukungan sosial yang memadai, dan 75% dilaporkan mengalami stres. Penelitian menyimpulkan ada hubungan yang signifikan positif yang kuat antara gejala depresi pascapersalinan dan persepsi stres. 3. Penelitian yang dilakukan Olah dan Barry (2014) menggunakan desain cross-sectional deskriptif kuantitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS), Skala Stres Perceived dan Anxiety Inventory Negara Trait (STAI). Pengumpulan data pada satu waktu selama trimester kedua. Penelitian ini menemukan tingkat stres yang tinggi antenatal, kecemasan, dan gejala depresi pada populasi hamil risiko rendah, di wilayah yang terkena dampak secara ekonomi di Irlandia.
19
Temuan ini memiliki implikasi untuk perkembangan janin dan kesehatan ibu selama kehamilan dan dalam pascapersalinan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Mazaheri et al. (2014) menggunakan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah 133 perempuan pada 4-8 minggu terakhir di wilayah kerja Isfahan. Tiga kategori muncul sesuai dengan tingkat skala: ringan, sedang, dan depresi berat. Analisis statistic dengan korelasi Pearson dan regresi linear di SPSS versi 18. Sebanyak 73 ibu mengalami depresi ringan (10-19) dan 56 memiliki depresi sedang (2029). Diantara faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi meliputi pendidikan ibu, status keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan, sindrom pramenstruasi, dan riwayat pekerjaan ibu, ada hubungan yang signifikan dengan depresi postpartum (P> 0,05). Variabel dalam analisis regresi meliputi pendidikan ibu, status keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat sindrom pramenstruasi, pekerjaan ibu, riwayat keguguran, dan memiliki kepuasan dengan jenis kelamin bayi. Di antara faktor-faktor ini, variabel prediktif pendidikan ibu, jenis pekerjaan, kondisi keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan, sindrom pramenstruasi adalah signifikan. 5. Penelitian ini dilakukan Kirkan et al.(2014) dalam studi tindak lanjut, prevalensi postpartum depression (PPD) adalah 35% (n = 126). Sebuah gangguan depresi pada trimester pertama kehamilan, gangguan mental sebelumnya, gangguan somatik, paparan kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan, bayi yang dirawat dalam inkubator dan tidak menyusui adalah predictor postpartum depression (PPD). Paparan kekerasan dan riwayat depresi sebelumnya diprediksi depresi baik pada kehamilan dan pada periode pascapersalinan. 6. Penelitian yang dilakukan Salonen et al.(2014) di Finlandia dengan melibatkan 1300 ibu. Penelitian ini menyebutkan bahwa kejadian depresi pascapersalinan di dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dengan hasil statistik signifikan dengan p=<0,001, depresi pascapersalinan yang dipengaruhi oleh dukungan keluarga, tapi secara statistik tidak signifikan dengan p=0,688
20
C. Kerangka Berpikir Adapun kerangka berpikir disajikan pada gambar 2.1 berikut: Status Pekerjaan: -Ibu rumah tangga -Bekerja di luar rumah
Tingkat Pendidikan
Pergaulan Sosial
Dukungan Keluarga: -Hubungan Perkawinan -Finansial -Spiritual -Emosi
Efikasi Diri Perolehan Informasi Depresi Kehamilan
Pendapatan Keluarga Depresi Pasca Persalinan Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian
Ket: : Tidak diteliti : Diteliti D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan depresi pascapersalinan. Pendidikan yang rendah meningkatkan depresi pascapersalinan. 2. Terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan depresi pascapersalinan. Ibu nifas yang tidak bekerja meningkatkan depresi pascapersalinan. 3. Terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan depresi pascapersalinan. Pendapatan keluarga yang rendah meningkatkan depresi pascapersalinan. 4. Terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi pascapersalinan. Dukungan keluarga yang kuat menurunkan depresi pascapersalinan. 5. Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan depresi pascapersalinan. Efikasi diri yang tinggi menurunkan depresi pascapersalinan.
21
6. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan, status pekerjaan, pendapatan keluarga, dukungan keluarga, efikasi diri dengan depresi pascapersalinan. Ibu nifas dengan tingkat pendidikan rendah, tidak bekerja, pendapatan keluarga rendah, dukungan keluarga lemah dan efikasi diri rendah meningkatkan depresi pascapersalinan.