BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Yang Relevan 1. Teori Pengharapan Teori pengharapan kadang disebut juga teori ekspektansi atau expectancy theory of motivation dikemukakan oleh Victor Vroom pada tahun 1964. Teori ini menyatakan bahwa intensitas kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan pada daya tarik dari hasil kepada individu. Vroom dalam Koontz, 1990 mengemukakan bahwa orang-orang akan termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan tersebut. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan tampaknya terbuka
untuk
memperolehnya,
maka
yang
bersangkutan
akan
berupaya
mendapatkannya. Adanya hubungan antara motivasi untuk melakukan upaya kerja dengan kinerja dan hasil kinerja. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka semakin besar motivasi yang yang dimiliki sehingga semakin besar pula dorongan upaya dalam kinerja untuk memperoleh hasil kerja yang ingin dicapai.
8
2. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986), teori ini menyatakan bahwa terjadi banyak pembelajaran melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Terdapat empat proses dalam pembelajaran sosial yaitu: (1) proses perhatian (attentional), (2) proses penahanan (retention), (3) proses reproduksi motor, dan (4) proses penguatan (reinforcement). Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut. Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. Proses reproduksi motor adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Sedangkan proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model (Bandura, 1977 dalam Jatmiko, 2006). Teori pembelajaran sosial ini sangat relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya bahwa hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata untuk pembangunan di wilayahnya.
9
B. Fasilitas Pelayanan Perpajakan Sistem pemungutan pajak yang berdasarkan self assessment system menunut kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat dilakukan melalui optimalisasi kualitas pelayanan perpajakan. Dijelaskan didalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-45/PJ/2007 mengenai pelayanan perpajakan, bahwa yang dimaksud dengan pelayanan adalah sentra dan indikator utama untuk membangun citra Direktorat Jenderal Pajak, sehingga kualitas pelayanan harus terus menerus ditingkatkan dalam rangka mewujudkan harapan dan membangun kepercayaan wajib pajak terhadap Direktorat Jenderal Pajak. Menurut Boediono (2003), hakikat pelayanan umum yang prima adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan instansi pemerintah di bidang pelayanan umum; b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif); c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
10
Melalui penjelasan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak harus senantiasa melakukan perbaikan kualitas pelayanan dengan tujuan agar meningkatkan kepuasan dan kepatuhan wajib pajak. Strategi yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mencapai tujuan ini yaitu dengan membuat program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela khususnya wajib pajak yang selama ini belum patuh dan juga meningkatkan pelayanan terhadap wajib pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhan dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk meningkatkan kepatuhan sukarela perpajakan khususnya wajib pajak yang tergolong belum patuh disiapkan dua program yaitu program kampanye sadar dan peduli pajak serta program pengembangan pelayanan perpajakan. Adapun kegiatan untuk program pengembangan pelayanan perpajakan khususnya wajib pajak yang belum patuh meliputi kegiatan-kegiatan seperti mengembangkan call center pada setiap kanwil untuk menjawab setiap pertanyaan masyarakat yang dilayani oleh petugas khusus, menyediakan tempat khusus di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) yang mampu melayani pertanyaan dan konsultasi masalah perpajakan (help desk), menyediakan media informasi perpajakan berbasis komputer pada setiap TPT, serta menyempurnakan dan selalu memutakhirkan informasi yang tersedia pada website Direktorat Jenderal Pajak. Untuk kelompok wajib pajak yang tergolong relatif patuh, Direktorat Jenderal Pajak
telah
menyiapkan
program
pengembangan
11
pelayanan
prima
dan
penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan. Kedua program ini dimaksudkan untuk mempermudah wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya agar biaya untuk melaksanakan kewajiban dapat diminimalkan sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dipertahankan, bahkan dapat ditingkatkan. Dalam kelompok ini akan diprioritaskan pelayanan melalui Account Representative yang bertugas melayani wajib pajak secara khusus dan juga pelayanan melalui pemanfaatan teknologi terkini, seperti kemudahan melalui pembayaran online, pelaporan melalui e-filling, serta kepastian dalam menanggapi kebutuhan wajib pajak seperti kepastian mengenai penegasan atau rulling. C. Pengharapan Wajib Pajak Menurut Boediono (2003), dalam pelayanan kepada pelanggan terdapat dua pihak yang mendominasi, yaitu: 1. Pihak yang melayani atau organisasi yang memberikan pelayanan, dalam pelayanan administrasi publik disebut dengan birokrasi; 2. Pihak yang dilayani atau organisasi yang menerima pelayanan atau penggunaan jasa, yang dalam bahasa bisnis disebut pelanggan (customer) Pihak yang melayani mempunyai persepsi, yaitu yang dijanjikan, sedangkan pada pihak yang dilayani mempunyai ekspektasi, yaitu harapan. Kedua kelompok tersebut dalam hubungannya dimungkinkan timbul kesenjangan (gap) yang mengganggu kualitas (mutu) pelayanan baik terhadap benda yang dinikmati ataupun berupa jasa
12
bagi satu pihak, sedangkan dipihak lainnya penyampaian pelayanan tersebut juga menimbulkan gangguan. Antara persepsi dengan harapan bila tidak terjadi kesenjangan maka pelayanannya bermutu (prima), tetapi bila terjadi kesenjangan maka semakin luas kesenjangan, semakin tidak bermutu. Lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu jasa pelayanan, sebagaimana dikemukakan oleh Zeitham, Berry, dan Parasuraman (dalam Tjiptono dan Diana : 1996), yaitu: a. Bukti Langsung (tangibles), yang meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan, dan sarana komunikasi; b. Daya Tanggap (responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia, yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggapan; c. Keandalan (realibility), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang menjanjikan dengan segera dan memuaskan; d. Jaminan (assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan; e. Empati, yang meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.
13
Melalui penjelasan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak terus memberikan pelayanan yang prima kepada wajib pajak dengan memenuhi atau melebihi harapan dari wajib pajak, maka akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi dari wajib pajak atas pajak yang telah mereka bayarkan, sehingga menaruh harapan yang lebih besar untuk pajak dimasa depan. D. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Menurut Simon James yang dikutip oleh Gunadi (2005), pengertian kepatuhan wajib pajak (tax compliance) adalah wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Di dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No.192/PMK.03/2007 disebutkan dalam pasal 1 yaitu Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan; b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
14
c. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama tiga tahun berturut-turut; d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. E. Kerangka Pemikiran 1. Pengaruh Fasilitas Pelayanan Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Salah satu upaya mewujudkan Good Governance adalah memberikan pelayanan publik yang berkualitas, terukur serta senantiasa memperhatikan tuntutan dan harapan masyarakat. Fasilitas pelayanan pajak yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi wajib pajak khususnya untuk wajib pajak yang melakukan pekerjaan bebas didalam pemenuhan kewajiban dan haknya sebagai wajib pajak. Berbagai fasilitas pelayanan perpajakan yang telah disediakan untuk membentuk persepsi masyarakat yang positif tentang pajak yang berorientasi kepada kepuasan wajib pajak. Melalui kepuasan wajib pajak atas pelayanan yang diperolehnya dapat mendorongnya untuk membayar pajak sehingga meningkatkan kepatuhannya dalam membayar pajak. Hasil penelitian Rahayu dan Lingga (2009) tidak dapat membuktikan adanya pengaruh antara pelayanan yang memanfaatkan teknologi informasi 15
terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal yang berbeda dibuktikan oleh penelitian Endah Palupi (2010) membuktikan bahwa teknologi informasi berpengaruh terhadap kewajiban wajib pajak. Dengan pelayanan yang
memanfaatkan teknologi informasi yang
semakin baik yang telah ditetapkan pada KPP seperti e-SPT, pembayaran secara online dan pendaftaran NPWP secara online akan sangat memudahkan wajib pajak untuk melakukan pelaporan, pembayaran dan pendaftaran sehingga dengan fasilitas pelayanan yang prima diharapkan kepatuhan wajib pajak akan meningkat. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Fasilitas pelayanan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak Orang Pribadi 2. Pengaruh Pengharapan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pengharapan merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi seseorang untuk berperilaku tertentu. Pengharapan wajib pajak dapat diukur melalui dimensi kualitas jasa yaitu: a. Tangibles (bukti langsung atau wujud fisik), yaitu melalui fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi b. Reliabillity (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera, akurat dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan
16
c. Responsiveness (daya tanggap atau ketanggapan), yaitu keinginan para staff untuk membantu wajib pajak dan memberikan pelayana dengan tanggap d. Assurance (jaminan), yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopnana dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko ataupun keraguan e. Emphaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan wajib pajak Semakin besar pengharapan wajib pajak terhadap kualitas jasa yang telah diberikan oleh fiskus maka akan semakin tinggi pula kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2 : Pengharapan wajib pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi F. Penelitian Terdahulu Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian tentang kepatuhan wajib pajak, baik wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan. Variabel yang digunakan oleh para peneliti tersebut pun berbeda-beda , menunjukkan bahwa kepatuhan membayar kepatuhan membayar pajak memang dipengaruhi oleh
17
banyak faktor, baik faktor internal, maupun faktor eksternal. Penelitian tersebut antara lain: Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu No.
Peneliti
1
Endah Palupi (2010)
2
Ellya Rahmawati (2008)
3
Suryadi (2006)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gambir Empat Analisis Pengaruh Pengalaman, Motivasi dan Pengharapan Wajib Pajak Badan terhadap Pelaksanaan Self Assessment System Dalam memenuhi Kewajiban Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu
Sistem Perpajakan 1. Sistem Perpajakan Modern yang Modern yang meliputi meliputi Restrukturisasi Restrukturisasi Organisasi, Organisasi, Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan Komunikasi, Teknologi Penyempurnaan Komunikasi, Manajemen SDM Penyempurnaan berpengaruh terhadap Manajemen SDM kepatuhan WP
Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja
Kesadaran, 1. Kesadaran wajib pajak Pelayanan, yang diukur dari Kepatuhan Wajib persepsi wajib pajak, Pajak, dan Kinerja pengetahuan Penerimaan Pajak perpajakan, karakteristik wajib pajak dan penyuluhan
18
Pengalaman, Motivasi, Pengharapan, dan Pelaksanaan Self Assessment System
Pengalaman, motivasi, dan pengharapan wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system
Penerimaan Pajak (Survei Di Wilayah Jawa Timur)
perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. 2. Pelayanan perpajakan yang dikur dari ketentuan perpajakan, kualitas SDM dan sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. 3. Kepatuhan wajib pajak yang diukur dari pemeriksaan pajak, penegakan hukum dan kompensasi pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak.
4
Margareth Ros Pratama (2012)
Analisis FaktorFaktor yang mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Kepatuhan Kewajiban Perpajakan Di Kota Tangerang Selatan
Pendidikan, 1. Pendidikan tidak Pemahaman berpengaruh terhadap Peraturan tingkat kepatuhan wajib Perpajakan, pajak orang pribadi. Pelayanan Kantor 2. Pemahaman peraturan Pelayanan Pajak, perpajakan berpengaruh dan Kepatuhan terhadap tingkat Wajib pajak kepatuhan WPOP 3. Pelayanan kantor pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan WPOP.
5
Nanda Nuammarsyah (2011)
Pengaruh Peran Account Representative, Pemahaman Prosedur Perpajakan Wajib Pajak, dan Kualitas Pelayanan Tempat
Peran Account 1. Pemahaman prosedur Representative, perpajakan wajib pajak Pemahaman dan kualitas pelayanan Prosedur Tempat Pelayanan Perpajakan Wajib Terpadu (TPT) Pajak, Kualitas berpengaruh signifikan Pelayanan TPT, terhadap kepatuhan dan Kepatuhan wajib pajak.
19
Pelayanan Terpadu di Kantor Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya (Studi Kasus Pada Delapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Jakarta Selatan)
WP
2. Peran Account Representative, pemahaman prosedur perpajakan wajib pajak, dan kualitas pelayanan TPT secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
G. Alasan Modifikasi Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Palupi (2010) yang meneliti tentang kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang menggunakan variabel Kepatuhan Wajib Pajak, dan sistem perpajakan modern yang meliputi restrukturisasi organisasi, pemanfaatan teknologi komunikasi, dan penyempurnaan manajemen SDM dan penelitian Ellya (2008) yang meneliti tentang pelaksanaan self assessment system dengan variabel Pengalaman, Motivasi, dan Pengharapan. Perbedaan dengan peneliti sebelumnya adalah terletak pada tempat penelitian dan tahun penelitian, kedua peneliti tersebut hanya melakukan penelitian pada satu tempat, sedangkan penulis melakukan penelitian pada 2 (dua) KPP yaitu KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading dan KPP Pratama Jakarta Jatinegara dan penelitian dilaksanakan tahun 2014.
20
H. Model Konseptual Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Fasilitas Pelayanan Perpajakan
H1
H2
Pengharapan Wajib Pajak
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
21
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi