BAB II Landasan Teori A.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
1.
Pengertian Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar diterima secara umum. mensyaratkan
bentuk
Akuntansi Pemerintahan yang telah
Hal tersebut diatur dalam undang-undang yang dan
isi
laporan
pertanggungjawaban
pelaksanaan
APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi
Pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dalam
rangka
mengetengahkan
transparansi
dan
akuntabilitas
penyelenggaraan akuntansi pemerintahan, maka pemerintah pusat membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP). Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) bertugas menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum, yaitu (Barata dan Trihartanto 2005 : 73): 1. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) bekerja untuk menetapkan proses penyiapan standar dan meminta pertimbangan mengenai substansi standar kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 2. Proses penyiapan standar dimaksud mencakup langkah-langkah yang perlu ditempuh secara cermat (due process) agar dihasilkan standar yang objektif dan bermutu.
5
6
3. Terhadap pertimbangan yang diterima dari Badan Pemeriksa Keuangan, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) memberikan tanggapan, penjelasan, dan/atau melakukan penyesuaian sebelum Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan menjadi peraturan pemerintah. SAP merupakan “persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia” (Bastian 2006 : 134). Setiap entitas pelaporan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Selain itu diharapkan juga adanya upaya pengharmonisan atas berbagai peraturan baik di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
2. Latar Belakang munculnya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Gagasan perlunya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebenarnya sudah lama ada, namun baru pada sebatas wacana. Seiring dengan berkembangnya akuntansi di sektor komersil yang dipelopori dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, kebutuhan standar akuntansi pemerintahan kembali menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai mengembangkan standar akuntansi. Bergulirnya era reformasi memberikan sinyal yang kuat akan adanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satunya adalah PP 105/2000 yang secara eksplisit menyebutkan perlunya standar akuntansi pemerintahan dalam pertanggungjawaban keuangan daerah.
7
Pada tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah yang tertuang dalam KMK 308/KMK.012/2002. Di dalam
undang-undang
diamanatkan
bahwa
laporan
pertanggungjawaban
APBN/APBD harus disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi Pemerintahan, dan standar tersebut disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dalam penyusunan standar akuntansi pemerintahan harus melalui langkahlangkah tertentu termasuk dengar pendapat (hearing), dan meminta pertimbangan mengenai substansi kepada BPK sebelum ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
3.
Ruang Lingkup Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Ruang Lingkup Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah sebagai
berikut (Bastian 2006 : 135): a. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) diterapkan di lingkup pemerintahan, yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Unit Organisasi di lingkungan Pemerintah Pusat/Daerah, jika menurut peraturan perundang-undangan unit organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. b. Keterbatasan dari penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) akan dinyatakan secara eksplisit pada setiap standar yang diterbitkan. c. Proses penyiapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan mekanisme prosedural yang meliputi tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam setiap penyusunan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAP) oleh komite. d. Proses penyiapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini berlaku umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena pertimbangan kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami dan melaksanakan standar yang ditetapkan.
8
4.
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (KKAP) merumuskan
konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Tujuannya adalah sebagai acuan bagi (IAI 2010 : 1) : a. Penyusun Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam melaksanakan tugasnya b. Penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi yang belum diatur dalam standar c. Pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan d. Para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan Kerangka konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal apabila terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan Standar Akuntansi, maka ketentuan standar akuntansi yang diunggulkan adalah relatif terhadap kerangka konseptual ini (Bastian 2006 : 137).
B.
Basis Akuntansi Basis Akuntansi dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berdasarkan
PP No.24 Tahun 2005, mempunyai dua pilihan, yaitu: 1. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan serta basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. 2. Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual tetap menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas.
9
Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. C.
Laporan Keuangan Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bentuk tata usaha dalam manajemen keuangan daerah selain tata usaha umum atau administrasi. Akuntansi keuangan daerah tersebut merupakan bagian dari akuntansi sektor publik (pemerintah) (Halim 2008 : 11).
Laporan keuangan merupakan “laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan” (Bastian 2006 : 137). Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya (PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005). Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan, yaitu aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan dan arus kas. Laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana (PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005). Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, yaitu dengan (PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005):
10
a) Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban dan ekuitas dana pemerintah b) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban dan ekuitas dana pemerintah c) Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi d) Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya e) Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya f) Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan g) Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan keuangan pokok adalah sebagai berikut (PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): 1. 2. 3. 4.
Laporan Realisasi Anggaran Neraca Laporan Arus Kas Catatan atas Laporan Keuangan
Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu, informasi tersebut harus dikemukakan secara jelas dan diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan, yaitu (PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): a) Nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya b) Cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian dari beberapa entitas pelaporan c) Tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan d) Mata uang pelaporan e) Tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan keuangan.
11
Persyaratan tersebut dapat dipenuhi dengan penyajian judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan. Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah pengguna dalam memahami laporan keuangan. Komponen-komponen Laporan Keuangan: 1. Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran adalah “laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode” (Bastian 2006 : 139). Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, tentang penyajian laporan keuangan, Laporan Realisasi
Anggaran
“mengungkapkan
kegiatan
keuangan
pemerintah
pusat/daerah yang menunjukan ketaatan terhadap APBN/APBD”. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah untuk menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran bagi pemerintah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundangundangan (Bastian 2006 : 139).
12
Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan secara jelas dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu, informasi berikut (PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): a) b) c) d) e)
Nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya Cakupan entitas pelaporan Periode yang dicakup Mata uang pelaporan Satuan angka yang digunakan.
Pada akhir bulan, Laporan realisasi anggaran selalu diperbarui dengan aktualisasi penerimaan dan pengeluaran. Dengan membandingkan pengeluaran dan penerimaan yang direncanakan dengan sebenarnya, pengelola organisasi akan mengetahui apakah program beroperasi sesuai rencana atau tidak, termasuk di mana keperluan pemotongan biaya dan pengembangan sumber penerimaan (Bastian 2007 : 51). Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut jenis belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup pos-pos sebagai berikut (PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): a. Pendapatan b.Belanja c. Transfer d.Surplus/defisit e. Penerimaan pembiayaan f. Pengeluaran pembiayaan g.Pembiayaan neto h.Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA)
13
Pos-pos yang terdapat di dalam laporan realisasi anggaran adalah sebagai berikut ini: a)
Akuntansi Anggaran Menurut Bastian (2006 : 163), “anggaran dapat diinterpretasikan sebagai
paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang”. Di dalam tampilannya, anggaran selalu menyertakan data penerimaan dan pengeluaran yang terjadi di masa lalu. Anggaran berfungsi sebagai berikut (Bastian 2006 :164): 1. Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja 2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang 3. Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antara atasan dan bawahan 4. Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja 5. Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien dalam pencapaian visi organisasi 6. Anggaran merupakan instrumen politik 7. Anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal Anggaran merupakan prediksi tentang apa yang akan dikerjakan pemerintah pada periode tertentu di masa mendatang. Pemerintah memiliki kemampuan untuk merealisasikan atau menggagalkan rencana tersebut. Karena di dalam menyusun anggaran, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan pencapaian anggaran adalah tingkat realistis atau tidaknya anggaran tersebut. Realistis berarti anggaran disusun sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki daerah.
14
Anggaran yang tidak realistis hanya mengakibatkan frustasi manajemen karena tidak mampu mencapainya. Anggaran yang realistis adalah anggaran yang memperhitungkan kemampuan sumber daya daerah sekaligus memberikan motivasi bagi manajemen untuk mencapainya. Dari sudut pandang manajemen, ramalan keuangan hanya merupakan alat perencanaan, sedangkan anggaran adalah alat perencanaan sekaligus alat pengendalian. Karena itu, semua anggaran mencakup elemen perencanaan keuangan dalam arti bahwa penyusun anggaran tidak dapat dituntut tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian tertentu yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencapai sasaran yang dianggarkan. Menurut PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 205, Akuntansi Anggaran “merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan”. Akuntansi Anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran. Anggaran pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
15
b)
Akuntansi Pendapatan Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum
Negara/Daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana. Ini merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Daerah dirinci menurut kelompok pendapatan dan jenis pendapatan. Kelompok pendapatan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah. Jenis Pendapatan misalnya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus (Bratakusumah dan Solihin 2004 : 212). Pendapatan Transfer merupakan pendapatan daerah yang diperoleh dari otoritas pemerintah di atasnya. Kelompok pendapatan berupa pendapatan transfer ini digolongkan menjadi dua jenis pendapatan (untuk provinsi) dan menjadi tiga jenis pendapatan (untuk kabupaten/kota), yaitu (Halim 2008 : 99): a. Transfer Pemerintah pusat - dana perimbangan, meliputi: - Dana bagi hasil pajak - Dana bagi hasil bukan pajak (sumber daya alam) - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus b. Transfer pemerintah pusat – lainnya, meliputi: - Dana otonomi khusus - Dana penyesuaian c. Transfer pemerintah provinsi, meliputi: - Pendapatan bagi hasil pajak - Pendapatan bagi hasil lainnya
16
Menurut PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, akuntansi pendapatan “dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran)”. c)
Akuntansi Belanja Daerah Menurut PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, belanja daerah
adalah “semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja Daerah meliputi Belanja Langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan program, Belanja Tidak Langsung, yaitu belanja tugas pokok dan fungsi yang tidak dikaitkan dengan pelaksanaan program. Belanja Daerah dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja. Yang dimaksud dengan belanja menurut organisasi adalah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan sekretariat DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, serta dinas Daerah dan lembaga teknis Daerah lainnya. “Fungsi belanja misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya. Jenis belanja misalnya belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas dan belanja modal/pembangunan” (Bratakusumah dan Solihin 2004 : 212).
17
Sedangkan
menurut
Ikatan
Akuntan
Indonesia
(2010),
Belanja
diklasifikasikan menurut klasifikasi sebagai berikut: 1. Klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu: a. Belanja Operasi Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan seharihari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial. b. Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud. c. Biaya lain-lain/tak terduga Biaya lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. 2. Klasifikasi belanja menurut organisasi Klasifikasi belanja menurut organisasi yaitu berdasarkan unit organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja perkementerian Negara/lembaga beserta unit organisasi dibawahnya. Klasifikasi belanja menurut organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota. 3. Klasifikasi belanja menurut fungsi Klasifikasi belanja menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Klasifikasi belanja menurut fungsi antara lain pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, perlindungan lingkungan hidup, perumahan dan permukiman, kesehatan, pariwisata dan budaya, agama, pendidikan, perlindungan sosial.
18
Akuntansi Belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk keperluan pengendalian bagi manajemen dengan cara yang memungkinkan pengukuran kegiatan belanja tersebut (PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005). d) Akuntansi Surplus/defisit Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit (PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005). Surplus/defisit digunakan untuk mengetahui surplus atau defisitnya keadaan keuangan berdasarkan data yang diinput dalam catatan pemasukan dan catatan pengeluaran (Budisantoso dan Gunanto 2010 : 79). e) Akuntansi Pembiayaan Menurut PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, pembiayaan (financing) adalah : seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain dan penyertaan modal oleh pemerintah. Jenis-jenis akuntansi pembiayaan, yaitu: 1) Akuntansi Penerimaan Pembiayaan Menurut PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, penerimaan pembiayaan adalah: semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan Negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.
19
Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak
mencatat
jumlah
netonya
(setelah
dikompensasikan
dengan
pengeluaran). 2) Akuntansi Pengeluaran Pembiayaan Menurut PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, pengeluaran pembiayaan adalah: semua pengeluaran Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui sebagai pengeluaran kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai belanja dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan (Halim 2008 : 113)
f) Akuntansi Pembiayaan Neto Menurut PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, pembiayaan neto adalah “selisih antara penerimaan pembiayaan setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu”. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan Neto.
20
g) Akuntansi Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran Menurut PSAP 02 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah “selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan”. Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA.
2. Neraca Neraca (balance sheet) melaporkan aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemegang saham perusahaan bisnis pada suatu tanggal tertentu. Dengan demikian, “neraca dapat membantu meramalkan jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas di masa depan” (Kieso, dkk 2008 : 190). Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan aset non lancar dalam neraca untuk memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang (PSAK 01). Sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia disebutkan di dalam neraca: Perusahaan menyajikan aset lancar terpisah dari aset tidak lancar dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang kecuali untuk industri tertentu diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) khusus. Aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. b) Perusahaan harus mengungkapkan informasi jumlah setiap aset yang akan diterima dan kewajiban yang dibayarkan sebelum dan sesudah dua belas bulan dari tanggal neraca. c) Apabila perusahaan menyediakan barang atau jasa dalam siklus operasi perusahaan yang dapat diidentifikasi dengan jelas, maka klasifikasi aset lancar dan tidak lancar serta kewajiban jangka pendek dan jangka panjang a)
21
dalam neraca memberikan informasi yang bermanfaat dengan membedakan aset bersih sebagai modal kerja dengan aset yang digunakan untuk operasi jangka panjang. Menurut PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos sebagai berikut: a) b) c) d) e) f) g) h) i)
Kas dan setara kas Investasi jangka pendek Piutang pajak dan bukan pajak Persediaan Investasi jangka panjang Aset tetap Kewajiban jangka pendek Kewajiban jangka panjang Ekuitas dana.
Salah satu bentuk susunan yang sering digunakan dalam penyajian neraca berklasifikasi adalah format akun (account form), yaitu kelompok aktiva dicantumkan pada sisi kiri dan kelompok kewajiban serta ekuitas pemegang saham pada sisi kanan (Kieso, dkk 2008 : 203). Pos-pos yang terdapat di dalam neraca adalah sebagai berikut ini : a. Aset Lancar Menurut PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika: 1) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan 2) berupa kas dan setara kas. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan, surat berharga yang mudah diperjualbelikan.
22
Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas. b. Aset Non Lancar PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, aset non lancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset non lancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca. Aset non lancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan aset kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan). c. Kewajiban Jangka Pendek Kewajiban jangka pendek (lancar) adalah kewajiban yang likuidasinya diperkirakan secara layak memerlukan penggunaan sumber daya yang ada yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar atau penciptaan kewajiban lancar lain (Kieso, dkk 2008 : 173).
23
PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai “kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan”. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. d. Kewajiban Jangka Panjang PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika: 1) Jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan 2) Entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dasar jangka panjang 3) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian
24
dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun, dalam situasi dimana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. e. Ekuitas Dana Menurut PSAP 01 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, setiap entitas pelaporan mengungkapkan secara terpisah dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan: 1) Ekuitas Dana Lancar, termasuk anggaran/saldo anggaran lebih 2) Ekuitas Dana Investasi 3) Ekuitas Dana Cadangan
sisa
lebih
pembiayaan
Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana lancar antara lain sisa lebih pembiayaan anggaran, cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang. Ekuitas Dana Cadangan
25
mencerminkan kekayaan pemerintah yang dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Laporan Arus Kas Laporan arus kas harus melaporkan “arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi dan pendanaan” (Mulya 2008 : 26). Laporan arus kas melaporkan hal-hal sebagai berikut (Weygandt, dkk 2007 : 32): a.) b.) c.) d.) e.)
Pengaruh kas dari operasi sebuah perusahaan selama satu periode Transaksi-transaksi investasinya Transaksi-transaksi pendanaannya Kenaikan atau penurunan bersih kas sepanjang periode Jumlah kas pada akhir periode
Tujuan Pernyataan Standar laporan arus kas adalah mengatur penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran selama satu periode akuntansi (Bastian 2006 : 140). Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi
26
para pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas). Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal perolehannya. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di Neraca. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan setara kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas pelaporan. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah.
27
Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah sebaiknya menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut (PSAP 03): a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di masa yang akan datang b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat langsung diperoleh dari catatan akuntansi Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan atas dasar arus kas bersih dalam hal (PSAP 03): a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan aktivitas pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu contohnya adalah hasil kerjasama operasional. b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya singkat. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada tanggal transaksi. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada tanggal transaksi. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan pengeluaran belanja untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan negara/daerah harus diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi tersebut harus diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi secara konsisten dari tahun ke tahun.
28
Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dicatat dengan menggunakan metode biaya, yaitu sebesar nilai perolehannya. Entitas melaporkan
pengeluaran
investasi
jangka
panjang
dalam
perusahaan
negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas pembiayaan. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan perusahaan negara/daerah dan unit operasional lainnya harus disajikan secara terpisah dalam aktivitas pembiayaan. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode. Hal-hal yang diungkapkan adalah (PSAP 03) : a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan kas dan setara kas c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya. Transaksi investasi dan pembiayaan yang tidak mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
29
Pos-pos yang terdapat di dalam Laporan Arus Kas, yaitu: a. Aktivitas Operasi Menurut PSAP 03 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari (PSAP 03 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): 1) 2) 3) 4)
Penerimaan Perpajakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan Hibah Penerimaan Bagian Laba Perusahaan Negara/Daerah dan Investasi Lainnya 5) Transfer masuk Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. b. Aktivitas Investasi Aset Non Keuangan Menurut PSAP 03 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, arus kas dari aktivitas investasi aset non keuangan mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang.
30
Arus masuk kas dari aktivitas investasi aset non keuangan terdiri dari: 1) Penjualan Aset Tetap 2) Penjualan Aset Lainnya Arus keluar kas dari aktivitas investasi aset non keuangan terdiri dari: 1) Perolehan Aset Tetap 2) Perolehan Aset Lainnya. c. Aktivitas Pembiayaan Menurut PSAP 03 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, arus kas dari aktivitas pembiayaan mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto sehubungan dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran, yang bertujuan untuk memprediksi klaim pihak lain terhadap arus kas pemerintah dan klaim pemerintah terhadap pihak lain di masa yang akan datang. Arus masuk kas dari aktivitas pembiayaan antara lain: 1) Penerimaan Pinjaman 2) Penerimaan Hasil Penjualan Surat Utang Negara 3) Penerimaan dari Divestasi 4) Penerimaan Kembali Pinjaman 5) Pencairan Dana Cadangan Arus keluar kas dari aktivitas pembiayaan antara lain: 1) Penyertaan Modal Pemerintah 2) Pembayaran Pokok Pinjaman 3) Pemberian Pinjaman Jangka Panjang 4) Pembentukan Dana Cadangan.
31
d. Aktivitas Non Anggaran Menurut PSAP 03 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, arus kas dari aktivitas non anggaran mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas non anggaran antara lain Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang. Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk fihak ketiga misalnya potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum negara/daerah. Arus masuk kas dari aktivitas non anggaran meliputi penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang masuk. Arus keluar kas dari aktivitas non anggaran meliputi pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang keluar.
4. Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan adalah “catatan yang dimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan” (Bastian 2006 : 140). Oleh karena itu, Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang mempunyai potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Untuk menghindari kesalahpahaman, laporan keuangan harus dilengkapi dengan Catatan atas Laporan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.
32
Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menyajikan “informasi tentang penjelasan pos-pos Laporan Keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai” (John dan Setiawan 2009 : 48). Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan untuk tujuan umum. Menurut PSAP 04 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, Catatan atas Laporan Keuangan meliputi “penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas”. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi tentang penjelasan pospos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai, antara lain (PSAP 04 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): 1) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target 2) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan
33
3) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya 4) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan 5) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas 6) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik, daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan untuk diketahui pembaca laporan keuangan. Kinerja keuangan entitas pelaporan dalam Laporan Realisasi Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan pencapaian kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan. Ikhtisar pembahasan kinerja keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus (PSAP 04 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): 1) Menguraikan strategi dan sumberdaya yang digunakan untuk mencapai tujuan 2) Memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja keuangan dalam satu entitas pelaporan
34
3) Menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan andal. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus (PSAP 04 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): a) Meliputi baik hasil yang positif maupun negatif b) Menyajikan data historis yang relevan c) Membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan dan rencana yang telah ditetapkan d) Menyajikan informasi penjelasan lainnya yang diyakini oleh manajemen akan dibutuhkan oleh pembaca laporan keuangan untuk dapat memahami indikator, hasil, dan perbedaan yang ada dengan tujuan atau rencana. Dalam menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan akuntansi. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan. Pengungkapan
kebijakan
akuntansi
harus
mengidentifikasikan
dan
menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pengungkapan juga harus meliputi pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam memilih prinsip-prinsip yang sesuai.
35
Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini (PSAP 04 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): a) b) c) d)
Entitas pelaporan Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan Sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan e) Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan telah menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk penyusunan laporan keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis akuntansi yang mendasari laporan keuangan pemerintah semestinya diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Pernyataan tersebut juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan pembaca laporan tanpa harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan.
36
Agar
dapat
digunakan
oleh
pengguna
dalam
memahami
dan
membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut (PSAP 04 berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005): a) Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target UndangUndang APBN/Perda APBD b) Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan c) Kebijakan akuntansi yang penting: i. Entitas pelaporan ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh suatu entitas pelaporan v. Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan d) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka Laporan Keuangan. e) Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas pelaporan yang menggunakan basis akrual f) Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum daerah.