9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori Dalam melakukan penelitian ini ada 2 (dua) tataran teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu pada tataran grand theory dipilih teori Negara Kesejahteraan (welfare state) dan pada tataran middle range theory dipilih teori hukum Kepastian Hukum. 1. Teori Negara Kesejahteraan (welfare state) Menurut Kusnardi dan Bintara R. Saragih (2000) dalam Agus Surono (2013) Konsep Negara Kesejahteraan, tujuan Negara adalah untuk kesejahteraan umum. Negara dipandang hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan bersama kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Negara tersebut. Selain konsep Negara berdasarkan atas hukum (biasa disebut Negara Hukum), juga dikenal konsep Negara Kesejahteraan (welfare state), yakni suatu konsep yang menempatkan peran Negara dalam setiap aspek kehidupan rakyatnya demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Sehubungan dengan konsep Negara kesejahteraan tersebut, maka Negara yang menganut konsep Negara Kesejahteraan dapat mengemban 4 (empat) fungsi yaitu : 1. The State as provider (negara sebagai pelayan) 2. The State as regulator (negara sebagai pengatur)
9
10
3. The State as enterpreneur (negra sebagai wirausaha) and 4. The State as umpire (negara sebagai wasit). Dilihat dari fungsi Negara yang menganut konsep Negara Kesejahteraan yang telah dikemukakan oleh Kusnardi dan Bintara R. Saragih (2000) dalam Agus Surono (2013), dapat dikatakan Negara memegang peranan penting dan telibat dalam memberikan wewenang untuk memungut pajak dari warga masyarakat. Oleh sebab itu, pajak merupakan unsur terpenting dalam melaksanakan fungsi pelayanan. Begitu pula Negara dapat dikatakan sebagai pengatur karena Negara memiliki peran penting dalam mengatur perpajakan sebagai salah satu sumber penerimaan Negara untuk pembiayaan pembangunan dan pengeluaran pemerintah. Teori Negara Kesejahteraan ini
dipilih
karena sangat mendukung untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia melalui sektor perpajakan. 2. Teori Kepastian Hukum Menurut Uzair dan Heru Prasetyo (2006:181 dan 203) dalam Agus surono (2013) didalam tataran Middle Range Theory digunakan teori kepastian hukum. Sistem hukum yang baik menghendaki adanya hubungan hukum yang satu dengan lainnya terjalin secara harmonis, artinya diantara pelaksanaan hukum tersebut tidak ada hal – hal yang saling bertentangan. Pemungutan pajak oleh pemerintah adalah suatu kekuasaan Negara yang sedemikian besarnya terhadap anggota
11
masyarakatnya, dimana hukum pajak dapat diciptakan sendiri oleh Negara. Kepastian hukum dicantumkan secara tegas dan jelas sebagai jaminan bagi Wajib Pajak bahwa dia tidak diperlakukan sewenang – wenang oleh aparat pajak, seperti: a. Permohonan restitusi harus diselesaikan paling lama dalam waktu satu bulan setelah dikeluarkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak. Apabila restitusi pajak dilakukan setelah jangka waktu satu bulan maka Pemerintah wajib memberikan bunga sebesar 2% sebulan atas kelambatan restitusi pajak tersebut. b. Keberatan harus diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan. Apabila jangka waktu 12 bulan telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan atas keberatan Wajib Pajak, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. c. Kerahasiaan Wajib Pajak dijamin. Apabila rahasia Wajib Pajak itu dibocorkan maka pejabat yang membocorkan rahasia itu dapat dipidana. Menurut Jeremy Bentham dalam Agus Surono (2013) tujuan hukum semata – mata adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar – besarnya bagi sebanyak – banyaknya warga masyarakat. Penanganannya didasarkan pada filsafah sosial bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya.
12
Teori Kepastian Hukum ini dipilih dikarenakan sangat penting untuk memberikan kepastian bagi Wajib Pajak, terkait dalam penagihan pajak dengan meggunakan Surat Paksa dalam rangka meningkatkan
peneriaman Negara
ini
dapatdiwujudkan untuk
mensejahterakan masyarakat, mengingat sektor pajak merupakan sumber dana pembangunan yang paling utama. B. Pengertian dan Fungsi Pajak Pajak merupakan sumber utama Negara tanpa pajak, sebagian besar kegiatan Negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Sosialisasi mengenai pajak secara merata kepada semua kalangan bisa jadi kunci ampuh untuk mengenalkan pajak kepada generasi muda mulai dari asalnya, bagaimana, dan untuk apa pajak itu ada. Karena terkadang masyarakat awam pun banyak juga yang tidak mengetahui teknis membayar pajak. Bisa dengan sosialisasi secara langsung atau tidak langsung seperti pamflet, baliho, poster, dan lain-lain. Berikut ini beberapa pengertian pajak yang dapat di uraikan : Definisi pajak yang terkenal dalam dunia akademik dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam buku Perpajakan yg ditulis Mardiasmo (2006) yaitu: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
13
timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Simon james dalam Rosdiana (2005:43) mendefinisikan Pajak sebagai berikut : “retribusi wajib dibuat oleh otoritas publik yang tidak diterima langsung sebagai balasannya.” Dalam definisi yang lebih komprehensif, Sommerfeld, Anderson dan Brock mendefinisikan pajak sebagai berikut. “…..setiap nonpenal belum wajib pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor publik, dipungut berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan tanpa penerimaan manfaat tertentu dengan nilai yang sama, untuk mencapai beberapa tujuan ekonomi dan sosial bangsa.”
Dari definisi di atas terlihat bahwa pajak harus berdasarkan Undang-undang yang disusun dan dibahas bersama antara pemerintah dan DPR sehingga pajak merupakan ketentuan berdasarkan kehendak rakyat, bukan kehendak penguasa semata. Pembayar pajak tidak akan mendapat imbalan langsung. Manfaat dari pajak akan dirasakan oleh seluruh masyarakat baik yang membayar pajak maupun yang tidak membayar pajak. Undang-undang perpajakan sendiri tidak memberikan definisi pajak sampai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun
14
2007. Pada Undang-undang inilah definisi pajak dicantumkan. Adapun definisi pajak menurut Undang-undang ini adalah sebagai berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”.
Definisi versi UU KUP ini hampir sama dengan definisi Soemitro. Kata-kata “iuran” diganti dengan kata “kontribusi” yang nadanya lebih bersifat
positif
karena
mengandung
makna
partisipasi
masyarakat.Kemudian ada tambahan “bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat” yang membuat kata pajak lebih bernilai positif karena untuk tujuan kemakmuran rakyat melalui penyediaan barang dan jasa publik seperti pertahanan, keamanan, pendidikan, kesehatan, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya.
Pajak juga didefinisikan sebagai iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
15
Pajak juga dikatakan sebagai suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proposional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Dari definisi di atas terlihat ada beberapa hal pokok yang bisa disimpulkan, yaitu :
1. Pajak dipungut dari rakyat untuk membiayai program pemerintah. 2. Pajak dipungut secara paksa (compulsory), bukan secara sukarela (voluntary). 3. Tidak mendapatkan kontraprestasi, jadi rakyat yang membayar pajak tidak merasakan manfaatnya secara langsung. Manfaat yang diterima masyarakat adalah berupa pelayanan yang diberikan pemerintah secara umum ataupun menikmati hasil pembangunan yang dilakukan Pemerintah.
Dari beberapa pengertian diatas pajak juga memiliki fungsi, Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2006:1-2) ada dua, yaitu:
1. Fungsi Budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran. 2. Fungsi Regulerend
16
Pajak
sebagai
alat
untuk
mengatur
atau
melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Berdasarkan fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai fungsi penerimaan merupakan sumber dana utama bagi penerimaan dalam Negeri jadi kontribusi terhadap pembangunan juga cukup besar, maka tidaklah heran pemungutan atas pajak bisa dipaksakan kepada orang – orang yang memang wajib dikenakan pajak, tentunya semua sudah diatur dalam undang – undang.
C. Jenis Pajak Dalam resmi (2007:7), di Indonesia pajak dikelompokkan menurut beberapa kategori, yaitu menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya. a) Menurut Golongannya a. Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
17
b) Menurut Sifatnya a. Pajak
Subjektif,
adalah
pajak
yang
penggenaannya
memperhatikan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. b. Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan pada objeknya baik pada berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan subjek pajak maupun tempat tinggal. c) Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tanggan daerah masingmasing.
D. Tata Cara Pemungutan Pajak a) Stelsel Pajak Menurut Mardiasmo (2006:6-8) Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelse: a. Stelsel nyata (riel stelsel)
18
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir bulan, sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut
19
anggapan, maka Wajib Pajak haru menambah, begitu pula sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
b) Asas Pemungutan Pajak a. Asas Domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
c)
Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assesment system Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:
20
1) Wewenang untuk menentukan pajak terutang ada pada fiskus 2) Wajib pajak bersifat pasif 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri 2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
21
Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
E. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menurut Mardiasmo (2006:22) adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Menurut Resmi (2009:26) dalam Irna Febriyanti Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri melalui Direktorat Jendral Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). a) Fungsi NPWP 1. Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan 2. Sebagai identitas Wajib Pajak 3. Menjaga ketertiban dalam membayar pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan 4. Menjadi persyaratan dalam pelayanan umum, misalnya passport, kredit bank dan lelang.
22
b) Kewajiban Memperoleh NPWP Dalam Wirawan dan Rudy Suhartono (2013:6) pada pasal 2 angka 1 UU KUP menyebutkan setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan sujektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan subjektif adalah persyaratan mengenai pemenuhan sebagai subjek pajak dalam UU PPh. Persyaratan objektif adalah persyaratan pemenuhan adanya penerimaan atau perolehan objek pajak penghasilan menurut UU PPh. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
20/PMK.03/2008
menyebutkan Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif serta mempunyai kewajiban memperoleh NPWP adalah: 1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. 2. Wajib Pajak Badan. 3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan sampai dengan satu bulan yang disetahunkan telah melebihi Pengasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
23
Pasal 3 PP No. 17 Tahun 2011 menyebukan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak dalam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut dan diwakili oleh: 1. Salah seorang ahli waris; 2. Pelaksanaan wasiat; atau 3. Pihak yang mengurus harta peninggalan.
c)
Kewajiban Setelah Memperoleh NPWP Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak setelah melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan diri memperoleh NPWP, maka kewajiban perpajakan berikutnya antara lain : 1.
Melaksanakan pembukuan atau pencatatan sesuai pasal 28 UU KUP kewajiban pembukuan atau pencatatan merupakan kewajiban yang timbul sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
2.
Menghitung sendiri pajak yang teutang dan menyetorkannya apabila terdapat pajak yang harus disetor tanpa menggantungkan surat ketetapan pajak dari Direktur Jendrl Pajak sesuai pasal 12 ayat 1 UU KUP, dan tepat waktu menyetorkannya sesuai pasal 9
24
UU KUP. Hal in merupakan kewajiban penghitungan dan penyetoran dalam sistem self assessment. 3.
Melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak yang telah dilakukan ke kantor pajak melalui Surat emberitahuan (SPT) sesuai pasal 3 ayat 4 UU KUP. Kewajiban pelaporan pajak tersebut dilakukan setelah melakukan penghitungan dan penyetoran pajak dalam sistem self assessment.
4.
Membantu kelancaran pada saat dilakukan pemeriksaan pajak sesuai
pasal
29
ayat
3
memperlihatkan/meminjamkan
UU
KUP,
pembukuan,
antara
lain:
memberikan
keterangan dan memberikan kesempatan. Kewajiban ini timbul karena adanya wewenang Direktur Jendral Pajak untuk melakukan pemeriksaan guna menguji kebenaran penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak yang telah dilakukan Wajib Pajak.
F. Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan pajak merupakan bagian tak terpisahkan (built-in) dengan sistem self assessment yang dianut dalam sistem perpajakan di Indonesia. Pemeriksaan pajak dilakukan dalam rangka pengawasan (control) kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Tanpapengawasan, Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya cenderung menurunkan omset atau laba bersih
25
Definisi Pemeriksaan Pajak dalam Hardi (2003:7) Menurut Undang – undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang – undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) yaitu “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
untuk
mencari,
mengumpulkan dan mengolah data dan/ atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.”
Fungsi dari pemeriksaan pajak yaitu agar Wajib Pajak melaporkan kegiatan usahanya sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dan untuk mengawasi kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Pelaksanaan pemeriksaan pajak dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, Pembukuan atau Pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari wajib pajak. Menurut peneliti Zakiah Muhammad Syahab (2008) terdapat pengaruh antara tingkat pemeriksaan pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Pratama di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh anatara
26
variabel
pemeriksaan
pajak
terhadap
variabel
penerimaan
pajak
penghasilan badan adalah searah dimana apabila jumlah pemeriksaan pajak semakin meningkat maka akan semakin meningkat pula jumlah penerimaan pajak penghasilan badan. Penelitian yang dilakukan oleh Marisa Heryanto dan Agus Arianto Toly (2013) yang berjudul Pengaruh kesadaran wajib pajak, kegiatan sosialisasi perpajakanm dan pemeriksaan pajak penghasilan di KPP Pratama
Surabaya
Selatan,
menunjukkan
keofisien
regresi
(unstandardiezed coefficients) sebesar 1332834, 572 dan bertanda positif serta unstandardiezed coefficients sebesar 0,149. Dari hasil uji t atau uji parsial, diperoleh kesimpulan bahwa Ho ditolak sehingga pemeriksaan pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan di KPP Pratama Surabaya Sawahan.. Dari hal diatas perlu kita ketahui hal – hal yang berkaitan dalam pemeriksaan pajak, yaitu sebagai berikut : a) Tujuan pemeriksaan Tujuan pemeriksaan menurut Keputusan Mentri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan, adalah untuk : 1. Menguji
kepatuhan
dilakukan dalam hal :
pemenuhan
kewajiban
perpajakan,
27
a. SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang
telah
diberikan
pengembalian
pendahuluan
kelebihan pajak; b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi; c. SPT tidak disampaikan atau tidak disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan; d. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukanoleh Direktur Jendral Pajak; e. Ada indikasi kewajiban pajak yang tidak dipenuhi. 2. Tujuan lain meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka: a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Wajib pajak mengajukkan keberatan; d. Pencocockan data atau alat keterangan; e. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
b) Kebijakan umum Pemeriksaan Kebijakan umum pemeriksaan pajak dapat dibagi dalaam 9 (sembilan) butir, sebagai berikut: 1. Setiap wajib pajak mempunyai peluang yang sama untuk dilakukan pemeriksaan.
28
2. Setiap pemeriksaan harus dilengkapi Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang mencantumkan tahun pajak yang diperiksa. 3. Pemeriksaan dapat dilaksanakan ileh kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak, Kantor Wilayah Direktorat Jendral pajak ayau kantor Pelayanan Pajak. 4. Tidak diperkenankan pemeriksaan ulang atas jenis dan tahun pajak yang sama, kecuali : a. Terdapat indikasi bahwa Wajib pajak dapat diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; b. Terdapat data bau dan/ atau data yang semula belum terungkap yang dapat mengakibatkan penambahan terutang atau mengurangi kerugian yang dapat dikompensasi. c. Adanya instruksi pemeriksaan ulang dari Direktorat Jendral Pajak dengan pertimbangan tertentu. 5. Buku – buku catatan dan dokumen yang akan dipinjam dari Wajib Pajak tidak harus asli dan dapat berupa foto copy sesuai dengan aslinya. 6. Pemeriksaan dapat dilakukan di Kantor Pemeriksaan (Pemeriksaan Sederhana kantor) atau ditempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Sederhana Lapangan atau pemeriksaan Lengkap). 7. Jangka waktu pemeriksaan terbatas. 8. Perluasan pemeriksaan dapat dilakukan baik untuk tahun – tahun sebelumnya maupun tahun sesudahnya.
29
9. Setiap hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak secara tertulis, berupa hal – hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan (SPT) dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak.
c)
Jenis Pemeriksaan Pada prinsipnya pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua Wajib pajak, namun karena keterbatasan sumber daya manusia atau tenaga pemeriksa di direktorat Jendral Pajak, maka pemeriksaan tidak dapat dilakukan terhadap semua Wajib Pajak. Pemeriksaan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak dapat dibedakan menjadi beberapa jenis pemeriksaan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan rutin Adalah pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. 2. Pemeriksaan Kriteria Seleksi Adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem Kriteria seleksi. 3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan yang dilakukan terutama terhadap Wajib pajak sehubungan dengan adanya keterangan atau masalah
30
yang berkaitan denga Wajib Pajak demi terselenggaranya keadilan dalam pelaksanakan pemungutan pajak. 4. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi Adalah pemeriksaan yang dilakukan aras cabang, perwakilan, pabrik, dan/ atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili. 5. Pemeriksaan Tahun Berjalan Adalah pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis – jenis pajak tertentu atau selutuh jenis pajak. 6. Pemeriksaan Bukti Permulaan Adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
d) Tahapan Pemeriksaan Secara garis besar pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Persiapan Pemeriksaan, (2) Pelaksanaan Pemeriksaan, (3) Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak (Hardi, 2003:18) a. Persiapan Pemeriksaan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka persiapan pemeriksaan terdiri dari: 1. .Mempelajari berkas berkas Wajib Pajak/berkas data
31
2. Menganalisis SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak 3. Mengidentifikasi masalah 4. Melakukan pengenalan lokasi Wajib Pajak 5. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan 6. Menyusun rogram pemeriksaan 7. Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam 8. Menyediakan sarana pemeriksaan b. Pelaksanaan Pemeriksaan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari: 1. Memeriksa ditmpat Wajib Pajak (untuk pemeriksaan lapangan) 2. Melakukan penilaian atas pengendalian intern 3. Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan 4. .Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen. 5. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga (bila dianggap perlu) 6. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa 7. Melakukan siding tertutup c. Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak
32
Laporan Pemeriksaan Pajak disusun oleh pemeriksa pada akhir pelaksanaan pemeriksaan yang merupakan iktisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
e) Hak Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan a. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak: 1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan; 2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan
secara
tertulis
sehubungan
dengan
pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan; 3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; 4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan. 5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; 6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan;
33
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan 8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan; 9. Mengajukan
pengaduan
apabila
kerahasiaan
usaha
dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak. b. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak : 1. Meminta
Meminta
kepada
Pemeriksa
Pajak
untuk
memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan; 2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; 3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Pemeriksa Pajak mengalami pergantian; 4. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan 5. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan;
34
6. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan 7. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan. c. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak : 1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada WP pada waktu Pemeriksaan; 2. Meminta kepada Pemeriksaan Pajak untuk memberikan pemberitahuan
secara
tertulis
sehubungan
dengan
pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan; 3. Meminta kepada Pemeriksaan Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; 4. Meminta kepada Pemeriksaan Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak dan atau; 5. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksa.
35
d. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak : 1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada WP pada waktu Pemeriksaan; 2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; 3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak dan/ atau; 4. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksa.
f) Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan a. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib :
1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak;
36
2. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; 3. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksaan Pajak; 4. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :
a. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya WP apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus; b. Memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan /atau c. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, cacatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak;
37
5. Menyampaikan
tanggapan
secara
tertulis
atas
Surat
tertulis
yang
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan 6. Memberikan
keterangan
lisan
dan/atau
diperlukan.
b. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib :
1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan; 2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak; 3. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; 4. Menyampaikan
tanggapan
secara
tertulis
atas
Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; 5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik; dan 6. Memberikan diperlukan.
keterangan
lisan
dan/atau
tertulis
yang
38
c. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib :
1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen
lain
yang
berhubungan
dengan tujuan
Pemeriksaan; 2. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; 3. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan peyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak; dan/atau 4. Memberikan
keterangan
lisan
dan/atau
tertulis
yang
diperlukan.
d. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib :
1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; dan atau 2. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan
39
G. Penagihan Pajak Penagihan Pajak adalah salah satu fungsi penegakan hukum yang diberi kewenangan oleh undang-undang perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Tujuan penagihan pajak adalah agar Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Agar tujuan penagihan pajak tersebut tercapai, maka diperlukan serangkaian tindakan yang dapat diambil oleh Jurusita Pajak mulai dari tindakan penerbitan Surat Teguran atau sejenisnya,kemudian penyampaian surat paksa, penyampaian surat perintah melakukan penyitaan dan pelaksanaan penyitaan, penjualan barang hasil penyitaan, sampai dengan tindakan pencegahan bepergian ke luar negeri dan penyanderaan. Pengertian Penagihan pajak dalam UU No. 19 Tahun 1997 sttdd UU No. 19 Tahun 2000 menyebutkan Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika mengusulkan
dan sekaligus,
pencegahan,
memberitahukan Surat Paksa,
melaksanakan
penyitaan,
melaksanakan
penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Wirawan dan Rudy Suhartono,2013:427). a) Jurusita Pajak Pasal 1 angka 6 UU PPSP jo KMK No. 562/KMK.04/2000 menyebutkan jurusuta adalah pelaksanaan tindakan Penagihan Pajak
40
yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, melaksanakan penyitaan dan penyanderaan (gijzeling). b) Tugas Jurusita Pajak Pasal 5 ayat 1 UU PPSP menyebutkan tugas jurusita pajak yaitu: 1. Melaksanakan Suat Perintah Penagihan Seketika Sekaligus; 2. Memberitahukan Surat Paksa; 3. Melaksanakan
penyitaan
berdasarkan
Surat
Perintah
Melaksanakan Penyitaan; 4. Melaksanakan penyanderaan (gijzeling) berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan (gijzeling). c)
Dasar Penagihan Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, dan Surat Keputusan Pembetulan, surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang meyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak. Dasar pasal 12 UU PBB menyebutkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), Surat Ketetapan (SKP), dan Surat Tagian Pajak (STP) merupakan dasar Penaghan Pajak.
41
d) Penagihan Seketika dan Sekaligus Menurut Mardiasmo (2011) Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketia dan Sekaligus. Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan sekaligus diterbitkan apabila: 1. Penanggung Pajak akan meninggal Indonesia untuk selama – lamanya atau berniat untuk itu; 2. Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau
yang
dikuasai
dalam
rangka
mengecikan
kegiatan
perusahaan,
menghentikan
atau
pekerjaan
atau yang
diakuannya di Indonesia; 3. Terdapat tanda – tanda bahwa Penanggug Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau
memekarkan usahanya, atau memindah tangankan
perushaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; 4. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau 5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda – tanda kepalitan.
42
e) Surat Perintah Seketika dan Sekaligus Surat Perintah Seketika dan Sekaligus sekurang – kurangnya memuat: 1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; 2. Besarnya Utang Pajak; 3. Perintah untuk membayar; dan 4. Saat pelunasan pajak. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.
H. Penerimaan Pajak Menurut Suparmoko (2000) dalam Irman Hernadi (2012) Penerimaan Pajak adalah sebagai peneriamaan pemerintah yang melipui penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjulan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah. Peran penerimaan pajak sangatlah penting jika masyarakat maih
rendah
dalam
memahami
masalah
perpajakan,
terutama
kewajibannya dalam sistem perpajakan self assessment terebut, maka target-target penerimaan di Negara ini sulit untuk tercapai. Setiap tahunnya pemerintah menargetkan penerimaan pajak dan selalu meningkat tiap tahunnya target penerimaan Negara tersebut. Tingkat Penerimaan Pajak adalah ukuran seberapa besar pajak yang diterima oleh pemerintah yang
43
disetorkan Wajib Pajak melalui KPP setempat atau tempat pembayaran pajak lainnya. Peranan pajak terhadap pendapatan negara sangat dominan pada masa sekarang ini. Ini terjadi karena pajak adalah sumber yang pasti dalam memberikan kontribusi dana kepada negara karena merupakan cerminan dari kegotongroyongan masyarakat dalam pembiayaan negara yang diatur oleh perundang-undangan.
I.
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti
Judul
Variabel
Hasil Analisis
1
IRNA
Pengaruh
FEBRIYANTI
Kepemilikan NPWP, Independen : menunjukkan
(2013)
Pemeriksaan
penelitian
Kewajiban Variabel
ini bahwa
kewajiban
Pajak kewajiban
dan Penerimaan Pajak kepemilikan
kepemilikan
(Pada
Pemeriksaan Pajak dan
Pelayanan
Kantor NPWP, Pajak Pemeriksaan
Pratama di Wilayah Pajak, Jakarta Selatan)
Penagihan
NPWP,
Pajak
di
dan KPP Pratama Jakarta
Penagihan
diwilayah
Jakarta
Pajak.
selatan
terbukti
Variabel
berpengaruh
dependen
: signifikan
positif terhadap
44
Penerimaan
penerimaan
Pajak.
Variabel
pajak. yang
mempunyai pengaruh signifikan
terhadap
penerimaan adalah
pajak penagihan
pajak dengan nilai beta yang
paling
besar
diantara
variabel
independen
lainnya
sebesar (0,305) 2.
Kontribusi penagihan
NANA
EFEKTIVITAS
Variabel
ADRIANA
PENAGIHAN
independen : pajak
ERWIS 2012
PAJAK SURAT
DENGAN Penagihan
dengan
suat
dan
surat
teguran
TEGURAN pajak dengan paksa
SURAT surat teguran penerimaan pajak di
DAN
PAKSA TERHADAP dan penagihan KPP PENERIMAAN
pajak dengan Makassar
PADA surat
PAJAK
Variabel
PELAYANAN
dependen
PRATAMA penerimaan
MAKASSAR
Pajak.
Pratama selatan
paksa. tergolong kurang baik.
KANTOR
PAJAK
terhadap
Penagihan
pajak
: dengan surat teguran yaitu hanya sebesar 0,5 % tahun 2010 dan
45
SELATAN
sebesar
10%
tahun
2011, dan penagihan pajak
dengan
surat
paksa
yaitu
hanya
sebesar
0,4%
tahun
2010 dan sebesar 0,7% tahun 2011. 3.
ARYA
PENGARUH
Variabel
Hasil dari penelitian
HERWIN
JUMLAH
independen : ini ditemukan bahwa
SAFITRI 2010
PEMERIKSAAN
Jumlah
jumlah
PAJAK
DAN Pemeriksaan
SANKSI
Pajak
PERPAJAKAN
Sanksi
berpengaruh
TERHADAP
Perpajakan.
signifikan
PENERIMAAN
Variabel
kepatuhan wajib pajak.
PAJAK
dependen
PENGHASILAN
Penerimaan
pajak,
DENGAN
Pajak.
perpajakan
KEPATUHAN
Variabel
kepatuhan wajib pajak
WAJIB
pajak
pemeriksaan dan
sanksi
dan perpajakan
PAJAK intervening
: Jumlah
secara terhadap
pemeriksaan sanksi dan
: berpengaruh signifikan
SEBAGAI
Kepatuhan
terhadap
VARIABEL
Wajib Pajak
pajak
penghasilan.
Jumlah
pemeriksaan
INTERVENING
penerimaan
46
pajak
dan
perpajakan
sanksi tidak
berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan
pajak
penghasilan
melalui
kepatuhan
wajib pajak sebagai variabel intervening. 4.
MARISA
PENGARUH
Variabel
HERRYANTO
KESADARAN
independen : ini
DAN
AGUS WAJIB
Hasil dari penelitian menunjukkan
PAJAK, jumlah wajib bahwa
kesadaran
ARIANTO
KEGIATAN
pajak,
wajib pajak, kegiataan
TOLY (2013)
SOSIALISASI
kesadaran
sosialisasi perpajakan,
PERPAJAKAN, DAN wajib PEMERIKSAAN
pajak, dan pemeriksaan pajak
kegiatan
secara
parsial
PAJAK TERHADAP sosialisasi
menyimpulkan bahwa
PENERIMAAN
perpajakan,
kesadaran wajib pajak
PAJAK
dan
berpengaruh
PENGHASILAN KPP
DI pemeriksaan
PRATAMA pajak.
SURABAYA
Variabel
SAWAHAN
dependen penerimaan
sedangkan
negatif, kegiatan
sosialisasi perpajakan tidak berpengaruh, dan : pemeriksaan
pajak
berpengaruh
positif
47
pajak
terhadap
penerimaan
penghasilan.
pajak penghasilan di KPP Pratama surabaya sawahan.
5.
Zakiah
M PENGARUH
Syahab
dab PENAGIHAN
Hantoro
Penagihan pajak dan
Variabel
Independen : surat paksa pajak baik
Arief PAJAK DAN SURAT Penagihan
Gisijanto (2008)
simultan
surat maupun secara parsial
PAJAK Pajak,
PAKSA
secara
Pajak. berpengaruh
TERHADAP
Paksa
PENERIMAAN
Variabel
PAJAK
Dependen
PENGHASILAN BADAN
secara
signifikan
terhadap
: penerimaan
Pajak
Penerimaan
Penghasilan
(PPh)
Pajak
Badan.
Penghasilan Badan 6.
Hasil dari penelitian
ABU GANDJAR PENGARUH
Variabel
ARITOSA
KEGIATAN
Independen : ini
HIDAYAT
EKSTENTIFIKASI
Kegiatan
bahwa
(2008)
TERHADAP
Ekstensifikasi
Ekstentifikasi
PENERIMAAN
Variabel
memberikan pengaruh
PAJAK
Dependen :
yang
PENGHASILAN
Penerimaan
terhadap
Penerimaan
Pajak
Penghasilan
ORANG
PRIBADI Pajak
menunjukkan kegiatan
signifikan
48
(Studi
Kasus
Pada
Orang Pribadi. Hal ini
WPOP Dalam Negeri
dibuktikan oleh hasil
di KPPP
penghitungan
Bandung-
Tegallega)
secara
statistik
yang
menunjukkan t t
tabel
hitung
>
(3,75 > 2,132)
dengan
Koefisien
Determinasi
(Kd)
sebesar 77,5% pada tingkat
keyakinan/
kepercayaan (tingkat
95%
signifikansi
(α) 0,05). 7.
YASINTA DIAH
KEWAJIBAN AYU MEMILIKI
MEISTIKASARI DAN (2009)
Variabel
: Hasil dari penelitian
NPWP Kepemilikan
MASALAH NPWP
ini bahwa setiap wajib
dan pajak
memiliki
hak
kewajiban
ber-
SEPUTAR
Pelaporan
dan
PELAPORAN
SPT
NPWP
dan Wajib
SURAT
Pajak memiliki
PEMBERITAHUAN
ataupun
WAJIB
yang
PAJAK
ORANG PRIBADI
hak
keuntungan positif
dari
kepemilikan NPWP.
49
J. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis a) Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP terhadap Penerimaan Pajak Kepemilikan
NPWP
merupakan
salah
satu
faktor
pendukung dalam melaksanakan pembayaran pajak. Tetapi masih banyak masyarakat yang belum dan tidak berkeinginan memiliki NPWP ini disebabkan karena masyarakat masih banyak yang menilai bahwa kewajiban memiliki NPWP dan membayar pajak masih belum sebanding dengan apa yang mereka dapatkan seperti hal nya pendidikan yang masih mahal, pembangunan jalan yang belum selesai atau masih banyak jalan – jalan yang rusak, ini menjadi alasan masyarakat untuk tidak berkeinginan memiliki NPWP. Terkait dalam kewajiban kepemilikan NPWP ini dalam penelitian Maulida Oktaviani (2010) bahwa kewajiban kepemilikan NPWP
berpengaruh
positif
dalam
pelaksanaan
program
ekstentifikasi pajak, begitu pula dalam penelitian Irna Febriyanti (2013) bahwa kepemilikan NPWP berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Jadi, dalam pengoptimalan penerimaan pajak kewajiban kepemilikan NPWP sangat berperan penting. Direktorat Jenderal Pajak dan fiskus juga berperan dalam memaksimalkan penerimaan
50
pajak dan berusaha meningkatkan jumlah Wajib Pajak aktif agar masyarakat ataupun Wajib Pajak sadar pentingnya pembayaran pajak sangat berpengaruh dalam pembangunan Nasional. Maka hipotesis yang pertama adalah : H1 : Kewajiban Kepemilikan NPWP berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu, Jakarta Pusat.
b) Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Dalam penerapan sistem Self Assessment dalam perpajakan harus di imbangi dengan penegakan hukum yaitu pemeriksaan pajak. Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak agar patuh dalam membayarkan pajaknya dan juga pemeriksaan pajak ini dilakukan untuk mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan dalam penyetoran pajak. Di adakannya pemeriksaan pajak ini diharapkan agar ada peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak secara jujur dan tidak melakukan tindakan –tindakan yang melanggar aturan dalam perpajakan. Dari permasalahan yang ada dapat kita lihat dalam penelitian Marisa dan Agus Arianto Toly (2013) bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pengasilan di KPP Pratama Surabaya Sawahan. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Irna Febriyanti (2013)
51
menunjukkan
adanya
pengaruh
Pemeriksaan
Pajak
terhadap
penerimaan pajak. Jadi, dengan dilakukannya pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak untuk mengawasi dan pencegahan tindakan yang melanggar aturan perpajakan diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak, maka hipotesis yang ke dua adalah : H2 : Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu, Jakarta Pusat.
c)
Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penagihan pajak merupakan tindakan penegakan hukum yang dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak. Tindakan penagihan pajak merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan pajak, ini merupakan salah satu cara untuk mecapai target penerimaan pajak secara optimal. Dalam penelitian Nana Adriana Erwis (2012) menyatakan pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Makassar Selatan kurang efektif dikarenakan beberapa hal yang menyebabkan tidak seluruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa yang diterbitkan dilunasi oleh penaggung pajak, sehingga hasil analisis yang dilakukan oleh Nana Adriana tidak efektif. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Zakiah dab Hantoro Arief Gisijanto (2008) menunjukan bahwa
52
penagihan pajak dan surat paksa pajak berpengaruh terhadap penerimaan
pajak
penghasilan
badan
pada
KPP
Pratama
dalam
rangka
dilingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat. Penagihan
pajak
yang
dilakukan
meningkatkan kepatuhan perpajakan, diperhatikan juga optimalisasi jumlah wajib pajak yang ditagih. Optimalisasi tersebut dimaksudkan agar
daat
menghasilkan
penerimaan
pajak
dan
juga
mempertimbangkan keadilan dalam memperlakukan wajib pajak. Berdasarkan uraian dan penelitian terdahulu maka hipotesis yang ke tiga adalah sebagai berikut : H3 : Penagihan Pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu, Jakarta Pusat.
53
K. Kerangka Penelitian Untuk menyatakan hubungan antar konsep dan menggambarkan hipotesa dalam penelitian ini, maka yang dikembangkan adalah sebagai berikut :
Variabel Independent
Variabel dependent
Kewajiban kepemilikan NPWP (X1) Pemeriksaan Pajak
Penerimaan Pajak
(X2)
(Y)
Penagihan Pajak (X3)
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian