BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori Asuransi Kendaraan Bermotor Roda Dua 2.1.1. Definisi Asuransi di Indonesia Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung,dan geassureerde bagi tertanggung. Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Definisi Asuransi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), tentang asuransi atau pertanggungan seumurnya, Bab 9, Pasal 246 7
8
"Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Banyak pengertian asuransi menurut para ahli, diantaranya asuransi menurut William dan Heins yang dikutip oleh Djojosoedarso (2003 : 74) mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu Asuransi adalah suatu pengamanan terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung, Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial. Asuransi memiliki beberapa jenis penggolongan asuransi berdasarkan atas aspek usahanya, yaitu: a. Asuransi Harta (Property Insurance) Asuransi ini mengcover atau melindungi semua hak memiliki yang berupa harta benda. b. Asuransi Tanggungan Gugat (Liability Insurance) Asuransi yang mengcover atau melindungi akibat kerugian yang timbul dari pihak ketiga.
9
c. Asuransi Jiwa (Life Insurance) Asuransi yang mengcover atau melindungi tertanggung akibat dari hal-hal yang tidak diinginkan atau kejadian yang timbul akibat kemampuan tertanggung. d. Asuransi Kerugian (General Insurance) Asuransi yang mengcover atau melindungi dari setiap risiko– risiko yang timbul akibat dari kehilangan manfaat, tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.
2.1.2. Prinsip Dasar Asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu insurable interest, utmost good faith, proximate cause, indemnity, subrogation dan contribution.
a.
Insurable interest
Adalah hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum. Jadi, anda dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut.
10
Kepentingan keuangan ini memungkinkan Anda mengasuransikan harta benda atau kepentingan anda. Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa Anda tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak berhak menerima ganti rugi.
b.
Utmost Good Faith
Adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat dan kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
Intinya Anda berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan dengan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti.
11
c.
Proximate Cause
Adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang diawali dan secara aktif oleh sumber yang baru dan independen. Jadi apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus.
d.
Indemnity
Adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
e.
Subrogation
Adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar. Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung,
12
maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung".
f.
Contribution
Adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity. Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.
2.1.3. Fungsi dan Tujuan Asuransi
Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko secara finansial, asuransi juga memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi sebagai berikut:
1.
Fungsi Utama (Primer)
a) Pengalihan Resiko
Sebagai sarana pengalihan kemungkinan resiko atau kerugian dari tertanggung kepada satu atau beberapa penanggung, dengan syarat
13
pembayaran premi. Dengan proteksi asuransi, ketidak-pastian yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga dapat diatasi dengan kepastian akan ganti rugi atau santunan klaim.
b) Penghimpun Dana
Dana yang dihimpun dari pemegang polis akan dikelola sedemikian rupa sehingga berkembang, agar bisa dipergunakan kelak untuk membayar kerugian yang mungkin diderita salah seorang tertanggung.
c) Premi Seimbang
Untuk memastikan biaya pembayaran premi tertanggung seimbang dan wajar dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung. Nilai premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarip premi dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.
2.
Fungsi Tambahan (Sekunder)
a) Export terselubung
atas komoditas tak nyata. b) Perangsang pertumbuhan usaha dengan mencegah dan mengendalikan kerugian. c) Sarana tabungan investasi dana dan invisible earnings.
d) Sarana Pencegah & Pengendalian Kerugian
14
Adapun tujuan dari asuransi itu sendiri adalah, sebagai berikut :
1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
2. Meningkatkan efisiensi karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
3. Pemerataan biaya yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti atau membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
4. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
5. Sebagai tabungan karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
6. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi atau bekerja.
15
2.1.3. Jaminan Dasar Asuransi Kendaraan Bermotor Asuransi Kendaraan adalah jenis asuransi khusus kendaraan, dimana resiko yang kemungkinan terjadi pada kendaraan dialihkan kepada perusahaan asuransi. Dalam pemilihan asuransi kendaraan hal-hal yang perhatikan adalah kekuatan keuangan (security), jasa (service) dan biaya atau beban. Jenis asuransi kendaraan bermotor dibedakan menjadi dua, yaitu : 1.
Asuransi Mobil
2.
Asuransi Motor Jenis perlindungan dasar asuransi kendaraan bermotor dibedakan menjadi
dua, sebagai berikut :
1.
Komprehensif (Comprehensive)
Jaminan ganti rugi/ biaya perbaikan atas kehilangan/ kerusakan sebagian maupun keseluruhan pada kendaraan akibat kejatuhan benda, kebakaran, perbuatan jahat, pencurian, perampasan, tabrakan, benturan atau kecelakaan lalu lintas lainnya. (mengacu pada PSAKBI).
2.
Total Loss Only (TLO)
Jaminan ganti rugi atas kehilangan/kerusakan total pada kendaraan akibat dari kejatuhan benda, kebakaran, perbuatan jahat, pencurian, perampasan, tabrakan, benturan atau kecelakaan lalu lintas lainnya. (mengacu pada PSAKBI).
16
2.1.4. Dasar Hukum Polis Asuransi Sumber-sumber hukum asuransi adalah ; 1. KUHD, yakni Buku I Bab 9 Pasal 264 s/d Pasal 286, yang merupakan pengaturan yang bersifat umum, dalam arti ketentuan tersebut berlaku bagi semua jenis asuransi. 2. KUHPerdata yakni Pasal 1320 mengenai syarat sahnya perjanjian , Pasal 1338 mengenai asas kebebasan berkontrak, Pasal 1774 mengenai perjanjian untunguntungan; 3. Polis asuransi yang merupakan perjanjian para pihak; 4. Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam praktek asuransi; 5. Peraturan Per UU lainya yang berkaitan dengan asuransi.yaitu UU No.2 Tahun 1992 jo Peraturan Pemerintah No.73/1992 mengenai pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratisnya, UU No.33 Tahun 1964 jo PP No.17 Tahun 1965, UU No.34 Tahun 1964 jo PP No.18 Tahun 1965, UU No.3 Tahun 1992, dan UU No.23 Tahun 1992, UU No.3 /1992 tentang JAMSOSTEK, PP No.67/1991 tentang ASABRI, PP No.69/1991 tentang ASKES, yang semuanya ini merupakan pengaturan mengenai asuransi sosial/wajib.
17
2.2. Klaim Asuransi Kehilangan Kendaraan Roda Dua 2.2.1. Pengertian Klaim Asuransi Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (1991:14) klaim adalah “Ganti rugi yang dibayarkan atau yang menjadi kewajiban kepada tertanggung oleh perusahaan asuransi (Ceding Company) sehubungan dengan telah terjadinya kerugian.” Definisi klaim yang terdapat dalam PSAK No. 28 (2004:28.3) tentang perusahaan asuransi kerugian yaitu sebagai berikut : Pada masalah klaim, yang harus dilakukan adalah establish cause of loss mencari penyebab yang sebenarnya dari kerugian. Untuk mencari penyebab dari kerugian ini, metode yang digunakan adalah : a. Proximate cause b. Insurable interest c. Indemnity Dengan perkataan lain Proximate cause, Insurable interest, dan indemnity merupakan filter atau saringan untuk pengeluaran premi dari fund di dalam pembayaran klaim, sehingga dapat disimpulkan bahwa klaim merupakan puncak dari asuransi.
18
2.2.2. Proses Penyelesaian Klaim Menurut Herman Darmawi (2004:46), “Ada dua tindakan dasar yang terbuka bagi perusahaan asuransi jika dikonfrontasikan dengan suatu klaim, yaitu membayar dan menolaknya. Dalam kebanyakan kegiatan hanya sedikit masalah sehubungan dengan jumlah pembayaran santunan (klaim) itu. Karena itu pembayaran kerugian adalah prosedur biasa. Tetapi pada hal-hal lain bahwa perusahaan asuransi merasa tidak perlu membayar tuntutan maka penanggung akan menolak tanggung jawabnya dan mendebat tuntutan itu. Ada dua hal yang mendasari perusahaan menolak pembayaran, yaitu : 1. karena kerugian tidak terjadi 2. karena polis yang bersangkutan tidak menutupi kerugian. Suatu kerugian tidak tertutupi polis karena diluar lingkungan persetujuan pertanggungan. Itu terjadi bila polis tidak berlaku lagi atau pihak tertanggung telah menyalahi ketentuan polis yang berlaku. Herman Darmawi (2004:47) mengatakan bahwa dalam penentuan apakah perusahaan asuransi harus membayar atau menolak suatu klaim, penilai mengikuti prosedur penyelesaian klaim dengan empat langkah pokok yaitu : 1. Pemberitahuan kerugian 2. Penyelidikan kerugian
19
3. Bukti kerugian 4. Pembayaran atau menolak tuntutan tersebut. Setelah mengalami musibah, yang harus dilakukan oleh tertanggung adalah : 1. Segera menghubungi pihak yang berwajib (untuk kasus tertentu). 2. Sedapat mungkin menyelamatkan dan menjaga objek asuransi yang masih berharga. 3. Menghubungi pihak asuransi melalui sarana komunikasi yang tercepat seperti telepon, faksimili, email, dan yang sejenisnya. 4. Penjelasan prosedur serta kelengkapan berkas klaim oleh petugas klaim 5. Survey akan diadakan bila perlu 6. Setelah mendapatkan laporan petugas klaim dari pihak asuransi akan segera meneliti keabsahan polis tertanggung. Keabsahan polis dapat dilihat dari tiga hal : 1. Periode asuransi : apakah masih berlaku? 2. Insurable interest : apakah mempunyai kepentingan? 3. Pelunasan premi : apakah premi sudah dilunasi? Hal penting yang harus disampaikan kepada tertanggung yang mengalami musibah adalah menenangkan serta memberitahu bahwa pihak asuransi akan membantu semaksimal mungkin. Selanjutnya, tertanggung harus menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Setelah melihat keabsahan polis, data lengkap survey serta dokumen-dokumen yang diperlukan, proses klaim
20
akan segera diselesaikan oleh pihak asuransi. Agen asuransi juga dituntut berinisiatif untuk membantu kliennya dalam proses klaim yang sedang berjalan.
2.3. Pengertian Fidusia Setiap kendaraan yang dibeli melalui lembaga pembiayaan seperti leasing atau finance, lembaga pembiayaan tersebut harus mengasuransikan kendaraan yang dijual tersebut. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai angunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Ruang lingkup dari perjanjian jaminan fidusia diatur dalam Pasal 10 UUJF. Kecuali diperjanjikan lain : a. Jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia; b. Jaminan fidusia meliputi klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek fidusia diasuransikan. Berdasarkan pasal tersebut di atas, Jaminan Fidusia sudah dengan sendirinya mencakup pula hasil dari benda jaminan fidusia. a. Penafsiran luas
21
Penjelasan atas Pasal 10 sub 1, yang mengartikannya sebagai segala sesuatu yang diperoleh dan benda yang dibebani jaminan fidusia, memberi petunjuk kepada kita, bahwa kata hasil ditafsirkan luas, meliputi, baik hasil alamiah maupun hasil perdata. Hasil alamiah misalnya adalah anak dan sapi-induk yang dijaminkan, sedang hasil perdata adalah bunga dan tagihan atau uang sewa dan benda yang dijaminkan. Demikian juga dengan dividen suatu saham. b. Tidak berlaku asas asesi Ketentuan Pasal 10 dihubungkan dengan Pasal 16 Undang-Undang Jaminan Fidusia, kita bisa menyimpulkan, bahwa jaminan fidusia tidak otomatis meliputi perbaikan dan penambahan-penambahannya dikemudian hari atau dengan perkataan lain -- lebih luas -- di sini tidak berlaku asas asesi. Pada hubungan fidusiare, pemilik asal sebagai orang yang tetap menguasai benda jaminan fidusia sadar, benda tersebut sekarang paling tidak sementara dijaminkan sudah bukan miliknya dan kalau ia tetap melaksanakan perbaikan dan penambahan-penambahan atas benda fidusia, maka kedudukannya dapat kita samakan dengan bezitter dengan itikad buruk. Pada saat kreditur penerima fidusia akan melaksanakan eksekusi, maka terhadapnya kiranya bisa diberlakukan ketentuan Pasal 581 KUHPerdata yaitu Ia hanya bisa mengambil kembali apa yang telah ditambahkan pada benda jaminan, dengan syarat pengambilan kembali itu tidak merusak benda jaminan. Kalau penambahan itu berupa suatu bangunan, maka berlakulah Pasal 603 KUHPerdata dan dalam
22
peristiwa seperti itu, pemilik bisa menyuruh bongkar tambahan bangunan yang bersangkutan. Sekalipun ada perlindungan bagi kreditur penerima-fidusia dalam ketentuan pasal-pasal tersebut di atas, kiranya adalah lebih aman bagi kreditur untuk memperjanjikan bahwa semua perbaikan dan penambahan atas benda jaminan fidusia, yang menyatu dengannya, termasuk dalam lingkup jaminan fidusia yang mereka tutup. Yang demikian ini memang dimungkinkan oleh Pasal 10 tersebut di atas, sebagai yang tampak dan kata-kata “kecuali ditentukan lain, yang memberikan petunjuk kepada kita, bahwa pasal tersebut merupakan ketentuan hukum yang bersifat menambah.
2.3.1. Obyek Jaminan Fidusia Sebelum berlakunya UU No. 42 tahun 1999 tersebut benda yang menjadi objek fidusia umumnya merupakan benda-benda bergerak yang terdiri dari benda inventory, benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Namun sejak berlakunya UU No. 42 tahun 1999, pengertian jaminan fidusia diperluas sehingga yang menjadi objek jaminan fidusia mencakup bendabenda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud serta benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut UU No. 4 Tahun 1996. Benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya, baik benda itu berwujud maupun
23
tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik. Apabila kita memperhatikan pengertian benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia tersebut, maka yang dimaksud dengan benda adalah termasuk juga piutang (account receivables). Khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, undang-undang mengaturnya dalam Pasal 10 UUJF disebutkan, bahwa jaminan fidusia meliputi semua hasil dari benda jaminan fidusia tersebut dan juga klaim asuransi kecuali diperjanjikan lain. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia harus disebut dengan jelas dalam akta jaminan fidusia, baik identifikasi benda tersebut maupun penjelasan surat bukti kepemilikannya dan bagi benda inventory yang selalu berubah-ubah dan atau tetap harus dijelaskan jenis benda dan kualitasnya. Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Pembebanan jaminan atas benda atau piutang yang diperoleh kemudian tidak perlu dilakukan dengan perjanjian tersendiri. Hutang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa: 1. Hutang yang telah ada. Walaupun undang-undang maupun penjelasannya tidak memberikan patokan apa-apa kepada kita, namun logika kita mengatakan, tentunya patokan itu adalah pada saat jaminan fidusia itu diberikan. Jadi, pada saat jaminan fidusia diberikan hutang yang dijamin memang sudah terhutang. Karena sepintas kedengarannya agak janggal, maka perlu ada sedikit penjelasan.
24
Perjanjian-perjanjian tertentu dalam KUHPerdata merupakan perjanjian yang bersifat riil, artinya pada saat penjanjian seperti itu ditutup, objek Prestasinya sudah langsung diserahkan atau lebih tepat perjanjian yang bersangkutan baru lahir, sesudah objek prestasinya diserahkan Penjanjian hutang
piutang
termasuk
dalam
kelompok
perjanjian
pinjam-
meminjam/mengganti (verbruiklening), yang bersifat riil, sehingga kalau kita pakai lembaga fidusia untuk menjamin suatu perjanjian hutang-piutang, maka dapat kita katakan, bahwa jaminan fidusia di sana dipakai untuk menjamin suatu hutang yang sudah terhutang/ada. Kita baru bisa mengatakan, bahwa debitur terhutang sejumlah uang berdasarkan perjanjian hutang-piutang, kalau debitur sudah menerima uang pinjaman tersebut. Baru dengan penyerahan uang pinjaman itulah perjanjian hutang-piutang lahir. Kalau fidusia dipakai untuk menjamin suatu kewajiban berdasarkan perjanjian yang bersifat riil, maka dalam hal demikian fidusia diberikan untuk menjamin suatu hutang/kewajiban yang sudah terhutang. 2. Hutang yang timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu, atau Sebagian besar dan perjanjian-perjanjian di dalam KUHPerdata bersifat obligatoir. Berdasarkan kebebasan berkontrak, perjanjian-perjanjian yang ditutup oleh anggota masyarakat, di luar yang secara khusus diatur dalam KUHPerdata adalah perjanjian yang bersifat obligatoir.Perjanjian-perjanjian yang demikian baru menimbulkan hak dan kewajiban saja antara para pihak. Objek
25
prestasinya masih tetap menjadi milik masing-masing pihak yang menutup perjanjian. Perjanjian seperti itu, antara lain perjanjian kredit, perlu diikuti dengan perjanjian kebendaan, yang pada umumnya berupa penyerahan/leveringnya. Jadi, kalau orang menutup suatu perjanjian kredit, dengan ditandatanganinya perjanjian itu, maka uang kredit belum diterima oleh debitur, sehingga pada saat itu belum terhutang apa-apa oleh debitur. Nanti pada waktu uang kredit itu benar-benar diambil/dipakai oleh debitur, baru ada terhutang uang oleh debitur. 3. Hutang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi Yang dimaksud oleh Pasal 7 sub c Undang-Undang Jaminan Fidusia adalah, bahwa sudah cukup memenuhi syarat, bahwa jumlah atau besarnya keseluruhan hutang pada saat eksekusi akan dilakukan bisa ditentukan. Penjelasan atas pasal tersebut, yang hanya menyebutkan hutang bunga dan biaya lainnya, yang dalam bayangan pembuat undangundang tidak dapat ditentukan pada saat akta penjaminan ditutup, mengambarkan pandangan yang sempit dari pembuat undang-undang dan tidak bisa diselaraskan dengan ketentuan Pasal 7 sub b. Pada masa sekarang umumnya para pengusaha yang mengambil kredit dari bank, menutup Perjanjian kredit Per Rekening Koran, dengan tujuan untuk menghemat sebesar mungkin pembayaran bunga. Jarang sekali orang mengambil kredit dalam jumlah yang selalu semula sudah pasti (fix loan). Pada Kredit Per Rekening Koran, bank hanya menetapkan suatu plafon kredif
26
tertentu, yang merupakan jumlah maksimal kredit yang bisa diambil oleh debitur. 2.3. Defenisi Analisis Sistem Definisi Analisis Sistem Penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh
kedalam
bagian-bagian
komponennya
dengan
maksud
untuk
mengidentifikasikan dan mengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan yang terjadi dan kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan.
Menurut Yogiyanto (1995) analisis sistem adalah penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh kedalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan
mengevaluasi
permasalahan,
kesempatan,
hambatan yang terjadi dan kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan.
Menurut Kristanto (2003) analisis sistem adalah suatu proses mengumpulkan
dan
menginterpretasikan
kenyataan-kenyataan
yang
ada,
mendiagnosa persoalan dan menggunakan keduanya untuk memperbaiki sistem.
2.3.1. Tahapan Analisis Sistem
Tahap Analisa sistem merupakan kegiatan penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan, kesempatankesempatan, hambatan-hambatan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan yang
27
diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikannya. Langkah-langkah dasar yang harus dilakukan oleh menganalisis sistem adalah : a. Mengidentifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan langkah awal dari analisa sistem. Dalam tahap ini didefinisikan masalah yang harus dipecahkan dengan munculnya pertanyaan yang ingin dipecahkan. b. Memahami Kerja Sistem yang Ada Langkah ini dilakukan dengan mempelajari secara rinci bagaimana sistem yang sudah ada berjalan. Untuk mempelajari operasi dari sistem ini diperlukan data yang dapat diperoleh dengan melakukan penelitian terhadap sitem. c. Menganalisis Sistem Berdasarkan data yang sudah diperoleh maka dilakukan analisa hasil penelitian yang sudah dilakukan untuk mendapatkan pemecahan masalah yang akan dipecahkan d. Membuat Laporan Laporan perlu dibuat sebagai dokumentasi dari penelitian. Tujuan utamanya adalah sebagai bukti secara tertulis tentang hasil analisa yang sudah dilakukan.
2.3.2. Diagram Arus Data (DAD). Pengertian Diagram Arus Data Menurut Tata Sutabri (2004a:163) adalah
suatu
network
yang
menggambarkan
suatu
sistem
automatic/
komputerisasi, manual atau gabungan dari keduanya yang penggambaranya
28
disusun dalam bentuk kumpulan komponen sistem yang saling berhubungan sesuai dengan aturan mainnya. DFD ini merupakan alat perancangan sistem yang berorientasi pada alur data dengan konsep dekomposisi dapat digunakan untuk penggambaran analisa maupun rancangan sistem yang mudah dikomunikasikan oleh profesional sistem kepada pemakai maupun pembuat program. Tahapan proses pembuatan DAD dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu : 1.
Diagram Konteks Yaitu diagram yang terdiri dari sebuah proses tunggal yang digambarkan oleh seluruh sistem yang menunjukkan data flow utama untuk dan dari terminator.
2.
Diagram Nol Yaitu diagram yang menyimpan sebuah proses tunggal DAD dalam jumlah yang baik dari diagram detail.
3.
Diagram Detail Yaitu diagram yang menggambarkan tingkat terendah dari detail yang akan dicoba pada saat menyimpan sistem dengan menggunakan teknik DAD.
Komponen Diagram Arus Data (DAD) : 1.
Kesatuan luar (external entity) atau batasan sistem (boundary) Setiap sistem pasti mempunyai batasan sistem (boundary) yang memisahkan suatu sistem dengan lingkungan luarnya. Kesatuan luar
29
(external entity) merupakan kesatuan di lingkungan luar sistem yang dapat berupa orang, organisasi atau sistem lainnya yang berada di lingkungan luarnya yang akan mmberikan input atau menerima output dari sistem. 2.
Arus data (data flow) Arus data di DAD berupa simbol panah. Arus data mengalir diantara proses (process), simpanan data (data store) dan kesatuan luar (external entity). Arus data ini menunjukkan arus dari data yang berupa masukan untuk sistem atau hasil dari proses sistem.
3.
Proses (process) Suatu proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang, mesin atau komputer dari hasil suatu arus data yang masuk ke dalam proses untuk dihasilkan arus data yang akan keluar dari proses.
4.
Simpanan data (data store) Simpanan data merupakan simpanan dari data. Simpanan data di DAD disimbolkan dengan sepasang garis horisontal parallel yang tertutup di salah satu ujungnya. Simpanan data dapat berupa sebagai berikut : a. Suatu file database disistem komputer b. Suatu arsip atau catatan manual c. Suatu tabel acuan manual d. Suatu kotak tempat data dimeja seseorang e. Suatu agenda atau buku
30
Adapun aturan main dalam menggambar DAD yaitu, sebagai berikut : 1.
Dalam DAD tidak boleh menghubungkan antara External Entity dengan External Entity secara langsung.
2.
Dalam DAD tidak boleh menghubungkan antara Data Store dengan Data Store secara langsung.
3.
Dalam DAD tidak boleh menghubungkan antara Data Store dengan External Entity secara langsung (atau sebaliknya).
4.
Setiap Process harus terdapat Data Flow yang masuk dan ada Data Flow yang keluar