BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Proses Pirolisis
Pirolisis berasal dari dua kata yaitu pyro yang berarti panas dan lysis berarti penguraian
atau degradasi, sehingga pirolisis berarti penguraian biomassa karena panas pada suhu lebih dari 150 oC (Kamaruddin et al, 1999).
Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisis adalah
penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya
pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dan cangkang dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan
diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Widjaya, 1982). Pembakaran tidak sempurna pada tempurung kelapa, sabut, serta cangkang sawit menyebabkan senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida dan peristiwa tersebut disebut sebagai pirolisis. Pada saat pirolisis, energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang kompleks terurai, sebagian besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari pirolisis adalah “destructive distillation” atau destilasi kering, dimana merupakan proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi maka akan terjadi rangkaian reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun tempurung dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Anonim, 1983). Tempurung kelapa dan kayu keras memiliki komponen-komponen yang hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa, satu bagian hemiselulosa serta satu bagian lignin. Girard (1992) menyatakan bahwa produk dekomposisi termal yang dihasilkan melalui reaksi pirolisis komponen-komponen kayu adalah sebanding dengan jumlah komponen-komponen tersebut dalam kayu.
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
4
Salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas pengasapan yaitu dengan menggunakan asap cair yang diperoleh dengan cara pirolisis kayu atau serbuk kayu kemudian dilakukan
kondensasi. Menurut Maga (1987) asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari asap kayu dalam air yang dapat diperoleh dari hasil pirolisis kayu. Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis kayu yang merupakan proses dekomposisi dari komponen-
komponen penyusun kayu seperti lignin, selulosa dan hemiselulosa akibat panas tanpa
adanya oksigen (Tahir, 1992).
2.2 Segitiga Pembakaran Segitiga api atau segitiga pembakaran adalah sebuah skema sederhana dalam memahami elemen-elemen utama penyebab terjadinya sebuah api. Apabila suatu molekul
mengadakan kontak amat dekat dengan molekul oksidator (yaitu oksigen), maka pada umumnya akan terjadi reaksi kimia (meskipun tidak selalu). Apabila tumbukan antar molekul hanya berenergi rendah, maka reaksi tidak akan terjadi. Tetapi apabila eergi cukup besar maka reaksi akan berlangsung. Karena reaksi eksotermis, maka banyak panas yang terbentuk. Energi ini akan memanaskan bahan dan oksidan yang selanjutnya akan bereaksi dan menimbulkan reaksi pembakaran. (ILO, 1991). Adapun gambar segitiga api adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Segitiga api
Keterangan dari unsur segitiga api, yaitu : 1. Bahan bakar, terdiri dari : a. bahan bakar padat (contoh: serat, kayu, partikel logam, plastik, kertas, dll), b. bahan bakar cair (contoh: bensin, solar, minyak tanah, aseton, tiner, avtur, dll),
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
5
c. bahan bakar gas (contoh: asetilen, propane, hidrogen, dll). 2. Oksigen, kadar oksigen yang terdapat di udara bebas sebesar 21%.
3. Sumber panas atau ignisi, selain berasal dari mesin dapat pula berasal dari (ILO 1991): a. api terbuka, b. loncatan listrik dari sumber listrik maupun listrik statis,
c. permukaan panas, d. bunga api karena gesekan, e. penyalaan sendiri,
f. radiasi, g. zat piroforik (logam bentuk debu halus, hidrida dari boron (B), dan pospor (P) ),
h. kompresi campuran zat mudah terbakar.
2.3 Tingkatan Pirolisis Menurut Kamaruddin et al.(1999) dalam pirolisis terdapat dua tingkatan proses, yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer adalah pirolisis yang terjadi pada bahan baku dan berlangsung pada suhu kurang dari 600 oC, hasil penguraian yang utama adalah karbon (arang). Pirolisis primer dibedakan atas pirolisis primer lambat dan cepat. Pirolisis primer lambat terjadi pada proses pembuatan arang. Pada laju pemanasan lambat (suhu 150 oC – 300 oC) reaksi utama yang terjadi adalah dehidrasi (kehilagan kandungan air), dan hasil reaksi keseluruhan adalah karbon padatan (C=arang), air (H 2O), karbon monoksida (CO) dan karbonmonoksida (CO2). Pirolisis primer cepat terjadi pada suhu lebih dari 300 oC dan menghasilkan gas, karbon padatan (arang) dan uap (Kamaruddin et al. 1999). Secara umum reaksi tersebut sebagai berikut : Biomassa = (100 g)
uap
(50-70g)
+
gas
(4-10g)
+
arang
(10-20g)
+
air
(13-25g)
Pirolisis sekunder yaitu pirolisis yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisis primer dan berlangsung diatas suhu 600
o
C. hasil pirolisis pada suhu ini adalah
karbonmonoksida (CO), hydrogen (H 2), dan hidrokarbon. Sedangkan tar (secondary pyrolysis tar =SPT) sekitar 1-6% (Kamaruddin et al. 1999). Secara umum berlangsungnya pirolisis primer biomassa ditampilkan pada gambar dibawah ini.
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
6
Gambar 2.2 Diagram penguraian bahan bakar padat karena pirolisis (Kamaruddin et al. 1999)
Menurut Girard (1992), pirolisis kayu merupakan reaksi pembakaran tidak sempurna yang meliputi reaksi-reaksi dekomposisi dari polimer organik menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah, reaksi oksidasi dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pirolisis kayu adalah penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150 oC (Girard, 1992); 100-150 oC (Zaitsev et al. 1969), pirolisis hemiselulosa pada suhu 200-250 o
C, pirolisis selulosa pada suhu 280-320 oC dan pirolisis lignin mulai terjadi pada suhu 400
o
C.
2.4 Reaktor Pirolis Reaktor Pirolisis adalah alat pengurai senyawa-senyawa organik yang dilakukan dengan proses pemanasan tanpa berhubungan langsung dengan udara luar dengan suhu 300-600
0
C. Reaktor pirolisis dibalut dengan selimut dari bata dan tanah untuk
menghindari panas keluar berlebih, memakai bahan bakar kompor minyak tanah atau gas. Proses pirolisis menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padat, gas dan cairan (Buckingham, 2010).
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
7
2.5 Asap Cair Asap cair adalah cairan kondensat dari asap yang telah mengalami penyimpanan dan
penyaringan untuk memisahkan tar dan bahan-bahan partikulat. Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu. Selama pembakaran, komponen utama kayu yang berupa selulosa, hemiselulosa, dan lignin akan mengalami pirolisis. Menurut Simon et al. (2005) asap cair
diperoleh dengan teknis pirolisis, dimana senyawa-senyawa yang menguap secara simultan
akan ditarik dari zona reaktor panas dan akan berkondensasi pada system pendingin. Ditambahkan bahwa selama proses kondensasi akan terbentuk kondensat asap kasar yang
akan memisah menjadi tiga fasa, yaitu fase larut dalam air, fase tidak larut dalam air dan fase tar. Fase larut dalam air bisa langsung digunakan, sedangkan ekstrak fase tar dengan kadar tinggi yang telah dimurnikan dapat digunakan lagi untuk produksi asap cair dan
biasanya disebut fraksi tar primer (PTF). Kualitas asap cair yang diperoleh dari hasil pirolisis sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman, suhu yang digunakan, ukuran partikel kayu dan kadar air kayu (Guillen dan Ibargoita, 1999). Asap cair mempunyai beberapa kelebihan yaitu : mudah diterapkan/praktis penggunaannya, flavor produk lebih seragam, dapat digunakan secara berulang-ulang, lebih efisien dalam penggunaan bahan pengasap, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, polusi lingkungan dapat diperkecil dan yang paling penting senyawa karsinogen yang terbentuk dapat dieliminasi (Simon et al. 2005). Asap cair dapat diaplikasikan dengan berbagai cara seperti penyemprotan, pencelupan atau dicampur langsung ke dalam makanan (Pearson dan Tauber, 1984). Girrard (1992) membagi metode penggunaan asap cair pada produk pangan menjadi enam, yaitu (1) Pencampuran, dimana asap cair ditambahkan langsung dalam produk pangan. Untuk produk daging olahan, flavor ditambahkan dalam jumlah yang bervariasi. Metode ini dapat digunakan untuk ikan, emulsi daging, bumbu daging pangan, sosis tipe frankfurter, keju oles dan lain-lain, (2) Pencelupan dan perendaman, metode ini dapat menghasilkan produk pangan yang mempunyai mutu organoleptik tinggi seperti sosis dan keju Italia, (3) Injeksi (penyuntikan), banyak aroma asap yang disuntikan bervariasi antara 0.2-1% dapat memberikan flavor yang seragampada daging babi terutama daging bagian perut, (4) Atomisasi, aroma asap yang diatomisasi ke dalam produk melalui sebuah saluran. Metode ini memberikan mutu organoleptik yang baik pada daging, (5) Penyemprotan, biasanya digunakan dalam pengolahan daging secara kontinu, (6) Penguapan, pemanasan asap cair
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
8
untuk menghasilkan uap yang mengandung asap merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pengasapan bahan pangan.
Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang pembangkit asap (Draudt, 1963) kemudian asap tersebut dialirkan ke rumah disebut alat kondisi sirkulasi udara dan temperatur yang terkontrol (Sink dan Hsu, 1977). asap dalam
Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan
reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi (Girard, 1992). Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar pengasapan telah banyak
dilaporkan. Pembuatan bandeng asap di daerah Sidoarjo, menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar seperti kayu bakau, serbuk gergaji kayu jati, ampas tebu dan kayu bekas kotak kemasan (Tranggono dkk, 1997).
Namun untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik (Tranggono dkk, 1997). Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard, 1992)
2.6 Tanaman Kelapa Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam famili Palmae dan banyak tumbuh di daerah tropis, seperti di Indonesia. Tanaman kelapa membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksinya. Faktor lingkungan itu adalah sinar matahari, temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tanah (Palungkun, 2001). Kelapa dikenal sebagai tanaman yang serbaguna karena seluruh bagian tanaman ini bermanfaat bagi kehidupan manusia serta mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Salah satu bagian yang terpenting dari tanaman kelapa adalah buah kelapa. Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu kulit luar (epicarp), sabut (mesocarp), tempurung kelapa (endocarp), daging buah (endosperm), dan air kelapa. Adapun komposisi buah kelapa dapat kita lihat pada tabel berikut ini.
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
9
Tabel 2.1 Komposisi buah kelapa
Bagian Buah
Jumlah berat (%)
Sabut
35
Tempurung
12
Daging Buah
28
Air kelapa
25
(Palungkun, 2001).
2.6.1 Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis
adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan
berkisar antara 3-6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air
sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa (Tilman, 1981). Apabila tempurung kelapa dibakar pada temperatur tinggi dalam ruangan yang tidak berhubungan dengan udara maka akan terjadi rangkaian proses penguraian penyusun tempurung kelapa tersebut dan akan menghasilkan arang, destilat, tar dan gas. Destilat ini merupakan komponen yang sering disebut sebagai asap cair (Pranata, 2008). Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras dengan kadar air sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasar berat kering), dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Data komposisi kimia tempurung kelapa dapat kita lihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.2 Komposisi kimia tempurung kelapa
(Suhardiyono, 1988).
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
10
2.7 Perpindahan Panas Perpindahan panas merupakan perpindahan energi yang terjadi karena adanya
perbedaan temperatur. Perpindahan panas dapat berlangsung dengan 3 mekanisme yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. 2.7.1 Perpindahan Panas Secara Konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang
bersinggungan
secara
langsung. Secara umum laju aliran kalor secara konduksi
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
qk = − 𝑑𝑇
kA ……………………………………………………………………...…(2.1) 𝑑𝑋
(J.P Holman,1994 hal: 2) Keterangan: qk
= laju perpindahan kalor secara konduksi (W)
k
= konduktifitas termal bahan (W/m.˚C)
A
= πDL = luas penampang untuk silinder (m²)
dT/dx
= gradient suhu terhadap penampang tersebut, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x.
2.7.2 Perpindahan Panas Secara Konveksi Perpindahan kalor secara konveksi adalah proses tansport energi dengan kerja gabungan dari konduksi kalor. Konveksi
sangat
penting
sebagai
mekanisme
perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cair atau gas. Perpindahan kalor secara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya di atas suhu fluida disekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, kalor akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel-partikel fluida tersebut. Kedua, partikel-partikel tersebut akan bergerak ke daerah suhu yang lebih rendah dimana
partikel
tersebut akan bercampur
dengan partikel-partikel fluida
lainnya.
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
11
Perpindahan
kalor
secara
konveksi
alirannya, yaitu konveksi bebas
dapat
dikelompokkan
menurut gerakan
(free convection) dan konveksi paksa (forced
convection). Apabila gerakan fluida tersebut terjadi sebagai akibat dari perbedaan densitas (kerapatan) yang disebabkan oleh gradient suhu bebas
atau
konveksi
alamiah
maka
disebut
konveksi
(natural convection). Bila gerakan fluida tersebut
oleh penggunaan alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebabkan disebut konveksi paksa.
Laju perpindahan kalor pada peristiwa konveksi dapat dihitung dengan hubungan: qc = h c A ∆T .......................................................................................................(2.2)
(Holman J.P,1994 hal:11)
Keterangan:
qc
= Laju perpindahan kalor secara konveksi (W)
hc
= Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2.oC)
A
= 2 (Panjang+Lebar+Tinggi) = Luas perpindahan kalor untuk balok (m²)
∆T
= Beda antara suhu permukaan T w dan suhu fluida T ~
TW
= Temperatur dinding (o C)
T~
= Temperatur lingkungan (o C)
2.7.3 Perpindahan Panas Secara Radiasi Perpindahan Panas radiasi adalah perpindahan panas yang melibatkan gelombang elektromagnetik dalam proses perpindahannya di antara dua buah benda yang mempunyai temperatur yang berbeda. Semua benda memiliki kemampuan untuk memancarkan energi dengan menggunakan gelombang elektromagnetik. Semua benda yang mempunyai temperatur di atas temperatur absolut bisa terjadi perpindahan panas bentuk ini. Radiasi tidak memerlukan media seperti udara atau logam dalam perpindahan panasnya. Intensitas flux dari perpindahan ini sangat tergantung kepada temperatur benda atau material dan sifat permukaan dari benda tersebut. (J.P. Holman, 1991). q = σ A T 4 ……………………………………………………………………..(2.3) Keterangan : q
= Nilai kalor yang dipindahkan (Watt)
σ = Konstanta Stefan Boltzman (5,669 . 10-8 W/m2 K) A = Luas permukaan penerimaan radiasi (m2) T4 = Temperatur lingkungan (Kelvin)
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
12
2.8 Parameter Kinerja Reaktor Pirolisis Ada beberapa parameter yang dapat dihitung dari alat reaktor pirolisis setelah
dilakukan pengujian, diantaranya sebagai berikut : 1. Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar (FCR) adalah jumlah dari bahan bakar yang
digunakan dalam operasi dibagi dengan waktu operasi tungku. FCR dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut:
FCR =
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑘𝑔 ) 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑗𝑎𝑚 )
…………………………………..(2.4)
2. Jumlah Energi Kalor Bahan Bakar
Jumlah energi kalor yang diterima pada saat pemanasan alat reaktor pirolisis dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini : Qbb
= mbb x Nbb (kJ) ………………………………………...……………….(2.5)
Dimana, Qin
= energi kalor bahan bakar yang diterima reaktor (kJ/s)
mbb
= masa bahan bakar (kg/s)
Nbb
= Nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)
3. Rendemen Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui hasil dari suatu proses. Rendemen tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:
Rendemen (%) =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑎𝑠𝑎𝑝 𝑐𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑔 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑖𝑟𝑜𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 (𝑘𝑔)
𝑥 100% …………..…….(2.6)
4. Kinerja Alat Reaktor Kinerja alat reaktor pirolisis dapat dihitung dengan menentukan jumlah asap cair yang dihasilkan terhadap jumlah energi yang dipakai dalam proses pirolis, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Kinerja alat =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝐴𝑠𝑎𝑝 𝐶𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 (𝑚𝑙 ) 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑖𝑟𝑜𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 (𝑘𝑐𝑎𝑙 )
Laporan Tugas Akhir Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
…………………………..(2.7) 13