BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Komponen-komponen dinding M-System 2.1.1
Superfoam Superfoam adalah komponen dasar dari M-System yang terbuat dari bahan senyawa kimiawi yang pasif dan memiliki karakteristik tahan api dan sifat pereda penjalaran api. Superfoam memiliki sifat insulasi yang tinggi dan menjadikannya sebagai material peredam panas dan suara yang sangat baik.
2.1.2
Tembikar Kawat Baja Galvanis Tembikar kawat baja merupakan elemen penguat dari panel MSystem yang terbuat dari rangkaian baja. Baja galvanis yang digunakan berlapiskan zink dan berdiameter 2.5-3.5 mm (typikal) dengan kuat tarik diatas 6000 Kg/cm2.
2.1.3
Beton Bahan-baku mortar M-System terdiri dari semen biasa, pasir, bubuk MS dan air. Pencampuran semen dan pasir dengan rasio 1: 3 sampai dengan 1:6 berdasarkan volume dapat menghasilkan mutu beton K300 Untuk strutural dan K-300 untuk strutural dan K-225 untuk non struktural. Beton disemprotkan pada kedua sisi superfoam dimana lapisan tersebutlah yang memberikan kekuatan struktural pada M-System. Kekuatan beton yang dihasilkan mencapai K-300 (300 kg/cm2). M-System sangat bergantung pada kekuatan dan konsistensi mutu beton. Untuk mendapatkan kepadatan dan kualitas beton yang baik, diperlukan metoda aplikasi II-1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
shotcreting. Tersedia dua jenis peralatan shotcreting – Mesin Semprot Mekanis dan Alat Semprot Manual. Shotcreting adalah metoda yang sangat handal untuk diaplikasikan ketika kecepatan- dan efisiensi Kerja menjadi faktor utama dalam suatu pekerjaan konstruksi. 2.2
Jenis – jenis M-System 2.2.1
Single Panel M-System Single Panel adalah komponen utama dari M-System. Panel tunggal ini dapat berfungsi sebgai Dinding struktural, partisi, ataupun eksterior (facade). Ia memiliki kemampuan untuk menggantikan kolom traditional dan bertindak sebagai beban elemen untuk sebuah bangunan 4 lantai.
2.2.2
Double Panel M-System Double Panel dapat didefinisikan sebagai dinding penahan beban menggantikan kolom tradisional. Ruang udara antara kedua panel Superfoam diisi dengan beton guna meningkatkan kekuatan struktur yang dibutuhkan. Panel-panel ganda dapat digunakan untuk membangun gedung-gedung bertingkat hingga mencapai ketinggian 20 lantai.
2.2.3
M-Roof Panel atap memberikan solusi alternatif yang lebih ringan dibanding sistem atap tradisional. Penggunaan M-Roof akan melindungi struktur bangunan dari suhu luar.
2.2.4
M-Stair Panel tangga ini digunakan untuk konstruksi anak tangga dan tergolong bahan yang ringan dan memiliki kekuatan struktur. Semua tangga II-2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
M-System dilengkapi dengan pembesian balok penguat yang dicor dengan beton didalam badan Superfoam. Tangga M-System ini dapat dipasang sampai bentangan 6 meter panjang. 2.2.5
M-Floor M-Floor digunakan dengan tujuan mengurangi beban struktur dan dilengkapi dengan balok penguat beton bertulang. Dengan memilih menggunakan M-Floor, maka akan ada pengurangan stres
yang
ditransmisikan dari elemen horizontal (lantai) ke struktur vertikal (kolom) sehingga sangant aman pada saat terjadi gempa bumi. M-Floor
ini
memiliki berat struktur 33% lebih ringan dari pada jenis struktur lantai konvensional. 2.3
Kelebihan- kelebihan Dinding M-System 2.3.1
Teknologi M-System
M-System memberilkan solusi bagi pembangunan rumah tahan gempa, Berikut adalah hal yang membedakannya dengan bangunan system konvensional. Tingkat Kejadian gempa bumi yang meningkat diberbagai daerah dan menyebabkan kerusakan di dekade lalu menunjukan pentingnya membangun bangunan dengan struktur yang tahan gempa. Bagi bangunan rumah yang dibangun dengan cara konvesional, untuk dapat menahan gempa, diperlukan peningkatan Faktor Keamanan agar menjadi bangunan Tahan Gempa. Peningkatan faktor keamanan tersebut membuat struktur menjadi lebih besar dan berat yang pada gilirannya berimbas pada meningkatnya biaya. Bangunan M-System II-3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
tetap kuat bertahan ketika terkena dampak dari gempa bumi. M-System telah diuji dilaboratorium di Italia dalam hal kemampuannya menahan getaran dengan besaran setara gempa sampai 8.0 Skala Richter tanpa mengalami kerusakan.
M-System merupakan sistem tahan gempa, ringan dan mempunyai sifat insulasi suara serta panas. Berikut adalah fakta-fakta yang menunjukkan M-System merupakan bahan bangunan yang lebih unggul. Selain sebagai sistem yang inovatif, M-System adalah produk berkualitas tinggi karena memiliki kekuatan struktural, namun juga ringan. Sedemikian ringannya panel M-System sehingga dapat mengurangi berat komponen struktur secara signifikan, yang pada gilirannya dapat mengurangi biaya pembuatan pondasi. M-System membutuhkan volume beton yang jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan
sistem
konvensional
yang
sekelasnya
dikarenakan ketebalan lapisan beton yang diperlukn hanya 2.5 sampai 5 cm. Untuk Panel dinding standar hanya diperlukan jenis Mortar Beton yang tebuat dari semen dan pasir.
M-Systemadalah produk ramah lingkungan. M-System adalah Produk ramah lingkungan. Karena menggunakan bahan material yang lebih sedikit (semen, pasir, agregat kasar, kayu, dll), dan efisiensi energi, karena rumah yang dibangun dengan bahan ini, energi yang hilang cenderung lebih kecil dikarenakan bahan MII-4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
System memiliki daya konduksi yang rendah, serta tidak mencemari lingkungan, karena superfoam dapat didaur ulang menjadi superfoam baru. Superfoam juga tidak rentan terhadap serangan rayap dan sangat aman untuk manusia.
M-System digunakan untuk gedung bertingkat dan tidak terbatas pada rumah tinggal saja. M-System merupakan jenis material yang serbaguna, dengan teknik yangsangat tinggi dan penggunaanteknologi mutakir, sistim ini dapat digunakan untuk hampir semua jenis bangunan. M-System adalah bahan bangunan yang sangat bagus untuk pembangunan rumah tinggal, dan juga untuk bangunan bertingkat . Gedung yang dibangun dengan menggunakan M-System dapat mencapai 20 lantai tanpa menggunakan kolum konvensional. Panel M-System dapat digunakan sebagai Dinding Exterior (Façade) ataupun sebagai dinding partisi sampai dengan ketinggian bangunan berapa lantaipun.
2.4
Peralatan yang digunakan 2.4.1
Bolt Cutter (Alat Potong Besi) Bolt Cutterbiasa digunakan untuk memotong tembikar kawat baja yang terdapat pada Panel M-System sesuai dengan bentuk yang diinginkan atau sesuai dengan dimensi yang dibutuhkan di lapangan.
2.4.2
Pincers (Gegep)
II-5 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pincers digunakan untuk mengikat tembikar kawat baja satu dengan tembikar kawat baja yang lain menggunakan bahan material kawat bendrat pada saat penyambungan Panel M-System. 2.4.3
Hand Held Mortar Sprayer (Alat semprot beton) Hand Held Mortar Sprayer digunakan untuk menyemprotkan beton ke Panel M-System, sehubungan dengan ukurannya yang tidak besar dan hanya bisa menampung beton bervolume sedang biasanya alat ini di pergunakan untuk proyek kecil yang volume pekerjaannya tidak terlalu besar.
2.4.4
Turbosol (Alat semprot beton) Turbosol juga digunakan untuk menyemprotkan beton ke Panel MSystem, karna Turbosol dapat menampung beton cukup banyak sehingga Turbosol biasa dipakai untuk proyek-proyek menengah keatas yang volume pekerjaannya lebih besar.
2.4.5
Roskam Roskam biasa digunakan untuk pekerjaan pengacian dinding.
2.4.6
Water pass Water pass biasa digunakan untuk mengontrol kerataan atau kemiringan pada dinding.
2.5
Macam-macam Sambungan 2.5.1
Plane Mesh Di M-System Plane Mesh adalah merupakan salah satu material yang dipergunakan untuk sambungan Panel M-System yang berbentuk II-6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
lurus atau datar. Biasanya Plane Mesh dipakai untuk penyambungan dikala ketinggian atau lebar panel belum sesuai dengan yang di inginkan. 2.5.2
L-Mesh L-Mesh adalah merupakan salah satu material yang dipergunakan untuk sambungan Panel M-System yang berbentuk “L” atau siku. Biasanya L-Mesh dipakai untuk penyambungan dikala berada di posisi sudutan.
2.5.3
U-Mesh U-Mesh adalah merupakan salah satu material yang dipergunakan untuk sambungan Panel M-System yang berbentuk “U”. Biasanya U-Mesh dipakai untuk penyambungan dikala berada di posisi atas dinding atau bisa di fungsikan sebagai ring balok pada dinding M-System, Pada opening juga di perlukan yang fungsinya bisa untuk menggantikan kolom praktis.
2.6
Proses Pengerjaan Dinding M-System Single Panel M-System secara umum lebih mudah untuk dikerjakan dibanding dengan sistem konvensional yang menggunakan batu bata atau bata beton ringan. Siapapun dapat membangun dengan menggunakan M-System, cukup dengan cara mengikuti pengarahan dan pelatihan singkat yang berikan dengan senang hati oleh perusahaan yang memproduksinya. Pengenalan dan pemahaman metoda Shocreting adalah kunci keberhasilan dalam pelaksanaan konstruksi dengan M-System. Dikarenakan ringannya Panel M-System, menjadikannya mudah untuk
dipindahkan, tanpa
diperlukan alat berat. Kemudahan membangun dengan M-Sytem memungkinkan penghematan waktu konstruksi yang signifikan secara keseluruhan. 2.6.1
Marking (Pengukuran Area) II-7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Langkah pertama adalah Marking atau mengukur dan menandai lokasi yang akan di pasangkan panel M-System beserta lokasi penempatan angkurnya. Tujuannyaagar penempatan Panel dan angkur tersebut sesuai dengan gambar yang sudah di rencanakan sebelumnya. 2.6.2
Pemasangan Angkur Setelah pekeerjaan Marking selesai lalu di teruskan pemasangan angkur telebih dahulu sesuai dengan titik ukuran yang telah diberikan pada saat marking agar ketika pemasangan Panel M-System dilakukan tidak mengalami kesulitan.
2.6.3
Pemasangan Panel M-System Pemasangan Panel M-System dapat segera dilakukan setelah pemasangan angkur selesai. Pada saat penyambungan panel disarankan agar memakai material penyambung tambahan yang di ikat kuat dengan kawat bendrat yaitu Wire Mesh, L-Mesh atau U-Mesh sesuai dengan fungsinya masing-masing agar mendapatkan hasil ya terbaik pada akhir pengerjaan.
2.6.4
Cek Vertikal Panel (Verticality) Ketika pemasangan telah selesai dilakukan, selanjutnya diadakan pengecekan kelurusan Panel M-System ( Verticality ) agar kita bisa mendapatkan hasil dinding yang bagus dan tegak lurus atau sesuai dengan keinginan dengan bentuk yang berliku-liku.
2.6.5
Instalasi ME Pekerjaan Instalasi ME ini dapat dilakukan dengan mudahnya setelah pemasangan dan cek vertikal Panel M-System telah selesai. Instalasi II-8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
ini bisa dikatakan mudah karena disini tidak memerlukan pekerjaan pembobokan, hanya cukup menggunting mesh dan mencoak superform yang ada dengan waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan pekerjaan pembobokan. 2.6.6
Shotcreting Dasar Shotcreting Dasar ini sangat penting dan harus dilakukan, karena Panel M-System ini adalah superform yang berbahan dasar polistirena. Shotcreting Dasar ini relatif lebih tipis dibandingkan Shotcreting Finish karna fungsi dari Shotcreting Dasar tersebut adalah untuk membuat permukaan Panel M-System ini menjadi permukaan yang kasar agar terciptanya rekatan beton yang baik ketika Shotcreting Finish pada Panel M-System tersebut dilakukan.
2.6.7
Curing Curing merupakan suatu usaha perawatan beton setelah beton selesai disemprotkan. Perawatan beton wajib dilakukan karena bertujuan untuk menjaga kelembaban dan temperatur yang diperlukan bagi semen untuk melakukan proses hidrasi dengan sempurna. Dan Curing juga berfungsi
untuk
menghilangkan
debu-debu
yang menempel
pada
Shotcreting Dasar agar ketika Shotcreting Finish dilakukan debu-debu tersebut tidak mempengaruhi daya rekat Shotcreting
Dasar dengan
Shotcreting Finish. 2.6.8
Shotcreting Finish Lakukan Shotcreting Finish setelah Shotcreting Dasar kering dan sudah di Curing. Shotcreting Finish disemprotkan sampai mencapai II-9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
ketebalan 2.5 - 5cm sesuai dengan prencanaan yang telah di buat sebelumnya. Lalu ratakan dengan jidar seperti biasa. 2.6.9
Pengacian Dinding Pekerjaan Pengacian dinding bisa dilakukan setelah pekerjaan Shotcreting Finish selesai dengan kondisi rata dan kering.
2.7
Komponen-komponen dinding Konvensional 2.7.1
Bata Konvensional Bata konvensional memiliki bahan dasar berupa tanah liat (lempung) yang digunakan sebagaisalah satu bahan bangunan yang menjadi komponen utama dalam sebuah sruktur bangunan,terutama kontruksi dinding. Proses pembuatan batu bata ini dapat dilakukan secara tradisional (manual) atau secara mekanis (di pabrik). Karena pembuatan batu bata yang manual, ukuranmaupun bentuk tekstur dari batu bata tersebut dapat beranekan ragam. a.
Definisi Bata Konvensional Beberapa pengertian batu bata, yaitu : Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia, terdapat dua definisi batu bata : 1)
Bahan bangunan dari tanah liat dan mineral mineral yang dibentuk dalam ukurantertentu. Setelah melewati proses pengeringan bata itu dibakar dalam tungku untuk membuatnya kuat, tahan lama, dan menarik.
II-10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2)
Bahan bangunan yang keras, tahan api, tahan terhaap pelepukan, dan cukup murah,sehingga berperan penting dalam membuat dinding, lantai, trotoar dan laian-laian.Menurut ³Bta Merah Sebagai Bahan Bangunan NI-10´, definisi batu bata adalah : Suatuunsur bangunan, yang diperuntukan pembutan konstruksi bangunan dan dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan ±bahan lain.
b.
Batu bata pada umumnya memiliki spesifikasi sebagai berikut : Tabel 2.1 Spesifikasi Batu Bata
2.8
Panjang
17-23 cm
Lebar
7-11 cm
Tebal
3-5 cm
Berat jenis Normal
1500 (Kg/m³)
Ketahanan terhadap api
2
jam
Jenis jenis Bata Konvensional Berdasarkan kegunaan dari bata konvensional ini, ada beberapa jenis menurut Ensiklopedia Nasional Indonesi, yaitu : 2.8.1
Common brick (Bata Biasa) Batu bata yang terbuat dari tanah liat.Tanah liat dibentuk dengan cetakan dikeringkan.Kemudian dibakar pada suhu yang relative rendah. Proses pembakaran ini menyebabkanbata menjadi kasar. Bata biasa II-11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
digunakan di bagian dalam struktur, kemudian ditutupdengan lapisan plester atau bata muka. Bata ini berwarna merah karena besi di dalamtanah liat mengalami oksidasi ketika dibakar. Bila kandungan besinya sedikit, bata ituakan berwarna jingga atau kuning. 2.8.2
Face brick (Bata Muka) Batu bata yang digunakan untuk menutup muka dinding. Baik bagian luar/eksterior maupun interior bangunan. Dalam aplikasi arsitektur, ukuran, warna d
an tekstur bata inidiperhatikan. Meskipun kadang kadang
hanya untuk dekorasi, bata ini harus tahanterhadap perubahan suhu. 2.8.3
Calsium Silicate brick (Bata kalsium silikat) Batu bata yang terbuat dari campuran pasir dan kapur, dengan perbandingan 10:1. Bata initidak sekuat bata yang terbuat dari tanah liat.
2.8.4
Fire Brick (Bata Api) Merupakan salahg satu jenis batu bata yang terbuat dari tanah liat bakar, dengan bahantambahan silika dan alumina yang tahan terhadap panas lebih tinggi dibandingkan dengandengan bata konvensional. Bata api di bidang konstruksi digunakan untuk elemenbangunana seperti dinding untuk tangga darurat. Bata api ini dapat bertahan lama biladigunakan dibawah suhu maksimal ketahanan dari bata api tersebut. Bata api ini hanyaperlu diganti apabila sudah terjadi keretakan atau bahkan kerusakan.
2.9
Kelebihan- kelebihan Dinding Konvensional
Kedap air, sehingga jarang terjadi rembesan pada dinding akibat air hujan.
Kuat dan tahan lama.
II-12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dapat menyerap panas pada musim panas dan menyerap dingin pada musim dingin.
Merupakan bhan tahan panas dan dapat menjadi perlindungan terhadap api/kebakaran.
Tidak memerlukan keahlian khusus untuk memasang bata.
Ukurannya yang kecil memudahkan untuk pengangkutan untuk jumlah kecil ataumembentuk bidang-bidang yang kecil.
2.10
Murah dan mudah ditemukan.
Kekurangan –kekuranganDinding Konvensional
Waktu pemasangan lebih lama dibandingkan bahan dinding lainnya.
Tidak tahan terhadap perubahan suhu yang besar.
Batu bata menimbulkan beban yang cukup besar pada sruktur bangunan.
Sulit untuk membuat pasangan bata yang rapi sehingga dibuthkan plesteran yangcukup tebal untuk tebal untuk menghasilkan dinding yang cukup rata.
Kualitas yang beragam dan ukuran yang jarang sama membuat sisa material dapat lebih banyak.
2.11
Peralatan yang di gunakan
Sendok Semen Sendok Semen biasa digunakan untuk menaruh adukan/mortar pada bata yang akan di susun dan juga digunakan untuk pekerjaan plesteran.
Roskam Roskam biasa digunakan untuk pekerjaan pengacian dinding.
II-13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Water pass Water pass biasa digunakan untuk mengontrol kerataan atau kemiringan pada pasangan bata.
2.12
Proses Pengerjaan Dinding Konvensional Pemasangan Batu Bata ini memerlukan Ketelitian Pengukuran dan Kerapian Pekerjan yang tinggi, jadi sebaiknya dilakukan oleh Pekerja yang benarbenar mahir. Karena ini berdampak langsung pada kerapian Rumah atau Gedung. 2.12.1
Marking (Pengukuran Area) Langkah pertama adalah Marking atau mengukur dan menandai lokasi yang akan di pasangkan bata konvensional, Atau biasa dibantu dengan benang pada waktu pemasangannya agar kelurusan dan kerataan tetap terjaga.
2.12.2
Pemasangan Bata Pemasangan bata ini harus dilakukan secara bertahap dan setiap satu baris pasangan harus selalu dikontrol oleh benang.Beri Space/Jarak pada setiap perjumpaan Batu bata dengan Besi Kolom Praktis, sebaiknya berjarak minimal 2,5cm s/d 3cm, agar Pengecoran Kolom Praktis tersebut nanti dapat dilakukan dengan baik dan padat.
2.12.3
Pengecoran Kolom Praktis Lakukan Pengecoran Kolom Praktis, pada setiap ketinggian tertentu, kira-kira 1,2m s/d 1,5m tinggi pasangan batu bata, sebelum melanjutkan pasangan batu bata diatasnya (ukuran ini bervariasi sesuai dengan karakteristik batu bata tersebut). Hal ini untuk mencegah ambruk atau rubuhnya pasangan batu bata tersebut jika nanti dilanjutkan dengan II-14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pemasangan batubata diatasnya.Pengecoran Kolom Praktis ini sebaiknya dilakukan pada saat pasangan batu bata telah mengering (dicor keesokan harinya). 2.12.4
Instalsi ME Instalasi ME ini baik dilakukan sebelum pekerjaan pelesteran, dikarnakan instalasi ME ini harus melakukan pembobokan terhadap pasangan bata yang telah selsai terpasang, jadi fungsinya adalah agar pengeringan plesteran bisa terjadi bersamaan sehingga disetiap area ME tidak terjadi keretakan akibat pelesteran susulan.
2.12.5
Plester
Memastikan pemasangan batu bata benar-benar tegak dan rata agar mudah dan tidak terjadi pemborosan pada sisi tebal tipis plesteran.
Menunggu minimal dua hari setelah pemasangan batu bata selesai, hal ini untuk memberikan waktu bagi semen agar mengering sempurna. terlalu cepat melakukan pekerjaan plesteran dapat menyebabkan dinding retak-retak dikemudian hari.
Menyaring terlebih dahulu material pasir yang akan digunakan untuk memplester, sehingga butiran kerikil besar tidak mengganggu saat plesteran berlangsung.
Membuat adukan untuk plesteran dari bahan pasir, semen dan air dengan campuran secukupnya, tidak terlalu cair atau padat agar mudah digunakan saat memplester tembok.
II-15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menyiram terlebih dahulu tembok yang akan diplester, hal ini berfungsi agar dinding tidak banyak menyerap air semen.
Membuat kepalaan plesteran, untuk mengatur ketegakan dan kedataran secara horizontal dan vertikal, kepalaan juga berfungsi untuk pengukur ketebalan plesteran.
Pekerjaan plesteran dapat dilakukan dengan cara menempelkan adukan pada dinding menggunakan cetok lalu meratakanya dengan alat roskam atau jidar.
Kedataran ,ketegakan dan kepadatan plesteran perlu dipantau setiap saat agar hasil akhirnya benar-benar bagus sesuai harapan.
Setelah plesteran selesai perlu dilakukan penyiraman agar tidak terlalu cepat mengering sehingga berpotensi menyebabkan keretakan dinding.
Plesteran dinding perlu didiamkan beberapa waktu agar`mengering sempurna sebelum dilakukan pekerjaan acian.
2.12.6
Pengacian Dinding Pekerjaan Pengacian dinding bisa dilakukan setelah pekerjaan Plesteran
selesai dengan kondisi rata dan kering. 2.13
Produktivitas Produktivitas didefinisikan sebagai rasio antara output dengan input,atau rasio antara hasil produksidengan total sumber daya yang di gunakan.Dalam proyek konstruksi, rasio produktivitas adalah nilai yang diukur selama proses konstrusi, dapat dipisahkan menjadi biaya tenaga kerja, material, uang, metoda dan alat. II-16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sukses dan tidaknya proyek konstrusi tergantung pada efektifitas pengelolaan sumber daya. Sumber
daya
yang
digunakan
selama
proses
konstruksi
adalah
material,machines, men, method, money. Penggunaan material dalam proses konstruksi secara efektif sangat bergantung pada desain yang di kehendaki dari suatu bangunan. Penghematan material dapat dilakukan pada tahap penyediaan, handling dan processing selama waktu konstruksi. Pemilihan alat yang tepat akan mempengaruhi kecepatan proses konstruksi, pemindahan atau distribusi material dengan cepat, baik arah horizontal maupun vertical. 2.13.1 Proyek konstrusi vs Manufaktur Karakter industry proyek konstruksi tidak dapat disamakan dengan manufaktur. Keduanya seolah-olah sama sehingga tidak jarang teknik dan cara-cara untuk meningkatkan produktivitas di manufaktur mengalami kegagalan dalam usaha menaikan produktivitas pekerjaannya manakala menerapkan konsep-konsep yang sering di aplikasikan dalam manufaktur. Pada kenyataannya, Proyek konstruksi tidak dapat disamakan dengan manufaktur mengingat keunikan yang dimilikinya.
Proyek konstruksi terbatas waktu. Sebagai konsekuensinya adalah pihak manajemen harus segera menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin dan tidak ada cukup waktu untuk mengadakan rekonstruksi sebelum proyeknya diselesaikan. Hal lainnya adalah setiap jadwal dan rancangan kegiatan hanya dapat digunakan satu kali.
II-17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Lokasi bekerja bersifat sementara. Berbeda dengan manufaktur yang lokasi produksinya bersifat tetep. Para pekerja manufaktur bersifat tetap (misalnya pekerja kontrak) dengan pekerjaan yang selalu sama setiap harinya sehingga akan lebih cepat mencapai tingkat produktivitas yang diharapkan, sedangkan pekerja proyek konstruksi berpindah dari satu tempat ketempat yang lain. Bahkan, disetiap proyek konstrusi, pekerjanya selalu berganti. Sehingga untuk mencapai tingkat produktivitas yang ditentukan relatif membutuhkan waktu yang panjang.
Hasil Produksi selalu berbeda. Hasil produksi merupakan perwujudan dari sebuah perencanaan dan selalu berbeda dari lokasi proyek satu dengan yang lain sehingga kebutuhan alat yang akan digunakan tidak dapat ditentukan, kecuali pekerjaan yang sifatnya berulang misalanya mengelas.
Proyek konstruksi merupakan perintis. Pembangunan berbagai fasilitas baik infrastruktur maupun yang lainnya selalu diawali dengan pekerjaan konstruksi. Sebagai contoh, manakala investor berniat membangun pabrik didaerah tertentu maka yang pertama dilakukan adalah membuat infrastruktur yang berupa jalan dan jembatan. Setelah selesai, semua fasilitas lain yang dibutuhkan dipasang (mesin-mesin).
Dibutuhkan tenaga terlatih. Pada umumnya, pekerja yang dibutuhkan di proyek konstruksi sebagian besar adalah tenaga terlatih dan sebagian kecil adalah tenaga
II-18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
kasar. Selain itu, dibutuhkan beberapa kelompok pekerja yang bekerja secara berurutan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Terpengaruh cuaca. Pada umumnya, pekerjaan proyek konstruksi dilaksanakan diluar sehingga sangat dipengaruhi oleh cuaca, panas, hujan, dingin.
Bersekala besar. Umumnya, proyek konstruksi tidak praktis dan membutuhkan peralatan berat yang menuntut sejumlah waktu untuk memasang dan memindahkannya.
Pemilik terlibat dalam proses konstruksi. Pemilik proyek selalu terlibat dalam proses merealisasikannya. Baik secara langsung ataupun tidak, bila diwakili oleh institusi atau perseorangan yang ditugaskan oleh pemilik proyek.
2.13.2 Produktivitas dalam proyek konstruksi Salah satu pendekatan manajemen yang digunakan untuk mempelajari produktivitas kerja adalah work study dan work measurement. Metoda ini secara sistematik dapat digunakan untuk mengetahui dan memperbaiki / meningkatkan kinerja penggunaan sumberdaya dalam proyek. Work study adalah teknik manajemen yang bertujuan meningkatkan produktivitas dengan cara menyempurnakan penggunaan sumber daya secara tepat. Work study dapat diaplikasikan dalam beberapa kasus. Pada umumnya, harapan yang ingin di capai adalah sebagai berikut:
Menentukan metoda konstruksi yang tepat dalam suatu proses produksi.
II-19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menyempurnakan penggunaan metoda pelaksanaan dengan cara mengeliminasi kegiatan yang tidak diperlukan, mengoptimalkan penggunaan pekerja, alat dan material.
Meningkatkan produktivitas dari suatu kegiatan.
Method Study Fungsi utama Method Study adalah memberikan informasi yang cukup sebagai dasar pengambilan keputusan tentang metoda yang akan digunakan, dengan cara melakukan analisis secara sisteatis terhadap berbagai alternative metoda, sehingga penggunaan sumber daya secara optimum dapat tercapai.
Work Measurement Setiap
metoda
yang
dipilih
untuk
digunakan
dalam
melaksanakan proyek konstruksi harus diyakinkan mengenai manfaat dan efisiensinya. Proses evaluasi manfaat ini dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya adalah waktu. Waktu adalah merupakan salah satu kendala dalam proyek konstruksi selain kendala lainya, yaitu kendala
biaya
dan
mutu.
Ketepatan
dan
kecepatan
dalam
melaksanakan pekerjaan dengan menggunakan setiap metoda tertentu harus selalu dievaluasi. Salah satu metoda yang dapat digunakan untuk mendapatkan waktu kerja dari sebuah metoda adalah menggunakan time study
Crew Balance Chart Proses pelaksanaan kcgiatan dalam proyek konstruksi sebagian besar menggunakan peralatan. Pendataan pemanfaatan alat dan pekerja sebaiknya dilakukan setiap hari karena hal ini akan digunakan sebagai basis II-20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pemberian upah. Selain itu, data ini dapat dimanfaatkan untuk proses evaluasi kinerja (efektivitas dan efisiensi). Data pekerja dan alat ini nantinya diubahlditampilkan dalam bentuk diagram yang disebut crew-balance
chart. Pembentukan crew-balallce chart diawali dengan pencatatan waktu kerja untuk setiap pekerja dan alat yang digunakan (metoda time study). Kernudian, hasil pcndataan ini dimanfaatkan untuk menentukan waktu yang dikonsurnsi oleh seriap pekerja dan alat. Penggunaan video kamera selarna pencatatun data rnerupakan ahematif yang patut dipcrtirnbangkan mengingal hal ini dapat menunjukkan aliran pekerja, material dan alat. Keuntungan lainnyu adulah film yang dihasi lkan bisa diccrrnati oleh beberapa orang dan pcrhitungan waktunya dapat lebih real karcna dapat dilakukan dt dalam ruangan dan diulang-ulang sesuai kcbutuhan. Pertimbangan lainnya adalah (I) tingkat akurasi yang lebih baik dalarn mendapatkan waktu standar, discbabkan oleh pencatatan waktu dapat dilakukan dalam ruangan dan dapat diulang-ulang pada setiap kegiatan sesuai kebutuhan, (2) pengamatan untuk setiap kegiatan masing-rnasing pekerja dapat dihitung lebih baik dalam setiap pekerjaan, (3) pemisahan kegialan dalarn mcnentukan waktu standar dapat dilakukan sesuai pemisahan kegiatan.
Crew-balance chart digambarkan berupa "batang vertikal" yang merepresentasikan setiap pekerja atau peralatan yang digunakan. Ordinat mereprescntasikan waktu yang dibutuhkan untuk mclaksanakan pekerjaan, "Batang vertikal" dibagi menjadi beberapa bagian yaitu (waktu kegiaran, waktu idle. waktu yang tidak efisien. waktu yang tidak produktif).
II-21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Implementasi Crew Balance Chart Contoh 1 : Sebagai contoh, diambil kegiatan pembuatan kolom bulat pada sebuah proyek konstruksi. Diawali dengan menghitung besarnya waktu dasar yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan. Jenis kegiatan yang dapat dipisahkan akan dihitung tersendiri waktu dasarnya. Adapun pemisahan jenis kegiatannya adalah sebagai berikut:
Penentuan As Kolom Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan posisi kolom sesuai
yang direncanakan dalam gambar rencana. Penentuan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menggunakan alat bantu theodolite ataupun bila titik simpanan telah diperoleh maka dapat digunakan meteran. Pelaksanaan kegiatan ini membutuhkan dua orang pekerja, pekerja 1 dan pekerja 2. Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan, diperoleh data bahwa waktu dasarnya adalah 5 menit 3 detik. Tingkat kinerja kedua pekerja cukup baik karena dalam melaksanakan kegiatannya hamper tidak pernah “menganggur”.
Pemasangan Tulangan Pokok Kolom Pada pekerjaan ini, jumlah tulangan pokok yang digunakan
adalah 24 buah diameter 22 mm. Pekerjaan ini dilakukan oleh dua orang pekerja, pekerja 1, berada diketinggian setengah dari tinggi kolom, dimana pada elevasi ini merupakan letak sambungan tulangan pokok dengan lantai diatasnya. Pekerja 2, berada diketinggian bagian atas kolom memegang tulangan pokok saat pekerja 1 mengikat tulangan pokok dengan tu1angan pokok lama. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan ini 39 menit II-22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
53 detik. Kinerja pekerja1dan cukup baik jika ditinjau dari persentase waktu tidak produktif sebesar 4,43%. Waktu tidak produktif untuk pekerja 1 ada1ah 1 menit 46 detik.
Pernasangan Tulangan Spiral Pencatatan waktu dasar pemasangan tulangan spiral dimulai
sejak pekerja mulai menyelipkan tulangan yang telah dibentuk melingkar ke dalam tulangan pokok. Pada awalnya, tulangan ini diselipkan di antara tulangan pokok secara melingkar agar seluruh gulungan dapat masuk dalam tulangan pokok. Cara ini dilakukan karena timbul kesulitan apabila tulangan spiral harus dimasukkan melalui pokok (rnengingat berat dan ketinggiannya). Panjang tulangan spiral setiap bagian yang diselipkan ke dalarn tulangan pokok ditentukan. Ukuran yang terlalu panjang akan menyulitkan dalam pemasangannya. Jumlah pekerja yang terlibat dalam pelaksanaanya kegiatan ini sebanyak dua orang. Pekerja 1, dengan waktu tidak.produtif sebesar 14 menit 22 detik. Pekerja 2, dengan waktu tidak produktif sebesar 13 menit 52 detik.
Kegiatan Pemasangan Bekisting Bekisting yang digunakan dalarn pembentukan kolom ini
berbentuk setengah lingkaran. Material yang digunakan adalah besi yang dilengkapi dengan beberapa lubang pada sisi-sisinya sebagai tempat untuk melekatkan dengan menggunakan mur dan baut. Kegiatan erection kedua bagian bekisting ini mernbutuhkan dua pekerja. Pekerja 1, dengan kebutuhan waktu dasar sebesar 54 menit 53 detik,
II-23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
waktu tidak produktifnya adalah 1 menit 55 detik. Pekerja 2, dengan kebutuhan waktu dasar sebesar 54 menit 46 detik, waktu tidak produktifnya adalah 5 menit 26 detik, Perbedaan waktu antara kedua pekerja terjadi karena masingmasing pekerja mempunyai peran sendiri.
Kegiatan Pengecoran Beton
Asumsi yang digunakan dalam mendata waktu dasar pekerjaan pengecoran kolom adalah semua peralatan yang dibutuhkan telah siap pada posisinya. Peralatan concrete pump dan truck mixer telah diposisikan pada lokasi masing-rnasing. Kegiatan ini membutuhkan empat pekerja untuk setiap pengecoran sebuah kolom. Pekerja 1 bertugas memasang lampu penerangan dan sesudahnya mernasang tal cor. Total waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan ini adalah 13 menit detik dengan waktu tidak produktif 3 menit 31 detik. Pekerja 2, bertu memasang lampu dan rnernosisikan pipa trerni. Total waktu dibutuhkan untuk kegiatan ini adalah 13 menit 23 detik dengan k produktif 4 menit 53 detik. Pekerja 3, bertugas mengoprasikan vibrator. Total waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan ini adalah 14 menit 43 detik dengan waktu tidak produktiv 2 menit 24 detik. Pekerja 4, bertugas memegang talang cord an memegang lampu penerangan. Total waktu untuk kegiatan ini adalah 12 menit 39 detik dengan waktu tidak produktif 1 menit 29 detik.
II-24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Rekapitulasi Waktu dasar Waktu dasar dari pekerjaan kolom bulat dimulai dari pengukuran as kolom sampai pengecoran kolom seperti pada Tabel 14.1. Waktu dasar yang dibutuhkan secara keseluruhan adalah 3 jam 25 menit 42,5 detik. Total waktu tidak poduktif sebesar 23 menit 38,5 detik. Waktu dasar terbesar adalah pelaksanaan kegiatan pemasangan tulangan spiral sebesar 1 jam 32 menit 25 detik, sedangkan waktu tidak produktif terbesar adalah kegiatan pemasangan tulangan spiral sebear 14 menit 07 detik. Persentase waktu tidak produktif adalah 11,49 % dan kegiatan yang terbesar yang dimiliki banyak waktu tidak produktif adalah pengecoran kolom dengan persentase sebesar 30,17 %
Tabel 2.2 Rekapitulasi waktu kegiatan
Waktu Dasar Observasi Rata-rata Pengukuran As 0:05:03 0:05:03 Kolom 0:05:03 Pemasangan 0:39:53 0:39:53 Tulangan pokok 0:39:53 . Pemasangan 1:32:25 1:32:25 Tulangan Spiral 1:32:25 Pemasangan 0:54:53 0:54:50 Bekisting 0:54:56 0:13:23 0:13:23 Pengecoran Beton 0:13:32 0:14:43 0:12:39 Waktu Total 3:25:43 Kegiatan
Waktu Tidak Produktif Observasi Rata-rata % 0:00:00 0:00:00 0.00% 0:00:00 0:01:46 0:01:46 4.43% 0:00:00 0:14:22 0:14:07 15.28% 0:13:52 0:01:55 0:03:41 6.72% 0:05:26 0:07:34 0:04:53 0:04:05 30.17% 0:02:24 0:01:29 0:23:39 11.50%
II-25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
6000 5000 4000 3000 2000
Waktu dasar
1000
Waktu tidak produktif
0
Gambar 2.1 Komparasi waktu dasar dengan waktu tidak produktif
Contoh 2 : Data utama dalam pembentukan crew balance chart adalah pengamatan terhadap kegiatan kelompok pekerja dalam melaksanakan jenis pekerjaan. Pelaksanaan pekerjaan akan dikaji cfekrivirasnya (berdasarkan jurnlah pekerja yang mengerjakan kegiaran tersebut) dengan rncnggunakan crew balance chart, Masih berkaitan dengan Contoh l-, dengan mencermati Tabel 2.2, tarnpak bahwa persentase waktu tidak produktif adalah kegiatan pengecoran beton sebesar 30,17%. Dengan demikian, sudah sepatutnya efektivitas kegiatan ini ditinjau menggunakan crew balance chart, Namun demikian, setiap kegiatan akan dipetakan dalam crew balance chart. Berdasarkan pemisahan kcgiatan dari setiap pekerja dan nilai dalam crew balance chart, dapat dilihat secara langsung sumber daya yang kurang efisien dalam pelaksanaan suatu kegiatan dan dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan. II-26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pengukuran As Kolom Kegiatan pengukuran as kolom dalam proyek ini dinilai cukup efisien dalam penggunaan waktu kerja, di mana pekerja tidak rnelakukan kegiatan lain selain melakukan pengukuran hingga selesai.
Pemasangan Tulangan Pokok . lmplementasi kegiatan pemasangan tulangan pokok dalam crew balance chart dinilai cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya kemungkinan untuk mcrnanfaatkan waktu yang tidak produktif dari kedua
pekerja. -Masing-masing pekerja
melaksanakan pekerjaannya sesuai peran masing-rnasing. Pekerja I mempunyai tugas mengikat tulangan pokok yang telah rerpasang dengan tulangan pokok yang baru. Pekerja 2 mernpunyai tugas mernegang tulangan pokok yang baru agar pekerja I dapat rnengikat keduanya dengan baik. Dalam Garnbar 2.1, tidak terdapat celah waktu ya ng dapat dimarnpatkan dengan tujuan mengurangi jumlah pekerja. Hal ini dikarenakan jumlah pekerja minimum untuk melaksanakan pekerjaan ini adalah dua pekerja. Kegiatan ini hanya dapat ditingkatkan efisiensi waktunya saja. Melihat waktu tidak produktif kedua pekerja sebesar 4,43% dari waktu total yang dibutuhkan, dapat disimpulkan bahwa besarnya waktu tersebut masih dalam batas toleransi. Pernyataan ini didasarkan bahwa secara rasional tidak ada pekerja yang bekerja penuh dengan II-27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pekerjaannya tanpa berhenti sejenak, baik untuk menyalakan rokok, melihat sesuatu kejadian dilokasi pekerjaan dan lain sebagainya.
Gambar 2.2 Crew Balance Chart Pemasangan Tulangan Pokok
Pemasangan Tulangan Spiral Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan ini adalah yang terlama dibandingkan kegiatan lain. Setelah persentase kegiatan ini digarnbarkan dalam crew balance chart, dapat disimpulkan bahwa pengurangan jumlah pekerja untuk kcgiatan ini tidak dapat dilakukan mengingat jumlah dua pekerja merupakan jumlah minimum. Hal yang dapat ditingkatkan adalah efisiensi pekerja saja. Besarnya waktu tidak produktif adalah 15,28% dari total waktu yang dibutuhkan untuk pemasangan tulangan spiral. II-28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.3 Crew Balance Chart Pemasangan Tulangan Spiral
Pemasangan Bekisting Implementasi kegiatan ini dalam crew balance chart dinilai cukup baik, yang ditunjukkan dengan tidak adanya kemungkinan untuk memanfaatkan waktu yang tidak produktif dari kedua pekerja, Masing-rnasing pekerja melaksanakan pekerjaannya sesuai
peran
masing-masing.
Pekerja
1
dan
pekerja
2
mempunyai tugas bersama mengangkat bekisting ke posisi kolom. Kemudian dalam proses instalasi, pekerja I dan 2 bekcrja sama untuk mendirikan dan rnenyetel vertikalitasnya. Dalarn Gambar 2.3. tidak terdapat celah waktu yang dapat dimampatkan dengan tujuan mengurangi jumlah pckerja. Hal ini dikarenakan jumlah pekerja minimum untuk melaksanakan II-29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pekerjaan mi adalah dua pekerja. Kegiatan ini hanya dapat ditingkatkan efisiensi waktunya. Melihat waktu tidak produktif dari kedua pekerja sebesar 6,7% dari waktu total yang dibutuhkan, dapal disimpulkan bahwa besamya waktu tersebut masih dalam batas toleransi. Pernyataan ini didasarkan bahwa secara rasional tidak ada pekerja yang bekerja penuh dengan pekerjaannya tanpa berhenti sejenak, baik untuk menyalakan rokok dan lainnya.
Gambar 2.4 Crew Balance Chart Pemasangan Bekisting
II-30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Kegiatan Pengecoran Beton Implementasi kegiatan ini dalam crew balance chart dinilai kurang baik, yang ditunjukkan dengan adanya waktu yang tidak produktif dari pekerjanya. Selain hal tersebut, jumJah pekerja juga dapat disimpulkan tidak efisien. Dalam Gambar 2.3, dapat dicermati waktu kerja dari empat pekerja. Pekerja 1 mempunyai tugas pasang lampu, pasang pipa tremi dan pasang talang cor. Pekerja 2 mempunyai tugas pasang lampu dan pasang pipa trerni. Pekerja 3 mernpunyai tugas mengoperasikan vibrator dan pekerja 4 mempunyai tugas memegang Iampu dan talang cor. Dari keempat pekerja tersebut, pekerja 3 dan 4 mempunyai waktu tidak produktif yang paling besar, sebagian waktunya hanya berdiam diri saja. Pemanfaatan waktu dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah pekerja menjadi tiga pekerja. Penggabungan tugas dari pekerja empat ke pekerja tiga menjadi pilihan yang terbaik, Dengan kondisi ini pun, masih tersisa waktu tidak produktif Bila ditinjau dan jenis kegiatannya, jumlah tiga pekerja merupakan jumlah minimum untuk pekerjaan ini seperti pada gambar-gambar berikut.
Gambar 2.5 Crew Balance Chart Pengecoran Beton Tahap 1 II-31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.6 Crew Balance Chart Pengecoran Beton Tahap 2 Dari hasil tersebut di atas, dalarn pekerjaan kolorn dapat diperoleh garnbaran sebagai berikut:
Waktu tidak produktif untuk pekerjaan pengukuran as kolom adalah 0%, perna sang an tulangan pokok adalah 4,43%, pemasangan tulangan spiral adalah 15,28%, pemasangan bekisting adalah 6,7% dan pengecoran beton adalah 30,17%.
Berdasarkan irnplementasi crew balance chart, dapat disimpulkan bahwa dari kegiatan pekerjaan kolorn, yang tidak efisien adalah kegiatan pengecoran beton terutama dari jumJah pekerja yang terlibat di dalamnya. Khusus pekerjaan pengecoran beton, jumlah pekerja yang tcrlibat di dalamnya dapat direduksi dari 4 pekerja menjadi 3 pekerja (Iihat Gambar 2.3 dan 2.4). Dengan 3 pekerja, masih terlihat lebih dari 70% waktu yang belum termanfaatkan dengan baik.
II-32 http://digilib.mercubuana.ac.id/