BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Kelelahan Kerja a. Pengertian Kelelahan Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Maulidi, 2012). Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (Chesnal dkk, 2015). Istilah kelelahan menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh yang secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue (Budiono dkk, 2003). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelelahan merupakan suatu kondisi tubuh yang mengalami penurunan ketahanan tubuh dalam bekerja. b. Pengertian Kelelahan Kerja Kelelahan kerja merupakan salah satu sumber masalah bagi kesehatan dan keselamatan pekerja. Kelelahan dapat menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja yang akan berpeluang menimbulkan kecelakaan kerja. Tentu saja hal ini tidak dapat dibiarkan
6
7
begitu saja, karena tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan (Irma dkk, 2014). Menurut Nurmianto (2004) kelelahan kerja adalah kondisi seseorang mengalami penurunan performansi akibat dari perpanjangan kerja. Sedangkan menurut Setyawati (2010) kelelahan kerja adalah perasaan lelah, adanya penurunan kesiagaan dan respon total individu terhadap stress psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan kelelahan kerja itu cenderung menurunkan prestasi, motivasi serta penurunan produktivitas kerja karyawan. c. Fisiologi Kelelahan Menurut Santoso (2004) bahwa kelelahan terjadi akibat kontraksi otot rangka yang lama dan kuat, dimana proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supply energi yang dibutuhkan serta membuang sisa metabolisme, khususnya asam laktat. Jika asam laktat yang banyak terkumpul, otot akan kehilangan kemampuannya. Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen sehingga menyebabkan terjadinya kelelahan. Fisiologi kelelahan secara fisiologis tubuh manusia dapat diumpamakan
sebagai
suatu
mesin
yang
dalam
menjalankan
pekerjaannya membutuhkan bahan bakar sebagai sumber energi. Kelelahan dapat sebagai akibat akumulasi asam laktat di otot-otot disamping zat ini juga berada dalam aliran darah. Akumulasi asam laktat
8
dapat menyebabkan penurunan kerja otot-otot dan kemungkinan faktor saraf tepi dan sentral berpengaruh terhadap proses terjadinya kelelahan. Pada saat otot berkontraksi, glikogen diubah menjadi asam laktat dan asam ini merupakan produk yang dapat menghambat kontinuitas kerja otot sehingga terjadi kelelahan (Setyawati, 2010). d. Pembagian Kelelahan Menurut Suma’mur (2009) terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot ditandai antara lain oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja, yang penyebabnya adalah keadaan persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis. Akar masalah kelelahan umum adalah monotonnya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. Menurut Setyawati (2010) berdasarkan waktu terjadinya, kelelahan ada dua macam yaitu: 1) Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh karena secara berlebihan. 2) Kelelahan kronis, terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari dan berkepanjangan.
9
e. Gejala Kelelahan Kerja Menurut Budiono dkk (2003), kelelahan kerja memiliki gejala kelelahan secara subjektif dan objektif antara lain : 1) Perasaan lesu, ngantuk dan pusing; 2) Tidak atau kurang mampu berkonsentrasi; 3) Berkurangnya tingkat kewaspadaan; 4) Persepsi yang buruk dan lambat, 5) Tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja; 6) Menurunya kinerja jasmani dan rohani. Menurut Nurmianto (2004) perasaan adanya kelelahan kerja ditandai dengan berbagai kondisi antara lain: 1) Kelelahan visual (indera penglihatan), 2) Kelelahan seluruh tubuh, 3) Kelelahan mental, 4) Kelelahan urat syaraf, 5) Stres atau pikiran tegang 6) Rasa malas bekerja. f. Dampak Kelelahan Kerja Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi yang menurun, badan terasa tidak enak di samping semangat kerja yang menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja, sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri maupun perusahaanya karena adanya penurunan produktivitas
10
kerja. Kelelahan kerja terbukti memberikan kontribusi lebih dari 60% dalam kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja (Setyawati, 2010). g. Penyebab dan Faktor Kelelahan Kerja 1) Penyebab Kelelahan Kerja Menurut
Setyawati
(2010)
penyebab
kelelahan
kerja
umumnya berkaitan dengan a) Sifat pekerjaan yang monoton. b) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi. c) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan kerja lain yang tidak memadai. d) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik. e) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan gizi. f) Cicardian rhytm. 2) Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Menurut Atiqoh dkk (2014), bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja, antara lain : a) Faktor dari Dalam Individu (Faktor Internal) (1) Usia Usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang yang berakibat pada kelelahan. Salah satu indikator dari kapasitas kerja adalah kekuatan otot seseorang. Semakin tua usia seseorang, maka semakin menurun kekuatan
11
ototnya. Kekuatan otot yang dipengaruhi oleh umur akan berakibat pada kemampuan fisik tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya. Laki-laki maupun wanita pada umur sekitar 20 tahun merupakan puncak dari kekuatan otot seseorang, dan pada umur sekitar 50 – 60 tahun kekuatan otot mulai menurun sekitar 15 – 25% (Setyowati dkk, 2014). (2) Jenis Kelamin Perbedaan secara fisik antara jenis kelamin wanita dan laki-laki terletak pada ukuran tubuh dan kekuatan ototnya. Kekuatan otot wanita relatif kurang jika dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki. Kekuatan otot ini akan mempengaruhi kemampuan kerja seseorang yang merupakan penentu dari terjadinya kelelahan. Permasalahan wanita lebih kompleks dibandingkan laki-laki, salah satunya adalah haid. Wanita yang sedang mengalami haid cenderung cepat lelah dibandingkan wanita yang tidak mengalami haid (Suma’mur, 2009). (3) Status Gizi Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang pekerja dengan status gizi yang baik akan memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang lebih baik, sedangkan seorang pekerja dengan status gizi yang tidak baik akan memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang tidak baik juga (Budiono, 2003).
12
b) Faktor dari Luar Individu (Faktor Eksternal) (1) Sikap Kerja Hasil perbandingan antara kerja otot statis dan dinamis pada kondisi yang hampir sama, dihasilkan bahwa kerja otot statis mempunyai konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat, dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama (Atiqoh dkk, 2014). (2) Beban Kerja Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara proporsional sampai didapat kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan meningkatrnya kandungan asam laktat (Nurmianto, 2004). (3) Tekanan Panas Faktor lingkungan pekerjaan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kelelahan pada pekerja. Salah satu faktor lingkungan ditempat kerja adalah tekanan panas. Jika pekerja terpapar panas akan organ tubuh akan bekerja lebih keras untuk mengeluarkan kelebihan panas dari tubuh, sehingga
13
beban fisik yang diterima pekerja akan lebih besar dan pekerja akan mengalami kelelahan yang lebih cepat (Marif, 2013). (4). Penerangan Kondisi kerja dengan intensitas penerangan kurang pada umumnya tenaga kerja berupaya untuk dapat melihat pekerjaan
dengan
sebaik-baiknya
dapat
mengakibatkan
ketegangan mata, terjadi ketegangan otot dan saraf yang dapat menimbulkan kelelahan mata, kelelahan mental, sakit kepala, penurunan konsentrasi dan kecepatan berpikir, demikian juga kemampuan intelektual juga mengalami penurunan. Penyebaran cahaya yang berlebihan dapat menyebabkan kesilauan yang mengakibatkan retina mata terlalu peka terhadap cahaya yang berlebih sehingga timbul kelelahan (Setyowati, 2014). (5). Kebisingan Kebisingan merupakan faktor yang menyebabkan kelelahan kerja. Semakin tinggi intensitas kebisingan maka harus diperhatikan kelelahannya karena mempengaruhi kinerja dari kapasitas fisik seseorang. Pengendalian untuk mengurangi kelelahan pekerja yaitu dengan diberlakukannya rotasi kerja dan penggunaan alat pelindung telinga (ear plug) (Purbaningrum, 2015).
14
h. Pencegahan dan Penanggulangan Kelelahan Kerja Menurut Budiono dkk (2003) untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar : 1) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman bagi tenaga kerja. 2) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini dan menemukan solusi yang tepat. 3) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi. Menurut Setyawati (2010) kelelahan dapat dikurangi melalui program penanggulangan kelelahan kerja dengan kegiatan promosi kesehatan, pencegahan kelelahan kerja, pengobatan kelelahan kerja dan rehabilitasi kelelahan kerja, yang meliputi : 1) Primer Promosi kesehatan dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan berbagai pihak misalnya departemen tenaga kerja, deprtemen kesehatan, departemen perindustrian dan pihak-pihak lain baik dalam pemerintahan maupun pihak swasta seperti media masa dan organisasi pekerja. Promosi kesehatan dalam program penanggulangan kelelahan ini dapat dilakukan dengan penyuluhan kepada tenaga kerja. Materi
15
penyuluhan tentang kelelahan kerja, faktor-faktor penyebabnya, dampak dan cara pencegahan terjadinya kelelahan (Setyawati, 2010). 2) Sekunder Pencegahan
kelelahan
dapat
dilakukan
dengan
cara
menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman bagi tenaga kerja, tidak menciptakan dan menghindarkan stres buatan manusia (Budiono dkk, 2003). 3) Tersier Pengobatan
kelelahan
kerja
dapat
dilakukan
dengan
meminum vitamin atau obat-obatan yang berfungsi untuk memulihkan tenaga seseorang, perbaikan lingkungan kerja, mengupayakan sikap kerja dan menggunakan alat kerja yang ergonomis, penyuluhan mental dan bimbingan mental (Setyawati, 2010). Penanggulangan terhadap kelelahan kerja dilakukan dari lingkungan kerja yang baik, pemberian waktu istirahat, pemberian gizi yang baik, beban kerja tidak terlalu lama, tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja dan diberikan perhatian khusus pada kelompok terentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan (Hasibuan, 2010). Menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses
16
pemulihan. Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara antara lain memberikan waktu istirahat yang cukup baik yang terjadwal atau terstruktur atau tidak dan seimbang dengan tinggi rendahnya tingkat ketegangan kerja. Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditunjukkan kepada umum dan lingkungan fisik tepat kerja. Misalnya, banyak hal yang dapat dicapai dengan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat, masa-masa libur atau rekreasi, dll (Roshadi, 2014). i. Pengukuran Kelelahan Menurut Susetyo dkk (2012), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kelelahan yang sifatnya hanya mengukur indikator-indikator kelelahan yaitu : 1) Kualitas dan kuantitas dari penampilan kerja. 2) Mencatat persepsi subyektif dari kelelahan. 3) Electroencephalography (EEG). 4) Uji hilangnya kelipatan (Flicker-fusion test). 5) Tes mental: aritmatic problem, test konsentrasi misalnya tes Bourdon Wiersma. 6) Pengukuran kelelahan secara subyektif (Subjective feeling of fatigue). Menurut Setyawati (2010) ada beberapa pengukuran kelelahan kerja antara lain : 1) Salah satu cara untuk mengukur kelelahan subyektif adalah dengan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2). KAUPK2 merupakan suatu alat untuk mengukur indikator perasaan kelelahan
17
kerja yang telah di disain oleh Setyawati, khusus bagi pekerja Indonesia. 2) Reaction Timer Menurut Setyawati (2010) bahwa uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Tingkat kelelahan diklasifikasikan berdasarkan waktu reaksi yang diukur dengan reaction timer yaitu : a) Normal dengan waktu reaksi 150,0 - 240,0 milidetik. b) Kelelahan kerja ringan dengan waktu reaksi 240,0 < x <410,0 milidetik. c) Kelelahan kerja sedang dengan waktu reaksi 410,0 < x < 580,0 milidetik. d) Kelelahan kerja berat dengan waktu reaksi > 580,0 milidetik. 2. Masa Kerja a. Definisi Masa Kerja Masa kerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu dan menghasilkan penyerapan dari berbagai aktivitas manusia, serta mampu menumbuhkan keterampilan yang muncul secara otomatis dalam tindakan yang dilakukan karyawan menyelesaikan pekerjaannya. Semakin berpengalaman seorang karyawan maka akan semakin membantu perusahaan untuk menghasilkan kinerja atau output yang lebih banyak (Rudiansyah, 2014).
18
Masa kerja dapat dikatakan sebagai loyalitas karyawan kepada perusahaan. Rentang waktu masa kerja yang cukup, sama dengan orang yang memiliki pengalaman yang luas baik hambatan dan keberhasilan. Waktu yang membentuk pengalaman seseorang, maka masa kerja adalah waktu yang telah dijalani seorang teknisi selama menjadi tenaga kerja/karyawan perusahaan. Masa kerja memberikan pengalaman kerja, pengetahuan dan keterampilan kerja seorang karyawan. Pengalaman kerja menjadikan seseorang memiliki sikap kerja yang terampil, cepat, mantap, tenang, dapat menganalisa kesulitan dan siap mengatasinya (Hermanto, 2012). Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali masuk kerja hingga saat penelitian. Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang (Melati, 2013). Masa kerja merupakan lama waktu seseorang bekerja pada satu instansi atau tempat kerja dalam satuan waktu tertentu. Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama sesorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan
19
memberikan dampak negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan (Tulus, 1992). Masa
kerja
disebutkan
sebagai
penyebab
meningkakan
produktivitas karena dengan masa kerja yang lama sudah tentu seorang karyawan akan mendapatkan mutu kerja yang lebih baik dari sebelumnya. Namun masa kerja juga dapat sebagai penyebab menurunnya tingkat produktivitas kerja karyawan jika yang terjadi dalam masa kerja adalah kebosanan (Maryam, 2007). b. Klasifikasi Masa Kerja Menurut Tulus (1992) masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja belajar di suatu tempat. Masa kerja dapat memberikan pegaruh positif pada kinerja apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul perasaan terbiasa dengan keadaan dan menyepelekan pekerjaan maka akan menimbulkan kebosanan. Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergatung dari kemampuan, kecakapan dan keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Masa kerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap pekerjaan. Masa kerja ≤ 3 tahun termasuk dalam masa kerja baru dan > 3 tahun termasuk dalam masa kerja lama (Budiyanto dan Pratiwi, 2010).
20
3. Produktivitas Kerja a. Pengertian Produktivitas dan Produktivitas Kerja Berbagai definisi produktivitas sebagai berikut: 1) Menurut Purnomo (2004), produktivitas sering diartikan sebagai ukuran sampai sejauh mana sumber-sumber daya yang ada sebagai masukan sistem produksi dikelola sedemikian rupa untuk mencapai hasil atau keluaran pada tingkat kuantitas tertentu atau keluaran pada tingkat kuantitas tertentu. 2) Menurut Hasibuan (2003), produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi waktu, bahan, tenaga dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya. 3) Menurut Atmosoeprapto (2001), produktivitas merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas pencapaian sasaran. Efektivitas dan efisiensi yang tinggi akan menghasilkan produktivitas tinggi. 4) Produktivitas mempunyai pengertian sebagai sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini (Setiawan, 2012). b. Pengertian Produktivitas Kerja 1) Menurut Revianto (1990), produktivitas kerja adalah kegiatan mampu menghasilkan produk sesuai dengan standar yang telah ditentukan,
21
dalam satuan waktu yang lebih singkat, atau memakai sumber daya yang lebih sedikit. 2) Menurut Sedarmayanti (2009b), produktivitas kerja menunjukkan bahwa individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja maksimal) dengan
efisiensi salah satu
masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan output sebagai keluarannya yang merupakan indikator daripada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. 3) Produktivitas kerja adalah perbandingan antara output dengan input, dimana outputnya harus mempunyai nilai tambah dan teknik pengerjaannya yang lebih baik (Hasibuan, 2000). 4) Beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja yaitu, produktivitas adalah keluaran fisik per unit dari usaha produktif, produktivitas merupakan tingkat keefektifan dari manajemen industri dalam menggunakan fasilitas untuk produksi dan produktivitas adalah keefektifan dari penggunaan tenaga kerja dan peralatan. Jelas bahwa produktivitas kerja merupakan rasio dari hasil kerja dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja.
22
c. Faktor Pengaruh Produktivitas Kerja Menurut Sutrisno (2009) faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 1) Faktor dari Dalam Individu (Faktor Internal) a) Usia Usia berpengaruh terhadap produktivitas kerja, karena semakin tinggi usia maka akan rendah produktivitas kerja karyawan. Sebaliknya semakin rendah usia maka akan semakin tinggi produktivitas kerja karyawan (Pandapotan, 2013). Menurut Moekijad (1992) mengatakan usia antara 20-40 tahun mampu berpikiran maju, pandai, pengetahuan luas, usahanya rata-rata maju, penghasilan tinggi, kaya dan memiliki produktivitas yang tinggi. Adapun pekerja yang umurnya sudah tua yaitu 50 tahun keatas biasanya kurang giat untuk hal-hal baru, kurang bersemangat dalam bekerja sehingga produktivitasnya menurun. b) Pendidikan Pendidikan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin tinggi produktivitas kerjanya, sebab orang tersebut akan memiliki pola pikir, pandangan serta motivasi yang juga semakin baik. Pola pikir yang baik, pandangan yang maju serta tingginya motivasi akan mendorong kinerja orang tersebut. Kinerja yang baik akan meningkatkan produktivitasnya. Sebaliknya, jika pendidikan
23
seseorang rendah maka pola pikirnya juga akan rendah, pandangan yang rendah, semangat kerja rendah, serta motivasi tidak bagus. Oleh karena itu, semua ini akan berdampak terhadap rendahnya kinerja. Kinerja yang rendah ini akan menurunkan produktivitasnya (Buranda, 2015). c) Status Gizi Status gizi merupakan salah satu penentu kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Dengan dipenuhinya kebutuhan gizi dan berbadan sehat, maka akan kuat dalam bekerja, apalagi bila mempunyai semangat kerja yang tinggi maka akan dapat meningkatkan produktivitas kerja (Sedarmayanti, 2009a). Status gizi seseorang dapat diketahui melalui Indeks Masa Tubuh (IMT). Menurut WHO (2006) tingkatan status gizi adalah sebagai berikut: (1) Kriteria Kurus (underweight) dengan IMT <18,5 (2) Kriteria Normal dengan IMT 18,5-25,0 (3) Kriteria Gemuk (overweight) dengan IMT > 25,0 d) Kelelahan Kelelahan merupakan suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja yang mempengaruhi ksehatan kerja dan menurunkan produktivitas kerja (Roshadi, 2014).
24
e) Motivasi Motivasi yang tinggi akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Motivasi merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap produktivitas kerja. Dengan adanya motivasi yang tinggi berarti karyawan tersebut mempunyai minat yang tinggi dalam menjalankan rutinitas kerja sesuai dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan adanya minat yang tinggi, karyawan akan bekerja dengan perasaan senang. Perasaaan senang inilah yang mampu memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan produktivitas kerja karyawan (Damayanti, 2005). f) Mental dan Kemampuan Fisik Karyawan Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan mempunyai hubungan yang erat dengan produktivitas kerja karyawan (Sutrisno, 2009). 2) Faktor dari Luar Individu (Faktor Eksternal) a) Pelatihan Pelatihan dilakukan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan dan cara yang tepat dalam menggunakan peralatan kerja. Pelatihan kerja diperlukan bukan hanya sebagai pelengkap tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan latihan karyawan belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar dan tepat, serta dapat
25
memperkecil
dan
meninggalkan
kesalahan
yang pernah
dilakukan. Peningkatan produktivitas bukan pada pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada pengembangan karyawan yang paling utama. Bahwa 75% peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan dan alokasi tugas (Sutrisno, 2009). b) Pengalaman Kerja Pengalaman kerja berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja karena, pengalaman kerja mempunyai pengaruh terhadap banyaknya produksi besar kecilnya dan efisiensi yang dapat dilihat dari hasil produksi tenaga kerja yang diarahkan. Dalam pengertian lain, pengalaman kerja juga dapat diperoleh dengan melewati masa kerja yang telah dilakukan disuatu tempat kerja. Pengalaman kerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang dimanifestasikan dalam jumlah masa kerja akan meningkatkan kemampuan dan kecakapan kerja seseorang sehingga hasil kerja akan semakin meningkat (Buranda, 2015). c) Masa Kerja Semakin
lama
masa
kerja
karyawan,
maka
produktivitas akan semakin tinggi, sedangkan masa kerja pendek maka produktivitas kerja juga rendah. Masa kerja yang sudah lama memiliki pengalaman kerja yang banyak, artinya karyawan yang memiliki masa kerja cukup lama akan memiliki
26
pengalaman
kerja
yang
banyak
sehingga
menghasilkan
produktivitas kerja yang tinggi (Pandapotan, 2013). Namun masa kerja juga dapat sebagai penyebab menurunnya tingkat produktivitas kerja karyawan jika yang terjadi dalam masa kerja adalah kebosanan (Maryam, 2007). d) Jaminan Sosial Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada karyawannya pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan sosialnya mencukupi, maka akan menimbulkan kesenangan bekerja sehinga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas (Setiadi, 2009). e) Upah Upah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. Hal ini memberikan bukti empiris bahwa tenaga kerja yang mendapatkan upah yang lebih tinggi akan memiliki produktivitas yang lebih besar. Pada saat pekerja merasa nyaman dengan upah yang diterima maka produktivitasnya dalam bekerja diharapkan akan meningkat. Sehingga ketika tingkat penghasilan cukup, akan menimbulkan konsentrasi kerja dan mengarahkan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja (Adhadika dan Pujiyono, 2014).
27
f) Hubungan antara atasan dan bawahan Hubungan atasan dengan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang akan dilakukan setiap harinya. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, dan sejauh mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap yang baik antara atasan dan bawahan telah mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam bekerja. Karyawan diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas
kerja.
Sikap
dan
perilaku
positif
serta
produktivitas para karyawan tidak terlalu dipengaruhi oleh fasilitas dan kondisi kerja, melainkan oleh perhatian yang diberikan oleh manajemen terhadap mereka (Siagian, 2008). g) Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja Suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam satu waktu lingkungan atau situasi kerja yang berakibat beban tambahan pada jasmani dan rohani tenaga kerja. Menurut Suma’mur (2009) terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan kerja : (1)Faktor Lingkungan fisik (2)Faktor Kimia (3)Faktor Biologis (4)Faktor Fisiologis dan Ergonomis (5)Faktor Mental dan Psikologis.
28
Secara garis besar menurut Purnomo (2004), produktivitas kerja banyak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor teknis dan faktor sumber daya manusia (tenaga kerja). a) Faktor Teknis Faktor teknis adalah segala hal yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya (selain sumber daya manusia) yang berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis (Padmanaba, 2006). b) Faktor Manusia Faktor manusia mempunyai pengaruh terhadap usahausaha yang dilakukan manusia dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Di sini hal pokok penentu adalah motivasi kerja yang memerlukan pendorong ke arah kemajuan dan peningkatan prestasi kerja dan produktivitas kerja seseorang (Prasetyo, 2014). 3) Pengukuran Produktivitas Kerja Menurut
Sinungan
(2009),
secara
umum
pengukuran
produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu : a) Perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunujukkan apakah pelaksanaan sekarang ini
29
memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meingkat atau berkurang serta tingkatannya. b) Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif. c) Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan. Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas tenaga kerja memiliki unit-unit yang diperlukan, yakni : kuantitas hasil dan kuantitas penggunaan masukan tenaga kerja (Sinungan, 2009). Menurut Mulyono (2004), bahwa indeks produktivitas tenaga kerja pada umumnya dihitung dengan menghitung jumlah keluaran per jumlah tenaga kerja. Dalam proses pengukuran, untuk menghasilkan keluaran diperlukan lebih dari satu macam masukan. Sehingga terdapat tiga macam pengukuran produktivitas, yaitu : 1) Partial productivity (produktivitas parsial), yaitu keluaran dengan salah satu masukan saja. 2) Multifactor productivity (produktivitas multifaktor), yaitu rasio antara keluaran dengan lebih dari satu macam sumber daya. 3) Total productivity (produktivitas total), yaitu rasio antara keluaran dengan semua masukan.
30
Menurut Budiono dkk (2003), produktivitas dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : P = Produktivitas O = Output (Keluaran) I = Input (Masukan) 4. Pengaruh Kelelahan Kerja dan Masa Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Terdapat keterkaitan yang erat antara kelelahan kerja dengan produktivitas kerja, atau lebih tepatnya kelelahan yang dialami tenaga kerja dengan kinerja perusahaan. Jika tingkat produktivitas seorang tenaga kerja terganggu dikarenakan adanya faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka ini akan berdampak juga pada perusahaan yang berupa
penurunan
produktivitas perusahaan (Budiono dkk, 2003). Jika diteliti dampak kelelahan terjadi pada suatu pekerjaan yang bebannya biasa-biasa saja, yaitu tidak terlalu ringan atau berat, produktivitasnya mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula dalam darah (Suma’mur, 2009). Semakin lama masa kerja karyawan pada sebuah perusahaan, maka semakin banyak pula pengalaman yang ia dapatkan. Dengan pengalaman kerja yang banyak, maka tingkat produktivitas yang dihasilkanpun juga akan semakin tinggi (Simanjuntak, 1985).
31
Masa kerja merupakan panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali masuk kerja hingga saat penelitian. Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang (Melati, 2013). Kelelahan dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan juga menurunkan produktivitas. Investigasi di beberapa negara menunjukkan bahwa kelelahan memberi kontribusi yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Kelelahan kerja merupakan suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. Adapun faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas adalah tenaga kerja, maka dari itu kondisi karyawan harus selalu dijaga baik fisik maupun psikologisnya, karena hal itu yang sangat mempengaruhi dalam bekerja. Pekerjaan yang terus menerus dilakukan dan bersifat monoton akan berakibat kelelahan dan kelelahan akan berakibat menurunnya konsentrasi bekerja dan mempengaruhi pada hasil kerja (Hasibuan, 2010). Tujuan akhir dari kesehatan kerja yaitu untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan. Salah satu tujuan dari pelaksanaan kesehatan kerja dalam bentuk operasional adalah
32
pencegahan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan, kenikmatan kerja serta efisiensi kerja yang berarti produktivitas kerja meningkat. Dengan meningkatnya produktivitas kerja maka pemenuhan kebutuhan fisik mereka akan lebih terjamin, bahkan meningkat (Natoatmodjo, 1998).
33
B. Kerangka Pemikiran Kelelahan Kerja
Faktor Internal : 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Status Gizi
Akumulasi Asam Laktat di Otot
Faktor Eksternal: 1. Beban Kerja 2. Sikap Kerja 3. Tekanan Panas 4. Penerangan 5. Kebisingan
Masa Kerja Pengalaman Kerja Terbiasa dengan Pekerjaan
Penurunan Kerja Otot Menyepelekan Pekerjaan
Badan Terasa Tidak Enak
Kebosanan Semangat Kerja Menurun
Lambat dalam Bekerja Produktivitas Kerja Menurun
Faktor Internal : 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor Eksternal:
Usia Pendidikan Status Gizi Motivasi Mental dan Kemampuan Fisik Karyawan
1. 2. 3. 4. 5.
Pelatihan Pengalaman Kerja Jaminan Sosial Upah Hubungan antara atasan dan bawahan 6. Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja
Gambar 1. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis Ada Pengaruh Kelelahan Kerja dan Masa Kerja terhadap Produktivitas Kerja pada Karyawan Bagian Sewing CV. Indonesia Live Garment Sragen.