BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Hidrologi Secara umum Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari masalah keberadaan air di bumi (siklus air) dan hidrologi memberikan alternatif bagi pengembangan sumber daya air bagi pertanian dan industri. Menurut Federal Council for science and technollogy USA 1959, Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari proses terjadi, peredaran dan distribusi, sifat alam dan kimia air di bumi serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan 2.2
Siklus Hidrologi Secara keseluruhan jumlah air di planet ini relatif tetap dari masa ke masa.
Air dibumi mengalami suatu siklus melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung terus – menerus, di mana kita tidak tahu kapan dan dari mana berawalnya dan kapan pula akan berakhir. Serangkaian peristiwa tersebut dinamakan siklus hidrologi ( hydrologic cycle ).
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi
5
6
Air menguap dari permukaan samudera akibat energi panas matahari. Laju dan jumlah penguapan bervariasi, terbesar terjadi di dekat equator, dimana radiasi matahari lebih kuat. Uap air adalah murni, karena pada waktu dibawa naik ke atmosfir kandungan garam ditinggalkan. Uap air yang dihasilkan dibawa udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut mengalami kondensasi dan membentuk butir – butir air yang akan jatuh kembali sebagai presipitasi berupa hujan dan / salju. Presipitasi ada yang jatuh di samudera, di darat, dan sebagian langsung menguap kembali sebelum mencapai ke permukaan bumi. Presipitasi yang jatuh di permukaan bumi menyebar ke berbagai arah dengan beberapa cara. Sebagian akan tertahan sementara di permukaan bumi sebagai es atau salju, atau genangan air, yang dikenal dengan simpanan depresi. Sebagian air hujan atau lelehan salju akan mengalir ke saluran atau sungai. Hal ini disebut aliran / limpasan permukaan. Jika permukaan tanah porous, maka sebagian air akan meresap ke dalam tanah melalui peristiwa yang disebut infiltrasi. Sebagian lagi akan kembali ke atmosfer melalui penguapan dan transpirasi oleh tanaman ( evapotranspirasi ). Di bawah permukaan tanah, pori – pori tanah berisi air dan udara. Daerah ini dikenal sebagai zona kapiler ( vadoze zone ) atau zona aerasi. Air yang tersimpan di zona ini disebut kelengasan tanah ( soil moisture ), atau air kapiler. Pada kondisi tertentu air dapat mengalir secara lateral pada zona kapiler, proses ini disebut interflow. Uap air dalam zona kapiler dapat juga kembali ke permukaan tanah, kemudian menguap. Kelebihan kelengasan tanah akan ditarik masuk oleh gravitasi dan proses ini disebut drainase gravitasi. Pada kedalaman tertentu, pori – pori tanah atau batuan akan jenuh air. Batas atas zona jenuh air disebut muka air tanah ( water table ). Air yang tersimpan dalam zona jenuh air disebut air tanah. Air tanah ini bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan atau lapisan tanah sampai akhirnya keluar
7
ke permukaan sebagai sumber air ( spring ) atau sebagai rembesan ke danau, waduk, sungai, atau laut. (Sumber: Suripin, Dr. Ir., M. Eng, 2004; halaman : 20) 2.3
Pengertian Drainase Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Suripin (2004:7) “Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi.” Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta caracara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. ( Sumber : metoda pelaksanaan secara umum pembuatan drainase di bengkel pencucian alat berat di PT PUSRI oleh M. Ilyas, dkk ).
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Pembuatan drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir. Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain : 1.
Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah.
2.
Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
3.
Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
8
4.
Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir. Air yang dibuang ke luar daerah yang akan dikeringkan antara lain :
1. Air hujan 2. Air kotor / air buangan rumah tangga 3. Air dari lingkungan sekitar 4. Air limbah dari pabrik / industri 5. Air pembilasan ( penggelontor )
Pembuangan air atau drainase merupakan usaha preventif ( pencegahan ) terhadap terjadinya banjir atau genangan air serta timbulnya penyakit. Prinsip dasar pembuangan air ( drainase ) adalah bahwa air harus secepat mungkin dibuang dan secara terus menerus serta dilakukan seekonomis mungkin 2.4 Tujuan Pekerjaan Drainase 2.4.1 Untuk Pengeringan Adakalanya pada perumahan penduduk terdapat rawa-rawa atau lapangan yang digenangi air. Keadaan lingkungan seperti ini dapat mendatangkan wabah penyakit bagi penduduk yang tinggal pada daerah tersebut. Hal ini disebabkan rawa-rawa ini mengandung banyak bibit penyakit. Untuk menghindari itu, semua diperlukan sistem pengeringan yang baik, agar penduduk yang tinggal disana bisa hidup sehat, aman, dan sejahtera. 2.4.2 Untuk Pencegahan Banjir Daerah-daerah tertentu mempunyai curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini bisa menyebabkan malapetaka banjir bagi penduduk daerah tersebut. Lebih parah lagi kalau di daerah itu tidak ada saluran-saluran pembuang, kalaupun ada yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk pencegahan banjir yang diakibatkan oleh curah hujan dapat dibuat suatu sistem saluran pembuang yang memenuhi syarat. yaitu sesuai dengan debit air yang akan mengalir ke saluran tersebut dan
9
kemiringan merupakan suatu kesatuan. Jadi untuk itu memang perlu suatu sistem pencegah banjir dengan ruang lingkup sebagai berikut: 1. Pembuatan saluran yang baik pada kanan kiri badan jalan begitu juga saluran pembuang dari rumah penduduk. 2. Pada saluran itu, untuk pemisah sampah dan pengendap lumpur dibangun bak – bak kontrol ( bak inspeksi ). 3. Saluran – saluran pelimpah dibuat bila dirasa perlu 2.4.3 Untuk Pembuang Air Kotor Air buangan industri adalah penyebab tercemarnya lingkungan, karena air buangan ini mengandung berbagai jenis bahan kimia, sampah pabrik, dan lain sebagainya. Untuk mencegah agar air di lingkungan tempat tinggal penduduk jangan tercemar, maka air buangan dari industri dialirkan secara khusus, atau saluran yang terpisah dan di buang ke, misalnya : Bak sementara untuk dinetralkan atau dibersihkan lalu dialirkan ke tempat pembuangan terakhir ( Sungai atau Laut ) atau Septictank dan dialirkan
ke peresapan yang baik
saringannya. ( Sumber : http://www.pipeflow.co.uk/public/control.php?_path=/497/595 )
2.5 Jenis-jenis dan Pola-Pola Drainase 2.51 Jenis - Jenis Drainase Drainase dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu : a.
Menurut Sejarah Bentuknya : 1. Drainase Alamiah (Natural Drainage) Drainase alamiah adalah sistem drainase yang terbentuk secara alami akibat gerusan air sesuai dengan kontur tanah. Umumnya drainase alamiah berupa sungai beserta anak-anak sungainya yang membentuk suatu jaringan alur sungai.
10
Gambar 2.2 Terbentuknya drainase alami
Gambar 2.3 Drainase alami
2. Drainase Buatan (Artifical Drainage) Drainase buatan adalah sistem drainase yang dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan, dan dimensi saluran. ( Sumber : https://tsipilunikom.files.wordpress.com/2012/03/sal-buatan.png )
11
Pasangan Beton Pasangan Bata
Gambar 2.4 Drainase Buatan
b. Menurut Letak Bangunannya : 1. Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage) Drainase permukaan tanah adalah saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open channel flow. 2. Drainase di Bawah Permukaan Tanah (Sub surface Drainage) Drainase di bawah permukaan tanah adalah saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan tersebut antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman, dan lain-lain. c. Menurut Fungsinya : 1. Single Purpose Single adalah saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja. 2. Multi Purpose adalah saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara bercampur maupun bergantian.
12
d. Menurut Kontruksinya : 1. Saluran Terbuka Saluran terbuka merupakan saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas, umumnya sistem saluran direncanakan hanya untuk menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah), namun kebanyakan sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan pelindung). Akan tetapi saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun dengan pasangan bata. (Sumber http://www.pipeflow.co.uk/public/control.php?_path=/497/595)
Gambar 2.5 Saluran Terbuka Menurut asalnya, saluran terbuka dibedakan menjadi : a) Saluran Alam (natural), meliputi selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai besar sampai saluran terbuka alamiah. b) Saluran Buatan (artificial), seperti saluran pelayaran, irigasi, parit pembuangan, dan lain-lain. Saluran terbuka buatan mempunyai istilah yang berbeda-beda antara lain : 1) Saluran (canal) : biasanya panjang dan merupakan selokan landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu/tidak atau beton, semen, kayu maupu aspal. 2) Talang (flume) : merupakan selokan dari kayu, logam, beton/pasangan batu, biasanya disangga/terletak di atas permukaan
tanah,
untuk
mengalirkan
perbedaan tinggi tekan. 3) Got miring (chute) : selokan yang curam.
air
berdasarkan
13
4) Terjunan (drop) : seperti got miring dimana perubahan tinggi air terjadi dalam jangka pendek. 5) Gorong-gorong (culvert) : saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya. 6) Terowongan Air Terbuka (open-flow tunnel) : selokan tertutup yang cukup panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit/gundukan tanah.
2. Saluran Tertutup Saluran tertutup adalah saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan. Sistem ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan terutama dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti kota Metropolitan dan kota-kota besar lainnya.
Muka Air
Air
Gambar 2.6 Saluran tertutup
3. Saluran Air Kombinasi Saluran Air Kombinasi merupakan limpasan air terbuka yang dikumpulkan pada saluran drainase permukaan, sementara limpasan dari daerah yang diperkeras dikumpulkan pada saluran drainase tertutup.
14
2.5.1.1 Pola-Pola Drainase Saluran drainase dibuat sesuai dengan kondisi lahan dan lingkungan sekitar perumahan tersebut, oleh karena itu dalam perencanaan drainase dikenal ada beberapa pola jaringan drainase, antara lain: a. Siku Pola drainase ini saluran pembuangannya tidak mengikuti arah jalan raya jadi sangat cocok untuk daerah yang topografinya tinggi, pola ini juga sungai sebagai saluran utama berada di tengah kota. Kelemahannya adalah tidak cocok bila digunakan pada daerah yang topografinya lebih rendah dari sungai.
Saluran Cabang
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Cabang Gambar 2.7 Pola Siku
b. Paralel Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Kelebihan dari pola paralel ini apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri dan dengan saluran-saluran pendek, mempermudah penyesuaian dengan perkembangan. Kelemahan dari pola ini adalah pola ini hanya dijumpai pada daerah dengan topografi yang cenderung datar dan terletak jauh dari sungai dan danau.
( sumber : http://hmtl. itb. ac. id/ wordpress/ wpcontent/
uploads/2011/03/Microsoft-PowerPoint-Drainase-4.pdf )
15
Saluran Cabang Saluran Utama Saluran Cabang Gambar 2.8 Pola Paralel
c. Grid Iron Pola ini untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul. Maka drainase yang akan direncanakan menggunakan pola grid iron karena karakteristik daerahnya mirip dengan pola grid iron dimana sungai terletak dipinggir kota sehingga saluran cabang dikumpulkan dulu ke saluran pengumpul yaitu drainase yang terletak di pinggir jalan lalu kemudian diteruskan ke saluran utama ( sungai ). Saluran Cabang
Saluran Pengumpul
Saluran Utama
Gambar 2.9 Pola Grid Iron
d. Alamiah Pola ini sama seperti pola siku, baik dari segi kelemahan dan kelebihan, hanya saja beban sungai pada pola ini lebih besar, karena pada saluran ini baik saluran pengumpul maupun saluran utama adalah saluran alami.
16
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang Gambar 2.10 Pola Alamiah
e. Radial Kelebihan pola ini pada daerah berbukit dimana pola saluran memencar ke segala arah, drainase dari puncak yang menyebar keseluruh daerah sekitarnya. Kelemahannya daerah aliran sungai dengan pola radial mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai. (sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25035/4/Chapter%20II.pdf )
Gambar 2.11 Pola Radial
f. Jaring-Jaring Pola ini mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan topografi rendah. Kelebihan pola ini adalah untuk digunakan agar satu blok lokasi tidak mempengaruhi blok lain. Kelemahan dari pola ini adalah pola ini kurang cocok diterapkan untuk daerah yang bertopografi tinggi.
17
Gambar 2.12 Pola Jaring – Jaring
2.5.2 Bentuk Saluran Bentuk-bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran irigasi pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat membentuk dimensi yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti kurang ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan menimbulkan permasalahan karena daya tampung yang tidak memadai. Adapun bentuk saluran antara lain : a.
Penampang Persegi Bentuk penampang persegi empat merupakan penyederhanaan dari bentuk trapesium yang biasanya digunakan untuk saluran-saluran drainase yang melalui lahan-lahan yang sempit. Dalam drainase perkotaan sebaiknya digunakan dimensi penampang dan bentuk penampang yang efektif seperti persegi, dengan pertimbangan luas lahan yang terbatas dan pembebasan lahan yang mahal. (Sumber : http://eprints.undip.ac.id/34008/7/1887_CHAPTER_III.pdf)
18
w
h
b
Gambar 2.13 Penampang persegi
b. Penampang Trapesium Bentuk penampang trapesium bentuk yang biasa digunakan untuk saluran-saluran irigasi atau saluran-saluran drainase karena menyerupai bentuk saluran alam, dimana kemiringan tebingnya menyesuaikan dengan sudut lereng alam dari tanah yang digunakan untuk saluran tersebut.
w
n
h
1
b Gambar 2.14 Penampang Trapesium
c.
Penampang Segitiga Bentuk penampang segitiga merupakan penyederhanaan dari bentuk trapesium yang biasanya digunakan untuk saluran-saluran drainase yang melalui lahan-lahan yang sempit.
19
w
h
Gambar 2.15 Penampang Segitiga
d. Penampang Lingkaran Bentuk penampang lingkaran biasanya digunakan pada perlintasan dengan jalan, saluran ini disebut gorong-gorong. Dengan bentuk saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan atau limbah.
h
b
Gambar 2.16 Penampang lingkaran
e.
Penampang Setengah Lingkaran Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang kecil. Bentuk saluran ini umum digunakan untuk saluran-saluran rumah penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat. Sama halnya dengan penampang lingkaran, bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan atau limbah. (Sumber : http:// elearning. gunadarma. ac.id/ docmodul/ drainase_perkotaan/bab5_langkah_perancangan. pdf)
20
w
h
b Gambar 2.17 Penampang Setengah Lingkaran
f. Penampang Alami Terbentuk secara alami akibat aktivitas – aktivitas alam.
Gambar 2.18 Penampang Alami
2.5.2
Rancangan Sistem Jaringan Drainase Sistem jaringan drainase umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu:
2.5.2.1 Sistem Drainase Mayor Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran / badan air yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer,
21
kanal-kanal atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini. 2.5.2.2 Sistem Drainase Mikro Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/ selokan air hujan di sekitar bangunan, goronggorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.
2.6 Analisis Hidrologi Untuk melakukan perencanaan drainase diperlukan penggunaan metode yang tepat. Ketidaksesuaian dalam penggunaan metode dapat mengakibatkan hasil perhitungan tidak dapat diterapkan pada kondisi yang sebenarnya. Analisis hidrologi merupakan faktor yang paling berpengaruh untuk merencanakan besarnya sarana penampungan dan pengaliran. Hal ini diperlukan untuk dapat mengatasi aliran permukaan yang terjadi agar tidak mengakibatkan terjadinya genangan. Beberapa aspek yang perlu ditinjau antara lain :
2.6.1
Analisis Frekuensi Sistem hidrologi kadang- kadang dipengaruhi oleh peristiwa- peristiwa
yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, persitiwa yang luar biasa ekstrim kejadiannya sangat langka.
22
Tujuan Analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa- peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent) dan terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik. (Sumber: Suripin, Dr. Ir., M. Eng, 2004; halaman : 32) Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata- rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan)
Tabel 2.1 Parameter statistik yang penting Parameter
Sampel
Populasi ∞
Rata- rata
Simpangan Baku
Koefisien variasi
Koefisien skewness
x=
= ( )=
∑
( ) ∞
∑
S=
(
− ̅ )²
= { [( − ) ]}
= =
=
̅
∑ ( − ) ( − 1)( − 2)
(Sumber: Suripin, Dr. Ir., M. Eng, 2004; halaman : 34) Tabel 2.2 Reduced variate, Ytr sebagai fungsi kala ulang
(Sumber: Suripin, Dr. Ir., M. Eng, 2004; halaman : 52)
=
⌊( − ) ⌋
23
Tabel 2.3 Reduced Standar Deviation, Sn
(Sumber: Suripin, Dr. Ir., M. Eng, 2004; halaman : 52)
Tabel 2.4 Reduced Mean , Yn N
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,4952
0,4996
0,5035
0,5070
0,5100
0,5128
0,5157
0,5181
0,5202
0,5220
20
0,5236
0,5252
0,5268
0,5283
0,5296
0,5309
0,5320
0,5332
0,5343
0,5353
30
0,5362
0,5371
0,5380
0,5388
0,8396
0,5403
0,5410
0,5418
0,5424
0,5436
40
0,5436
0,5442
0,5448
0,5453
0,5458
0,5463
0,5468
0,5473
0,5477
0,5481
50
0,5485
0,5489
0,5493
0,5497
0,5501
0,5504
0,5508
0,5511
0,5515
0,5518
60
0,5521
0,5524
0,5527
0,5530
0,5533
0,5535
0,5538
0,5540
0,5543
0,5545
70
0,5548
0,5550
0,5552
0,5555
0,5557
0,5559
0,5561
0,5563
0,5565
0,5567
80
0,5569
0,5570
0,5572
0,5574
0,5576
0,5578
0,5580
0,5581
0,5583
0,5585
90
0,5586
0,5587
0,5589
0,5591
0,5591
0,5593
0,5595
0,5596
0,5598
0,5599
100
0,5600
0,5602
0,5603
0,5604
0,5604
0,5607
0,5608
0,5609
0,5610
0,5611
(Sumber: Suripin, Dr. Ir., M. Eng, 2004; halaman 51-52)
2.6.2 Distribusi Metode Gumbel Analisis frekuensi untuk curah hujan rancangan ( x ) dengan metode Gumbel, yaitu : = ̅ +
............................. ( 2.1 )
24
Dengan : Xt = curah hujan rancangan dengan kala ulang T tahun x̅ = nilai rata – rata aritmatik hujan kumulatif Yt = reduced variate, merupakan fungsi dari probabilitas atau dengan rumus
=− [
] .........................( 2.2 )
Yn = reduced variate mean, rata – rata Yt, merupakan fungsi dari pengamatan ( Tabel Gumbel ) Sn =
Reduced variate standard deviation, merupak koreksi dari
penyimpangan ( fungsi dari pengamatan, tabel gumbel ) σn = Simpangan baku ( standar deviasi ) = sd
=
(
)²
.................................... ( 2.3 )
Syarat Distribusi Gumbel : 1. Koefisien kemencengan ( Skewness ) = Cs = 1,14 2. Koefisien puncak ( Kurtosis ) = Ck = 5,4
Rumus koefisien kemencengan ( Cs ) dan koefisien puncak ( Ck ) : =(
=(
∑(
̅) ᶟ
)(
) ᶟ
...............................( 2.4 )
²∑( ̅ )⁴ )( )( ) ⁴
.......................( 2.5 )
Dengan : Cs = Skewness / kemencengan Ck = Kurtosis / koefisien puncak S
= Simpangan baku
n
= Jumlah data
( Sumber : Limantara, Lily Montarcih, Dr. Ir., M.Sc, 2010; halaman : 57 )
25
2.6.3 Curah Hujan Regional / Wilayah Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata – rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal. (Soemarto, C.D, 1995; halaman : 10) Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat. (Soemarto, C.D, 1995; halaman : 10)
1.
Metode Rerata Aljabar Tinggi rata – rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata – rata
hitung pengukuran hujan di stasiun curah hujan didalam catchment area tersebut. d = x ( d1 + d2 + d3 + ...+ dn) .................................. ( 2.6 ) Dengan : d
= tinggi curah hujan rata-rata
d 1,d 2,..,dn
= tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2,....,n
n
= banyaknya pos penakar
(Soemarto C.D,1995; halaman : 10)
2.
Cara Poligon Thiessen Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-masing
penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos penakar.
26
1
Stasiun Hujan Batas DAS Polygon Thiessen Garis Penghubung Sungai
n
An
A1 2
1, 2, n A1, A2, An
A2
Stasiun Hujan Luas Area
Gambar 2.19 Polygon Thiessen
⋯
=
⋯
........................ ( 2.7 )
Dengan : A
= luas areal
d
= tinggi curah hujan rata-rata areal
d 1,d2,..,dn
= tinggi curah hujan di pos 1,2,....,n
A1,A2,..,An
= luas daerah pengaruh pos 1,2,....,n
(Soemarto C.D,1995; halaman : 10 - 11)
3.
Cara isohyet Dengan cara ini, kita harus menggambar dulu kontur tinggi hujan yang sama (isohyet).
27
1
A2
n
A3 A1
Stasiun Hujan Batas DAS Garis Isohyet
A4
An Sungai
2
1, 2, n A1, A2, An
Stasiun Hujan Luas Area
Gambar 2.20 Isohyet
⋯
=
⋯
......................... ( 2.8 )
Dengan : A
= luas areal
d
= tinggi curah hujan rata-rata areal
d0,d1,..,d n
= tinggi curah hujan di pos 1,2,....,n
A1,A2,..,An
= luas daerah pengaruh pos 1,2,....,n
(Soemarto C.D,1995; halaman : 11)
2.6.4 Analisa Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Dalam menentukan debit banjir rencana ( flood design ), perlu didapatkan harga sesuatu intensitas curah hujan terutama bila dipergunakan metode ratio. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan ( mm/Jam ), yang artinya tinggi curah hujan yang terjadi sekian mm dalam kurun waktu per jam. Intensitas curah hujan dapat dihitung dengan menggunakan rumus, seperti : 1. Rumus Mononobe I
=
.............................................. ( 2.9 )
28
Dimana : I
= Intensitas hujan ( mm/jam )
R24 = Curah hujan harian maksimum ( mm ) tc
= Waktu Konsentrasi ( jam )
tc
= t1 + t2
t1
= ( 3,28
t2
=
√
)0,167
Keterangan : t1 = waktu inlet ( menit ) t2 = waktu aliran ( menit ) Lo = jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase ( m ) L
= panjang saluran ( m )
nd = koefisien hambatan s
= kemiringan daerah pengaliran
v
= kecepatan air rata – rata disaluran ( m/det )
( Sumber : SK SNI M-18-1989-F )
2.6.5 Debit Air Hujan / Limpasan Debit air hujan atau debit limpasan adalah apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu Daerah Aliran Sungai melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi air akan mengisi cekungan – cekungan pada permukaan tanah. Setelah cekungan – cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan mengalir diatas
29
permukaan tanah. Debit air hujan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Rumus Debit Limpasan : Q = 0,278 .C. I. A ...................................... ( 2.10 ) Dimana : Q
= Debit aliran air limpasan (m3/detik)
C
= Koefisen run off (berdasarkan standar baku)
I
= Intensitas hujan (mm/jam)
A
= Luas daerah pengaliran (ha)
(Sumberhttp://spk2009.hostoi.com):
Tabel 2.5 Koefisien aliran (C ) NO 1
2
Dekripsi lahan / kondisi permukaan
Koefisien aliran (C )
BISNIS Pekotaan
0,70 - 0,95
Pinggiran
0,50 - 0,70
PERUMAHAN Rumah tinggal
0,30 - 0,50
Multi unit,terpisah
0,40 - 0,60
Pekampungan
0,25 - 0,40
Apartemen
0,50 - 0,70
30
NO Dekripsi lahan / kondisi permukaan 3
4
5
6
Koefisien aliran (C )
INDUSTRI Ringan
0,50 - 0,80
Berat
0,60 - 0,90
PERKERASAN Aspal dan beton
0,70 - 0,95
Batu bata
0,50 - 0,70
Atap
0,75 - 0,95
TANAH Datar 2%
0,05 - 0,10
Rata rata 2% - 7%
0,10 - 0,15
Curam 7%
0,15 - 0,20
HUTAN Datar 0% - 2%
0,10 - 0,40
Bergelombang 5% - 10%
0,25 - 0,50
Berbukit 10% - 30%
0,30 - 0,60
(Sumber :Dewan standarisasi nasional, 1994) 2.7
Air Limbah
2.7.1 Pengertian Air Limbah Air limbah ( wastewater ) adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran
31
umum. Definisi dari limbah B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun ) berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang
mengandung
bahan
berbahaya
(toxicity,flammability, reactivity, dan
dan
beracun
(B3)
corrosivity) serta
karena
sifat
konsentrasi atau
jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia
2.7.2 Air Limbah Rumah Tangga Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan. Adapun sumber lainnya yang tidak kalah penting ialah daerah perkantoran atau lembaga serta daerah fasilitas rekreasi. Untuk daerah tertentu banyaknya air limbah dapat diukur secara langsung. a. Daerah Perumahan Untuk daerah perumahan yang kecil aliran air limbah biasanya diperhitungkan melalui kepadatan penduduk dan rata – rata per orang dalam membuang air limbah. b. Daerah Perdagangan Aliran air limbah yang berasal dari daerah perdagangan secara umum dihitung dalam meter kubik per hektar/hari dan berdasarkan pada data perbandingan. Data aliran ini dapat bervariasi dari 4 – 1500 liter/hari. c. Daerah Kelembagaan Seperti halnya sumber air limbah lainnya, maka daerah yang terdiri dari lembaga - lembaga pemerintah juga mempunyai variasi aliran. ( Sumber : Sugiharto, Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah; halaman : 10 – 12 )
2.7.3 Air Limbah Industri Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri. Untuk jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri diperkirakan sekitar 50 m3 / ha / hari. Sebagai patokan dapat dipergunakan pertimbangan bahwa 85 – 95 % dari jumlah air yang
32
dipergunakan adalah berupa air limbah apabila industri tersebut tidak menggunakan kembali air limbahnya. Tetapi bila industri tersebut menggunakan kembali air limbahnya, maka jumlahnya akan lebih kecil lagi. Banyaknya pemakaian air dari suati industri seperti terlihat pada table dibawah ini. Dengan demikian jumlah air limbahnya adalah sebanyak jumlah tersebut dan dikalikan 85 – 95 % . (Sumber : Sugiharto, Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah; halaman : 13)
2.7.4 Kuantitas dan Komposisi Air Limbah Sesuai dengan sumber asalnya, maka air limbah mempunyai kompisisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Akan tetapi, secara garis besar zat – zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan menjadi seperti pada skema berikut ini (Sumber : Sugiharto, Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah; halaman : 16)
Gambar 2.21 Skema Komposisi Air Limbah
Debit air limbah rumah tangga didapat dari 60% - 75% supply air bersih setiap orang, diambil debit air limbah rumah tangga 70% dan sisanya dipakai pada proses industry,penyiraman kebun dan lain – lain, dengan rumus : Qair limbah = Jumlah orang x Supply air bersih x 70% ( Ir. Djoko Sasongko M.Sc. dkk : 1989; halaman : 244)
33
Tabel 2.6 Rata rata Debit Air Limbah buangan Jumlah Aliran No
Sumber
1/unit/hari
Unit
Antara
Rata-rata
1.
Rumah flat,tempatistirahat
Orang
200-280
220
2.
Pondok, tempat istirahat
Orang
130-190
160
3.
Kantin
Pengunjung
4-10
6
Pekerja
30-50
40
Orang
80-150
120
50-100
75
Pengunjung
15-30
20
Pekerja
30-50
40
4.
Perkemahan
5.
Penjual minuman buah
6.
Buffet (Coffe Shop)
Tempat duduk
7.
Perkemahaan Anak- anak
Orang
250-500
400
8.
Tempat perkumpulan
Peserta
40-60
50
Pekerja
40-60
50
9.
Ruang makan
Pengunjung
15-40
30
10.
Asrama
Orang
75-175
150
11.
Hotel, tempat istirahat
Orang
150-240
200
12.
Tempat cuci otomatis
Mesin
1.800-
2.200
13.
Toko
Pengunjung
2.600
10
Pekerja
5-20
40
Pengunjung
30-50
40
Pekerja
20-50
40
14.
Kolam Renang
15.
Gedung Bioskop
Tempat duduk
30-50
10
16.
Pusat keramaian
Pengunjung
10-15
20
15-30 (Sumber : Sugiharto, Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah; halaman :14)
34
Tabel 2.7 Rata rata Debit Air Limbah buangan
Rumah Mewah Rumah Biasa Apartment Rumah Susun Asrama Klinik / Puskesmas
Pemakaian Air Bersih 250 150 250 100 120 3
Rumah sakit Mewah
1000
Rumah Sakit Menengah
750
Rumah Sakit Umum Sekolah Dasar SLTP SLTA Perguruan Tinggi
425 40 50 80 80
Rumah Toko / Rumah Kantor Gedung Kantor Toserba (Toko serba ada, mall, department store) Pabrik / Industri
100 50
Peruntukan Bangunan
Stasiun / Terminal Bandara Udara Restoran Gedung Pertunjukan Gedung Bioskop Hotel Melati s/d Bintang 2 Hotel Bintang 3 ke atas Gedung Peribadatan Perpustakaan Bar Perkumpulan Sosial Klab Malam Gedung Pertemuan Laboratorium Pasar Tradisional / Modern
5 50 3 3 15 10 10 150 250 5 25 30 30 235 25 150 40
Satuan Liter / penghuni / hari Liter / penghuni / hari Liter / penghuni / hari Liter / penghuni / hari Liter / penghuni / hari Liter / pengunjung / hari Liter / tempat tidur pasien / hari Liter / tempat tidur pasien / hari Liter / tempat tidur pasien / hari Liter / siswa / hari Liter / siswa / hari Liter / siswa / hari Liter / siswa / hari Liter /penghuni & pegawai / hari Liter / pegawai / hari Liter /m2 luas lantai /hari Liter /pegawai / hari Liter / penumpang tiba dan pergi / hari Liter / penumpang tiba dan pergi / hari Liter / kursi / hari Liter / kursi / hari Liter / kursi / hari Liter / tempat tidur / hari Liter / tempat tidur / hari Liter / orang / hari Liter / pengunjung / hari Liter / pengunjung / hari Liter / pengunjung / hari Liter / kursi / hari Liter / kursi / hari Liter / staf / hari liter / kios / hari
(Sumber:Pergub DKI Jakarta No:122/2005 dalam http://www.penguin.co.id/info/tank-capacity)
35
2.7.5 Faktor Jam Puncak Jam puncak merupakan jam dimana terjadi pemakaian air terbesar dalam 24 jam. Faktor jam puncak ( fp ) mempunyai nilai yang terbalik dengan jumlah penduduk. Semakin tinggi jumlah penduduk maka besarnya faktor jam puncak akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya jumlah penduduk maka aktifitas penduduk tersebut juga akan semakin beragam sehingga fluktuasi pemakaian akan semakin kecil. Nilai faktor hari maksimum dan faktor jam puncak telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Cipta Karya. Nilai – nilai tersebut seperti terdapat pada tabel 2.8 berikut ini :
Tabel 2.8 Nilai Faktor Hari Maksimum dan Faktor Jam Puncak NO
Katagori
Jumlah Penduduk
Faktor Hari
Faktor Jam
( Jiwa )
Maksimum
Puncak
1
Metropolitan
>1.000.000
1,1
1,5
2
Kota Besar
500.000 – 1.000.000
1,1
1,5
3
Kota Sedang
100.000 – 500.000
1,1
1,5
4
Kota Kecil
25.000 – 100.000
1,1
1,5
5
Ibukota
10.000 – 25.000
1,1
1,5
<10.000
1,1
1,5
Kecamatan 6
Pedesaan
( Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Cipta Karya, 1998 )
2.8
Desain Saluran Analisis hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang
dalam menampung debit rencana. Salah satu penyebab banjir adalah karena ketidakmampuan penampang dalam menampung debit banjir yang terjadi. (Sumber: eprints.undip.ac.id/34021/8/1892_CHAPTER_V.pd f)
2.9 Dimensi Saluran Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air h, luas penampang basah, A, dan keliling basah, P, dapat dituliskan sebagai berikut:
36
= ℎ .............................................................(2.11) Atau =
................................................................(2.12)
h
B
Gambar 2.22 Penampang persegi panjang =
+ 2ℎ....................................................(2.13)
Substitusi persamaan (2.12) ke dalam persamaan (2.13), maka diperoleh persamaan: = + 2ℎ.....................................................(2.14) Dengan asusmsi luas penampang, A, adalah konstan, maka persamaan (2.13) dapat dideferensialkan terhadap h dan dibuat sama dengan nol untuk memperoleh harga P minimum. ℎ
=−
ℎ
+2=0
= 2ℎ = ℎ Atau B=2h atau
Jari- jari Hidraulik =
=
=
.........................( 2.15 )
37
=
= .............................. ( 2.16 )
Perhatikan, bentuk penampang melintang persegi yang paling ekonomis adalah jika kedalaman air setengah dari lebar dasar saluran, atau jari- jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air. (Sumber: Suripin, Dr. Ir., M. Eng, 2004; halaman : 147-148)
2.9.1
Penampang Basah Saluran Drainase dan Gorong- gorong Luas penampang basah saluran drainase dan gorong – gorong dihitung
berdasarkan: 1. Penampang basah ekonomis untuk menampung debit maksimum (Ae) yaitu: Saluran berbentuk segi empat = ℎ .................................................. ( 2.17 ) =
...................................................... ( 2.18 )
=
+ 2ℎ .............................................. ( 2.19 )
Keterangan : b = lebar saluran (m) h = dalamnya saluran yang tergenang air (m) R = Jari – jari hidrolis (m) P = Keliling basah saluran (m) Ae = Luas penampang basah (m2) 2.
Penampang basah berdasarkan debit air dan kecepatan (V) rumus: =
............................................................ ( 2.20 )
Keterangan : Ad = Luas Penamapang (m2) Q = Debit air (m3/dtk) 3.
Selanjutnya dimensi saluran ditentukan atas dasar :
38
Ae = Ad Keterangan : Ae = Luas penampang ekonomis (m2) Ad = Luas penampang berdasarkan debit air yang ada (m2) 4.
Untuk
gorong-
gorong
yang
berbentuk
metal
gelombang,
hanya
diperhitungkan debit air dan penentuan penampang basah disesuaikan dengan spesifikasi yang telah ditentukan. (Sumber:http://www.scribd.com/......./d/39578850/10-PenampangBasah-Saluran-Drainase-dan-Gorong-gorong)
2.9.2
Kemiringan Saluran Lapisan dasar saluran dan dindingnya terbuat dari beton, pasangan batu
kali, pasangan batu bata, aspal, kayu, besi cor, baja plastik, atau dari tanah saja. Tabel 2.9 Hubungan KemiringanBerdasarkan Jenis Material Jenis Material
Kemiringan Saluran I ( % )
Tanah Asli
0–5
Kerikil
5 – 7.5
Pasangan
7.5
( Sumber : Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03-3424-1994 )
Kemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan kemiringan dinding saluran. Kemiringan dasar saluran maksimum yang diizinkan adalah 0,005 – 0,0075, tergantung pada beban yang digunakan. Sedangkan kemiringan dasar minimum yang diperbolehkan adalah 0,001 kemiringan yang lebih curam dari 0,005 untuk tanah padat akan menyebabkan erosi ( penggerusan ) Untuk menghitng kemiringan saluran samping dan gorong- gorong pembuang air digunakan rumus: = Keterangan V
= Kecepatan aliran (m/det)
n
= Koefisien kekasaran manning
R
= A/P = jari- jari hidrolis (m)
A
= Luas Penampang basah (m2)
=
.
....... ( 2.21 )
39
P
= Keliling basah (m)
I
= Kemiringan saluran
(Sumber : http://www.scribd.com/......./d/39578850/10-Penampang-Basah-SaluranDrainase-dan-Gorong-gorong)
2.10
Manning (1889) Seorang insinyur Irlandia bernama Robert Manning (1889) mengemukakan
sebuah rumus yang akhirnya diiperbaiki menjadi rumus yang sangat terkenal sebagai berikut: =
.................................. ( 2.22 )
Dimana n dikenal sebagai koefisien kekasaran Manning. Perlu dicatat bahwa n bukan bilangan nondimensional, tetapi berdimensi TL-1/3. (Sumber: Suripin, Dr. Ir., M. Eng, 2004; halaman : 144). Tabel 2.10 Tipikal harga koefisien kekasaran Manning, n, yang sering digunakan
No
Tipe Saluran dan Jenis Bahan
1
Beton Gorong - gorong lurus dan bebas dari kotoran Gorong - gorong dengan lengkungan dan sedikit kotoran/ gangguan Beton dipoles Saluran pembuang dengan bak kontrol Tanah lurus dan seragam Bersih baru Bersih telah melapuk Berkerikil Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu Saluran alam Bersih lurus Bersih, berkelok - kelok Banyak tanaman pengganggu Dataran banjir berumput pendek – tinggi Saluran di belukar
a. b. c. d. 2 a. b. c. d. 3 a. b. c. d. e.
Minimum
Harga n Normal
Maksimum
0,010
0,011
0,013
0,011 0,011 0,013
0,013 0,012 0,015
0,014 0,014 0,017
0,016 0,018 0,022
0,018 0,022 0,025
0,020 0,025 0,030
0,022
0,027
0,033
0,025 0,033 0,050 0,025 0,035
0,030 0,040 0,070 0,030 0,050
0,033 0,045 0,08 0,035 0,07
(Sumber: Suripin, Dr. Ir., M. Eng, 2004; halaman : 145)
40
Tabel 2.11 Nilai Koefisien Hambatan ( nd ) Kondisi Lapisan Permukaan
Nd
Lapisan Semen dan Aspal Beton
0,013
Permukaan Licin dan Kedap Air
0,020
Permukaan Licin dan Kokoh
0,1
Tanah dengan Rumput Tipis dan Gundul dengan Permukaan Sedikit Kasar
0,2
Padang Rumput
0,4
Hutan Gundul
0,6
Hutan Rimbun dan Hutan Gundul Rapat dengan Hamparan Rumput Jarang
0,8
sampai Padat
( Sumber : Modul Ajar Drainase dalam Intensitas Hujan oleh Drs. Arfan Hasan ) Tabel 2.12 Kecepatan izin berdasarkan material saluran NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis bahan Pasir halus Lempung kepasiran Lempung alluvial Kerikil halus Lempung kokoh Lempung padat Kerikil kasar Batu batu besar Pasangan batu Beton Beton bertulang
V izin (m/detik) 0,45 0,50 0,60 0,75 0,75 1.10 1,20 1,50 1,50 1,50 1,50
(Sumber: Dewan Standarisasi Nasional: 1994) 2.11. Tinggi Jagaan Jagaan (freeboard) suatu saluran ialah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi rancang. Jarak ini harus cukup untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah ke tepi. Faktor ini sangat penting terutama dalam perencanaan talang air yang dipertinggi, sebab bagian bawah talang dapat terancam oleh limpasan air. Belum ada peraturan yang dapat diterima untuk menentukan besarnya jagaan ini, karena gerakan gelombang atau kenaikan muka air di saluran dapat
41
diakibatkan oleh berbagai hal yang tidak dapat diduga sebelumnya. Gelombang sebelumnya dan kenaikan muka air biasanya diperkirakan pada saluran yang kecepatannya sangat besar dan kemiringannya sangat terjal. Sehingga aliran menjadi sangat tidak stabil, atau pada tikungan dengan kecepatan yang besar dan sudut tikungan yang besar dapat mengakibatkan kenaikan muka air yang besar pada bagian yang cembung dari tikungan tersebut, atau pada saluran dimana kecepatannya mendekati keadaan kritis, saat air mengalir pada kedalaman selangseling sehingga melompat dari taraf air rendah ke taraf air tinggi meskipun hambatan yang terjadi sangat kecil. Penyebab alamiah lainnya seperti gerakan angin dan pasang surut dapat pula mengakibatkan gelombang tinggi dan memerlukan pertimbangan khusus dalam perancangan. Besarnya jagaan yang umum dipakai dalam perancangan, berkisar antara lebih kecil dari 5% sampai lebih besar dari 30% kedalam aliran. Untuk talang melengkung yang terbuat dari baja halus, dengan kecepatan aliran tidak lebih dari 80% kecepatan kritis dengan nilai maksimum 8 kaki per detik, dari pengalaman diketahui bahwa sebaiknya dipakai jagaan sebesar 6% dari diameter talang. Pada talang di tikungan yang kecepatanya besar dapat terjadi gaya gelombang, maka jagaan harus diperbesar untuk mencegah air melimpas ke luar. Jagaan
untuk
saluran
tanpa
perlapisan
biasanya
dibuat
dengan
mempertimbangkan ukuran saluran dan lokasinya, aliran air masuk akibat badai, sifat- sifat tanah, gradien perlokasi, pemanfaatan jalan, dan tersedianya bahan galian. Menurut U.S. Bureau of Reclamation interval jagaan yang sering dipakai lebih dari 1 kaki untuk saluran primer yang airnya dangkal sampai 4 kaki bagi saluran berkapasitas 3000 kaki kubik per detik atau bagi kedalaman air yang relatif lebih besar dengan kapasitas yang lebih besar pula. Badan tersebut menyarankan suatu taksiran awal bagi jagaan yang diperlukan pada keadaan biasa, dapat dilakukan dengan rumus berikut:
42
F
=
( 2. 23 )
.
Y
B
Gambar 2.23 Tinggi Jagaan, F (dalam satuan kaki) Dimana : F
= jagaan (kaki)
y
= kedalaman air di saluran (kaki)
C
= Koefisien
C merupakan koefisien yang bervariasi dari 1,5 bagi saluran berkapasitas 20 kaki kubik perdetik sampai 2,5 bagi saluran berkapasitas 3000 kaki kubik per detik atau lebih. Penaksiran ini dibuat berdasarkan pengalaman Badan tersebut, namun tidak berlaku untuk setiap keadaan. (Sumber: Ven Te Chow,1992; halaman : 145) 2.11.1 Bangunan pelengkap ( gorong – gorong ) Gorong – gorong adalah saluran tertutup ( pendek ) yang mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya. Gorong – gorong biasanya dibuat dari beton, aluminium gelombang, baja gelombang, dan kadang – kadang lastik gelombang. Bentuk penampang melintang gorong – gorong bermacam – macam, ada yang bulat, persegi, oval, tapal kuda, dan segitiga. Berdasarkan lokasi, dikenal ada dua macam pengontrol yang dapat digunakan pada gorong – gorong, yaitu pengontrol depan (inlet) dan pengontrol belakang (outlet). Kontrol di depan terjadi jika kapasitas gorong – gorong lebih besar dari pada kapasitas pemasukan, dan kontrol di belakang terjadi jika kapasitas gorong – gorong lebih kecil dari pada kapasitas pemasukan. ( Dr. Ir. Suripin, M.Eng : 200; halaman : 196 )
43
A
=
( − sin ) α dalam radian ............. ( 2.21 )
Dimana : A
: Luas Penampang ( m2 )
D
: Diameter pipa ( m )
( Lucio Canonica, MSc.CE.ETHZ : 1991 ) 2.12 Pengelolaan Proyek 2.12.1 Uraian Rencana Kerja (Network Planning) a. Sejarah Network Planning Network Planning adalah sebuah cara atau teknik yang sangat membantu dalam sebuah perencanaan, penjadwalan dan pengawasan sebuah pekerjaan proyek yang terdiri dari beberapa pekerjaan yang saling berhubungan.Semenjak tahun 1950, network planning ini telah mulai dikembangkan di Amerika Serikat (US). Ketika itu ada dua metode yang dikenal dalam network planning, yaitu: a) Program Evaluation And Review Technique (PERT) b) Critical Path Method (CPM) Pengelolaan sebuah proyek mencakup banyak manajemen dan koordinasi berbagai macam bentuk kegiatan. Ketika beberapa tugas yang harus diselesaikan sudah berada di atas meja kerja, maka hal ini menjadi suatu tantangan untuk menjaga semua aspek proyek agar semuanya tetap berjalan dengan lancar. Dalam sebuah pelaksanaan proyek konstruksi ataupun lainnya, haruslah direncanakan dengan matang sebuah rancangan kegiatan kerja. Proyek, secara sederhana adalah sebagai suatu urutan peristiwa yang dirancang dengan baik dengan suatu permulaan dan suatu akhir yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang jelas dan dipimpin oleh orang, dengan beberapa parameter seperti waktu, biaya dan kualitas. Network adalah sebuah jaringan kerja yang dimaksudkan pada sebuah proyek kerja konstruksi. Untuk memudahkan pelaksanaan sebuah proyek konstruksi,
44
maka diperlukan adanya sebuah perencanaan yang baik agar seluruh kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Perencanaan jaringan kerja pada sebuah proyek lebih
dikenal
dengan
istilah
network
planning
(NWP).
Sebuah network planning adalah gambaran kejadian-kejadian dan kegiatan yang diharapkan akan terjadi dan dibuat secara kronologis serta dengan kaitan yang logis dan berhubungan antara sebuah kejadian atau kegiatan dengan yang lainnya. Ini juga merupakan teknik dalam perencanaan kegiatan atau proyek yang dapat menjawab pertanyaan bagaimana mengelola suatu proyek dan dasar yang kokoh bagi seorang pimpinan proyek untuk menentukan kebijakan di dalam suatu proyek konstruksi.Agar dapat berjalan dengan sesuai yang telah direncanakan, sebuah network planning merupakan alat bagi seorang pimpinan proyek untuk dapat melaksanakan penjadwalan dan pengendalian yang cermat dalam pelaksanaan suatu
kegiatan
proyek
konstruksi.
(Sumber:
http://ilmu-
tekniksipil.blogspot.com/2011/01/network-planning-pada-pekerjaan.html)
b. Langkah-langkah dalam Menyusun Network Planning Sistematika lengkap dan proses penyusunan jaringan kerja menurut jay Heizr dan Barry Render ( 2003 ; 509 ) adalah sebagai berikut : 1. Menginventarisasi kegiatan – kegiatan, pada langkah ini dilakukan pengkajian
dan
pengidentifikasian
lingkup
proyek
menyesuaikan
memecahkannya menjadi kegiatan – kegiatan atau kelompok – kelompok kejadian yang merupakan komponen proyek. 2.
Menyusun hubungan antar kerja, pada langkah ini disusun kembali komponen – komponen pada langkah pertama sesuai dengan logika ketergantungan.
45
Tabel 2.13 Contoh Penyusunan Network Planning
3. Menyusun network diagram, pada langkah ini hubungan antara kegiatan yang telah disusun pada langkah kedua, disusun menjadi masa rantai dengan urutan
yang
sesuai
dengan
logika
ketergantungan.
Langkah
ini
mendeskripsikan proses produksi secara keseluruhan.
Gambar 2.24 Critical Path Method
Gambar 2.25 Contoh CPM yang salah Gambar diatas salah karena pekerjaan saluran tidak dapat dilakukan sebelum pekerjaan galian dimulai.
Gambar 2.26 Contoh CPM yang benar
46
Gambar
diatas
benar
karena
urutan
pekerjaan
sesuai
dengan
logika
ketergantungan. 1.
Menentukan waktu untuk setiap kegiatan. Memberi kurun waktu pada setiap kegiatan yang dihasilkan, menyesuaikan lingkup proyek. Perhitungan kuantitas hari kerja
Kurun Waktu
(2.24)
Contoh perhitungan: Pekerjaan pembersihan dengan volume pekerjaan 125.103,7 m2 Produktivitas kerja untuk 1 m2 pekerjaan pembersihan adalah: = 100 m2/pekerja/hari
,
Untuk 125.103,7 m2 pekerjaan pembersihan dikerjakan 30 pekerja .
2.
,
/
/
= 41,7 hari ~ 42 hari
Mengidentifikasi jalur kritis ( critical path ) pada nettwork diagram dilakukan perhitungan maju dan perhitungan mundur, dari perhitungan tersebut dihitung float dan identifikasi jalur kritisnya.
Gambar 2.26 Jalur Kritis
47
3.
Melakukan analisa waktu, biaya dan sumber daya. Setelah melakukan langkah tersebut diatas, maka dilanjutkan dengan melakukan analisa waktu, biaya, dan sumber daya yang meliputi : a. Menentukan kurun waktu proyek yang paling optimal dilihat dari segi biaya, ditunjukan untuk memilih berbagai alternatif, kurun waktu proyek dilihat dari segi biaya. b. Meminimalkan fluktuasi sumber daya, meningkatkan efisiensi pengelolaan proyek dengan cara mencegah terjadinya naik turub yang terlalu tajam dalam
waktu
relatif terhadap
keperluan sumber daya. (Sumber:
http://www.scribd.com/)
2.12.2 Kurva S dan Barchart A. Kurva S Kurva S merupakan salah satu metode perencanaan pengendalian biaya yang sangat lazim digunakan pada suatu proyek. Kurva S merupakan gambaran diagram percent komulatif biaya yang diplot pada suatu sumbu koordinat dimana sumbu absis (X) menyatakan waktu sepanjang masa proyek dan sumbu Y menyatakan nilai percent komulatif biaya selama masa proyek tersebut. Pada Diagram Kurva S, dapat diketahui pengeluaran biaya yang dikeluarkan persatuan waktu, pengeluaran biaya komulatif per satuan waktu dan progress pekerjaan yang didasarkan pada volume yang dihasilkan dilapangan. Tujuan penggunaan kurva S adalah : 1.
Bagi Kontraktor, sebagai dasar untuk membuat tagihan pembayaran ke pemilik proyek
2.
Bagi Owner / pemilik Proyek, sebagai dasar memantau progress pekerjaan fisik dilapangan yang selanjutnya sebagai dasar pembayaran ke kontraktor
48
Tabel 2.14 Contoh Kurva S
(Sumber : http://www.ilmusipil.com/cara-membuat-bar-chart-proyek) Untuk menggambarkan Kurva S dapat diasumsikan biaya setiap item terdistribusi secara merata selama durasinya. Kondisi ini tidak selamanya benar, karena dimungkinkan suatu item pekerjaan dengan biaya pembelian material yang besar (menyerap lebih dari 50 % dari total harga pekerjaan tersebut) akan diserap di
awal
pekerjaan
tersebut
dan
sisa
durasi
dilakukan
untuk
biaya
pemasangannnya. Namun hal ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan dasar untuk pembuatan tagihan kontraktor dikarenakan progress fisik pengerjaannya belum terlaksana. Cara membuat kurva S rencana adalah sebagai berikut : 1. Membuat bar chart (yang benar adalah membuat CPM dulu kemudian dibuat bar chart) 2. Melakukan pembobotan pada setiap item pekerjaan. 3. Bobot item pekerjaan itu dihitung berdasarkan biaya item pekerjaan dibagi biaya total pekerjaan dikalikan 100 4. Setelah bobot masing-masing item dihitung pada masing-masing didistribusikan bobot pekerjaan selama durasi masing-masing aktivitas.
49
5. Setelah itu jumlah bobot dari aktivitas tiap periode waktu tertentu, dijumlah secara kumulatif. 6. Angka kumulatif pada setiap periode ini di plot pada sumbu Y (ordinat) dalam grafik dan waktu pada absis. 7. Dengan menghubungkan semua titik-titik didapat kurva S
Cara membuat kurva S aktual adalah kurva S aktual di plot pada kurva S rencana, dengan cara pembuatan sama dengan pembuatan kurva S rencana. Perbedaan adalah dalam perhitungan biaya pekerjaan per satuan waktu dihitung berdasarkan volume fisik yang dihasilkan dikalikan dengan harga satuan pekerjaan tersebut (volume yang dihasilkan diedarkan dari opname pekerjaan yang dilakukan oleh owner / pemilik atau yang mewakili dan hasil opname ini di dokumentasikan dalam bentuk format-format laporan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. B.
Barchart Barchart merupakan bagan yang memuat suatu daftar kegaiatan
kegiatan yang akan dilaksanakan, disusun secara berbaris ke bawah dimana masing- masing kegiatan memiliki waktu pelaksanaan yang diperlukan (durasi) yang ditunjukkan dalam bentuk garis berskala waktu (umumnya garis dipertebal sehingga menyerupai balok). Panjang setiap garis/ balok menunjukkan lamanya waktu yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan serta saat untuk memulai dan mengakhiri kegiatan tersebut (Soerharto, 1999). Sedangkan satuan waktu dapat berupa hari, minggu, bulan atau interval waktu tertentu. Selanjutnya pengendalian waktu pelaksanaan dilaksanakan dengan menghitung prestasi kegiatan yang dicapai atau yangtelah dilaksanakan dalam waktu tertentu/actual. Untuk selanjutnya dibandingkan dengan rencana waktu yang ditunjukkan dalam bagan Barchart.
50
Untuk menghitung persentase kegiatan yang telah dicapai atau yang telah dilaksanakan dapat dilakukan melalui pendekatan volume atau melalui bobot terhadap biaya dari masing- masing jenis pekerjaan. Dalam hal perhitungan melalui bobot masing- masing jenis kegiatan maka Barchart dapat dilengkapi dengan suatu kurva yan gdikenal dengan kurva “S”, yang merupakan fungsi waktu dan persentase bobot pekerjaan. Tabel 2.15 Contoh Barchart
(Sumber : http://irikaw.wordpress.com/2011/02/18/barchart/) Untuk memperhitungkan persentase bobot masing- masing jenis kegiatan haruslah diketahui baik biaya masing- masing kegiatan maupun jumlah biaya keseluruhan pekerjaan. Perhitungan persentase bobot masing- masing jenis kegiatan adalah sebagai berikut:
Bobot Kegiatan=
ℎ
× 100%
(2.25)
(Sumber: ejournal.unud.ac.id/abstrask/7%20ok%20wiranata%20_174-182_.pdf )