BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Teoritik 1. Tinjauan Tentang Konsep Diri a. Pengertian Konsep Diri Setiap manusia tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya selalu berkembang. Perkembangan merupakan proses yang terbentuk secara kontinum dan berkelanjutan dalam kehidupan. Menurut Piaget (dalam Syamsu yusuf, 2009: 4) menyatakan bahwa “Perkembangan manusia dapat digambarkan dengan konsep fungsi dan stuktur”. Konsep fungsi merupakan bawaan biologis untuk mengorganisasi pengetahuan dalam bentuk kognisi. Konsep stuktur (skema) merupakan seperangkat ketrampilan yang fleksibel dan digunakan individu untuk memahami lingkungan. Pemahaman individu terhadap lingkungannya merupakan seperangkat ketrampilan dalam diri individu. Ketrampilan ini didapat melalui pengalaman dan bagaimana individu memahami dirinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Malcolm Hardy dan Steve Heyes (diterjemahkan oleh Soenarji 1985: 137), yang menjelaskan bahwa ”sementara dia mengetahui lingkungannya, dia pun mengetahui siapa dirinya, dan dia pun mengembangkan sikap terhadap dirinya sendiri dan perilakunya. Pengetahuan dan sikap ini dikenal sebagai konsep diri”. Pendapat di atas dapat diartikan bahwa pengetahuan tentang diri dan sikap terhadap diri dan lingkungannya merupakan konsep diri. Selanjutnya Danie E, et al. (diterjemahkan oleh Brian Marswendy 2009: 380) berpendapat “Konsep diri adalah gambaran total kita terhadap diri sendiri”. Gambaran tentang bagaimana dan seperti apa individu adalah konsep diri yang terbentuk dalam diri individu. Pembentukan konsep diri ini melalui interaksi dengan orang lain. Sejalan dengan pendapat di atas Hendriyati (2009: 138) menyatakan bahwa “Konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan”. Berdasarkan hal tersebut konsep diri merupakan 8
9 bentukan pengalaman yang dialami individu, sehingga konsep diri ini menggambarkan pengalaman yang diperoleh individu dari hidupnya, dan itu terlihat pada diri individu. Gambaran konsep diri individu juga terlihat dari sikap mereka. Murmanto (2007: 67) menjelaskan bahwa “konsep diri seseorang dapat dilihat dari sikap mereka”. Konsep diri dalam makna ini adalah individu menilai dirinya dengan melakukan perilaku seperti nilai yang dimilikinya. Dalam pendapat yang lain Harter (dalam Danie E.P., Sally W.O., dan Ruth D.F. diterjemahkan oleh Brian Marswendy 2009) menjelaskan bahwa “Tindakan kita dipengaruhi oleh sistem evaluasi dan diskriptif terhadap diri kita sendiri”. Jadi “bagaimana individu” tergantung cara individu tersebut mendiskripsikan dirinya dalam tindakan dan bagaiman cara mengevaluasi dirinya. Sejalan dengan hal itu Marsh (dalam James F. Calhoun dan Joan Ross A. 1990: 71) menjelaskan bahwa “evaluasi tentang diri kita sendiri merupakan komponen konsep diri yang sangat kuat.” Evaluasi tentang diri yang dimaksud adalah bagaimana individu memandang atau menilai dirinya. Penilaian tersebut berdasar pada apa yang ada dalam diri individu tersebut. Penilaian tersebut mengacu pada aspek spesifik. Menurut Santrock (2003: 336) menjelaskan “konsep diri (self concept) merupakan evaluasi terhadap domain spesifik diri”. Domain spesifik yang dievaluasi seperti hidupnya, akademik, atletik, fisik, dan sebagainya, sehingga hasil evaluasi ini merupakan hal yang membentuk konsep diri. Sejalan dengan hal tersebut Alex Sobur (2011: 507) menjelaskan bahwa “konsep diri adalah semua persepsi kita terhadap aspek diri, yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang berdasar pada pengalaman dan interaksi dengan orang lain”. Pendapat ini diartikan bahwa konsep diri merupakan persepsi menyeluruh tentang diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis. Konsep diri juga terbentuk melalui pengalaman yang di terima individu melalui interaksi dengan orang lain.
10 Berdasarkan pengertian konsep diri dari berbagai ahli di atas, maka pengertian konsep diri dapat disimpulkan sebagai suatu gambaran dan evaluasi menyeluruh tentang diri yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi dengan orang lain. b. Aspek Konsep Diri Konsep diri merupakan gambaran dan evaluasi menyeluruh tentang diri yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Menurut Fitts (dalam Hendrianti, 2009) membagi aspek-aspek konsep diri individu menjadi dua dimensi besar, yaitu: dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal terdiri atas tiga bagian: diri identitas, diri pelaku, diri penilai, sedangkan dimensi eksternal terdiri dari diri fisik, diri pribadi, diri sosial, dan diri etik moral. Dimensi eksternal ini terkait dengan konsep diri positif dan negatif. Selanjutnya kedua dimensi ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Dimensi Internal a) Diri identitas Diri identitas, yaitu label ataupun simbol yang dikenakan oleh seseorang untuk menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Label-label ini akan terus bertambah seiring dengan bertumbuh dan meluasnya kemampuan seseorang dalam segala bidang. Contoh dari diri identitas dapat dipaparkan sebagai berikut: seorang anak bernama Andi menyebut dirinya pelajar, konsep diri Andi ini terbentuk karena Andi yang sedang menempuh suatu tingkat pendidikan menengah. b) Diri pelaku Diri pelaku, yaitu adanya keinginan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan rangsang internal maupun eksternal. Konsekuensi perilaku tersebut akan berdampak pada lanjut tidaknya perilaku tersebut, sekaligus akan menentukan apakah suatu perilaku akan diabstraksikan, disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas.
11 Contoh dari dimensi diri pelaku yaitu: ketika seorang anak mempunyai konsep diri sebagai pelajar maka anak tersebut melakukan konsekuensi dari konsep dirinya dengan melakukan perilaku pelajar seperti belajar, menggunakan seragam ketika sekolah, dan menaati peraturan di tingkat pendidikan yang diikutinya. c) Diri penilai Diri penilai, yang lebih berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, penghayal, pembanding, dan terutama sebagai penilai. Di samping fungsinya sebagai jembatan yang menghubungkan kedua diri sebelumnya. Diri penilai ini menilai kesesuaian antara perilaku yang ditunjukkan dengan identitas konsep diri yang dibentuknya. Misalnya seorang anak menyatakan dirinya sebagai pelajar yang baik maka perilaku yang ditunjukkannya sesuai dengan ciri-ciri pelajar, namun bila dirinya menilai perilakunya tidak sesuai dengan ciri-ciri pelajar yang baik maka hal tersebut mengubah identitasnya. 2) Dimensi Eksternal a) Diri fisik Konsep diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut pandang fisik, kesehatan, penampilan keluar, dan gerak motoriknya. Konsep diri seseorang dianggap positif apabila ia memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Misalnya seorang anak yang memiliki wajah tidak tampan namun anak tersebut menyukurinya dengan tidak merasa minder dari teman-temannya menurutnya wajah bukan merupakan kekurangan yang menghambat hubungannya dengan teman-temannya. Dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila seseorang memandang rendah atau memandang sebelah mata kondisi yang melekat pada fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Contohnya seseorang yang memiliki tinggi badan yang pendek, orang tersebut
12 enggan bergaul dengan teman-temannya yang lebih tinggi darinya karena merasa minder dan tidak percaya diri. b) Diri pribadi Konsep diri pribadi, yaitu cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada pada dirinya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila orang tersebut memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh kebahagiaan, memiliki optimisme dalam menjalani hidup, mampu mengontrol diri sendiri, dan sarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila orang tersebut memandang dirinya sebagai individu yang tidak pernah (jarang) merasakan kebahagiaan, pesimis dalam menjalani kehidupan, kurang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri, dan potensi diri yang tidak ditumbuh kembangkan secara optimal. Aspek pribadi ini dapat terlihat dengan bagaimana individu memandang sesuatu. Misalnya seorang pelajar diberikan tugas oleh gurunya, jika memiliki konsep diri yang positif maka akan bersikap optimis dapat mengerjakan tugas tersebut namun bila konsep dirinya negatif maka tugas yang diberikan oleh gurunya merupakan beban sehingga pesimis dapat mengerjakan tugas tersebut. c) Diri sosial Konsep diri sosial, yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Aspek konsep diri sosial ini dapat terlihat dari bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh dalam sebuah keluarga terdapat kakak beradik yang beda konsep dirinya. Sang kakak merupakan anak yang pandai bergaul karena ramah, memahami dirinya dan lingkungan dan mudah dalam berkomunikasi karena memiliki arti dalam masyarakat. Sedangkan sang adik lebih suka menyendiri dan
13 kurang peka terhadap lingkungan selain itu sang adik ini minder dengan teman sebayanya sehingga sang adik merasa tidak memiliki arti dalam masyarakat dan memilih menyendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa sang adik mempunyai konsep diri yang negatif berbeda dengan sang kakak yang konsep dirinya positif. d) Diri Etik moral Konsep diri moral etik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, serta penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personalnya dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik nilai maupun prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang.
Hal tersebut dicontohkan dengan seoarang anak yang
konsep dirinya positif melakukan kegiatan ibadah dengan senang hati karena sudah mengerti arti kehidupan dan ibadah itu. Sedangkan anak yang memiliki konsep diri negatif cenderung enggan beribadah, dan jika beribadah hanya karena tuntutan tanpa mengerti maknanya. Hurlock (diterjemahkan oleh Meitasari Tjandrasa, 1999: 237) menjelaskan bahwa “setiap macam konsep diri terdiri dari aspek fisik dan psikologis”. Penjelasan dari aspek tersebut dapat diartikan sebagai berikut: aspek fisik seorang individu terkait dengan adanya keadaan dirinya seperti penampilan dan bentuk tubuh yang berhubungan dengan perilaku dan gengsi terhadap pandangan orang lain, sedangkan aspek psikologis terkait dengan kemampuan, harga diri dan hubungan dengan orang lain. Menurut Berzonsky, 1981 (dalam Murti, 2010) menyatakan bahwa aspek konsep diri adalah: a) Aspek fisik, yaitu bagaimana penilaian individu terhadap segala sesuatu yang terlihat secara fisik yang dimilikinya seperti tubuh, kesehatan, pakaian penampilan. b) Aspek sosial, yaitu bagaimana peranan sosial yang diperankan individu mencakup hubungan antara individu dengan keluarga dan individu dengan lingkungan.
14 c) Aspek moral, merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah dalam kehidupan individu dan memandang nilai etika moral dirinya seperti kejujuran, tanggung jawab atas kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta perilakunya. Apakah perilaku dalam menjaga kebersihan organ reproduksi sesuai dengan norma yang ada dan tidak mengganggu kepentingan masyarakat sekitar. d) Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri. Dari pendapat pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri terdiri dari berbagai aspek yaitu: fisik, pribadi, sosial dan moral. Aspek fisik ditandai dengan pemahaman fisik baik dari bentuk tubuh, bahasa tubuh, dan kesehatan. Aspek pribadi akan ditandai dengan pemahaman kemampuan, kontrol diri, optimis, dan minat anak. Sedangkan aspek sosial ditandai dengan bagaimana hubungan anak dengan lingkungannya. Aspek moral ditandai dengan nilai dan prinsip yang dimiliki anak, tanggung jawab, dan kesesuaian perilakunya dengan norma dalam masyarakat. Dari aspek-aspek tersebut akan membentuk keutuhan konsep diri individu. c. Ciri-ciri Konsep Diri Positif dan Negatif Setiap individu bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang di milikinya. Tingkah laku individu digunakan dalam komunikasi dengan orang lain dan dirinya. Rahkmat (2005: 104) menyatakan bahwa “konsep diri merupakan faktor yang sangat penting dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya”. Pendapat ini diartikan bahwa komunikasi interpersonal banyak dipengaruhi oleh konsep diri yang dimiliki individu, apakah konsep diri itu positif atau negatif. Selanjutnya William D. Books dan Philip Emmert (dalam Rahkmat, 2005: 105) menyebutkan bahwa ada beberapa ciri orang yang memiliki konsep diri positif dan negatif. Orang yang memiliki konsep diri negatif ditandai dengan peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, dan bersikap pesimis terhadap
15 kompetisi dengan orang lain. Orang yang memiliki konsep diri positif dapat ditandai dengan yakin akan kemampuannya, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, mampu memperbaiki diri, dan menyadari bahwa setiap orang memiliki keinginan, perasaan, dan perilaku yang tidak selamanya disetujui masyarakat. Sejalan dengan itu Wiliam, Calhoun dan Acocella (diterjemahkan oleh R.S. Satmoko, 1995: 72) menerangkan bahwa ada dua kutub konsep diri yaitu konsep diri negatif dan konsep diri positif. Kedua konsep diri ini sangat bertolak belakang. Konsep diri negatif dibagi menjadi dua jenis yaitu: pandangan seseorang tentang dirinya sendiri tidak teratur dan konsep diri yang kaku. Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri tidak teratur adalah ketika masa remaja individu kadang tidak mengetahui kestabilan dan keutuhan diri. Sejalan dengan hal itu Erikson (dalam Calhoun dan Acocella diterjemahkan oleh R.S. Satmoko, 1995: 72) menjelaskan bahwa” konsep diri mereka menjadi tidak teratur sementara waktu dan terjadi pada saat transisi dari peran anak ke peran dewasa”. Contoh dari konsep diri ini biasa terjadi pada masa remaja. Misalnya seorang anak yang memasuki masa remaja mencari contoh dari idolanya. Sehingga anak tersebut meniru tingkah laku idolanya tersebut namun bila anak tersebut menemukan idola yang baru lagi maka tingkah lakunya juga akan berubah lagi sesuai dengan idolanya yang baru. Sedangkan konsep diri yang kaku adalah konsep diri terlalu stabil dan teratur, sehingga informasi baru tidak dapat masuk kedalam dirinya. Dalam keadaan kaku tersebut akan menciptakan keadaan yang tidak sesuai dengan apa yang dipikirkanya atau konsep dirinya maka akan menimbulkan kecemasan atau rasa ancaman terhadap dirinya. Contohnya seorang anak yang sejak kecil dimanja oleh orang tuanya dan menganggap dirinya seorang “putri”. Anak tersebut akan sulit mengikuti kegiatan pramuka yang diadakan sekolah karena anak tersebut berfikir bahwa kegiatan pramuka itu sangat berat dan tidak ada gunanya sehingga menciptakan rasa cemas dalam dirinya.
16 Konsep diri positif bukanlah kebanggaan tentang diri melainkan penerimaan tentang dirinya sendiri (Calhoun dan Acocella diterjemahkan oleh R.S. Satmoko, 1995: 73). Orang yang memiliki konsep diri yang positif dapat menerima fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Hal tersebut terjadi karena orang yang memiliki konsep diri positif mengenal dengan baik dirinya. Contohnya seorang anak yang pada saat kecil bercita-cita menjadi dokter memilih untuk masuk falkutas pendidikan. Hal tersebut terjadi karena anak tersebut menimbang dan memikirkan antara kemampuan dirinya dan kemampuan finansial orang tuanya. Contoh tersebut menunjukkan konsep diri positif pada anak tersebut karena mampu memahami dan menerima keadaan dirinya. Selaras dengan pendapat di atas Wicklund dan Frey (dalam Calhoun dan Acocella diterjemahkan oleh R.S. Satmoko, 1995: 73) menjelaskan “…orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik”. Orang yang mengenal diri dengan baik akan memandang positif dirinya dan mampu mengarahkan diri pada hal-hal positif. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa konsep diri terbagi menjadi dua yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Orang yang memiliki konsep diri positif akan memandang dirinya sebagai pribadi yang menerima dan mengenal dirinya dengan baik. Sedangkan orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung memandang dirinya tidak berguna dan selalu kurang dimatanya dan orang lain karena orang yang memiliki konsep diri negatif tidak mengenal dirinya dengan baik. d. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Konsep diri terbentuk melalui pengalaman yang diterima oleh individu sehingga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Malcolm Hardy dan Steve Heyes (diterjemahkan oleh Soenardji, 1988: 142) konsep diri dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: reaksi dari orang lain, pembandingan dengan orang lain, peranan seseorang, dan identifikasi terhadap orang lain. Penjelasan dari masing-masing faktor sebagai berikut:
17 1) Reaksi dari orang lain Reaksi seseorang terhadap orang lain akan mempengaruhi konsep diri seseorang karena perasaan mengekspresikan simpati dan akan menarik seseorang untuk meniru atau bahkan mengembangkan konsep dirinya itu. Contohnya seorang anak ketika membatu orang tuanya diberikan pujian maka anak akan termotivasi untuk mengulangi atau berbuat yang lebih untuk mendapatkan pujian itu lagi dan rasa percaya diri anak akan meningkat sehingga konsep diri anak menjadi positif. Namun bila pada saat membantu orang tuanya seorang anak tidak diberikan pujian atau bahkan malah memperoleh ejekan maka anak enggan melakukan kegiatan tersebut dan berfikir bahwa bantuannya itu hanya sia-sia bahkan anak akan memiliki potensi rendah diri terhadap kemampuan yang dimilikinya sehingga konsep dirinya negatif. 2) Pembandingan dengan orang lain Konsep diri kita tergantung dari bagaimana orang lain memandang keadaan kita. Orang lain akan memandang kita positif bila kita bersikap positif. Contohnya seseorang akan berfikir bahwa dirinya muda ketika bekerja dengan orang yang lebih tua, namun tiba-tiba bisa merasa tua ketika bekerja dengan orang yang lebih muda. Kondisi ini terjadi karena orang tersebut membandingkan umurnya dengan umur teman-temannya. 3) Peranan seseorang Peran seseorang dalam lingkungan akan membuat orang tersebut tertuntut untuk melakukan hal terbaik. Hal ini karena setiap orang memiliki kebutuhan akan harga diri. Contohnya ketika anak berusia delapan tahun lalu diberikan pertanyaan “siapa saya?”, maka jawabannya mungkin hanya “saya seorang pelajar, saya seorang”, “anak dari …”, dan lain sebagainya yang menunjukkan kegiatan anak tersebut. Kondisi ini karena anak usia tersebut baru memainkan beberapa peran dalam masyarakat. Semakin bertambahnya umur maka jumlah pengalamannya juga bertambah dan perannya pun juga bertambah.
18 4) Identifikasi terhadap orang lain Masa anak-anak belajar mulai dari meniru apa yang lihat dan mereka dengar. Sehingga orang dewasa adalah model yang akan ditiru oleh anakanak. Contohnya seorang anak akan meniru idolanya baik secara penampilan maupun tindakan, misal seorang anak A mengidolakan Cristiano Ronaldo, maka anak A akan meniru penampilan dan tingkah laku idolanya shingga mirip dengan idolanya. Kondisi ini terjadi karena identifikasi anak tersebut terhadap idolanya sehingga dapat melakukan tingkah laku yang mirip dengan idolanya. Pendapat di atas menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah reaksi dari orang lain, pembandingan dengan orang lain, peranan seseorang, identifikasi terhadap orang lain. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap konsep diri seseorang. Menurut Verderber (dalam Alex Sobur, 2003: 518) sedikitnya ada tiga faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu self appraisal, reaction and responses of others, dan roles you play. Kemudian Brookss menambahkan faktor lain yaitu reference group. Faktor-faktor di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Self Appraisal Menunjukkan suatu pandangan yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalam komunikasi, atau kesan individu terhadap dirinya sendiri. Semakin besar pengalaman positif yang individu peroleh, maka semakin positif konsep dirinya dan sebaliknya. Misalnya seorang anak membantu orang tuanya berjualan buah dipinggir jalan dan mendapat pujian dari pembeli yang membeli dagangannya maka anak tersebut menerima pengalaman positif dan memberikan kesan terhadap dirinya sendiri bahwa hal yang dilakukannya adalah hal yang baik. Sehingga konsep diri yang terbentuk pada anak tersebut positif. 2) Reactions and respons of others Konsep diri tidak saja berkembang melalui pandangan individu terhadap dirinya sendiri, namun juga berkembang dalam rangka interaksi individu
19 dengan masyarakat. Oleh sebab itu, konsep diri dipengaruhi oleh reaksi dan respons orang lain terhadap dirinya. Contohnya ketika anak mendapatkan reaksi berlebih dari gurunya saat mendapatkan nilai buruk dalam mata pelajaran matematika. Anak tersebut mungkin akan stess atau bahkan membenci pelajaran matematika. Sehingga anak tersebut memiliki kesulitan dalam mengembangkan kemampuan matematika sehingga memiliki kecenderungan membentuk konsep diri negatif. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa reaksi dari orang lain mempengaruhi konsep diri seseorang. 3) Roles you Play-Role taking Adanya aspek peran yang individu mainkan sedikit banyak akan mempengaruhi konsep diri individu. Peran yang individu mainkan adalah hasil dari sistem nilainya. Lebih banyak peran yang individu mainkan dan dianggap positif oleh orang lain, semakin positif konsep dirinya. Semakin positif konsep dirinya, semakin baik komunikasi individu dengan orang lain. Contohnya seorang yang melakukan perannya sebagai guru dengan baik maka akan mampu menjalin komunikasi dengan murid, rekan sejawat, maupun atasannya dengan baik. Semakin positif pandangan orang lain terhadap peran yang dimainkan maka semakin positif pula konsep diri yang dibentuknya. 4) Reference Groups Merupakan kelompok rujukan yang mana individu menjadi anggota dalam kelompok tersebut. Komunikasi akan dapat mengembangkan konsep diri seseorang sebagai akibat dari adanya pengaruh kelompok rujukan. Semakin banyak kelompok rujukan yang menganggap diri individu positif, semakin positif pula konsep dirinya. Misalkan seorang pemuda yang mengikuti sebuah geng motor rx-king, selalu berkumpul dengan kelompok gengnya sabtu malam. Ketika berkendara di siang hari pemuda itu memakai jaket racing dan helm racing. Tindakan yang dilakukan pemuda tersebut untuk menunjukan bahwa dirinya adalah anggota geng motor rxking tersebut.
20 Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep
diri
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi konsep diri individu di antaranya adalah persepsi seseorang terhadap dirinya, reaksi orang lain terhadap diri seseorang, seberapa banyak peran yang dimainkan individu dan perbandingan dirinya dengan orang lain. e. Meningkatkan Konsep Diri Konsep diri terbentuk sejak masa kanak-kanak saat seseorang menemukan atau memperoleh pengalaman dalam kehidupan. Symonds (dalam Hendrianti, 2009: 143) menyatakan bahwa ”persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perspektif”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa perkembangan konsepsi tentang diri tidak dibawa sejak lahir melainkan berkembang
secara
bertahap
sesuai
dengan
perkembangan
dirinya.
Perkembangan konsep diri ini juga dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh individu. Cooley (dalam Calhoun dan Acocella diterjemahkan oleh R.S. Satmoko, 1995: 77) menjelaskan bahwa “kita menggunakan orang lain sebagai cermin untuk menunjukkan diri kita”. Berdasarkan hal itu individu mengembangkan konsep diri melalui meniru dan mengamati orang lain sebagai bahan evaluasi dirinya. Melalui mengamati dan meniru inilah individu belajar memahami dan menilai diri sebagai evaluasi terhadap dirinya untuk meningkatkan konsep dirinya. Orang yang pertama menjadi cerminan diri seseorang adalah orang tuanya, selanjutnya seorang individu akan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungannya. Selaras dengan pendapat Cooley, Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun dan Acocella diterjemahkan oleh R.S. Satmoko, 1995: 77) yang menyatakan bahwa “Konsep diri adalah ciptaan sosial, hasil belajar kita melalui hubungan kita dengan orang lain”. Melalui hal tersebut individu akan terus belajar memperbaiki dan mengembangkan diri untuk menciptakan konsep diri idealnya.
21 Alex Sobur (2003: 511) menjelaskan bahwa ”pada seorang anak, ia mulai belajar berfikir dan merasakan dirinya seperti apa yang telah ditentukan orang lain; misalnya orang tuanya, gurunya, atau teman-temannya”. Penjelasan tersebut diartikan bahwa konsep diri akan terbentuk melalui interaksi seorang anak dengan orang lain terutama orang tuanya, gurunya, dan teman-temannya. Pada intinya lingkungan berpengaruh terhadap konsep diri yang dibentuk anak. Masa kanak-kanak seseorang akan mengembangkan kemampuankemampuannya melalui permainan (Desmita, 2009: 155). Melalui permainan anak akan berinteraksi dan mendapatkan pengalaman dalam hidupnya. Sehingga anak akan mengetahui bagaimana dirinya dan anak akan mencari contoh untuk konsep diri selanjutnya. Sejalan dengan pendapat Desmita, Tadkiroatun Musfiroh (2005: 18) menjelaskan “Bermain memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menjadi diri mereka sendiri, mengenal diri mereka sendiri, demi membentuk desain kehidupan yang lebih baik”.
Pendapat ini dapat diartikan bahwa
bemain membantu perkembangan anak sehingga anak akan menemukan dan mengenal diri mereka untuk membentuk konsep dirinya. Dari penjelasan berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri pada anak-anak dapat ditingkatkan melalui permainan yang dilakukan oleh anak. Melalui permainan anak akan mengenal diri mereka dan berinteraksi dengan orang lain sehingga anak akan mengevaluasi dirinya dan mengubah konsep diri yang mereka miliki kearah yang lebih baik. 2. Tinjauan tentang Permainan Kreatif Melalui Bimbingan Kelompok a. Pengertian Permainan Kreatif Manusia mengalami fase-fase perkembangan, salah satunya fasenya adalah masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak ini sering disebut masa bermain. Menurut Hurlock (diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo 1980: 148) “ masa kanak-kanak disebut usia bermain karena luasnya minat dan kegiatan bermain bukan karena banyak waktu untuk bermain”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kegiatan bermain merupakan sesuatu yang diminati anak.
22 Sejalan dengan pendapat tersebut Monks, Knoers dan Siti Rahayu H. (2006: 131) menyatakan bahwa “anak dan permainan merupakan dua pengertian yang hampir tidak dapat dipisahkan satu sama lain”. Hal tersebut menunjukkan bahwa bermain merupakan kegiatan yang kental hubungannya dengan anak. Kegiatan bermain juga merupakan sarana belajar anak. Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunia dan meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Menurut Cohen (dalam Septia Sugiarsih: 2010) menerangkan bahwa “bermain merupakan pengalaman belajar”. Penjelasan tersebut menegaskan bahwa melalui bermain anak akan mengalami proses belajar dari pengalaman yang diterimanya. Sejalan dengan hal tersebut Garvey (dalam Takdkiroatun Musfiroh 2005: 13) menjelaskan bahwa “bermain berkaitan erat dengan pertumbuhan anak”. Penjelasan tersebut menggambarkan pentingnya bermain bagi anak. Permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai pencarian menangkalah (Andang Ismail dalam Suwarjo dan Eva I.E. 2010: 3). Hal ini menunjukkan bahwa permainan merupakan kegiatan bermain dengan tujuan tertentu. Kegiatan bermain merupakan sarana yang digunakan oleh seseorang dalam mencari kesenangan dan kepuasannya. Selanjutnya permainan Menurut Kimpraswil (dalam Haryanto: 2010) mengatakan bahwa “permainan merupakan usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik.” Penjelasan tersebut menunjukan bahwa permainan sangat penting dalam kehidupan, karena untuk meningkatkan dan mengembangkan diri. Selain itu permainan juga mampu meningkatkan motivasi dan prestasi dalam kegiatan berorganisasi. Dalam pendapat yang lain Erikson (2010: 244) menyatakan bahwa “Permainan adalah salah satu fungsi ego, sebuah upaya untuk mensinkronkan proses-proses badaniah dan sosial dengan self (diri)”. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwas ego membantu mensingkronkan diri dengan proses
23 badaniah dan sosial yang dilakukan melalui permaian, sehingga dorongan diri mampu direalisasikan melalui tindakan nyata dalam permainan. Hal tersebut berarti permainan membantu anak dalam hubungan dirinya dengan dirinya sendiri maupun dengan keadaan sosial di sekitarnya. Merujuk pada pendapat tersebut maka permainan dapat disimpulkan sebagai suatu aktifitas bermain yang dilakukan anak dalam rangka mengolah dan mengsinkronkan kemampuan diri dengan lingkungan melalui pengalaman yang didapat sehingga mendapatkan kepuasan dalam hidupnya. Seorang anak akan melakukan kegiatan bermain dalam kehidupannya. Menurut Hurlock (diterjemahkan oleh Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih 1988: 320) menjelaskan bahwa “para ilmuwan telah menunjukkan bahwa bermain merupakan pengalaman belajar yang berharga”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa bermain merupakan sarana belajar individu dari pengalaman yang diperolehnya saat bermain. Bermain berhubungan erat dengan kreativitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Suwarjo dan Eva I.E. (2010: 11) yang menyatakan bahwa “Dalam bermain, anak-anak dapat berimajinasi sehingga dapat meningkatkan daya kreativitas anak-anak”. Hal ini diartikan bahwa bermain merupakan sarana belajar anak untuk memperoleh pengalaman yang memiliki kaitan erat dengan kreativitas. menjelaskan
Moustakas (dalam Sujiono,Y.N. dan Sujiono, B 2010: 38) bahwa
“Kreativitas
berhubungan
dengan
pengalaman
mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam berhubungan dengan diri sendiri, alam, dan orang lain”. Pendapat di atas menunjukkan bahwa kreativitas sangat erat kaitanya dengan identitas individu dan pengalaman yang di alaminya. Pengalaman yang dialami individu akan membantu dirinya menemukan identitas yang berbeda dengan orang yang lain, hal ini karena kemampuan kreatif dalam diri individu berkembang seiring individu mampu mengaktualisasikan dan mengekpresikan dirinya. Sehingga kreativitas dapat diartikan sebagai suatu ekspresi dan aktualisasi indentitas yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman yang dialami individu. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas seiring dengan
24 permainan dimana pengalaman yang diterima menjadi sumber belajar. Sehingga kreativitas mampu berkembang melalui permainan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka permainan kreatif dapat disimpulkan sebagai
suatu aktifitas bermain yang dilakukan untuk
mengaktualisasikan diri yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga mampu meningkatkan kemampua-kemapuan yang dimiliki. Kemapuan-kemampuan tersebut dapat membentuk konsep diri positif seseorang, hal tersebut karena peningkatan kemapuan seseorang mengubah pandanganya terhadap dirinya. b. Ciri-ciri Permainan Kreatif Suatu kegiatan pasti memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang membedakannya dengan kegiatan yang lain. Kreativitas juga mempunyai karakteritik menurut Jamaris (dalam Sujiono,Y.N. dan Sujiono, B 2010: 38) menjelaskan bahwa “Secara umum karakteristik dari suatu bentuk kreativitas tampak dalam proses berpikir saat seseorang memecahkan masalah”. Dalam hal ini masalah yang dihadapi berhubungan dengan kelancaran dalam menjawab atau mengemukakan pendapat, kelenturan dalam mengemukakan berbagai alternatif dalam memecahkan masalah, keaslian menghasilkan ideide, gagasan atau hasil karya yang asli dari pemikiranya sendiri, elaborasi dimana kemampuan dalam mengembangkan ide dan aspek yang mungkin tidak dipikirkan orang lain, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi situasi yang tidak menentu. Permainan juga mempunyai ciri yang membedakannya dengan kegiatan yang lain. Menurut Takdkiroatun Musfiroh (2005: 9) menerangkan ciri permainan adalah
menyenangkan, motivasi intrinsik, spontanitas, ada
peran aktif, nonliteral, kaidah nonektrinsik, aktif, dan fleksibel. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa suatu permainan bercirikan menyenangkan pemainnya, sehingga suatu permainan dilakukan karena anak atau pelaku permainan merasa senang. Suatu permainan juga dilakukan melibatkan semua pemainnya. Permainan juga bersifat pura-pura atau nonliteral. Suatu permainan juga memiliki aturan sendiri atau nonektrinsik. Suatu permainan
25 juga bersifat fleksibel dimana pemain boleh melakukannya dan berganti ke permainan yang lain. Dalam pendapat yang lain Buytendijk (dalam Monks dan Knoers dan Siti Rahayu H, 2006: 134) menjelaskan bahwa ada tujuh ciri permainan yaitu: 1) Permainan adalah selalu bermain dengan sesuatu. 2) Permainan selalu ada sifat timbal balik dan sifat interaksi. 3) Permainan selalu berkembang. 4) Permainan ditandai dengan pergantian yang tidak diramalkan. 5) Orang yang bermain tidak hanya bermain dengan orang itu atau orang lain melainkan dengan orang yang bermain. 6) Bermain memerlukan aturan dan ruang. 7) Aturan permainan membatasi bidang permainannya. Dari penjelasan di atas maka ciri permainan dapat disimpulkan yaitu permainan berciri menyenangkan, menggunakan sesuatu sebagai alat, permainan
memungkinkan
interaksi
antar
pemainnya,
permainan
menggunakan aturan dalam melakukannya, permainan juga bersifat fleksibel dimana dapat berhenti dan melakukan pergantian yang tidak terduga. Dari pemaparan ahli di atas maka permainan kreatif bercirikan: 1) Permainan kreatif bersifat interaksi, maksudnya permainan kreatif membantu pemain dalam menghargai perbedaan dirinya. Hal tersebut terjadi karena interaksi yang terjadi dalam permainan. 2) Permaianan kreatif bersifat menyenangkan, maksudnya permainan kreatif membantu pemain merasa aman sehingga pemain mampu memecahkan masalah dalam permainan dengan menyanangkan. 3) Permainan
kreatif
bersifat
fleksibel,
maksudnya
pelaksanaan
permainan kreatif tidak terpaku pada sesuatu media yang .khusus dan harus ada. Permainan kreatif dapat memanfaatkan hal-hal yang ada disekitar
tempat
permainan
untuk
digunakan
sebagai
media
permainan. 4) Permainan kreatif memiliki aturan, maksudnya aturan dalam permainan kreatif membantu pemain dalam mengenali masalah dalam
26 permainan dan membatu mencari solusi pemecahannya sehingga mampu menyelesaikan permainan. 5) Permaian kreatif mengembangkan orisinilitas, maksudnya permainan kreatif mengembangkan ide-ide dan gagasan yang tidak difikirkan orang lain untuk menyelesaikan permainan. 6) Permainan kreatif melatih kesabaran. Hal tersebut karena dengan pelaksanaan permainan kreatif seorang anak akan dilatih untuk jeli, teliti, dan sabar dalam mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan permainan kreatif yang dimainkannya. c. Tujuan Permainan Kreatif Kegiatan bermaian dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa anak hidup dan lingkungan tempat anak tinggal. Menurut Cartron dan Allen (dalam Sujiono,Y.N. dan Sujiono, B 2010: 19) menyatakan bahwa “Tujuan program kegiatan bermain yang utama adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh serta terjadinya komunikasi interaktif”. Sehingga dalam kegiatan bermain anak akan belajar mengenai dirinya demi pengoptimalan potensi yang dimilkinya melalui komunikasi dalam kegiatan bermain. Selanjutnya Sujiono,Y.N. dan Sujiono, B (2010: 35) menyatakan bahwa “Bermain kreatif memiliki tujuan utama yakni, memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak melalui bermaian kreatif, interaktif, dan terintregrasi dengan lingkunagan bermain anak”. Dari penjelasan itu dapat diketahui bahwa kegiatan bermain kreatif dapat membantu dalam pengoptimalan perkembangan anak, selain itu bermain kreatif juga harus terintegrasi dengan lingkungan. Berkaitan tentang tujuan permainan Hurlock (dalam Suwarjo dan Eva I.E. 2010) menjelaskan bahwa: Bermain dapat mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuh anak, berkomunikasi artinya mereka mengerti apa yang disampaikan orang lain dan sebaliknya mereka harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan, penyaluran energi emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan,
27 memberikan kesempatan belajar berbagai hal, merangsang kreativitas anak, dapat membandingkan kemampuan yang di miliki dengan kemampuan orang lain sehingga dapat membangun konsep diri secara lebih pasti dan nyata, belajar bermasyarakat, membantu menemukan standar moral, belajar bermain dengan peran jenis kelamin, belajar kerja sama, melatih kejujuran, sportivitas dan lain sebagainya.(hlm. 4) Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa melalui bermain anak mampu mengembangkan kemampuan yang dia miliki dengan optimal. Vygotsky (dalam Suwrajo dan Eva I.E. 2010: 5) menerangkan bahwa “Bermaian banyak melibatkan imaginary anak. Bagi anak, situasisituasi imaginary itu adalah nyata”. Dari penjelasan itu situasi imajinatif sangat erat dengan anak, hal ini karena anak akan mengembangkan imajinasinya melalui bermain. Hal ini sejalan dengan pernyataan Santrock (dalam Suwarjo dan Eva I.E. 2010: 5) yang menyatakan bahwa “Orang tua perlu mendorong anak untuk terlibat dalam permainan imajinasi karena hal ini dapat membantu perkembangan kognitif anak khususnya perkembangan berfikir kreatif”. Penjelasan ini memperkuat bahwa anak mengembangkan imajinasi melalui dorongan dan bantuan orang tua. Situasi imajinatif ini akan mengasah anak untuk berfikir kreatif dalam mengatasi situasi dalam permainan. Sehingga anak akan mampu melakukan permainan dengan baik. Selanjutnya Suwarjo dan Eva I.E. (2010: 11) menjelaskan bahwa “Dalam
bermain,
anak-anak
dapat
berimajinasi
sehingga
dapat
meningkatkan daya kreativitas anak”. Hal tersebut akan membantu anak dalam menghadapi persoalan dalam dunia nyata karena daya kreativitas anak telah berkembang dalam permainan. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpuan bahwa tujuan utama permainan kreatif adalah mengembangkan kemampuan optimal anak. Kemampuan anak akan berkembang melalui permainan yang mampu dia selesaikan. Hal ini karena melalui permainan anak akan mengalami pengalaman-pengalaman yang bermanfaat untuk hidupnya.
28 d. Jenis Permainan Kreatif Permainan berfungsi sebagai sarana mencairkan suasana dan mengusir kejenuhan, selain itu pemainan juga berfungsi sebagai media transisi untuk memulai suatu topik tertentu. Lopes (dalam Sujiono,Y.N. dan Sujiono, B 2010: 42) menyatakan bahwa permainan kreatif dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori yang dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Kreasi terhadap objek (object creation) berupa kegiatan bermain di mana anak melakukan kreasi tertentu terhadap suatu objek, seperti menggabungkan potongan-potongan benda sehingga menjadi bentuk mobil-mobilan. 2) Cerita bersambung (continuing story) berupa kegiatan bermain di mana guru memulai awal sebuah cerita dan setiap anak menambahkan cerita selanjutnya bagian perbagian seperti cerita dengan menggunakan makalah besar (big book). 3) Permainan drama kreatif (creative dramatic play) berupa permainan di mana anak dapat mengekspresikan diri melalui peniruan terhadap tingkah laku orang, hewan ataupun tanaman. Hal ini dapat membuat mereka memahami dan menghadapi dunia seperti bermain peran dokter-dokteran. 4) Gerakan kreatif (creative movement) berupa kegiatan bermain yang lebih menggunakan otot-otot besar seperti permainan aku seorang pemimpin dimana seorang anak melakukan gerakan tertentu dan anak lain mengikutinya/berpantomim atau kegiatan membangun dengan pasir, lumpur, dan atau tanah liat. 5) Pertanyaan kreatif (creative questioning) yang berhubungan dengan pertanyaan terbuka, menjawab pertanyaan dengan sentuhan panca indra, pertanyaan tentang perubahan, pertanyaan yang membutuhkan beragam jawaban, dan pertanyaan yang berhubungan dengan suatu proses atau kejadian.
29 Sujiono,Y.N. dan Sujiono, B (2010: 43) mengklasifikasi kegiatan bermain kreatif menjadi 4 jenis, yaitu: 1) Kreasi terhadap objek (object creation) yang dapat diidentikkan dengan permainan keterampilan (skillful play). 2) Permainan dalam cerita bersambung (continueing story) yang dapat diidentikkan dengan permainan sosial (social play). 3) Permain drama kreatif (creative dramatic play) yang dapat diidentikkan dengan permainan sosial dan imajinatif (social and imajinatif play), permainan gerak kreatif (creative movement) yang dapat diidentikkan dengan permainan eksploratif dan energik (exploratory and energetic play). 4) Permainan melalui pertanyaan kreatif (creative questioning) yang dapat diidentikkan dengan permainan teka-teki (puzzle it-out play). Berdasarkan penjelasan di atas dalam penelitian ini
akan
menggunakan jenis pemainan kreatif kreasi terhadap objek, permainan dalam cerita bersambung dan permainan melalui pernyataan kreatif. e. Permainan Kreatif Melalui Bimbingan Kelompok Seorang guru bimbingan dan konseling menggunakan berbagai macam teknik dalam membantu peserta didiknya yang mengalami masalah, salah satunya adalah bimbingan kelompok. “Teknik bimbingan kelompok digunakan dalam membantu siswa atau sekelompok siswa memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan kelompok” (Afifuddin 201: 113). Berdasar hal tesebut bimbingan kelompok merupakan teknik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah melalui kegiatan kelompok. Tohirin (2007: 170) menjelaskan bahwa “layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (peserta didik) melalui kegiatan kelompok”. Dalam layanan bimbingan kelompok akan tercipta aktivitas kelompok dan dinamika kelompok
yang
akan
membantu
individu
(peserta
didik)
dalam
mengembangkan atau memecahkan masalahnya. Dinamika kelompok lah yang membantu individu dalam penyelesaian masalah.
30 Selanjutnya Tohirin (2007: 173) menjelaskan bahwa ”Ada beberapa teknik yang digunakan dalam layanan bimbingan kelompok, yaitu teknik umum dan permainan kelompok”. Permainan kelompok dijadikan sebagai teknik layanan bimbingan kelompok baik untuk selingan ataupun wahana dalam pemberian materi pembinaan atau materi layanan tertentu. Teknik permainan ini bercirikan: sederhana, menggembirakan, menimbulkan suasana rileks dan tidak melelahkan, meningkatkan keakraban, dan diikuti oleh semua anggota kelompok. Berdasarkan
pendapat
tersebut,
bimbingan
kelompok
dapat
disimpulkan sebagai suatu kegiatan bantuan yang dilaksanakan untuk mengatasi masalah individu, yang salah satu tekniknya adalah permainan kelompok. Sedangkan permainan kreatif dapat disimpulkan sebagai suatu aktivitas bermain yang dilakukan untuk mengolah kemampuan nalar dalam mengaktualisasikan diri yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga mendapatkan kepuasan. Dari berbagai penjelasan di atas maka permainan kreatif melalui bimbingan kelompok adalah kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan masalah individu dengan menggunakan bimbingan kelompok teknik permainan kelompok, permainan kelompok yang digunakan adalah permainan kreatif. f. Langkah Permainan Kreatif Melalui Bimbingan Kelompok Pemainan kreatif menjadi inti kegiatan dalam bimbingan kelompok sehingga memerlukan langkah yang runtut. Menurut Prayitno (2004: 18) menjelaskan bahwa “Layanan bimbingan kelompok dan Konseling kelompok meliputi empat tahapan kegiatan”. Empat tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Tahap I Pembukaan Kegiatan dalam tahap ini adalah pembentukan kelompok, dapat dilakukan dengan cara membagi kelas dalam beberapa kelompok. Penentuan anggota kelompok dilakukan secara acak. Selanjutnya
31 guru BK menjelaskan tentang tujuan kegiatan, tentang apa yang ingin dicapai dalam kegiatan ini, dan aturan main dalam pelaksanaannya. 2) Tahap II Peralihan Dalam tahap ini guru BK, menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan. Selain itu guru BK juga mengamati anggota kelompok apakah mereka sudah siap untuk menjalani kegiatan selanjutnya serta meningkatkan keikut sertaan para anggotanya. 3) Tahap III Kegiatan Guru BK pada tahap ini melaksanakan kegiatan yang merupakan inti dari penyampaian materi bimbingan kelompok. 4) Tahap IV Pengakhiran Guru BK bersama anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil dari kegiatan yang telah dilaksanakan, serta melakukan refleksi dengan membuat kesimpulan dari hasil kegiatan yang telah dilakukan. Dari penjelasan tahapan bimbingan kelompok tersebut maka permainan kreatif nantinya masuk pada tahapan kegiatan dimana pernainan kreatif digunakan sebagai wahana dalam memecahkan masalah siswa. g. Permainan Kreatif Untuk Meningkatkan Konsep Diri Terdapat berbagai macam permainan kreatif, namun dalam penelitian ini menggunakan permainan kreatif yang dapat meningkatkan konsep diri. Berikut adalah permaian kreatif yang dapat meningkatkan konsep diri anak : 1) Johari Windows a) Cara Bermain (1) Pemimpin meminta peserta untuk berkelompok dengan satu kelompok terdiri dari 5-10 orang. (2) Pemimpin membagikan lembar jawaban Johari Windows yang telah disiapkan kepada seluruh peserta. (3) Peserta mengisi lembar isian yang harus diisi.
32 (4) Setiap kelompok membentuk lingkaran kecil kemudian daftar isian yang telah diisi diputar kekanan. (5) Peserta yang menerima mengisi kolom 3 dan 4. Selanjutnya mengisi kolom “Teman - teman tolong isikan hal- hal yang belun saya ketahui tetapi belun saya tulis di kolom 2 :” lalu diputar lagi sampai lembar jawaban kembali kepada pemiliknya. (6) Langkah selanjutnya mengisi table Johari Windows sesuai dengan hasil jawaban sebelumnya. (7) Selanjutnya peserta diaajak diskusi tentang makna permainan dan apa yang diperoleh dari permainan tersebut. b) Manfaat Permainan Permainan ini memberikan latihan kepada peserta untuk mengenal siapa dirinya, temannya, serta refleksi diri dan keakraban. Sehingga anak akan mengenal dirinya dengan baik. Dengan mengenal diri dengan baik maka anak mampu menbentuk konsep diri positif. 2) Gambar diri a) Cara Bermain (1) Pemimpin membagikan kertas HVS dan Spidol kepada setiap peserta. (2) Pemimpin meminta peserta berkelompok. (3) Setiap peserta diminta menggambarkan anggota kelompok sesuai dengan ciri khasnya. (4) Setelah selesai peserta diminta menceritakan gambar diri angota kelompoknya. b) Manfaat Permainan Permainan ini melatih anak untuk peka terhadap temannya. Permainan ini juga melatih anak untuk mengerti seperti apa dirinya dimata orang lain. Dengan mengenal perasaan dirinya dan orang lain maka akan membatu anak dalam mengevaluasi diri sehingga anak akan mampu meningkatkan konsep diri positif yang dimiliki.
33 3) Permainan kesan pertama a) Cara bermain (1) Pemimpin menyiapkan alat dan bahan untuk permainan. (2) Pemimpin membagi peserta permainna menjadi beberapa kelompok dengan satu kelompok terdiri dari 5-7 orang peserta. (3) Pemimpen membagikan alat tulis dan kertas kepada setiap kelompok. (4) Pemimpin memperlihatkan satu gambar dan setiap kelompok harus memberikan
kesan-kesannya
pada
gambar
tersebut.
Setiap
kelompok diberi waktu 2 menit untuk mendiskusikan kesannya terhadap gambar tersebut dan harus menuliskannya pada kertas yang telah disediakan. (5) Begitu seterusnya hingga gambar yang disiapkan pemimpin habis. (6) Setelah selesai maka pemimpin meminta secara acak satu peserta untuk membahas satu persatu gambar. Begitu seterusnya hingga semua gambar telah dibahas. (7) Pemimpin bersama peserta mencari makna dari permainan yang telah dilakukan tadi. b) Manfaat permainan Permainan kesan pertama ini membantu anak untuk mengenali perasaan mereka, sehingga anak mampu mengevaluasi diri mereka. Permainan ini juga melatih anak untuk menerima pendat orang lain yang berbeda dengannya. Permainan ini membantu anak dalam mengevaluasi diri dari pendapat orang lain sehingga anak mampu meningktkan konsep diri positif dengan mengasah kemampuan yang dimiliki. 4) Permainan mencipta bentuk a) Cara bermain (1) Pemimpin membagi peserta menjadi beberapa kelompok dengan satu kelompok terdiri dari 5-10 orang.
34 (2) Pemimpin menyiapkan undian benda yang akan di peragakan oleh kelmpok. (3) Pemimpin bersama peserta mengundi urutan maju kelompok. (4) Kelompok yang mendapat undian pertama dipersilahkan untuk mengambil undian bentuk yang akan diperagakan. (5) Setelah mendapat undian kelompok diberi waktu dua menit untuk berdiskusi. (6) Setelah waktu berdiskusi selesai kelompok dipersilahkan untuk menampilkan bentuk benda yang didapat dalam waktu 7 menit. Kelompok yang lain menebak bentuk benda yang diperagakan. (7) Demikian seterusnya hingga semua kelompok mendapat giliran maju. (8) Setelah selesai pemimpin mengajak peserta mencari makna dari permainan yang dilakukan. b) Manfaat permainan Peserta memahami bahwa apa yang dipikirkan dan dilakukan belum tentu diterima baik oleh orang lain. Peserta mengerti bahwa anggota tubuh yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kreasi bentuk yang menarik. permainan ini melatih anak dalam mengenal diri secara fisik senhingga anak akan mampu menilai dirinya dan mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya, dengan pengembangan kemampuan tersebut maka secara tidak langsung anak mengembangkan konsep diri positif yang dimilikinya. 5) Permainan tes 3 menit a) Cara bermain (1) Pemimpin membagi peserta menjadi beberapa kelompok dengan satu kelompok terdiri dari 5-10 orang. (2) Pemimpin menyiapkan soal test 3 menit. (3) Isi soal tes 3 menit. (a) Sebelum mengerjakan soal dibawah ini bacalah dulu semua perintah yang ada.
35 (b) Tuliskan nama kelompok dan nama anggota kelompokmu di kanan atas. (c) Siapa nama preasiden Negara kesatuan republik Indonesia yang pertama? (d) Hitunglah luas suatu persegi panjang yang panjang dan lebarnya terpaut dua centimeter, dimana panjang persegi tersebut adalah 6 centimeter? (e) Apakah ibu kota provinsi jawa tengah! (f) Berapa jumlah provinsi di indonesia! (g) Selat sunda memisahkan pulau … dan pulau … (h) Setelah mengerjakan (g) katakan “HOREE” secara bersamasama! (i) Mengapa bulan mengelilingi bumi? (j) Hitunglah 5 x 6 : 3 + 15 x 4 (k) Berapakah jumlah segitiga pada bangun berikut :
(l) Tuliskan sila ke-empat pada lemabar jawaban mu! (m) Setelah membaca semua pertanyaan tersebut kerjakanlah nomer b, h, dan l pada lembar jawabanmu! (n) Selamat anda telah menyelesaikan semua perintah dengan baik. (4) Pemimpin membagikan lembar test dan lembar jawaban kepada semua kelompok dalam keadaan tertutup. Kelompok diperbolehkan mengerjakan setelah pemimpin memberi aba-aba mulai. Pemimpin memberi tekanan pada peserta agar mengerjakan test 3 menit dengan teliti. (5) Pemimpin membuat suasana menjadi tegang dengan mengulangulang batas waktu yang diberikan.
36 (6) Setelah waktu habis perwakilan kelompok dipersilahkan untuk mengumpulkan lembar jawaban kepada pemimpin. (7) Kelompok yang teliti hanya akan mengerjakan soal yang telah ditentukan, sedang yang kurang teliti dan tergesa-gesa akan mengerjakan semua soal. (8) Kelompok yang paling cepat dan benar jawabannya ditetapkan menjadi pemenangnya. (9) Setelah selesai maka pemimpin dan peserta mencari makna permainan test 3 menit. b) Manfaat permainan Permainan ini bermanfaat melatih daya konsentrasi, kontrol diri, dan melatih kreativitas anak dalam mengerjakan soal yang diberikan. Dalam permainan ini anak melatih kontrol diri mereka sehingga mampu meningkatkan kualitas pribadi yang dimilikinya. Peningkatan kualitas pribadi pada anak akan berakibat kepada meningkatnya konsep diri positif. 6) Permainan Kucing Dalam Karung a) Perlengkapan yang digunakan (1) Karung (2) Aneka macam benda berjumlah 25 buah. (3) Sarung tangan (4) Kertas (5) Alat tulis b) Cara bermain (1) Pemimpin membagi peserta menjadi beberapa kelompok dengan satu kelompok terdiri dari 5-10 orang. (2) Menyiapkan perlengkapan permainan. (3) Meletakkan karung yang telah di isi oleh 25 jenis benda ke tengah permainan. (4) Pemimpin meminta maju satu kelompok secara acak.
37 (5) Kelompok yang maju dipersilakan menggunakan sarung tangan yang telah disediakan. (6) Setelah
semua
menggunakan
sarung
tangan
pemimpin
mempersilahkan kelompok tersebut untuk meraba benda dalam karung dalam waktu 2 menit. (7) Setelah waktu habis pemimpin meminta peserta untuk melepas sarung tangan dan dipersilahkan kembali ketempatnya dengan menekankan agar tidak memberitahu kelompok yang lain. (8) Permainan dilanjutkan hingga semua kelompok mendapatkan gilirannya. (9) Setelah semua kelompok mendapatkan gilirannya pemimpin membagikan kertas dan alat tulis kepada setiap kelompok. (10) Pemimpin menyuruh setiap kelompok agar menuliskan nama benda yang ada dalam karung tersebut. waktu untuk menulis nama benda adalah 4 menit. (11) Setelah selesai pemimpin meminta kelompok menukarkan lembar jawaban dengan kelompok yang lain. (12) Setelah semua sudak tidak memegang jawaban kelompoknya sendiri, pemimpin mengeluarkan benda dalam karung untuk mengoreksi jawaban masing-masing kelompok. Kelompok yang menerima jawaban kelompok lain bertugas mengoreksi jawaban. (13) Kelompok tebakannya paling banyak yang benar menjadi kelompok yang menang. (14) Pemimpin bersama peserta mencari makna dari permainan yang dilakukan. c) Manfaat permainan Permainan ini melatih anak untuk peka terhadap sesuatu, Permainan ini juga melatih tanggung jawab anak terhadap apa yang ditulisnya. Permainan ini melatih anak peka terhadap lingkungan dan belajar bertanggung jawab sehingga mampu memberi efek terhadap konsep diri positif yang dinbentuknya.
38 Dari manfaat permainan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak mampu mengenali konsep dirinya melalui permainan tersebut karena aspek konsep diri terkandung dalam permainan ini. Aspek konsep diri baik fisik, pribadi, sosial dan moral semuanya terdapat dalam manfaat permainan tersebut. Aspek fisik terbentuk melalui permainan gambar diri dan permainan mencipta bentuk dimana anak akan belajar menggambarkan dirinya baik secara fisik selain itu anak juga belajar menggunakan kemampuan motorik halusnya. Aspek pribadi dan moral terbentuk melalui permainan test 3 menit, permainan kesan pertana, dan permainan kucing dalam karung. Aspek sosial terbentuk melalui permainan tokoh dongeng dimana anak akan menggambarkan interaksi sosial yang terjadi dalam cerita. 3. Tinjauan Tentang Peserta didik Usia Sekolah Dasar Tingkat satuan pendidikan yang dianggap sebagai dasar pendidikan adalah sekolah dasar. Di sekolah inilah anak mengalami proses pendidikan dan pembelajaran. Pendidikan ini diselenggarakan untuk anak-anak yang telah berusia minimal enam sampai dua belas tahun dengan asumsi bahwa anak seusia tersebut mempunyai tingkat pemahaman dan kebutuhan pendidikan yang sesuai dengan dirinya. Pendidikan dasar memang diselenggarakan untuk memberikan dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi anak didik. Desmita (2009: 35) menjelaskan bahwa “Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun”. Pendapat di atas diperkuat oleh pendapat Martini J. (2013: 19) yang menerangkan bahwa “masa usia dini terbagi atas masa infant, terjadipada usia 0-1 tahun, masa bermain atau masa toddler pada usia 2-3 tahun, masa prasekolah usia 4-6 tahun, masa usia sekolah dasar usia 7-13 tahun,…”. Hal tersebut menunjukkan bahwa masa sekolah dasar terjadi diantara umur 7-13 tahun. Perkembangan peserta didik sekolah dasar mempunyai tingkatan atau fase yang berbeda-beda, Selain umur, tingkat kelas dan pemahaman terhadap materi pelajaran juga berbeda. Desmita (2009: 35) menerangkan bahwa “Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok,
39 dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung”. Pendapat tersebut bisa diartikan bahwa anak usia sekolah dasar memerlukan kegiatan yang melibatkannya secara langsung, berada dalam permainan yang memungkinkannya bergerak dan menyelesaikan sesuatu secara kelompok. Menurut Sumanto (2014: 108) menjelaskan bahwa “masa usia sekolah dasar terbagi menjadi dua, yaitu masa kelas-kelas rendah dan masa kelas tinggi”. Ciri dari kedua masa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Ciri masa pada kelas-kelas rendah (6/7-9/10 tahun) a. Membandingkan diri dengan orang lain. b. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri. c. Sikap tunduk terhadap peraturan permainan tradisional. d. Korelasi positif antara jasmani dan prestasi. Ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) a. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret. b. Rasa ingin tahu dan minat belajar tinggi. c. Sampai usia 11 tahun membutuhkan guru dan orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas-tuga perkembangannya. d. Gemar membentuk kelompok bermain yang tidak terpaku pada peraturan permainan tradisional. Selain itu anak usia 9-12 tahun juga mempunyai ciri yang lain. Menurut Erikson (dalam Sumanto, 2014: 82) menjelaskan bahwa “masa ini sebagai masa timbulnya sense of accomplishment dimana anak-anak masa ini siap untuk menerima tuntutan yang dapat timbut dari orang lain dan menyelesaikan tuntutan itu”. Hal ini bisa dimaknai bahwa anak mampu menghadapi tuntutan dari masayarakat di usia tersebut. Di pendapat yang lain Karakter siswa sekolah dasar menurut Evie Widya Surya Putri (2010) adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung, anak cengeng, anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain, senang diperhatikan, senang meniru. Penjelasan di atas memaparkan bahwa karakteristik siswa sekolah dasar pada dasarnya suka bergerak, senang diperhatikan dan suka meniru. Karena
40 suka bergerak maka siswa sekolah dasar senang bermain dan kurang bisa memehami isi pembicaraan orang lain. Berdasarkan pendapat di atas maka karakteristik anak usia sekolah dasar dapat disimpulkan yaitu: anak yang berusia 6/7 sampai dengan 12/13, anak cenderung senang memuji diri sendiri, anak senang berkelompok, anak senang bermain dalam kelompok, anak mampu menerima tuntutan dan kenyataan dalam masyarakat. 4. Permainan Kreatif melalui Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Konsep Diri Positif Perkembangan konsep diri pada anak didapat dari cara mereka berhubungan dengan orang lain. Baldwin dan Holmes (dalam James F. Calhoun dan Joan Ross A., 1990: 77) menerangkan bahwa “konsep diri merupakan ciptaan sosial, hasil belajar kita melalui hubungan kita dengan orang lain”. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsep diri terbentuk melalui hubungan seseorang dengan orang lain tak terkecuali pada anak-anak. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Alex Sobur (2003: 516) yang menerangkan bahwa “pada awal perkembangannya, konsep diri pada anak kecil biasanya netral dibandingkan anak yang sudah dewasa; namun, begitu merasa lingkungan sekitarnya datang mendekati, ia mulai mengembangkan konsep dirinya”. penjelasan tersebut diartikan bahwa konsep diri pada anak akan berkembang dengan interaksi yang terjadi antara anak dengan lingkungannya. Perkembangan pada anak terjadi melalui interaksi anak dengan lingkungan salah satunya melalui bermain. Menurut Hurlock (diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo, 2012: 159) menyatakan “ bermain sangat penting untuk perkembangan fisik dan psikologis…”. Hal tersebut menjelaskan bahwa bermain pada anak sangat penting untuk mengembangkan fisik dan psikologis anak, sehingga konsep diri anak pun akan berkembang melalui permainan yang dilakukan anak. Sejalan dengan pendapat tersebut Sujiono Y.N. dan sujiono B., 2010: 34) yang menyatakan bahwa “bermain dapat membantu anak mengenal diri sendiri, dengan siapa ia hidup, serta lingkungan tempat dimana ia hidup”. Pendapat tersebut memberikan gambaran bahwa bermain memberikan kontribusi terhadap pembentukan konsep diri pada anak-anak.
41 Salah satu bentuk permainan yang mampu meningkatkan konsep diri adalah permaianan kreatif melalui bimbingan kelompok. Permainan kreatif melalui bimbingan kelompok adalah kegiatan permainan kreatif yang dilaksanakan dalam situasi bimbingan kelompok sehingga tujuan yang akan dicapai dapat terpenuhi. Permainan kreatif menjadi kegiatan inti dalam tahapan bimbingan kelompok. Menurut Dodge dan Colker (dalam Sujiono,Y.N. dan Sujiono, B. 2010: 43) memaparkan bahwa terdapat empat filosofi bermain kreatif. Keempat filosofi itu yaitu: bagaimana anak membangun kemampuann sosial dan emosional, bagaimana anak belajar untuk berfikir, bagaimana anak mengembangkan kemampuan fisik, serta bagaimana anak berkembang melalui budayanya. Keempat filosofi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Filosofi pertama adalah bagaimana anak membangun kemampuann sosial dan emosional. Filosofi ini berkaitan dengan perkembangan sosial emosional menurut Dworetzky (dalam Sujiono,Y.N. dan Sujiono 2010: 43) menerangkan bahwa “perkembangan sosialemosional yang penting untuk dikembangkan dan dibelajarkan adalah rasa percaya, kemandirian, dan inisiatif”. Dari pendapat tersebut diketahui bahwa perkembangan sosial-emosional sangat penting dalam perkembangan kreativitas, hal itu karena perkembangan sosial-emosional anak berpengaruh terhadap rasa percaya anak baik terhadap dirinya maupun orang lain, selain itu perkembangan sosial-emosional anak membantu anak dalam mengembangkan kemandirian dan kemampuan inisiatif anak dalam kehidupan. Filosofi yang kedua adalah bagaimana anak belajar untuk berfikir. Menurut Piaget (dalam Desmita 2009: 157) menerangkan bahwa “Pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional
kongkrit”. Sehingga
pengalaman-pengalaman yang didapat secara aktivitas nyata atau peristiwa nyata yang dialami anak. Selanjutnya Piaget (dalam Sujiono,Y.N. dan Sujiono 2010: 44) menerangkan bahwa “belajar terdiri dari tiga tahap, yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi”. Asimilasi merupakan penyatuan informasi baru ke dalam stuktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi adalah struktur kognitif yang baru. Equilibrasi adalah penyeimbang anatara proses akomodasi dan proses asimilasi
42 dimana dalam proses ini akan disesuaikan antara dunia dalam diri seseorang anak dan dunia luar diri seorang anak. Filosofi yang ketiga bagaimana anak mengembangkan kemampuan fisik. Menurut Sujiono,Y.N. dan Sujiono (2010: 45) menerangkan bahwa “bermain kreaif dapat mengembangkan kemampuan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus”. Selanjutnya menurut Desmita (2009: 97) menerangkan bahwa “Ketrampilan motorik adalah gerakan-gerakan tubuh atau bagaian-bagian tubuh yang disengaja, otomatis, cepat dan akurat”. Dari kedua pendapat tersebut diketahui bakwa bermain kreatif dapat mengembangkan fisik dengan baik. Pengembangan kemampuan fisik ini terjadi pada saat anak melakukan kegiatan permainan kreatif. Filosofi yang keempat adalah bagaimana anak berkembang melalui budayanya. Menurut Sujiono,Y.N. dan Sujiono (2010: 45) menerangkan bahwa “bermain kreatif haruslah sesuai dengan lingkungan dan budaya dimana anak itu berasal sehingga ketika proses pembelajaran terjadi anak tidaklah merasa asing dengan materi yang diajarkan”. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa bermain kreatif haruslah sesuai dengan budaya yang ada pada anak tersebut sehingga anak dapat menerima pengalaman yang sesuai dengan nilai budaya dalam dirinya. Berdasarkan paparan diatas tentang filosofi permainan kreatif maka aspek konsep diri seiring dengan hal tersebut. hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Filosofi pertama yaitu bagaimana anak membangun kemampuan sosial dan emosional. Hal tersebut seiring dengan aspek konsep diri sosial yang dapat ditunjukkan dengan interaksi yang terjadi antara anak dengan lingkungan. Interaksi memerlukan rasa percaya baik dari diri anak maupun orang lain hal ini seiring dengan filosofi bermain kreatif dimana rasa percaya merupakan hal yang penting dalam perkembangan sosial-omosional anak. b. Filosofi yang kedua yaitu bagaimana anak belajar untuk berfikir, maksudnya dalam bermain kreatif anak akan berfikir apa yang ada dalam dirinya dan diluar dirinya sehingga anak akan memanfaatkan hal tersebut untuk kehidupannya. Hal itu seiring dengan aspek pribadi konsep diri
43 dimana seseorang menilai kemampuan yang ada pada dirinya dan menggambarkan identitasnya sehingga bagaimana anak berfikir tentang apa yang ada pada dirinya penting dalam konsep diri. c. Filosofi yang ketiga yaitu bagaimana anak mengembangkan kemampuan fisik, maksudnya dalam permainan kreatif anak akan mengembangkan kemampuan fisiknya melalui permainan tersebut. Hal ini seiring dengan aspek fisik konsep diri dimana sesorang akan menilai dirinya dari fisik yang dimilikinya sehingga pengembangan kemampuan fisik berpengaruh terhadap konsep diri yang dimilikinya. d. Filosofi yang keempat yaitu bagaimana anak berkembang melalui budayanya, maksudnya bermain kreatif harus sesuai dengan nilai budaya yang dimiliki pemainnya sehingga manfaat permainan tersebut dapat diterapkan oleh pemainnya. Hal itu seiring dengan aspek moral konsep diri dimana seseorang akan menilai dirinya dari nilai dan prinsip yang dimiliki apakah sesuai denan nilai dan norma dalam masyarakat, sehingga pengembangan nilai budaya berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki seseorang. Dari pemaparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa permainan kreatif mampu meningkatkan konsep diri pada peserta didik hal ini karena aspek konsep diri terkandung dalam filosofi permainan kratif. 5. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan judul penelitian Permainan Kreatif melalui bimbingan kelompok untuk meningkatkan Konsep Diri positif pada Peserta didik Kelas V SD Negeri 4 Baturetno Tahun Pelajaran 2015/2016 adalah penelitian yang dilakukan oleh
Diah Arina S. yang berjudul
Keefektifan Layanan
Bimbingan Kelompok Dengan Metode Diskusi Untuk Mengembangkan Konsep Diri peserta didik kelas X yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Wonosari tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian Pra Eksperimen (Pre-Eksperimental) dengan design penelitian One Group Pretest-Posttest Design, karena tidak adanya kelompok kontrol atau kelompok pembanding dalam penelitian ini. Langkah penelitian ini diawali
44 Pretest, lalu diberikan perlakuan, dan diakhiri dengan Posttest. Pengumpulan data yang digunakan adalah angket atau kuisioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik t-test yaitu Paired Sample t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Konsep diri subjek eksperimen mengalami perkembangan sebesar 38,57 point setelah diberikan layanan bimbingan kelompok dengan metode diskusi, ditunjukkan dari mean skor pretest sebesar 67,49 sedangkan mean skor post test sebesar 106,06. Selanjutnya, hasil uji hipotesis menujukkan bahwa nilai t hitung = 40,072 dan t tabel = 1,691 maka t hitung > t tabel (40,072 > 1,691), yang berarti ada perbedaan yang signifikan penerapan layanan bimbingan kelompok dengan metode diskusi untuk mengembangkan konsep diri pada peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Wonosari antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Selanjutnya penelitian Erlis Septiana (2012) yang berjudul Pengembangan Media Permainan Simulasi Pembentukan Konsep Diri Positif pada Peserta didik Kelas Tinggi Sekolah Dasar (SD). Penelitian ini menggunakan penelitian pengembangan Borg and Gall. Adapun prosedur pengembangan menggunakan enam pendekatan yaitu sebagai berikut: 1) pengumpulan informasi, 2) pengembangan produk awal, 3) uji lapangan permulaan, 4) revisi produk utama, 5) uji lapangan utama, 6) penyusunan produk akhir. Instrumen pengumpulan data yang dipergunakan berupa kuesioner need assessment dan kuesioner uji ahli. Data dianalisis dengan teknik deskriptif. Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik SD kelas lima. Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa media permainan simulasi mampu meningkatkan konsep diri positif peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari penilaian para ahli, calon pengguna layanan, dan hasil uji coba lapangan terbatas. Penilaian ahli media berdasarkan aspek kegunaan, ketepatan, kejelasan, dan kemenarikan menunjukan bahwa media permainan simulasi pembentukan konsep diri positif sudah sesuai dan layak. Penilaian calon pengguna produk (wali kelas), media permainan simulasi sudah sesuai dan layak ditinjau dari aspek kegunaan, ketepatan, kejelasan, dan kemenarikan. Hasil uji kelompok kecil menunjukan bahwa kegiatan permainan simulasi dengan media permainan simulasi
45 pembentukan konsep diri positif ini menarik serta menyenangkan bagi peserta didik, menambah wawasan, melatih antri dan tertib.
B. Kerangka Berfikir Berdasarkan teori yang telah dikemukakan maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran bahwa aspek-aspek konsep diri dapat dikembangkan dengan permainan kreatif melalui bimbingan kelompok. Aspek fisik ditandai dengan pemahaman fisik baik dari bentuk tubuh, bahasa tubuh, dan kesehatan. Aspek pribadi akan ditandai dengan pemahaman kemampuan, kontrol diri, optimis, dan minat anak. Aspek sosial ditandai dengan bagaimana hubungan anak dengan lingkungannya. Aspek moral ditandai dengan nilai dan prinsip yang dimiliki anak, tanggung jawab, dan kesesuain perilakunya dengan norma dalam masyarakat. Aspek-aspek tersebut mampu telihat ketika anak berhubungan dengan orang lain. Konsep diri merupakan suatu gambaran dan evaluasi menyeluruh tentang diri yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi dengan orang lain, artinya interaksi dan pengalaman yang didapat akan membentuk konsep diri seorang peserta didik. Upaya meningkatkan konsep diri pada peserta didik yaitu dengan permainan kreatif melalui bimbingan kelompok. Dengan pemberian permainan kreatif melalui bimbingan kelompok ini diharapkan munculnya dinamika kelompok agar peserta didik mampu berinteraksi secara bebas dan terbuka sehingga dapat meningkatkan konsep diri postif peserta didik. Permainan kreatif yang digunakan untuk meningkatkan konsep diri positif adalah gambar diri, tokoh dongeng, kesan pertama, mencipta bentuk, test 3 menit, dan kucing dalam karung. Dari penjelasan tersebut maka konsep diri positif peserta didik akan dikembangkan dengan permaian kreatif melalui bimbingan kelompok sehingga konsep diri positif peserta didik meningkat. Selanjutnya kerangka pemikiran ini dapat digambarkan sebagai berikut :
46
Konsep Diri Peserta Didik
Permainan Kreatif Melalui Bimbingan Kelompok
Konsep Diri Positif Peserta Didik Meningkat
Gambar 2.1 Kerangka berfikir
C. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara atas suatu permasalahan yang harus diuji kebenarannya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : “Permainan Kreatif Melalui Bimbingan Kelompok Efektif Untuk Meningkatkan Konsep Diri Positif Peserta didik Kelas V Sekolah Dasar Negeri 4 Baturetno Tahun Pelajaran 2015/2016”.