5
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Pajak Definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut.
Menurut Rochmat (2007 : 3) menyebutkan bahwa: Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal-balik (kontrapestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Andriani (2007 : 2) menyatakan pula pengertian pajak sebagai berikut: Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan perundang-undangan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, langsung dapat ditunjuk, dan berguna untuk membiayai berbagai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Adapun pengertian pajak yang diungkapkan oleh Smeets (2007 : 2) bahwa: Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui normanorma umum, dapat dipaksakan, tanpa adanya kontrapestasi yang dapat ditujukkan secara individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan mengenai unsur-unsur dan ciriciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu : a. Iuran kepada Negara Yaitu peralihan kekayaan berupa uang (bukan barang) dari sektor swasta ke sektor publik didasarkan hak yang dimiliki Negara untuk pajak.
5
6
b. Bukan sebagai hukuman Pajak ditentukan berdasarkan suatu kriteria tertentu, bukan sebagai hukuman atas kesalahan wajib pajak. Dengan demikian denda tidak dapat dimasukkan dalam unsur pajak. c. Pajak dapat dipaksakan d. Bila terutang Menurut peraturan perundang-undangan, penagihannya dapat dipaksakan secara aktif, seperti surat paksa, sita, lelang dan juga hukum badan. e. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan Undang-undang dan aturan pelaksanaannya merupakan kriteria yang dipakai dalam menentukan siapa subjek pajak yang dituju untuk dikenakan pajak dan objek pajak mana yang menyebabkan subjek pajak yang bersangkutan harus membayar pajak. f. Tanpa kontraprestasi langsung dari negara. Tidak ada manfaat atau imbalan jasa secara langsung dapat dirasakan khusus untuk si pembayar pajak. g. Diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah dalam penyelenggaraan
tugas
pemerintahan,
melaksanakan
pembangunan
termasuk mempengaruhi kehidupan ekonomi dan sosial.
B.
Jenis Pajak Menurut Sukrisno (2009 : 5) jenis-jenis pajak dibagi atas tiga bagian yaitu
menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutannya.
5
7
1. Menurut Golongannya a. Pajak langsung Pajak yang harus dan ditanggung oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan dan dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh : Pajak penghasilan (PPh) b. Pajak tidak langsung Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh : Pajak pertambahan nilai (PPN) 2. Menurut Sifatnya a. Pajak subjektif Pajak yang pengenannya memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak objektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 3. Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Pusat Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai. b. Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai runah tangga daerah. Contoh : Pajak reklame dan pajak hiburan.
C.
Fungsi Pajak Menurut Tony (2005 : 2) fungsi pajak dibagi menjadi dua yaitu fungsi
Budgetair dan Regulerend. 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungi budgetair artinya pajak sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya
5
8
ke dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. 2. Fungsi Regulerend (Mengatur) Pajak mempunyai fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan keamanan, seperti: a. Mengadakan perubahan-perubahan tarif, dan b. Memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya, yang ditujukan kepada masalah tertentu.
D.
Pemeriksaan Pajak Untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya, pemerintah perlu melakukan pengawasan melalui pemeriksaan terhadap kepercayaan yang telah diberikan kepada masyarakat wajib pajak. Pemeriksaan diharapkan mempunyai pengaruh yang positif atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, yaitu dapat mencegah penyelundupan pajak oleh wajib pajak yang diperiksa. Tujuan utama pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan (SPT), pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan kegiatan usaha yang sebenarnya dari wajib pajak, selanjutnya hasil pemeriksaan itu diterbitkan surat ketetapan pajak. Dalam melakukan pemeriksaan, wajib pajak harus memperhatikan atau meminjamkan pembukuan, catatan-catatan dan dokumen yang diperlukan. Apabila dokumen tersebut tidak dapat diberikan atau dipinjamkan oleh wajib pajak, maka berdasarkan undang-undang pemeriksa pajak dapat melakukan penyegelanterhadap ruangan yang diduga tempat penyimpanan dokumen bersangkutan. Dipihak lain dalam pemeriksaan akuntan publik, tindakan yang
5
9
dapat dilakukan hanyalah memberikan pendapat tentang hal tersebut. Hal ini dapat dimaklumi karena sifat pembayaran pajak adalah wajib berdasarkan undangundang, sedangkan pemeriksaan akuntan publik dengan sukarela. Pemeriksaan pajak merupakan tindakan pelaksanaan penegakan hukum agar peraturan yang dikeluarkan dilaksanakan dengan baik. Pemeriksaan pajak merupakan alat bagi pemerintah untuk menilai kepatuhan baik formal maupun materiil. Tanpa dilakukan penegakkan hukum akan menimbulkan ketidakadilan terhadap wajib pajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Pemeriksaan pajak dalam penegakkan hukum (Law enforcement) dilaksanakan secara sungguh-sungguh, benar dan sebaik-baiknya, konsisten dan konsekuen. Wajib pajak yang tidak memenuhi peraturan perpajakan harus dikenakan sanksi tanpa pandang bulu. Pengertian pemeriksaan menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Undang-undang KUP adalah sebagai berikut: Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Tujuan pemeriksaan pajak menurut keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang cara pemeriksaan adalah untuk : 1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, dilakukan dalam hal : a. SPT menunjukkan kelebihan pembayaran, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. b. SPT tahun pajak penghasilan menunjukkan rugi. c. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditentukan.
5
10
d. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. 2. Tujuan lain meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka : a. Pemberian Nomor pokok wajib pajak secara jabatan. b. Penghapusan NPWP. c. Wajib pajak mengajukan keberatan. d. Pencocokkan data atau alat keterangan.
E.
Landasan Hukum Pemeriksaan Landasan hukum pemeriksaan sebagaimana telah diubah terakhir adalah
Pasal 29 dan Pasal 31 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Ketentuan-ketentuan lain yang juga mengatur tentang pemeriksaan pajak adalah: 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-pihak Yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan. 4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan. 5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.
5
11
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.04/2008 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. 7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
F.
Jenis-jenis Pemeriksaan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007
tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan melalui 2 (dua) jenis pemeriksaan yaitu: 1. Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan dilakukan di tempat kedudukan, tempat usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Contoh: pemeriksaan SPT PPh Lebih Bayar, pemeriksaan lokasi Wajib Pajak, pemeriksaan SPT tidak masuk, pemeriksaan rugi tidak lebih bayar dan sebagainya. 2. Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Contoh: pemeriksaan LB Kompensasi, pemeriksaan pengukuhan PKP dan sebagainya. Jenis pemeriksaan di bidang perpajakan dipengaruhi oleh bobot resiko ketidakpatuhan dari Wajib Pajak yang diperiksa serta ruang lingkup pemeriksaan.
G.
Standar Pemeriksaan Pajak Standar memiliki pengertian yang berbeda dengan Prosedur. Prosedur
berkaitan dengang tindakan yang harus dilaksanakan, sementara Standar berkaitan
5
12
dengan kriteria atau ukuran kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap akuntansi keuangan yang dilakukan oleh Akuntan Publik maupun pemeriksaan yang dilakukan di bidang perpajakan oleh Pemeriksa Pajak, keduanya memiliki standar dalam melakukan prosedur dalam melakukan prosedur pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Akuntan Publik memiliki standar pemeriksaan atau standar auditing yang tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan dijadikan kriteria atau ukuran mutu yang hendak dicapai dalam melakukan prosedur pemeriksaan. Dalam pemeriksaan di bidang perpajakan, pemeriksa pajak juga mengacu pada suatu standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan perpajakan adalah suatu patokan bagi pemeriksa pajak dalam melakukan suatu pemeriksaan. Standar tersebut diatur dalam suatu peraturan perpajakan yaitu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Standar Pemeriksaan untuk meguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Menurut PER-9/PJ/2010, Standar Pemeriksaan Pajak terdiri atas 3 (tiga) bagian yaitu: 1. Standar Umum a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama. b. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara. c. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan.
5
13
2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan mendapat pengawasan yang seksama. b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan konfirmasi dan pengujian lainnya berkaitan dengan pemeriksaan. c. Persiapan pemeriksaan yang harus dilakukan antara lain mempelajari data Wajib Pajak, menyusun rencana pemeriksaan, menyusun program pemeriksaan, dan menyiapkan sarana pemeriksaan. d. Pemeriksaan dilakukan dengan mengacu pada petunjuk pelaksanaan pemeriksaan, pedoman pemeriksaan, dan petunjuk teknis pemeriksaan. e. Temuan pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. f. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu Tim Pemeriksa Pajak, yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim. g. Tim Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan Pemeriksa Pajak. h. Laporan tenaga ahli yang digunakan dalam pemeriksaan merupakan bagian dari Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). i. Apabila diperlukan, pemeriksa untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan Tim Pemeriksa dari instansi lain. j. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, di tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, di tempat lain atau di tempat yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak. k. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja. l. Pelaksanaan pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan. 3. Standar Pelaporan a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai tujuan pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidaknya penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. LHP antara lain berisi: 1) Penugasan pemeriksaan; 2) Identitas Wajib Pajak; 3) Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak; 4) Pemenuhan kewajiban perpajakan;
5
14
5) Data/ informasi yang tersedia; 6) Lampiran yang diwajibkan; 7) Buku dan dokumen yang dipinjam; 8) Materi yang diperiksa; 9) Urauian hasil pemeriksaan; 10) Ikhtisar hasil pemeriksaan; 11) Penghitungan pajak terutang; 12) Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak. c. LHP disusun dan ditandatangani oleh Ketua Tim dan Anggota Tim. d. LHP ditelaah dan ditandatangani oleh Supervisor. e. LHP ditandatangani oleh Kepala Unit Pelaksanaan Pemeriksaan.
H.
Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) adalah catatan yang dibuat dan bukti
yang dikumpulkan oleh pemeriksa pada tahap persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan yang disusun secara sistematis. KKP merupakan rekaman dari semua temuan-temuan, kejadian dan atau rekaman data yang diperoleh pemeriksa dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya. KKP memberikan gambaran mengenai prosedur-prosedur pemeriksaan yang dilakukan, pengujian-pengujian yang telah dilaksanakan, sumber-sumber informasi yang telah diperoleh, dan kesimpulan yang diambil oleh Pemeriksa. Tujuan utama dari pembuatan KKP adalah sebagai bukti bahwa Pemeriksa telah melaksanakan tugas pemeriksaan sebagaimana mestinya berdasarkan ilmu, kepandaian dan pengalaman yang dimilikinya. Selain itu penyusunan KKP juga mempunyai tujuan antara lain: 1. Sebagai dasar menarik kesimpulan dalam pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak.
5
15
2. Sebagai bahan bagi
atasan Pemeriksa
untuk
menelaah hasil
pemeriksaan yang dilakukan bawahannya. 3. Sebagai bahan dalam melakukan pembicaraan dengan Wajib Pajak. 4. Sebagai bahan untuk pemeriksaan di masa yang akan datang. 5. Sebagai sumber data/ informasi bagi Wajib Pajak dalam mengajukan keberatan. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pembuatan KKP sebagai berikut: 1. Lengkap. 2. Akurat, yaitu bebas dari kesalahan baik kesalahan hitung maupun kesalahan menyajikan informasi. 3. Didasarkan pada fakta dan argumentasi yang rasional. 4. Sistematis, bersih, mudah diikuti dan diatur rapi. 5. Memuat hal-hal yang penting dan ada hubungannya dengan pemeriksaan. 6. Mempunyai tujuan yang jelas. 7. Diparaf Pemeriksa dan Penelaah.
I.
Kebijakan Umum Pemeriksaan Menurut Hardi (2003) kebijakan umum pemeriksaan pajak dapat dibagi
dalam 9 butir, sebagai berikut : 1. Setiap wajib pajak mempunyai peluang yang sama untuk dilakukan pemeriksaan, dimana tidak ada satupun wajib pajak Badan maupun orang pribadi yang tidak dapat diperiksa, hanya saja jenis-jenis pemeriksaannya yang berbeda-beda.
5
16
2. Setiap pemeriksaan harus dilengkapi surat perintah pemeriksaan pajak (SP3) yang mencantumkan tahun pajak yang diperiksa. 3. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh kantor pusat Dirjen Pajak, kantor wilayah Dirjen Pajak, kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak, atau kantor pelayanan pajak. 4. Tidak diperkenankan pemeriksaan ulang atau jenis dan tahun pajak yang sama kecuali : a. Terdapat indikasi bahwa wajib pajak dapat diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. b. Adanya instruksi pemeriksaan ulang dengan Dirjen Pajak dengan pertimbangan tertentu. 5. Buku-buku dan catatan dan dokumen yang akan dipinjam dari wajib pajak tidak harus asli dan dapat berupa fotokopi sesuai dengan aslinya. 6. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor pemeriksa atau di tempat wajib pajak (pemeriksaan sederhana lapangan atau pemeriksaan lengkap), yang diatur dalam penjelasan pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000. 7. Jangka waktu pemeriksaan terbatas a. Pemeriksaan lengkap (PL), harus diselesaikan dalam jangka waktu dua bulan yang dapat diberikan perpanjangan selama enam bulan. b. Pemeriksaan sederhana lapangan (PSL) harus disesuaikan dalam jangka waktu satu bulan yang dapat diberikan perpanjangan selama satu bulan. c. Pemeriksaan sederhana kantor (PSK) harus disesuaikan dalam waktu empat minggu, yang dapat diberikan perpanjangan selama dua minggu. 8. Perluasan pemeriksaan dapat dilakukan baik untuk tahun-tahun sebelumnya maupun sesudahnya dalam hal : a. SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi atau Badan menyatakan adanya kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan pemeriksaan. b. Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur P4. 9. Setiap hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada wajib pajak secara tertulis, berupa hal-hal yang berbeda antara SPT dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi wajib pajak.
J.
Tata Cara Pemeriksaan Pajak Tata cara pemeriksaan pajak diatur dalam Pasal 29 Tahun 2010 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Perpajakan.
5
17
1. Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa. 3. Wajib pajak yang diperiksa harus: a. Memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak atau objek pajak yang terutang pajak; b. Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau keuangan yang dipandang perlu dan memberi banding guna kelancaran pemeriksaan; c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan. 3a. Buku, catatan , dan dokumen, serta data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan. 3b. Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatau usaha atau pekerjaan bebas tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sehingga tidak dapat dihitung besarnya Penghasilan Kena Pajak, Penghasilan Kena Pajak tersebut dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. 4. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak yang terkait oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
K. 1.
Pedoman Pemeriksaan Pajak Manajemen Pemeriksaan Pajak Kemungkinan kerugian perusahaan menghadapi pemeriksaan pajak oleh
kantor pelayanan pajak (KPP) atau kantor penyelidikan pajak (KARIPA). Menurut Ladiman (2002), suatu perusahaan diperiksa oleh kantor pelayanan pajak kemungkinan adalah karena : a. SPT-nya lebih bayar b. Adanya kesalahan pengisian SPT
5
18
c. d. e. f. g. h.
Perusahaan menderita kerugian Ada pengaduan masyarakat Karena sampling pemeriksaan Pemeriksaan gabungan dengan induknya Kerjasama operasi Ditemukan data baru
Dalam menghadapi pemeriksaan pajak, perusahaan harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a.
Mempersiapkan bukti data pembukuan pencatatan, serta dokumen dan keterangan lain yang diminta oleh pemeriksa.
b.
Menyerahkan data bukti dan pembukuan, pencatatan dan dokumen lain kepada pemeriksa.
c.
Melayani dan memberikan keterangan yang benar kepada pemeriksa.
d.
Mencari kuasa atau konsultan pajak untuk mewakili perusahaan.
e.
Menjawab dan membantah temuan-temuan atau koreksi dari pemeriksaan bila dianggap tidak benar.
f.
Menolak dan menyetujui koreksi kepada pemeriksa bila dianggap tidak benar didalam berita acara closing conference.
g.
Mengajukan keberatan, bila merasa benar dirugikan.
h.
Mengajukan ke BPSP, bila hasil keberatan tidak memuaskan.
i.
Mengajukan permohonan pengurangan sanksi administrasi atas SKP kurang bayar.
j.
Mengajukan permohonan pembayaran angsuran atas SKP kurang bayar.
k.
Menghindari pemeriksaan pajak, dengan dilakukan pemeriksaan pajak.
5
mengetahui sebab-sebab
19
2.
Sasaran Pemeriksaan Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyelidikan adalah untuk
mencari adanya : a.
Interpretasi Undang-undang yang tidak benar
b.
Kesalahan hitung
c.
Penggelapan secara khusus dari penghasilan
d.
Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
3.
Prosedur Pemeriksaan Sesuai dengan pasal 29 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, prosedur
Pemeriksaan adalah sebagai berikut : 1. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan, dan 2. harus memperlihatkan kepada wajib pajak yang diperiksa. 3. Wajib pajak yang diperiksa harus : a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. c. Memberi keteranganyang diperlukan.
5
20
d. Apabila dalam mengungkapkan hal-hal seperti dalam angka (1) wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban itu tidak berlaku untuk keperluan pemeriksaan tersebut. 4.
Dirjen Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu, bila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b di atas.
4.
Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak menjelaskan bahwa ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakaan dapat meliputi satu, beberapa atau seluruh jenis pajak baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. Jangka Waktu Pemeriksaan menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak terbagi atas: a) Untuk Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan Hail Pemeriksaan. b) Untuk Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan lapangan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. 5.
Cara Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak Menurut Dirjen Pajak (2000), terdapat empat ketentuan cara penyusunan
laporan pemeriksaan pajak yang harus diterapkan :
5
21
1. a. b. c. d. e. f.
Umum Memuat keterangan-keterangan mengenai : Identitas wajib pajak Pemenuhan kewajiban perpajakan Gambaran kegiatan wajib pajak Penugasan dalam alasan pemeriksaan Data/ informasi yang tersedia Daftar lampiran
2.
6.
Pelaksanaan Pemeriksaan Memuat penjelasan secara lengkap mengenai : a. Pos-pos yang diperiksa b. Penilaian pemeriksa atas pos-pos yang diperiksa c. Temuan-temuan pemeriksa 3. Hasil Pemeriksaan Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan wajib pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan penghitungan mengenai besarnya pajak-pajak terutang. 4. Kesimpulan dan Usul Pemeriksa Menggambarkan hasil pemeriksaan dalam bentuk perbandingan antara pajak-pajak yang terutang berdasarkan laporan wajib pajak dengan hasil pemeriksaan, data/ informasi yang diproduksi dan usulusul pemeriksa. Pengesahan Laporan Pemeriksaan Pajak Menurut Ketentuan Dirjen (PPP, 2008) Konsep LPP yang telah
ditandatangani oleh pemeriksa harus disampaikan bersama-sama dengan lembar pengawasan Laporan Pemeriksaan Pajak kepada Ketua Tim Pemeriksa/ Kasi Pemeriksaan untuk ditelaah. Setiap konsep LPP yang diserahkan untuk ditelaah harus selalu disertai dengan berkas KKP. Bila telah disetujui, penelaah akan membubuhkan parafnya pada konsep LPP tersebut. Setelah konsep LPP yang bersangkutan selesai ditelaah, maka konsep tersebut diteruskan untuk mendapat persetujuan dan diparaf oleh pejabat yang berwenang, yaitu : 1)
Kepala Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak bagi pemeriksaan yang dilakukan oleh UPP.
5
22
2)
Direktur Pemeriksaan Pajak atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Pemeriksaan Pajak bagi pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Pmeriksaan Pajak. Konsep yang telah disetujui oleh Ka. UPP/ Dir. Rikpa diteruskan ke
Bagian TU untuk diketik dan diperbanyak. LPP yang telah diketik dikembalikan kepada penelaah dan pemeriksa untuk ditandatangani dan digunakan sebagai dasar pembuatan nota penghitungan dan DKHP. LPP yang telah diketik bersama dengan Nota Penghitungan dan DKHP disampaikan kepada Ka. UPP/Dir. Rikpa untuk ditandatangani (LPP) dan diparaf (Nota Perhitungan) sebagai pengesahan.
L.
Kepatuhan Pajak
1.
Pengertian Kepatuhan Pajak a. Menurut Gunadi (2005), pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, atau pun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. b. Nurmantu (2003:148) mendefinisikan “kepatuhan perpajakan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”. c. Menurut OECD (2001), kepatuhan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: (1) kepatuhan administratif (administrative compliance); dan (2) kepatuhan teknis (technical compliance). Menurut Gunadi (2005) dalam studi kepatuhan pajak, terdapat dua model
utama yang menjelaskan tingkat kepatuhan pajak, yaitu: (1) model konvensional (model generasi pertama); dan (2) model generasi kedua.
5
23
Model konvensional lebih menekankan persoalan tax evasion dari sisi wajib pajak (taxpayers) dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilakunya. Sementara dalam model generasi kedua, persoalan kepatuhan pajak juga ditentukan oleh pelaku lain, yaitu petugas pajak (tax collector). Dalam model generasi kedua, analisis dilakukan pada pola perilaku kedua belah pihak secara bersamaan untuk mengetahui respon mereka bila terjadi perubahan tarif pajak, tingkat kemungkinan untuk terdeteksi, tingkat penalti, dan sistem bonus bagi petugas pajak.
2.
Variabel Kepatuhan Pajak Ada beberapa pendapat mengenai variabel-variabel tersebut, yaitu:
a. Krause (2000) berpendapat bahwa “pengetahuan atau pemahaman wajib pajak atas peraturan perpajakan dapat mempengaruhi juga terhadap patuh tidaknya wajib pajak”. b. Erard (1997) menyimpulkan bahwa “skala usaha wajib pajak dapat berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak”. c. Joulfaian (1998) menyatakan, selain tarif pajak, jenis usaha wajib pajak serta faktor demografi yang meliputi usia, keluarga (family size), dan tempat tinggal/lokasi akan mempengaruhi ketidakpatuhan wajib pajak. Selain variabel-variabel seperti dijelaskan sebelumnya, ada satu variabel lagi yang akan dimasukkan dalam penelitian ini. Variabel tersebut adalah elemen-elemen dalam pemeriksaan pajak. Model yang akan dihasilkan dari penelitian ini nantinya diharapkan akan menjadi alat yang dapat digunakan untuk menentukan cara yang paling efektif untuk dilakukannya pemeriksaan
5
24
pajak. Salah satu hal faktor yang diperhitungkan dalam membentuk model yang demikian, adalah elemen-elemen pemeriksaan pajak karena elemenelemen tersebut dapat memberikan informasi tentang bagaimana perilaku kepatuhan wajib pajak sehingga elemen-elemen dalam peraturan pemeriksaan pajak dimasukkan sebagai salah satu variabel yang diduga akan menentukan ketidakpatuhan wajib pajak.
M.
Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua penelitian terdahulu.
Pertama yaitu oleh Tulus (2006), berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari masing-masing variable independent terhadap kepatuhan wajib pajak adalah tidak terdapat pengaruh signifikan dari efektivitas dalam pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pribadi, berarti responden menilai pemeriksaan belum mampu mendeteksi pelanggaran wajib pajak secara sengaja dan rangkaian langkah dalam pemeriksaan belum direncanakan dan terorganisir dengan baik. Adapun perbedaan penelitian yang akan diteliti yaitu variabel penelitian, dimana dalam penelitian sebelumnya variabel yang digunakan yaitu efektifitas, prosedur, dan obyektivitas. Sedangkan peneliti menggunakan variabel yang diteliti yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan pajak dalam penelitiannya. Kedua yaitu oleh Iwan (2010), berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahapan prosedur pemeriksaan pajak, sebagian besar
5
25
prosedurnya dijalankan oleh pemeriksa tetapi pada tahapan persiapan tidak ada pendokumentasiannya ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan pada setiap tahapan prosedur terdapat kendala yang dihadapi oleh pemeriksa pajak baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Adapun
perbedaan
penelitian
yang
akan
diteliti
yaitu
variabel
penelitiannya, dimana pada penelitian sebelumnya variabel yang digunakan adalah penerapan prosedur pemeriksaan terhadap SPT Lebih Bayar. Sedangkan peneliti menggunakan tahapan prosedur pemeriksaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan.
5