BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Teori 2.1.1
Merek Menurut Durianto, Sugiarto dan Toni (2004: hal 2) mendefenisikan
merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Menurut Rangkuti (2004: hal 2), merek juga dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti: a.
Brand Name (nama merek) yang merupakan bagian yang dapat diucapkan misalnya, BMW, Pepsodent, Toyota, dan sebagainya.
b. Brand Mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali, namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus. Misalnya: gambar tiga berlian Mitsubishi, warna biru pada BCA. c. Trade Mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini
melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek atau tanda merek. d. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan beberapa definisi diatas, bahwa merek merupakan sebuah nama dengan tanda berupa simbol, desain, warna, dan/ataupun gambar yang dapat mencerminkan suatu nilai dari produk tersebut dan bertujuan untuk membedakan antara produk dengan produk yang lainnya. 2.1.1.1 Enam Tingkatan Pengertian Merek Menurut Rangkuti (2004: hal 3-4), merek merupakan janji penjual secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkatan pengertian, yaitu: (1) Atribut Setiap merek memiliki atribut. Atribut-atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atributatribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek. Contohnya,
BMW seri 7 merupakan merek mobil yang dirancang dengan kualitas tinggi, selalu menjaga kenyamanan, bergengsi, berharga jual mahal, serta dipakai oleh para senior eksekutif. (2) Manfaat Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional. Atribut “aman” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, yaitu tidak perlu mengganti berbagai fungsi rem serta balon pelindung baik dari depan maupun dari samping kiri dan kanan. Manfaat fungsional ini dapat juga diterjemahkan ke dalam manfaat emosional yaitu “selama mengendarai BMW seri 7, saya merasa aman dan menyenangkan”. Selain itu atribut-atribut lain juga harus dapat diterjemahkan menjadi manfaat yang dapat langsung dirasakan oleh konsumen. (3) Nilai Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
(4) Budaya Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja yang efisien, dan selalu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. (5) Kepribadian Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya.
Jadi
diharapkan
dengan
menggunakan
merek,
kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan. (6) Pemakai Merek juga menunjukan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orangorang terkenal untuk menggunakan merek nya. Menurut Rangkuti (2004: hal 139-140) merek bermanfaat bagi perusahaan, distributor dan konsumen. 1. Manfaat merek bagi perusahaan: a.
Nama merek memudahkan penjual untuk mengolah pesanan-pesanan dan memperkecil timbulnya kesalahan.
b.
Nama merek dan tanda dagang akan secara hukum melindungi penjualan dari pemalsuan cir-ciri produk, karena bila tidak, setiap pesaing akan meniru produk yang telah berhasil di pasaran.
c.
Merek memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen terhadap produknya, dimana kesetiaan konsumen akan melindungi penjual dari persaingan serta membantu memperketat pengendalian dalam merencanakan strategi bauran pemasaran.
d.
Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokkan pasar kedalam segmen-segmen. Contohnya: Unilever Indonesia memasarkan empat merek sabun mandi yang masing-masing dikelola secara berbeda dan dipasarkan pada segmen-segmen tertentu dengan manfaat yang berbeda.
e.
Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya nama yang baik. Dengan membawa nama perusahaan, merek-merek ini sekaligus mengiklankan kualitas dan besarnya perusahaan.
2. Manfaat merek bagi distributor : a.
Memudahkan penanganan produk
b.
Mengidentifikasi pendistribusian produk
c.
Meminta produksi agar berada pada standar mutu tertentu
d.
Meningkatkan pilihan pembeli
3. Manfaat merek bagi konsumen : a.
Memudahkan untuk mengenali mutu
b.
Dapat berjalan dengan mudah dan efisien, ketika membeli kembali produk yang sama
c.
Dengan adanya merek tertentu, konsumen dapat mengaitkan status dan prestisenya, seperti Pierre Cardin, Kenzo, dan sebagainya. McNally dan Karl (2004: hal 2) juga menuliskan tiga hal penting
mengenai merek, yaitu: a.
Merek merupakan cara perusahaan mengatakan kepada pelanggannya apa yang dapat diharapkan dari mereka. Segala sesuatunya dapat berubah dengan cepat di dalam dunia usaha, dan pelanggan akan merasa lebih nyaman apabila mereka mengetahui apa yang dapat mereka harapkan.
b.
Merek merupakan jembatan yang tidak asing lagi mengetahui hal mana para pelaku bisnis dan pelanggannya telah melakukan transaksi-transaksi yang mengarah kepada hubungan-hubungan jangka panjang dalam waktu yang lama yang saling menguntungan.
c.
Merek merupakan perwujudan dari hal-hal yang dihargai oleh para pelaku bisnis dan para pelanggannya. Merek merupakan suatu sarana melalui hal mana para pelaku bisnis memperoleh kepercayaan untuk mutu yang diwakili dan diberikannya.
Menurut Aaker dalam Simamora (2003: hal 61) di dalam sebuah merek terdapat beberapa karakteristik yang dapat disampaikan, yaitu: a. Manfaat emosional b. Pengguna merek c. Asosiasi merek d. Kepribadian merek e. Simbol-simbol f. Hubungan pelanggan dengan merek g. Manfaat ekspresi diri h. Country of Origin
2.1.1.2 Tingkat sikap konsumen terhadap merek Menurut Aaker di dalam buku Kotler (2005: hal 86) terdapat 5 tingkat sikap konsumen terhadap merek, yaitu : a. Konsumen akan mengganti merek, khususnya untuk alasan harga. Tidak ada kesetiaan merek. b. Konsumen puas. Tidak ada alasan mengganti merek. c. Konsumen puas dan mendatangkan biaya untuk mengganti merek. d. Konsumen menghargai merek dan melihatnya sebagai teman. e. Konsumen setia akan merek.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan pasar yang telah dicapai terdapat beberapa atribut yang perlu diperhatikan yaitu produk, layanan yang diberikan, harga, maupun keterjangkauan lokasi utuk memperoleh barang yang bersangkutan. Untuk menjaga performance penjualan sebuah produk, terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Suryanti (2002: hal 323) “Faktor internal adalah faktor-faktor dari dalam perusahaan yang mempengaruhi tingkat penjualan perusahaan”. Berdasarkan pada pendapat ini dipahami bahwa semua faktor yang bersumberkan dari internal perusahaan yang mempengaruhi penjualan dikelompokkan sebagai faktor internal. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang bersumberkan dari eksternal atau luar perusahaan yang dapat mempengaruhi penjualan perusahaan. Berdasarkan pendapat tersebut ditemukan bahwa pembedaan antara faktor internal dan faktor eksternal hanya tergantung pada sumber faktor yang mempengaruhi penjualan yaitu faktor internal atau eksternal perusahaan.
2.1.2 2.1.2.1
Faktor Internal Layanan Untuk mendefinisikan layanan sangat sulit sebab layanan dipasarkan
bersama-sama dengan barang berwujud. Layanan membutuhkan barang-barang pendukung dan barang-barang membutuhkan layanan pendukung agar dapat
terjual. Definisi layanan menurut Kotler (2000: hal 45), “A service is any act or performance that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything its production may or may not be tied to a physical product”. Artinya layanan adalah berbagai tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produknya dapat berkenaan dengan produk fisik juga bisa tidak. Membeli layanan sama artinya dengan menukarkan uang dengan sesuatu yang tidak berwujud. Oleh karena itu fokus utama dalam rangka pelayanan layanan adalah kualitas layanan yang dirasakan oleh konsumen yang telah diterimanya dari badan usaha yang memberikan layanan. Wujud konkritnya adalah bagaimana suatu perusahaan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada para pemakai layanan. Suatu hal yang sangat penting adalah menanamkan kepercayaan sekaligus mengembangkan loyalitas pemakai layanan. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak mudah untuk menentukan kualitas tertentu hanya berdasarkan tujuan dan selera produsen, karena masih banyak faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan seperti selera konsumen, barang-barang apa yang dihasilkan dan keterbatasan yang terdapat di dalam badan usaha itu sendiri dalam menjalankan aktifitasnya.
2.1.2.1.1 Dimensi Kualitas Layanan Pelanggan menggunakan persepsi terhadap beberapa dimensi kualitas untuk menilai kualitas suatu layanan yang disediakan perusahaan. Gabungan dari penilaian terhadap dimensi kualitas tersebut merupakan penilaian secara keseluruhan. Menurut Kotler dan Keller (2009: hal 50) ada lima dimensi yang disebut SERQUAL (service quality) yang merupakan suatu alat ukur terhadap kualitas jasa yaitu: a. Dimensi Reliability meliputi kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan andal dan akurat. b. Dimensi Responsiveness meliputi kesediaan membantu pelanggan dan memberikan layanan tepat waktu. c. Dimensi Assurance meliputi pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menunjukkan kepercayaan dan keyakinan. d. Dimensi Empathy meliputi kondisi memperhatikan dan memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan. e. Dimensi Tangible meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan bahan komunikasi.
Dalam menilai kualitas suatu produk atau layanan adalah bahwa kualitas itu ditentukan oleh penilaian konsumen, penilaian konsumenlah yang seharusnya menjadi pedoman bagi perusahaan untuk melihat kualitas produk
atau layanan yang dihasilkan, bukan standarisasi dari tenaga teknis ataupun judgement manajemen. 2.1.2.2 Harga Menurut Kotler dan Amstrong (2001: hal 439), harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Menurut Torsina (2000: hal 91) terdapat tiga tingkatan pada konsumen tentang menyikapi harga, yaitu: a. Price Conscious: pada tingkat ini konsumem mampu menyebutkan harga untuk suatu barang. Pada tingkatan ini, berarti konsumen kurang sensitif terhadap harga sehingga harga bukan faktor utama dalam pembelian konsumen. b. Price Aware: pada tingkat ini konsumem mampu menyebutkan harga yang tepat untuk suatu barang. Pada tingkatan ini, harga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen, sehingga konsumen mungkin tetap membeli meskipun harga produk tidak sesuai dengan keinginan konsumen tetapi produk yang dibeli memang sangat diinginkan konsumen. c. Price Sensitive: pada tingkat ini konsumen memberi reaksi nyata terhadap setiap harga yang berbeda. Pada tingkatan ini, konsumen melakukan pembelian atau tidak melakukan pembelian tergantung pada
harga produk yang ditawarkan penjual. Ketika harga sesuai dengan keinginan konsumen, baru konsumen akan mempertimbangkan faktor lainnya sebelum memutuskan untuk membeli.
Dalam menetapkan sebuah harga, maka diperlukan pertimbanganpertimbangan khusus karena harga bisa mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. Menurut Torsina (2000: hal 93) terdapat beberapa pertimbangan bagi produsen atau penjual dalam menetapkan harga, yaitu: a. Menaikkan harga ketika semua pesaing juga menetapkan kenaikan harga. b. Jangan terlalu tinggi kenaikan harga dibandingkan harga sebelumnya. c. Jangan terlalu sering menaikkan harga. d. Kenaikan harga harus memperhatikan sensitifitas konsumen terhadap harga dan tingkat kepentingan konsumen akan produk. e. Kenaikan harga memperhatikan psikologi besaran rupiah, misalnya kesan kenaikan harga dari Rp.8.500 menjadi Rp.8.800 berbeda dengan kesan kenaikan harga dari Rp.8.700 menjadi Rp.9.000. Pada penetapan kenaikan harga yang pertama, maka persepsi konsumen tetap saja menganggap harga produk sekitar Rp.8.000 an, namun untuk kenaikan harga yang kedua secara psikologis memberatkan konsumen.
f.
Kenaikan harga sebaiknya dilakukan bertepatan dengan perubahan layanan, misalnya kenaikan harga ditetapkan ketika membeli suatu produk diberikan layanan ekstra, dan lain-lain.
g.
Jika penjual harus menetapkan harga terlalu tinggi, maka konsumen harus diberikan kompensasi pembelian, misalnya pembelian produk A mendapatkan free makanan ringan, voucher belanja, dan lainnya. Ketika konsumen sudah beradaptasi dengan harga yang baru, maka kompensasi tersebut dapat dihilangkan.
2.1.2.2.1 Pengaruh Harga Terhadap Keinginan Membeli Menurut Torsina (2000: hal 94), dilihat dari tipikalnya ditemukan sekelompok konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Naik turunnya harga mempengaruhi terhadap perilaku konsumen dalam membeli suatu produk. Harga mempengaruhi pembelian konsumen karena tinggi rendahnya harga menyangkut keterjangkauan daya beli konsumen. Harga yang semakin terjangkau memungkinkan menarik minat beli konsumen. Demikian halnya harga yang terlalu tinggi mempengaruhi konsumen untuk tidak membeli karena konsumen tidak memiliki jumlah uang yang mencukupi untuk mendapatkan produk yang diinginkan. 2.1.2.3 Promosi Menurut Kotler (2001: hal 487) “Companies must do more than make good product, they must inform consumers about product benefits and carefully position products in consumer’s minds”. Terdapat hal penting yang
harus dilakukan oleh perusahaan selain membuat produk yang berkualitas yaitu kemampuan perusahaan untuk menginformasikan keunggulan produk dan secara hati-hati memposisikan produk tersebut di benak konsumen sehingga konsumen tetap mengingatnya meskipun konsumen juga bisa menemukan produk lain yang sejenis di pasaran. Menurut Tjiptono (1997: hal 21) bahwa promosi adalah keseluruhan aktivitas yang diarahkan untuk memberikan informasi agar bisa mempengaruhi dan mengingatkan konsumen terhadap keberadaan sebuah produk di pasar. Strategi promosi yang ditetapkan harus berkaitan dengan masalah-masalah perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian komunikasi persuasif dengan pelanggan. Promosi ini diarahkan untuk mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Terdapat beberapa langkah-langkah yang harus diperhatikan penjual (perusahaan) dalam menetapkan kebijakan promosi. Menurut Kotler (2001: hal 493), langkah-langkah dalam menempatkan promosi, yaitu: a.
Menetapkan target konsumen Setiap kelompok konsumen mempunyai perilaku yang berbeda, termasuk perilakunya dalam menyikapi sebuah promosi produk. Sebagai langkah awal, maka perusahaan harus mampu mengidentifikasikan konsumen yang dituju dan karakteristik konsumen yang bersangkutan agar promosi yang ditetapkan bisa direspon positif oleh konsumen.
b.
Memilih media promosi Setiap media promosi mempunyai jangkauan pasar yang berbeda. Akses yang semakin besar kepada konsumen mempengaruhi terserapnya informasi dari media tersebut kepada konsumen, sehingga perusahaan perlu memilih media yang sesuai dengan target konsumen yang dituju.
c.
Mengukur keberhasilan promosi Dalam melakukan sebuah kebijakan promosi, maka perusahaan seharusnya mengukur seberapa tinggi keberhasilan promosi yang telah dilakukan. Melalui pengukuran tingkat keberhasilan promosi, maka perusahaan dapat menetapkan kebijakan yang tepat agar informasi mengenai produk perusahaan tetap bisa diterima konsumen. Tiga
langkah
mempengaruhi
dalam
terhadap
menjalankan
efektifitas
kegiatan
komunikasi
promosi
yang
terjalin
tersebut antara
perusahaan dan konsumen. Ketika konsumen tetap mendapatkan informasi mengenai produk, maka konsumen tetap mengingat produk tersebut. 2.1.2.3.1 Pengaruh Promosi Terhadap Keinginan Membeli Sebagaimana pendapat Tjiptono (1997: hal 23) bahwa dalam promosi mengandung unsur mempengaruhi konsumen sehingga konsumen berperilaku seperti yang diinginkan perusahaan yaitu melakukan pembelian terhadap sebuah produk. Keputusan membeli konsumen timbul ketika konsumen
mempunyai
keinginan
atas
produk
tersebut,
dan
untuk
menumbuhkan keinginan konsumen tersebut, maka diperlukan informasi yang
bisa mempengaruhi konsumen. Berdasarkan pada pemahaman tersebut, diketahui bahwa promosi berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen. Berdasarkan pada kajian teoritis mengenai faktor-faktor internal diatas, secara garis besar bisa dilihat bahwa layanan, harga, dan promosi merupakan faktor-faktor yang bisa mempengaruhi minat pembelian konsumen. Layanan bisa mempengaruhi minat pembelian konsumen karena dengan banyaknya produk yang sejenis dengan kualitas yang relatif sama, maka konsumen akan memperhitungkan kualitas layanan sehingga pilihan konsumen tersebut adalah pilihan yang terbaik diantara produk yang ada. Dilihat dari perspektif harga, maka harga menunjukkan tinggi rendahnya pengorbanan yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan sebuah produk. Semakin tinggi atau semakin rendah pengorbanan yang harus dikeluarkan konsumen dengan sendirinya mempengaruhi minat pembelian konsumen. Sedangkan dilihat dari perspektif promosi, jika promosi bisa mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian, maka semakin besar kemungkinan konsumen merealisasikan pembelian terhadap sebuah produk yang diinginkan.
2.1.3
Faktor Eksternal Menurut Sugiarto (1999: hal 27), faktor eksternal yang mempengaruhi
penjualan sangat komplek, diantaranya adalah persaingan, perubahan perilaku
konsumen dan geografis (lokasi). Ketiga variabel tersebut mempunyai pengaruh terhadap penjualan karena mempengaruhi minat beli pelanggan terhadap suatu produk. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat dilakukan analisa secara lebih mendalam mengenai pentingnya pemahaman mengenai faktor eksternal untuk mengungkap penjualan-penjualan di perusahaan agar tetap mengalami peningkatan. 2.1.3.1
Persaingan Handoko (2002: hal 23) menyatakan “Persaingan adalah sebuah
kondisi dimana setiap badan usaha mempunyai target pasar yang sama sehingga diantaranya saling berebut untuk mendapatkan pelanggan sebanyak mungkin”. Berdasarkan pada pengertian diatas, dipahami bahwa persaingan terjadi ketika di pasar ditemukan banyak penjual dengan tujuan yang sama yaitu mendapatkan konsumen sebanyak mungkin dan konsumen yang dituju antara penjual satu dengan lainnya adalah sama. Menurut Handoko (2002: hal 23), terdapat dua kunci utama penentu keberhasilan dalam bersaing, yaitu: a. Keunggulan produk dan layanan Dalam pasar yang bersaing, banyak ditemukan produk yang sejenis di pasar. Menghadapi banyaknya produk yang sejenis mengharuskan perusahaan untuk bisa berbeda dalam menampilkan kualitas produk dan layanan. Melalui kualitas produk dan layanan memungkinkan
mampu memberikan daya tarik tersendiri bagi konsumen untuk melakukan pembelian. b. Strategi pemasaran yang tepat Penetapan strategi pemasaran yang tepat memberikan harapan bagi perusahaan agar menang dalam bersaing. Strategi pemasaran ini meliputi strategi dalam produk, harga, promosi, maupun strategi distribusi. Penetapan strategi pemasaran yang tepat memungkinkan mampu meningkatkan ketertarikan konsumen terhadap sebuah produk sehingga berinisiatif untuk membelinya. Dua faktor penentu tersebut mempengaruhi keberhasilan dalam bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis. Kegagalan produk dan layanan serta kegagalan dalam penetapan strategi pemasaran berdampak buruk terhadap keberhasilan bersaing. 2.1.3.1.1 Pengaruh Persaingan Terhadap Minat Beli Konsumen Menurut Handoko (2002: hal 29), dalam pasar yang bersaing, setiap konsumen akan semakin selektif dalam melakukan pembelian. Konsumen cenderung membanding-bandingkan produk yang satu dengan yang lainnya, sehingga mempunyai keyakinan bahwa produk yang dibelinya adalah produk terbaik diantara produk yang ada. Dalam situasi ini, maka persaingan mempengaruhi minat pembelian konsumen dimana konsumen semakin berhati-hati dalam melakukan pembelian dan cenderung mengalihkan
pembelian jika produk yang biasanya dibeli tidak lagi memberikan kepuasan yang sempurna. 2.1.3.2 Perilaku Konsumen Menurut Swastha dan Handoko (2000: hal 10), perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai “kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut”. Ada dua elemen penting dari arti perilaku konsumen tersebut yaitu proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik, yang semua ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, dan mempergunakan barang dan jasa ekonomis. Untuk dapat memahami tentang perilaku konsumen, maka perlu dipelajari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen. Schiffman dan Kanuk (2000: hal 60) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, antara lain: a. Motivasi (Motivation) “Motivation can be described as the driving force within individuals that impels them to action”, artinya motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu kekuatan penggerak dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu tindakan.
b. Persepsi (Perception) “Perception is defined as the process by which an individual selects, organizes, and interprets stimuli into a meaningful and coherent picture of the world”. Pengertian ini berarti suatu proses dalam individu dalam pemilihan, pengorganisasian, dan pemberian arti rangsangan yang diterimanya menjadi suatu gambaran yang berarti dan menyatu. Dengan kata lain, cara orang memandang atau mengartikan suatu rangsangan adalah segala macam masukan kepada syaraf tubuh manusia. Manusia menerima rangsangan atau stimuli dengan panca indera, yaitu mata, telinga, hidung, mulut dan kulit. c. Pembelajaran (Learning) “Consumer learning can be thought of as the process by which individuals acquire to purchase and consumption knowledge and experience that they apply to future related behavior”. Pengertian ini berarti suatu proses individu dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman mengenai pembelian dan konsumsi yang akan diterapkan pada perilakunya di masa depan. Melalui proses belajar ini perilaku seseorang dapat diubah. d. Kepribadian (Personality) “Personality be defined as those inner psychological characteristics that both determine and reflect how a person responds to his or her environmental”. Artinya bahwa kepribadian dapat didefinisikan
sebagai karakteristik psikologis dari dalam diri seseorang yang menentukan dan merefleksikan bagaimana tanggapan dari seseorang terhadap lingkungannya. Berikut ciri-ciri kepribadian antara lain: (1) kepribadian merefleksikan perbedaan-perbedaan individu, artinya tidak ada orang yang sama; (2) kepribadian bersifat konsisten dan abadi, artinya tidak berubah-ubah setiap saat; (3) kepribadian bisa berubah akibat lingkungan atau proses pendewasaan. Kepribadian juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pengambilan keputusan dalam membeli suatu barang atau jasa. e. Sikap (Attitude) “An attitude is learned predisposition behave in a consistently favorable or unfavorable way with respect to a given object”. Artinya suatu sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk menunjukan reaksi yang suka atau tidak suka terhadap objek yang diberikan secara konsisten. Sikap ini mencakup proses berpikir dan perasaan emosi, keduanya mencerminkan pertimbangan nilai dan perasaan positif atau negatif terhadap suatu produk.
Sikap ini
dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses belajar, yang dipelajari dari pengalaman di masa lampau dan yang akan mempengaruhi tindakannya di masa akan datang.
f. Kebudayaan (Culture) “Culture is defined as the sum total of learned beliefs, values, and customs that serve to direct the customer behavior of member of a particular society”. Kebudayaan adalah sejumlah yang dipelajari mengenai kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang berlaku untuk mengarahkan perilaku konsumen dari anggota suatu masyarakat tertentu. Jadi kebudayaan adalah kompleks, mencakup pengetahuan, moral, adat istiadat, hukum, kesenian, kepercayaan, dan lain-lain. g. Kelompok Acuan (Reference Groups) “A reference group is any person or group that serve as a point of comparison (reference) for an individual forming either general or specific values, attitudes, or a specific guide for behavior”. Kelompok acuan adalah seseorang atau kelompok orang yang digunakan sebagai pembanding atau acuan oleh seseorang dalam membentuk nilai, sikap, atau perilaku yang khusus maupun yang umum. Kelompok acuan juga mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian, dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. h. Keluarga (Family) “Family is defined as two or more persons related by blood, marriage, or adoption who reside together”. Keluarga didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang tinggal bersama karena ikatan darah, perkawinan, atau adopsi secara legal. Dalam sebuah keluarga, interaksi
antar kelompok anggota sangat kuat, sehingga mempengaruhi terhadap perilaku dalam kelompok keluarga. 2.1.3.2.1 Pengaruh Perubahan Perilaku Terhadap Pembelian Menurut Schiffman dan Kanuk (2000: hal 221), dipahami bahwa perilaku pembelian konsumen tergantung pada motivasi konsumen, semakin termotivasi maka semakin besar kemungkinan konsumen merealisasikan pembelian terhadap sebuah produk. Persepsi konsumen mempengaruhi pembelian karena minat beli diawali oleh persepsi, semakin tinggi persepsi konsumen maka semakin besar kemungkinan konsumen merealisasikan pembelian. Demikian halnya dengan pembelajaran, realitasnya terdapat juga kelompok konsumen yang membeli karena coba-coba sehingga ketika pembelajaran konsumen semakin rendah maka pembelian yang termasuk dalam pembelian coba-coba juga rendah. Dalam setiap pembelian, maka konsumen berusaha mencari produk yang sesuai dengan karakteristik konsumen, perbedaan karakteristik konsumen menyebabkan perbedaan tipikal produk yang diinginkan sehingga kepribadian mempengaruhi pembelian konsumen. Sikap konsumen mengarah pada respon menerima atau menolak keberadaan sebuah produk, jika sikap konsumen positif maka kemungkinan realisasi pembelian juga semakin besar. Perbedaan budaya mempengaruhi pembelian, misalnya ketika telah berbudaya untuk membeli suatu produk tertentu, maka realisasi pembelian konsumen juga meningkat dan demikian pula sebaliknya. Kelompok acuan mempengaruhi pembelian kosumen karena
dimungkinkan konsumen melakukan pembelian karena referensi orang lain, dan ketika orang lain tersebut mereferensikan pada responden berbeda, maka niat konsumen untuk membeli produk yang direferensikan juga semakin besar. Keluarga juga dapat mempengaruhi pembelian karena dalam sebuah keluarga terjadi interaksi yang kuat antar anggota keluarga, sehingga pembelian yang dilakukan keluarga bisa mempengaruhi pembelian yang dilakukan oleh anggota keluarga. 2.1.3.3 Lokasi Lokasi adalah penempatan sebuah badan usaha dilihat secara geografis. Berdasarkan pendapat ini, dipahami bahwa lokasi menyangkut jarak dan waktu karena berdimensi geografis. Menurut Longenecker, Moore dan Petty (2001: hal 241) faktor-faktor kunci dalam menyeleksi lokasi yang baik adalah: a. Keterjangkauan akses oleh konsumen Pertimbangan yang pertama dalam memilih lokasi adalah kemudahan untuk diakses konsumen. Gerai pengecer dan perusahaan layanan merupakan contoh tipikal bisnis yang harus memiliki lokasi seperti itu untuk mengakses dengan mudah konsumen yang dituju. Biasanya konsumen jarang berkeinginan melakukan perjalanan jauh untuk berbelanja.
b. Kondisi lingkungan bisnis Bisnis berskala kecil dipengaruhi oleh sejumlah cara dari lingkungan tempat bisnis tersebut beroperasi. Kondisi lingkungan dapat menghalangi atau melancarkan keberhasilan, misalnya dalam sebuah wilayah terdapat banyak bisnis yang sejenis, maka sebuah bisnis akan sulit untuk menguasai pembelian keseluruhan konsumen karena setiap konsumen dimungkinkan mempunyai ketertarikan yang berbeda terhadap produk yang satu dengan lainnya. c. Tersedianya sumber daya Tersedianya sumber daya yang berhubungan dengan produksi barang dan pengoperasian bisnis juga harus dipertimbangkan dalam memilih lokasi bisnis. Bahan mentah, persediaan tenaga kerja, tersedianya sarana transportasi adalah beberapa factor yang perlu dipertimbangkan. Kedekatan dengan bahan mentah produk dan kesesuaian persediaan tenaga kerja merupakan pertimbangan yang paling utama bagi lokasi bisnis perusahaan. d. Pilihan pribadi wirausaha Agar praktis, para wirausaha cenderung mengesampingkan kemampuan mengakses konsumen, kondisi lingkungan bisnis dan tersedianya sumber daya. Pengusaha dimungkinkan mempunyai
pertimbangan
pribadi
misalnya
pertimbangan
tentang
keberuntungan dan kesukaan atas lokasi. e. Tersedianya lokasi dan biaya Sekali saja seorang wirausaha menetap pada daerah tertentu di sebuah negara, tempat yang spesifik harus tetap dipilih. Tersedianya tempat yang potensial dan biaya yang berhubungan dengan cara memperoleh tempat itu harus diselidiki. 2.1.3.3.1 Pengaruh Lokasi Terhadap Pembelian Menurut Longenecker, Moore dan Petty (2001: hal 243) bahwa dalam merealisasikan pembelian, konsumen akan mempertimbangkan faktor kenyamanan, dan diantaranya termasuk lokasi. Lokasi yang memberikan kenyamanan misalnya dekat dengan area perbelanjaan, pusat hiburan, dan fasilitas umum lainnya yang memungkinkan realisasi pembelian konsumen semakin besar karena selain dapat memenuhi kebutuhan dari produk yang akan dibeli, konsumen tersebut juga bisa mendapatkan fasilitas lain terutama hiburan atau kebutuhan barang belanja. Berdasarkan pada kajian teoritis mengenai faktor-faktor eksternal diatas, ditemukan bahwa faktor eksternal mempengaruhi perilaku pembelian konsumen dan diantara faktor eksternal tersebut adalah persaingan, perilaku konsumen, dan lokasi. Latar belakang persaingan menyebabkan konsumen dengan mudah mengalihkan pembelian ke produk lain jika terdapat sedikit ketidakpuasan sehingga persaingan ini menyebabkan perubahan perilaku
pembelian konsumen. Demikian halnya dengan perubahan perilaku konsumen juga mempengaruhi perubahan perilaku pembelian karena perilaku pembelian adalah salah satu bagian dari perilaku konsumen. Sedangkan lokasi mempengaruhi perilaku pembelian karena lokasi bisa menawarkan tingkat kenyamanan sehingga perbedaan lokasi bisa berpengaruh terhadap realisasi pembelian konsumen. 2.1.4 2.1.4.1
Penjualan Pengertian Penjualan Menurut Raharti (2002: hal 21) menyatakan bahwa penjualan adalah
realisasi transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli. Penjualan mempunyai komoditas yang ditawarkan kepada pembeli, dan pembeli mempunyai kemampuan untuk melakukan pengorbanan berupa alat penukar (uang). Berdasarkan pada pendapat tersebut, bisa dipahami bahwa penjualan naik atau turun sangat tergantung pada realisasi minat beli konsumen. 2.1.4.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penjualan Menurut Raharti (2002: hal 28), terdapat dua faktor yang dapat
mempengaruhi penjualan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Penjabaran dari dua faktor ini adalah sebagai berikut: a. Faktor internal Faktor internal yang mempengaruhi penjualan antara lain: kualitas layanan, harga, dan promosi. Ketiga komponen tersebut berpengaruh terhadap tinggi rendahnya penjualan.
b. Faktor eksternal Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi penjualan diantaranya adalah persaingan, perilaku konsumen, dan lokasi. Semakin ketat persaingan yang terjadi memungkinkan konsumen akan mudah berpindah ke produk lainnya. Demikan halnya dengan perubahan perilaku konsumen juga mempengaruhi penjualan karena produk dan layanan yang tidak sesuai dengan perilaku konsumen, maka produk tersebut akan ditinggalkan oleh konsumen. Sedangkan lokasi mempengaruhi penjualan karena lokasi menyangkut daya jangkau konsumen untuk melakukan pembelian, semakin jauh jarak tinggal konsumen maka kemungkinan semakin besar konsumen membatalkan pembelian. 2.1.4.3 Pengukuran Penjualan Menurut Raharti (2002: hal 30), pengukuran penjualan meliputi tiga dimensi yaitu penjualan dalam rupiah, penjualan dalam unit produk, dan penjualan dilihat dari jumlah pelanggan. Penjabaran dari tiga dimensi penjualan tersebut adalah sebagai berikut: a. Penjualan dalam rupiah Penjualan dalam unit rupiah adalah penjualan yang didasarkan pada perbandingan naik turunnya kas masuk dalam penjualan. Semakin tinggi jumlah rupiah yang masuk berarti semakin tinggi penjualan, demikian pula sebaliknya.
b. Penjualan dalam unit produk Penjualan dalam unit produk adalah penjualan yang tinggi rendahnya berdasarkan pada kalkulasi jumlah fisik produk yang berhasil terjual. Penjualan dianggap mengalami kenaikan jika jumlah fisik produk yang terjual semakin besar, demikian pula sebaliknya. c. Penjualan dari jumlah pelanggan Penjualan dari jumlah pelanggan adalah penjualan yang didasarkan kepada sedikit atau banyaknya jumlah pelanggan yang datang dan melakukan pembelian. Semakin banyak jumlah pengunjung dianggap penjualan semakin meningkat. Untuk perusahaan yang mempunyai variasi produk yang banyak, maka kenaikan penjualan dilihat dari jumlah produk belum tentu diikuti dengan kenaikan penjualan dalam rupiah karena harga produk yang dijual adalah berbeda. Demikian halnya dengan penurunan jumlah pelanggan belum tentu diikuti dengan penurunan penjualan dalam rupiah dan unit produk karena dimungkinkan kuantitas pembelian pelanggan meningkat. 2.1.5
Hubungan Antara Faktor Internal, Faktor Eksternal, dan Penjualan Terdapat hubungan yang erat antara tinggi rendahnya penjualan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen dalam membeli. Tinggi rendahnya penjualan tidak berdiri sendiri namun dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penjualan dianggap sebagai variabel terikat karena tergantung pada
faktor internal dan faktor eksternal. Baik faktor internal maupun faktor eksternal tersebut mempengaruhi penjualan karena dipertimbangkan oleh konsumen dalam pengambilan sebuah keputusan pembelian. Faktor internal yang meliputi kualitas layanan, harga jual produk, dan promosi yang dilakukan bisa menjadi pemikat atau pemberi daya tarik bagi konsumen untuk melakukan pembelian sehingga pencapaian penjualan terus meningkat. Realitasnya dalam melakukan pembelian, maka konsumen cenderung mencari produk yang disukainya dengan harga jual yang dianggap konsumen memadai. Banyak produk sejenis yang menyebabkan konsumen mempertimbangkan faktor lainnya disamping produk dan harga, yaitu kualitas layanan, semakin tinggi kualitas layanan menjadi pertimbangan konsumen untuk membeli. Untuk memunculkan minat beli konsumen, maka promosi mempunyai
peran
besar
karena
dalam
promosi
terkandung
unsur
mempengaruhi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi tinggi rendahnya penjualan meliputi persaingan, perubahan perilaku konsumen dan geografis (lokasi)
memungkinkan
menjadi
pertimbangan
bagi
konsumen
untuk
melakukan pembelian. Banyaknya pesaing memungkinkan konsumen dengan mudah meninggalkan produk yang biasa dibeli untuk mencari produk yang dianggapnya paling baik. Selain itu produk yang dianggap konsumen tidak sesuai lagi dengan selera akan ditinggalkan konsumen karena selara konsumen yang mudah berubah. Dalam melakukan pembelian, maka konsumen juga
mempertimbangkan kenyamanan, contohnya seperti mencari jarak yang dekat, sehingga lokasi dapat mempengaruhi minat beli konsumen dan akhirnya mempengaruhi penjualan.
2.2
Penelitian Terdahulu Oleh Florentia dan Wuliutomo (2007) 2.2.1 Problem Di berbagai kota besar seukuran Surabaya, banyak dijumpai berbagai jenis restoran. Meskipun diantaranya mempunyai segmen pasar yang berbeda, namun tidak jarang antara restoran satu dengan lainnya terlibat persaingan karena diantaranya bisa saling bersubstitusi. Ditemukan bahwa sebagian besar restoran di Surabaya adalah family restaurant dengan proporsi 58.9%, sehingga hal ini membuat para konsumen dengan mudah melakukan perpindahan dari satu restoran ke restoran lainnya untuk mendapatkan layanan yang diinginkan. Salah satu family restaurant yang ada di Surabaya adalah Restoran Water Front, yang berlokasi di salah satu jalan utama kota Surabaya. Restoran Water Front sebagai restoran baru, selayaknya untuk bisa memberikan daya tarik yang tinggi untuk dikunjungi. Jika dalam masa pertumbuhan ini tidak bisa berkembang dengan baik, maka perkembangan restoran dalam waktu yang akan datang juga tidak bisa berkembang dengan pesat karena tingkat persaingan antar restoran semakin ketat. Namun usaha untuk meningkatkan penjualan tidak sesuai kenyataannya, restoran ini mengalami penurunan
penjualan di tahun 2005 dan 2006. Padahal sejak berdiri sampai Desember 2004, restoran ini mengalami kenaikan penjualan. Oleh karena itu, upaya untuk mengetahui berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi penurunan penjualan harus segera dilakukan agar pihak restoran bisa mengambil kebijakan yang tepat untuk menghentikan penurunan penjualan. 2.2.2 Metode Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara dan pengisian kuesioner, serta data sekunder yang diperoleh dari buku, literatur, dan lembaga yang bersangkutan. Analisa data dalam penelitian ini untuk bisa mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi terhadap penurunan penjualan di Restoran Water Front dengan menggunakan analisis faktor yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS. 1.
Analisa KMO dan Bartlett’s Test Pengukuran tingkat kesesuaian varian dari faktor-faktor yang dianalisa.
2.
Analisa Total Variance Explained Menjelaskan jumlah pengelompokan berdasarkan Extraction Sums of Squared Loadings.
3.
Analisa Rotated Component Matrix Menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempunyai kesamaan varian sehingga mengelompokkan menjadi satu kelompok faktor.
2.2.3
Hasil Penulis terdahulu memperoleh hasil mengenai faktor internal dan
faktor eksternal yang mempengaruhi konsumen tidak berkunjung lagi ke Restoran Water Front adalah bahwa hasil analisa faktor dari 22 pertanyaan yang menyatakan faktor internal dan eksternal mengelompok menjadi enam kelompok faktor. Hasil analisa faktor menjelaskan bahwa faktor internal yang benarbenar mempengaruhi perilaku konsumen meninggalkan Restoran Water Front adalah kualitas makanan, desain fisik dan desain makanan, serta emphaty dan harga. Sedangkan faktor eksternal yang benar-benar mempengaruhi konsumen meninggalkan Restoran Water Front adalah faktor perilaku konsumen.
2.3
Jurnal Oleh Abed dan Haghighi (2009) 2.3.1 Problem Dalam lingkungan sekarang ini yang sangat kompetitif, terdapat banyak tekanan kuat untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penjualan. Ketika dihadapkan dengan masalah pendapatan dan biaya, yang diperparah dengan memperpendek siklus hidup produk, perubahan dalam proses dan
teknologi produk, perusahaan mencari cara-cara baru untuk mengatasi masalah-masalah bisnis. Manajer dan peneliti tertarik kepada bagaimana mengembangkan strategi penjualan yang lebih efektif untuk meningkatkan kinerja penjualan yang dapat berkontribusi pada penciptaan hubungan positif yang kuat dan tahan lama dengan pelanggan. Memproduksi produk atau memberikan layanan yang terbaik tidaklah cukup, tetapi perusahaan juga harus berhasil menjual produk itu sendiri. Jika perusahaan ingin bertahan hidup, mereka harus memberikan perhatian besar terhadap pelatihan tenaga penjualan dan strategi penjualan mereka. Selama dekade terakhir, baik akademisi dan praktisi telah melakukan peningkatan perhatian dengan pendekatan strategi penjualan dalam rangka mengelola hubungan pelanggan. Tren ini telah sangat relevan di pasar industri, di mana hubungan pembeli dan penjual biasanya ditandai dengan kompleksitas, saling ketergantungan dan orientasi jangka panjang. Jangka panjang hubungan pembeli dan penjual telah menjadi fokus dari banyak penelitian selama beberapa tahun terakhir karena para manajer dan para peneliti percaya bahwa hubungan ini merupakan salah satu sumber daya terbesar untuk mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan untuk baik pembeli dan penjual.
2.3.2 Metode Penulis membahas dasar-dasar teoritis dan empiris untuk mendukung hipotesis tentang hubungan antara strategi penjualan dan kinerja perusahaan, dan mendapatkan 6 hipotesis, yaitu: H1. Ada hubungan positif antara strategi penjualan adaptif (adaptive selling strategy) dan kinerja penjualan (sales performance) H2. Ada hubungan positif antara strategi penjualan berorientasi pelanggan (customer-oriented selling strategy) dan kinerja penjualan (sales performance) H3. Ada hubungan positif antara strategi ketulusan dari wiraniaga (sincerity salesperson’s strategy) dan kinerja penjualan (sales performance) H4. Ada hubungan positif antara liability and salespeople strategy dan kinerja penjualan (sales performance) H5. Ada hubungan positif antara strategi komitmen tenaga penjual (commitment of salespeople strategy) dan kinerja penjualan (sales performance) H6. Ada hubungan positif antara strategi menjual relasional (relational selling strategy) dan kinerja penjualan (sales performance) Untuk lebih detail lihat Gambar 2.1
Gambar 2.1 Model Hipotesis Untuk mengetahui ukuran dari hubungan linear antara dua variabel digunakan koefisien korelasi Pearson dan tanda koefisien korelasi menunjukkan arah hubungan (positif atau negatif). Untuk mengetahui hubungan antara penjualan strategi mereka menerapkan korelasi Pearson dalam SPSS 15. Selain itu penulis menggunakan pula pendekatan SEM
(Structural Equation Model), yaitu pendekatan statistik yang komprehensif untuk menguji hipotesis tentang hubungan antara variabel yang diamati. 2.3.3
Hasil Penelitian ini mengusulkan kerangka kerja konseptual dan empiris
yang menguji serangkaian hipotesis tentang hubungan antara strategi penjualan dan kinerja penjualan. Singkatnya, penelitian ini menunjukkan bahwa strategi penjualan merangsang perilaku individu yang memiliki dampak langsung pada penjualan. Dengan memeriksa strategi penjualan yang paling efektif, hasil yang diperoleh adalah bahwa berorientasi pelanggan (customer-oriented selling), strategi menjual relasional (relational selling strategies) dan karakteristik tenaga penjualan (salespeople characteristic) berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan, yang pada akhirnya melalui penerapan strategi manajer tersebut dapat memenuhi tujuan mereka yaitu menemukan kepuasan pelanggan dan membangun hubungan jangka panjang yang positif dengan pelanggan.