6
BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita Karier Seiring dengan perkembangan zaman, peran wanita di masa sekarang sudah tidak lagi dikaitkan sesuai dengan kodratnya sebagai wanita, yaitu hanya sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya. Namun lebih jauh lagi, wanita sekarang sudah mulai berperan serta dalam setiap segi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini membuat kuantitas waktu yang mereka miliki menjadi berkurang terlebih lagi bagi wanita yang bekerja di kantor yang lebih banyak terikat oleh waktu kerjanya. Wanita mempunyai fungsi yang sangat dominan di dalam keluarga, karena seorang wanita mempunyai tanggung jawab untuk membina keluarga, seperti pertumbuhan pribadi anak (Iklima, 2014: 2). Dalam bukunya As-Sya‟rawi (2005: 141), karier merupakan pekerjaan yang akan menambah kesulitan bagi seorang wanita sehingga mereka tidak dapat melaksanakan tugas domestiknya dengan baik. Wanita karier tidak bisa memfokuskan diri terhadap satu hal saja, karena mereka memiliki dua kewajiban yang sedang dikerjakannya, yaitu tugas kantor dan juga tugas ibu rumah tangganya. Namun Islam telah meletakkan syarat-syarat bagi wanita yang ingin bekerja, yaitu (1) karena kondisi keluarga yang mendesak, (2) keluar bersama mahramnya, (3) tidak berdesak-desakan dengan laki-laki dan bercampur baur dengan mereka, dan (4) pekerjaan tersebut sesuai dengan tugas seorang wanita.
6
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
7
1. Pengertian Wanita Karier Istilah wanita karier lebih populer karena mengandung makna pemberdayaan wanita yang telah dijajah oleh budaya masyarakat, sehingga bisa
merubah
mindset
masyarakat
agar
tidak
terus
menerus
mengkonotasikan bahwa tugas wanita hanya di rumah saja. Penggunaan istilah wanita karier sekaligus bisa difungsikan untuk kepentingan promosi agar wanita bisa berperan aktif dalam profesi-profesi yang selama ini masih didominasi laki-laki dan bisa juga untuk kepentingan mengubah pola pikir masyarakat yang masih berpandangan konservatif, bahwa jatah pekerjaan wanita itu terkait dengan urusan internal rumah tangga seperti berhias, masak, dan melahirkan (Qomar, 2015: 10). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id), karier memiliki arti: (1) perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, dan jabatan, serta (2) pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju. Menurut Munandar (dalam Ermawati, 2016: 2), wanita karier adalah wanita yang berkecimpung di dalam kegiatan profesi (usaha dan perusahaan). Selain itu wanita yang berkarier merupakan wanita yang melakukan pekerjaan sesuai dengan bidang ilmu dan keahliannya. Pada umumnya wanita karier adalah wanita yang berpendidikan cukup tinggi dan mempunyai status yang cukup tinggi dalam pekerjaannya, cukup berhasil dalam berkarya. Menurut Juwairiyah Dahlan (Qomar, 2015: 11), wanita karier adalah peran wanita di samping menjadi ibu rumah tangga juga masih aktif berkarier dan bekerja pada suatu instansi sesuai dengan kemampuan. Dengan pengertian lain, wanita karier adalah wanita yang
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
8
berperan ganda yaitu di samping sebagai ibu atau istri dalam rumah tangga, juga sebagai karyawati yang aktif mengerjakan tugas-tugas di luar urusan kerumahtanggaan. Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa wanita karier adalah wanita yang mempunyai peran ganda, yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja yang mendapatkan gaji atau imbalan selain uang sesuai dengan bidang ilmu dan keahlian yang dimiliki. 2. Peran Ganda Wanita Karier Pada dasarnya Islam telah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap wanita dan menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam perspektif Islam, wanita memiliki peran dan fungsi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu wanita sebagai seorang ibu, wanita sebagai seorang istri, dan wanita sebagai anggota masyarakat (Ermawati, 2016: 3). Berikut penjelasan dari masingmasing peran wanita: a. Wanita Sebagai Seorang Ibu Pada dasarnya kodrat dari wanita yaitu hanya berhubungan dengan rumah saja, selain itu juga kodrat wanita secara fisik adalah memiliki rahim, hamil, dan menyusui. Sosok ibu mempunyai peran yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Mulai dari mengandung selama
9
bulan
dengan
berbagai
macam
resiko
sampai
mempertaruhkan nyawa ketika melahirkan. Seorang ibu juga berperan sebagai pendidik anak karena ibu merupakan guru pertama kali sejak
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
9
manusia dilahirkan. Selain itu seorang ibu juga sebagai motivator pertama bagi anak supaya tidak cepat putus asa ketika anak mengalami kesulitan dalam melakukan berbagai hal (Harun & Rifqoh, 2016: 2). Seorang ibu senantiasa mengetahui akan tugas dan tanggung jawab kepada anak-anak. Pembentukan dan pembinaan kepribadian inilah yang menjadi tanggung jawab seorang ibu kepada anak-anak. Ibu yang salihah juga harus peduli terhadap perkembangan agama anak, yaitu mengajarkan tata cara ibadah salat dan puasa serta ibadah yang lain. Ibu juga harus bersikap adil dalam memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak, tidak boleh menganakemaskan dan menganaktirikan anak. Seorang ibu harus menanamkan akhlak terpuji kepada anak-anaknya, berupa sifat cinta kasih, saling tolong menolong, bersilaturahmi, suka membantu orang yang lemah, berbuat baik kepada teman dan tetangga, menepati janji, menyayangi anak kecil dan menghormati orang dewasa, adil dalam mengambil keputusan, dan bijaksana dalam bertindak (Arfah & Al Adani, 2012: 271-275). Dalam bukunya Makanisi (2010: 60), kasih sayang seorang ibu terhadap anak-anaknya tampak jelas di dalam beberapa hadits Rasulullah Saw, yaitu: rasa iba, kelembutan hati, dan rasa belas kasih yang diciptakan oleh Allah kepadanya agar merawat anak-anaknya dengan rasa kasih sayang dan lebih mengutamakan menolong dan membantu mereka. Umar bin Khattab, bercerita:
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
10
Rasulullah mendatangi para tawanan. Tiba-tiba ada seorang perempuan tawanan berlari-lari karena ingin bertemu anak kecil di tengah-tengah para tawanan. Dipeluknya anak itu, lalu disusuinya. Rasulullah bertanya, “Bagaimana pendapat kalian, apakah perempuan ini rela melempar anaknya ke dalam bahaya (neraka)?” Jawab mereka, “Tidak, demi Allah.” Beliau bersabda, “Niscaya Allah lebih mengasihi terhadap hamba-Nya, melebihi perempuan ini kepada anaknya.” (H.R. Bukhari dan Muslim) b. Wanita Sebagai Seorang Istri Peran lain wanita dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai seorang istri. Suami dan istri adalah sepasang manusia yang atas dasar cinta dan kasih suci mengikat diri dalam jalinan nikah. Seorang suami berkewajiban untuk mencintai dan memberikan nafkah bagi istrinya, sedangkan istri berkewajiban mencintai dan melayani suaminya dengan sepenuh hati. Istri dan suami memiliki peran yang berbeda namun harus saling melengkapi (Ermawati, 2016: 3). Kewajiban dan tugas pokok seorang istri yang salihah adalah berbakti kepada suami, taat kepada perintahnya selama tidak bertentangan dengan perintah Allah, dan berusaha mencari ridanya, karena rida Allah kepada seorang istri terletak pada rida suami dan laknat Allah juga menyertai laknat suami. Seorang istri harus siap menjadi teman dalam beribadah kepada Allah, menjadi teman dalam berpikir, dan menjadi teman dalam perjalanan. Seorang istri harus selalu bersama dengan suami baik di saat suka maupun duka, senantiasa memperhatikan hal-hal yang akan menjadikan suaminya semakin mencintai. Terlebih lagi, istri harus memiliki sifat pemaaf dan
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
11
penyantu terhadap kekurangan dan kelemahan suami (Arfah & Al Adani, 2012: 279-281). Wanita yang berperan sebagai istri adalah wanita yang pandai membelanjakan uang, tidak boros dalam pengeluaran uang dan tidak pula kikir. Jujur dalam segala hal dan tidak terlalu matrealisme. Maka semaksimal mungkin seorang istri akan mengabdi kepada suaminya sesuai dengan tuntunan Islam. Wanita sebagai istri yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam serta mampu memberikan ketenangan jiwa suaminya adalah istri yang patuh. Seorang istri hendaknya jangan terlalu pasif terhadap perintah suami, tetapi setidaknya istri yang patuh harus mempunyai pemikiran yang kreatif, aktif, tingkah laku yang baik, cara berbicara yang baik, dan tidak menggoda laki-laki lain (Marhijanto, tanpa tahun: 125-130). Dia mematuhi firman Allah:
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
12
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanitawanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayanpelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah. Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31) c. Wanita Sebagai Anggota Masyarakat Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berkumpul dan berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bersama. Setiap individu membentuk keluarga, dan keluarga tersebut merupakan komponen masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat tersebut lebih kurang separuh anggota adalah wanita. Pada dasarnya Islam tidak melarang wanita untuk berkarier, namun dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang wanita demi terjaminnya kemaslahatan bagi wanita itu sendiri (Ermawati, 2016: 3-4). Dalam bukunya Harun & Rifqoh (2016: 14-15), ada tiga hal yang harus dipertimbangkan oleh wanita jika ingin berkarier, yaitu: 1) memperhatikan kelemahan fisik wanita. Fisik wanita dipandang tidak sekuat laki-laki. Namun, kenyataannya banyak wanita yang bekerja menggunakan fisiknya, seperti wanita pemecah dan
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
13
pengangkut batu, wanita yang berprofesi sebagai tukang becak, dan lain sebagainya, 2) mempertimbangkan
tugas
alamiahnya,
seperti
melahirkan,
menyusui, dan menjaga keluarganya. Diperlukan sinergi antara tugas alamiah dengan aktivitas di luar rumah, dan 3) memperhatiakan aspek etika, yaitu mengatur keseimbangan hubungan antara laki-laki dan wanita. Agama Islam mengenal hukum Ikthilath atau berbaurnya laki-laki dan wanita dalam satu tempat tertentu. Hal tersebut dapat dipandang haram dan bersifat mubah. Misalnya, wanita berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, terbuka aurat, dan sentuhan anggota badan. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi yang berprofesi sebagai dokter. 3. Pola Asuh Orang Tua Kepribadian seseorang berkembang sesuai dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya. Orang tua memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak karena orang tua merupakan bagian keluarga. Keluarga inilah yang memberikan pondasi dasar kepada setiap anak untuk membentuk pribadi. Alfie Kohn mengatakan (dalam Zizousari & Chan, 2016: 14-15) bahwa pola asuh dapat diartikan sebagai perlakuan dari orang tua dalam memberikan perlindungan dan pendidikan pada anak dalam kehidupan. Cara pengasuhan yang berbeda antar orang tua, tentu akan melahirkan anak dengan kepribadian yang berbeda pula.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
14
Diana Baumrind (dalam Santrock, 2007: 15-16) menekankan terdapat empat gaya pengasuhan orang tua yang berkaitan dengan berbagai aspek yang berbeda dari perilaku remaja yang dijelaskan sebagai berikut. a. Pengasuhan Bergaya Otoritarian (Authoritarian Parenting) Pola asuh seperti ini merupakan jenis pola asuh yang hanya berjalan dari satu arah saja, yaitu dari orang tua. Di mana anak harus selalu mengikuti pengarahan yang diberikan dan menghormati pekerjaan dan usaha-usaha yang telah dilakukan orang tua. Remaja yang dibesarkan oleh orang tua otoritarian sering kali cemas terhadap perbandingan sosial, kurang memperlihatkan inisiatif, dan lebih buruknya lagi anak akan memiliki keterampilan berkomunikasi yang buruk. Hal yang sama di ungkapkan oleh Shapiro (dalam Jannah, 2012: 4), bahwa orang tua otoriter berusaha menjalankan rumah tangga yang didasarkan pada struktur dan tradisi, walaupun dalam banyak hal tekanan mereka keteraturan dan pengawasan membebani anak. Anak tidak diberi ruang untuk memilih sendiri apa yang menjadi kesukaannya dan apa yang diharapkan oleh anak tersebut. b. Pengasuhan Bergaya Otoritatif (Authoritative Parenting) Pola asuh ini juga biasa di sebut sebagai pola asuh demokrasi. Pola asuh ini mendorong remaja agar mandiri namun masih membatasi dan mengendalikan apa yang dipilih mereka. Orang tua dengan gaya pengasuhan otoritatif memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk berdialog secara verbal. Di samping itu orang tua juga bersikap
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
15
hangat dan mengasuh. Pengasuhan orang tua yang otoritatif berkaitan dengan perilaku remaja yang kompeten secara sosial. Para remaja dari orang tua otoritatif biasanya mandiri dan memiliki tanggung jawab sosial. Shapiro menambahkan (dalam Jannah, 2012: 4), bahwa dalam hal belajar, orang tua otoritatif menghargai kemandirian, memberikan dorongan, dan pujian. c. Pengasuhan Bergaya Melalaikan (Neglectful Parenting) Gaya pengasuhan ini merupakan sebuah gaya di mana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan remaja. Apapun yang dipilih atau dilakukan oleh remeja, orang tua tidak peduli dengan yang remaja lakukan. Orang tua cenderung memikirkan dirinya sendiri. Pengasuhan orang tua yang bersifat lalai berkaitan dengan perilaku remaja yang tidak kompeten secara sosial, khususnya kurangnya pengendalian diri. Remaja yang orang tuanya lalai biasanya tidak kompeten secara sosial, memperlihatkan pengendalian diri yang buruk dan tidak menyikapi kebebasan dengan baik. Jannah (2012: 4) menjelaskan bahwa orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, orang tua pada pola asuh ini mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari pada anak-anak. d. Pengasuhan yang Memanjakan (Indulgent Parenting) Pengasuhan ini merupakan sebuah gaya pengasuhan di mana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan remajanya namun hanya memberikan sedikit tuntutan atau kendali terhadap mereka. Apapun
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
16
yang diinginkan oleh anak, akan selalu diberikan oleh orang tuanya tanpa melihat sebelumnya apakah hal tersebut baik untuk mereka atau tidak. Akibatnya, remaja tersebut tidak pernah belajar untuk mengendalikan perilakunya
sendiri
dan selalu berharap agar
kemauannya diikuti. Pengasuhan orang tua yang memanjakan berkaitan dengan rendahnya kompetensi sosial remaja, khususnya yang meyangkut pengendalian diri. 4. Dampak Wanita Karier Bekerja dalam Islam merupakan hak setiap muslim secara mutlak, tidak ada perbedaan antara anak kecil dan orang tua, laki-laki atau perempuan. Pekerjaan terbuka pada pergulatan hidup di hadapan mereka, selama mereka menyukainya (Al-Kurdi, tanpa tahun: 212). Seperti sekarang ini, banyak wanita yang memilih untuk menjadi wanita karier. Wanita telah mendapatkan kesempatan yang luas untuk mengembangkan diri. Oleh sebab itu, banyak pekerjaan dan jabatan penting di masyarakat tidak lagi dimonopoli oleh kaum laki-laki (Harun & Rifqoh, 2016: 4). Masalah wanita yang bekerja merupakan masalah yang sangat kompleks, sebab akan ada dampak positif maupun negatif yang berpengaruh langsung kepada mereka (Maghfiroh, 2005: 20), adapun dampak yang ditimbulkan di antaranya: a. Dampak Positif Jika dahulu menjadi wanita karier dianggap melanggar tradisi dan dikucilkan oleh masyarakat sekitar, sekarang justru sebaliknya.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
17
Menjadi wanita karier sudah merupakan profesi yang sangat lazim untuk dijalani. Selain dapat mengembangkan diri, kedudukan wanita atau ibu di dalam masyarakat pun secara otomatis akan terangkat secara sosial. Keuntungan lain juga akan dirasakan anak ketika seorang wanita harus memposisikan diri sebagai wanita karier (Zizousari & Chan, 2016: 103). Lebih jauh lagi, Zizousari & Chan (2016, 103-106) menyebutkan keuntungan menjadi wanita karier yaitu sebagai berikut. 1) Wanita Dapat Mendidik Anak Lebih Mandiri Pastinya seorang ibu tidak akan pernah bosan menasehati anak ketika mereka harus berada di rumah sendiri. Sebelum ibu berangkat kerja dan sebelum mereka berpisah saat mengantar sekolah, berbagai nasihat pasti akan disampaikan. Tanpa disadari anak akan lebih mandiri dari usianya. Harun & Rifqoh (2016: 8) menambahkan bahwa anak yang dibesarkan dari wanita karier biasanya lebih mandiri dan memiliki kemampuan problem solving yang lebih baik. 2) Wanita Dapat Lebih Berekspresi Dengan melakukan hal sama setiap hari, pasti ada rasa jenuh terhadap pekerjaan sehingga perlu refreshing. Begitu juga yang dirasakan oleh seorang wanita karier. Seorang wanita tentunya ingin mengembangkan keahlian yang dimilikinya dengan menjadi seorang wanita karier. Hal itu berkaitan dengan psikologi dari wanita itu sendiri. Seperti survei yang dilakukan oleh Kepala
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
18
Editor Gallup.com Elizabeth Mendes (dalam Zizousari & Chan, 2016: 103), wanita yang bekerja dapat terhindar dari stres, khawatir, sedih, serta akan selalu menerima energi positif. 3) Wanita Menjadi Lebih Dekat Dengan Anak Ada beberapa cara yang dapat membuat hubungan ibu dengan anak tetap dekat walaupun ibu sibuk bekerja. Berikan pelukan hangat sebagai bentuk kasih sayang dan kumpul bersama keluarga ketika akhir pekan. Harun & Rifqoh (2016: 5-6) menambahkan ketika seorang wanita memilih untuk berkarier akan memiliki waktu sedikit untuk melihat perkembangan anak. Namun menjaga komunikasi merupakan solusi dari permasalahan tersebut, dengan Quality Time akan menggantikan banyaknya waktu yang telah hilang. 4) Wanita Bekerja, Anak Lebih Berprestasi Anak yang sudah terbiasa ditinggal ibu bekerja, maka lebih berprestasi di sekolah. Hal ini didukung dengan laporan dari Dahlan (dalam Qomar 2015: 12) melaporkan beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa anak-anak yang berhasil dan menjadi profesional adalah dari ibu yang bekerja, karena mereka lebih banyak berlatih untuk percaya diri dan berusaha mengatasi kesulitannya sendiri.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
19
Menurut Harun & Rifqoh dalam Super Mom (2015: 8) menyebutkan dampak positif dari seorang wanita yang memilih untuk berkarier, yaitu: 1) mendapatkan penghasilan yang lebih atau bisa menambah uang bulanan, 2) mengisi waktu luang dengan sesuatu yang berguna, 3) dengan bekerja akan meningkatkan rasa percaya diri, dan 4) wanita yang bekerja akan lebih sadar soal merawat diri. Berbeda halnya dengan Qomar (2015: 11-12), bahwa kelebihan keluarga karier antara lain: 1) potensi keuangan cukup baik untuk kehidupan rumah tangga maupun untuk pembiayaan pendidikan, 2) terdapat penyaluran kebudayaan yang positif dan cukup tinggi, 3) pemberian wawasan kehidupan yang memadai, 4) pengarahan yang strategis, 5) memiliki orientasi masa depan yang kuat, 6) tumbuhnya rasa percaya diri (self confident), dan 7) memiliki kualitas waktu yang baik. b. Dampak Negatif Selain dampak positif, wanita karier juga mempunyai dampak negatif. Dampak negatif yang dihasilkan dari wanita yang sibuk bekerja yaitu dampak terhadap anak dan suami. Hal yang terjadi yaitu mereka sering melalaikan tugas dan peran mereka sebagai seorang ibu
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
20
dan istri di dalam keluarga. Tugas kantor yang menyita banyak waktu dan lelah yang menghampiri wanita karier membuat wanita ketika di rumah dihabiskan untuk beristirahat (Rambitan,2014: 15-16). Adapun dampak negatif yang dihasilkan dari wanita karier di antaranya (Qomar, 2015: 12) yaitu: 1) durasi waktu pertemuan antara orang tua dengan anak sangat terbatas, 2) interaksi anak di rumah justru banyak terjadi dengan pembantu rumah tangga, 3) perilaku anak di rumah sering tidak terkontrol oleh orang tuanya, 4) ada kecenderungan anak mencari pelampiasan sendiri di luar rumah, 5) anak mudah tergoda oleh berbagai hiburan terutama untuk keluarga yang terdapat di kota-kota besar, dan 6) tidak jarang anak terlibat dalam tindakan kenakalan. As-Sya‟rawi (2005: 138-139), menjelaskan bahwa dengan keluarnya wanita untuk bekerja, maka hilanglah generasi-generasi umat di masa yang akan datang. Anak-anak telah kehilangan kasih sayang dan asuhan seorang ibu. Hal tersebut membuat mereka tertimpa kelainan jiwa dan berimbas pada moralitas mereka ketika menginjak usia dewasa. Kasih sayang seorang pengasuh dan guru yang baik tidak dapat menyamai kasih sayang alami seorang ibu, karena Allah telah meletakkan unsur-unsur cinta, kasih sayang, perhatian, dan cara pengasuhan yang benar. Kekurangan kasih sayang dari seorang ibu membuat anak menjadi bimbang, sehingga anak-anak memiliki temperamen yang keras dan tidak dapat diubah. „Ulwan menambahkan dalam Tarbiyatul
Aulad Fil Islam
(2015: 23), salah satu perasaan mulia yang Allah tanamkan di dalam
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
21
hati orang tua adalah rasa kasih sayang kepada anak-anak. Jika hati yang tidak memiliki kasih sayang akan membuat sifat keras dan kasar. Tidak mustahil dari sifat-sifat yang buruk inilah akan menimbulkan perilaku-perilaku menyimpang pada anak-anak, membawa pada dekadensi moral, kebodohan, dan kesusahan. Sehingga tidak heran jika sering melihat anak-anak dari wanita karier yang sering melampiaskan kekecewaannya dengan melakukan kenakalan remaja. Keluarnya wanita untuk bekerja di luar rumah telah menjadi unsur
penghancur
kehidupan
manusia.
Wanita
karier
telah
menyebabkan kekosongan dan kematian keindahan hidup sebuah keluarga. Oleh karena itu, wanita harus memilih antara dua pilihan, yaitu menjadi seorang ibu atau menjadi wanita karier. Ketika wanita keluar rumah untuk berkarier, mereka akan memetik hasilnya. Melihat anak-anaknya tumbuh tidak seimbang karena kehilangan kasih sayang dan cinta kasih dari seorang ibu. Lebih buruknya lagi, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang bisa diandalkan oleh agama, negara, masyarakat bahkan keluarganya sendiri (As-Sya‟rawi, 2005: 142-143). B. Perilaku Keagamaan Dalam buku Psikologi Agama (Jalaluddin, 2015: 107-109), manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Sedangkan perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
22
(abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (maturity). Kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Keyakinan itu ditampilkan dengan sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya. Jika kita melihat orang dalam perilaku keagamaannya baik, maka dia sudah dipastikan memiliki kematangan beragama yang bisa dikatakan layak dalam kehidupan yang dijalaninya. 1. Pengertian Perilaku Keagamaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (kbbi.web.id). Perilaku merupakan manifestasi dari respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus lingkungan sosial tertentu. Perilaku termasuk dalam domain psikomotor. Neong Muhadjir menjelaskan perilaku tidak sekedar psikomotor, tetapi merupakan performance kecakapan. (Hakim, 2012: 4). Perilaku adalah segala kegiatan atau tindakan manusia yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadari. Selain itu, perilaku berasal dari Bahasa Arab, yaitu akhlak yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, yang artinya tingkah laku, budi pekerti, atau tabiat (Suriati, 2014: 5-6). Anwar (2010: 15) menjelaskan, perilaku atau tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau spontan atau tanpa dorongan dari luar.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
23
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keagamaan berasal dari kata dasar agama yang artinya ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan terhadap Allah serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Jadi, keagamaan artinya yang berhubungan dengan agama (kbbi.web.id). Sedangkan menurut Harun Nasution (Jalaluddin, 2015: 10), agama adalah mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang memengaruhi perbuatan-perbuatan manusia. Keagamaan (religiusitas) merupakan ketaatan dalam melakukan aktivitas agama yang dianutnya. Dalam kaitannya dengan tingkah laku keagamaan, dalam diri manusia telah diatur semacam sistem kerja untuk menyelaraskan tingkah laku manusia agar tercapai ketentraman dalam batinnya. Tingkah laku keagamaan merujuk pada agama sebagai tolak ukurnya. Keyakinan terhadap agama yang dianut akan mendorong seseorang dalam berperilaku sesuai dengan agama yang dianutnya. Jadi, perilaku keagamaan adalah suatu tindakan yang menyangkut hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, atau manusia dengan alam lingkungan (Suriati, 2014: 6-7). Fauzia (2015: 2) menjelaskan perilaku keagamaan adalah pemahaman para penganut agama terhadap kepercayaan atau ajaran Allah yang menjadi bersifat relatif dan sudah pasti kebenarannya bernilai relatif. Perilaku keagamaan adalah perilaku yang didasarkan atas dasar kesadaran tentang adanya aktifitas keagamaan. Perilaku keagamaan tersebut ditunjukkan dengan melakukan ibadah sehari-hari, berdoa, berperilaku sesuai dengan ajaran agama, dan membaca kitab suci.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
24
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku keagamaan adalah perilaku seseorang tentang keyakinan terhadap Allah yang diwujudkan dalam bentuk nilai-nilai agama yang dianutnya dengan selalu melakukan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. 2. Bentuk-Bentuk Perilaku Keagamaan Menurut gambaran Elizabeth K. Notingham (dalam Jalaluddin, 2015: 275), agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut. Meskipun perhatian tertuju kepada adanya dunia yang tidak dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia. Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat adikodrati (supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Dengan agama yang dianut maka seseorang akan memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia tersebut sebagai manusia dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat yang akan membawa pengaruh baik bagi kelangsungan hidupnya, baik selama di dunia maupun untuk kelangsungan di akhirat. Menurut Glock dan Stark (Idrus, 2014: 5-6), terdapat lima dimensi keagamaan dalam mengkaji ekspresi keagamaan yaitu: a. Dimensi Keyakinan Dimensi keyakinan merupakan dimensi utama dan pertama untuk menuju dimensi selanjutnya. Dimensi keyakinan menunjukkan tingkat kesetujuan seseorang terhadap kepercayaan yang dianutnya.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
25
Dalam agama Islam, dimensi keyakinan diwujudkan dengan pengakuan (syahadat) yang diwujudkan dengan membaca dua kalimat syahadat (syahadatain). Dimensi keyakinan menuntut dilakukannya praktek peribadatan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Menurut Ilyas (2009: 3), bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan. b. Dimensi Praktek atau Ritualistik Agama Dimensi praktek dalam Islam dapat seperti menjalankan ibadah salat, puasa, zakat, ibadah haji ataupun praktek muamalah lainnya. Unsur ketaatan dalam menjalankan aktivitas tersebut memang diharapkan muncul dalam diri setiap orang yang menjalankannya. Dijelaskan oleh Hajaroh (1998: 4), dimensi praktek adalah partisipasi dan ketaatan pada acara ibadah atau hal yang menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya. c. Dimensi Pengalaman Dimensi ini berkaitan dengan berbagai pengalaman keagamaan yang dimiliki seseorang dalam proses menjalani agama yang dianutnya. Pengalaman keagamaan dapat membuat seseorang belajar akan keagamaan. Hajaroh (1998: 4) menjelaskan bahwa dimensi pengalaman keagamaan menunjuk kepada sesuatu perasaan, persepsi, dan sensasi seseorang yang berhubungan dengan Allah.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
26
d. Dimensi Pengetahuan Agama Dimensi ini secara erat terkait dengan dimensi keyakinan, karena salah satu syarat yang harus dimiliki bagi penerimaan satu ajaran adalah dimilikinya seperangkat pengetahuan tentang ajaran agama hal yang bersangkutan. Hajaroh (1998: 4) menerangkan bahwa dimensi pengatahuan agama menggambarkan seberapa jauh orang yang beragama mengetahui doktrin (dasar-dasar keyakinan), ritusritus, tradisi-tradisi, dan norma-norma agama yang dianutnya. e. Dimensi Konsekuensi Dimensi
ini
mengacu kepada identifikasi akibat-akibat
keyakinan agama, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang. Sedangkan Hajaroh (1998: 4) menjelaskan bahwa dimensi konsekuensi menunjukkan seberapa jauh komitmen dan perilaku kehidupan sesuai dan selaras dengan dimensi lainnya. Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa objek kajian dalam dimensi keagamaan meliputi dimensi keyakinan, dimensi praktek, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi konsekuensi. Selanjutnya berkaitan dengan penelitian ini, peneliti membatasi perilaku keagamaan subjek berdasarkan aspek nilai-nilai ajaran Islam yang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) keyakinan (aqidah), (2) praktek agama (ibadah), dan (3) akhlak (Hakim, 2012: 3). Peneliti juga membatasi penelitian ini dengan ketentuan, dimensi keyakinan membahas tentang iman kepada Allah, kemudian dimensi
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
27
praktek membahas tentang ibadah salat, serta dimensi akhlak membahas tentang jujur. Berikut penjelasannya: a. Dimensi keyakinan meliputi iman kepada Allah sebagaimana dijelaskan berikut ini: 1) Iman Kepada Allah Iman kepada Allah SWT berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah itu nyata, Allah Maha Esa. Kemudian diucapkan dengan kalimat syahadat, sebagai perwujudan dari keyakinan dan ucapan, harus diikuti dengan perbuatan, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah SWT (Fatoni, 2013: 32). Iman kepada Allah merupakan dasar dari seluruh ajaran Islam. Iman kepada Allah merupakan bentuk keimanan yang pertama dan utama yang menyalurkan kepada keimanan selanjutnya. Allah SWT berfirman:
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 285)
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
28
b. Dimensi praktek meliputi ibadah salat, berikut penjelasannya: 1) Salat Salat merupakan ibadah langsung yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Secara bahasa, salat artinya doa. Sedangkan secara istilah, salat adalah suatu amalan yang dilakukan dengan perkataan dan gerakan tertentu yang dimulai dengan takbir dan ditutup dengan salam (Jamaluddin, 2013: 81). Allah berfirman:
"Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'." (QS. Al-Baqarah: 43) c. Dimensi akhlak meliputi jujur, berikut penjelasannya: a) Jujur Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jujur artinya lurus hati, tidak bohong, tidak curang, tulus, dan ikhlas (kbbi.web.id). Jujur adalah perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat terpuji. Jujur juga disebut dengan benar, sesuai dengan kenyataan serta mengatakan sesuatu dengan apa adanya (Rachmat Safe‟I, 2000: 77). Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
29
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keragamaan Agama menyangkut kehidupan batin manusia. kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia ghaib. Dari kesadaran dan pengalaman agama ini pula muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang. Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Jika manusia memiliki ketaatan yang baik, maka dalam berperilaku juga akan baik. Mereka akan berperilaku sesuai dengan aturan yang ada dalam agama
yang
dianutnya.
Semua
itu
terdapat
faktor-faktor
yang
melatarbelakangi ketaatan terhadap ajaran agama yang dianutnya (Jalaluddin, 2015: 263). Dalam buku Jalaluddin (2015: 265) menyebutkan bahwa sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. a. Faktor Intern Secara garis besar, faktor yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan keagamaan seseorang antara lain adalah faktor hereditas, tingkat usia, kepribadian, dan kondisi kejiwaan. 1) Faktor Hereditas Jiwa keagamaan atau perilaku keagamaan memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
30
turun-temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup kognitif, afektif, dan konatif. Perbuatan yang buruk dan tercela jika dilakukan, akan menimbulkan rasa bersalah dalam diri pelakunya. Bila pelanggaran yang dilakukan terhadap larangan agama, maka pada diri pelakunya akan timbul rasa berdosa. Dan perasaan seperti ini barangkali yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan yang berdampak pada perilaku keberagamaan seseorang sebagai unsur hereditas (Jalaluddin, 2015: 265-266). 2) Tingkat Usia Ernest Harms (Jalaluddin, 2015: 267) mengungkapkan bahwa perkembangan agama anak ditentukan oleh tingkat usia mereka.
Perkembangan
tersebut
dipengaruhi
pula
oleh
perkembangan berbagai aspek kejiwaan termasuk perkembangan berfikir. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami remaja
menimbulkan
konflik
kejiwaan,
yang
cenderung
mempengaruhi terjadinya konversi agama. Jika usia anak sudah cukup, maka akan memperoleh pengetahuan agama akan lebih mudah diterimanya. 3) Kepribadian Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang relatif dapat dikatakan tetap. Salah satu teori yang yang digunakan sebagai pendekatan kepribadian adalah Big Five Personality. Lima
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
31
faktor kepribadian menurut Costa & Mc Crae (Wardani & Suseno, 2012: 4) yaitu sifat-sifat dasar kepribadian individu yang saling terkait yang tersusun dengan lima ciri sifat utama yang luas di dalamnya,
seperti
exstravision,
neuroticism,
openness
to
experience, agreeableness, dan conscientiousness. Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara hereditas dengan pengaruh lingkungan inilah yang membentuk kepribadian. Adanya kedua unsur yang membentuk kepribadian itu menyebabkan munculnya konsep tipologi dan karakter (Jalaluddin, 2015: 267-268). 4) Kondisi Kejiwaan Model psikodinamik yang dikemukakan oleh Sigmund Freud (Jalaluddin, 2015: 269) menunjukan gangguan kejiwaan ditimbulkan oleh konflik yang tertekan di alam ketidaksadaran manusia. Menurut pendekatan biomedis, fungsi tubuh yang dominan mempengaruhi kondisi jiwa seseorang. Pendekatan eksistensial menekankan pada dominasi pengalaman kekinian manusia. Dengan demikian, sikap manusia ditentukan oleh stimulan (rangsangan) lingkungan yang dihadapinya saat itu. Jika seseorang mempunyai kondisi kejiwaan yang baik, maka dalam berperilaku juga akan mengikuti apa yang dirasa baik sesuai dengan kondisi kejiwaan orang tersebut.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
32
b. Faktor Ekstern Manusia sering disebut dengan homo religious (makhluk beragama). Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai makhluk yang beragama. Jadi manusia dilengkapi potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk yang memiliki rasa dan perilaku keagamaan (Jalaluddin, 2015: 270). Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan, yaitu: 1) Lingkungan Keluarga Keluarga sebagai salah satu lembaga pendidikan pertama yang dilalui oleh seseorang. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam segala hal. Sigmund Freud dengan konsep Father Image (citra kebapaan) menyatakan
bahwa
perkembangan
jiwa
keagamaan
anak
dipengaruhi oleh citra anak kepada bapaknya. Jika seorang bapak menunjukan sikap dan perilaku yang baik, maka anak akan cenderung mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan (Jalaluddin, 2015: 270-271). Pendidikan
dalam
keluarga
mampu
mendasari
dan
mewarnai corak kepribadian seseorang dalam seluruh perjalanan
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
33
hidupnya. Pengalaman-pengalaman yang diserap masa kecilnya sangat berpengaruh pada perilaku individual dan perilaku sosialnya dalam pergaulan hidup di tengah masyarakat. Apalagi masa kecil merupakan masa emas bagi penanaman, pembentukan, dan pengembangan intelektual, perilaku, kebiasaan, dan karakter seseorang (Qomar, 2015: 1) 2) Lingkungan Institusional Menurut Singgih D. Gunarsa, pengaruh itu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu a) kurikulum dan anak, b) hubungan guru dan murid, dan c) hubungan antar anak. Dalam ketiga kelompok tersebut secara umum tersirat unsur-unsur yang menopang pembentukan tersebut seperti ketekunan, kedisiplinan, kejujuran, simpati, sosiabilitas, toleransi, keteladanan, sabar, dan keadilan, perlakuan dan pembiasaan bagi pembentukan sifat seperti itu umumnya menjadi bagian dari program pendidikan di sekolah (Jalaluddin, 2015: 271). Sekolah sebagai kelembagaan pendidikan merupakan lanjutan dari pendidikan keluarga. Karena keterbatasan orang tua untuk mendidik anak mereka, maka mereka diserahkan ke lembaga sekolah. Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan anak. Namun
seorang
anak
terkadang
tidak
memaksimalkan
pembelajaran yang ada di sekolah (Jalaluddin, 2015: 256-257).
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
34
3) Lingkungan Masyarakat Para pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi perkembangan anak didik adalah keluarga, kelembagaan, dan lingkungan masyarakat. Keserasian antara ketiga lapangan pendidikan ini akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan anak, termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan mereka (Jalaluddin, 2015: 258-259). Lingkungan masyarakat yang agamis akan membantu dalam menciptakan jiwa keagamaan seseorang atau memperkuat keagamaan seseorang. Sedangkan lingkungan masyarakat yang non agamis mungkin dapat menghilangkan jiwa keagamaan yang ada dalam diri sendiri. Fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan itu sendiri (Jalaluddin, 2015: 272). C. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Nusan Amelia dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang berjudul “Pengaruh Perhatian Orang Tua Pada Pendidikan Agama Terhadap Perilaku Keberagamaan Peserta Didik Di MTs Darul Ulum Wates Ngaliyan Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Penulis meneliti tentang apakah ada pengaruh perhatian orang tua pada pendidikan agama terhadap perilaku keberagamaan peserta didik di MTs Darul Ulum Wates Ngaliyan Semarang tahun pelajaran 2011/2012. Dan dari hasil
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
35
penelitiannya, penulis dapat menyimpulkan bahwa perhatian orang tua pada pendidikan agama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku keberagamaan peserta didik Di MTs Darul Ulum Wates Ngaliyan Semarang tahun pelajaran 2011/2012. Terbukti berdasarkan analisis regresi satu predictor yaitu bahwa Ftabel pada taraf signifikan 5% = 4,08 dan pada taraf signifikan 1% = 7,31%. Maka nilai Freg sebesar 21,596 lebih besar dari Ftabel, baik pada taraf signifikan 5% maupun 1%. Penelitian tersebut lebih mengacu kepada perhatian orang tua, baik orang tua yang bekerja maupun tidak bekerja. Dan penelitian tersebut merupakan penelitian kuantitatif. Sedangkan penelitian saya lebih mengacu terhadap strategi yang digunakan wanita karier dalam membentuk perilaku, dan jenis penelitian yaitu kualitatif. Namun persamaannya terletak pada hasil yang diperoleh yaitu sama-sama meneliti tentang perilaku keagamaan. 2. Jurnal dengan judul “Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak” yang ditulis oleh Darosy Endah Hyoscyamina. Jurnal ini meneliti tentang bagaimana peran dari keluarga dalam membangun karakter anak agar anak tumbuh menjadi pribadi yang baik. Dan hasil dari penelitian tersebut bahwa keluarga merupakan faktor terpenting dalam pembentukan anak, dan dalam hal ini peran keluarga sangatlah dominan. Orang tua harus mendidik anak sejak dini agar mereka dapat berperilaku sesuai yang diharapkan. Ciptakan suasana yang agamis di rumah sehingga akan lebih
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
36
mudah membentuk Kecerdasan Emosi (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ) anak. Penelitian tersebut hanya meneliti tentang peran dari keluarga untuk membangun karakter anak, sedangkan penelitian saya tentang strategi atau cara yang digunakan oleh wanita karier dalam membentuk perilaku keagamaan anak. Persamaan yang nampak yaitu pada anak sebagai subjek penelitian dan sama-sama meneliti di keluarga. 3. Penelitian dengan judul “Pola Asuh Orang Tua Karier Dalam Mendidik Anak (Studi Kasus Keluarga Sunaryadi, Komplek TNI AU Blok K No 12 Lanud Adisutjipto Yogyakarta)” oleh Akmal Janan Abror dari FAI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2009. Penulis meneliti tentang deskripsi dan analisis secara kritis tentang penerapan pola asuh orang tua karier di keluarga Sunaryadi dalam mendidik anak, faktor penghambat dan pendukung. Dan hasil dari penelitian tersebut bahwa (1) Pola asuh yang diterapkan oleh keluarga Sunaryadi adalah pola asuh demokratis. (2) Faktor pendukung adalah keadaan ekonomi orang tua, pengalaman, pendidikan, keadaan anak, bantuan dari pihak lain, dan lingkungan yang representatif. Faktor penghambat yaitu pekerjaan yang menyita banyak waktu dan kelelahan, keterbatasan pemahaman agama. (3) Penelitian tersebut meneliti tentang cara pola asuh keluarga karier dan hanya satu keluarga saja yang diteliti. Sedangkan penelitian saya meneliti tentang bagaimana seorang wanita karier dalam membentuk perilaku keagamaan anak dan ada 10 keluarga yang saya teliti.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017
37
Persamaannya ada pada jenis penelitian yang sama menggunakan penelitian kualitatif dan menggunakan anak sebagai subjek penelitian. 4. Penelitian dengan judul “Wanita Karier dan Keluarga (Studi atas Pandangan Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kota Yogyakarta Tahun2004-2009)” yang disusun oleh Heri Purwanto dari Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2010. Penulis meneliti tentang bagaimanakah pandangan anggota dewan perempuan di Kota Yogyakarta terhadap wanita karier di DPRD. Hasil penelitiannya adalah menjelaskan bentuk dan kiat-kiat para anggota DPRD untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis walaupun anggota dewan mempunyai tugas yang banyak di dalam menyelesaikan persoalan dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Kadang dalam kesehariannya, mereka hanya bertatap muka dengan keluarga tidak kurang dari 3-5 jam. Jika ini tidak disikapi dengan baik, maka bisa saja keluarga itu akan hancur dan banyak masalah di dalamnya. Fokus penelitian tersebut hanya satu jenis pekerjaan saja yaitu sebagai pegawai kantoran atau anggota dewan dan diteliti untuk menemukan cara wanita karier dalam membentuk keluarga harmonis, sedangkan penelitian saya terdiri dari berbagai jenis pekerjaan sehingga lebih beragam dan untuk mencari strategi wanita karier dalam membentuk perilaku keagamaan anak. Persamaannya yaitu sama-sama meneliti tentang wanita karier sebagai subjek dan sama jenis penelitiannya, yaitu kualitatif.
Wanita Karier Dalam..., Muta'ali Yahya, FAI UMP 2017