BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensor stimuli).Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas.Sensasi adalah bagian dari persepsi.Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori (Desiserato, 1976, p.129 dalam (Rakhmat, 2007, p. 51)). Persepsi seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional.Krech & Crutchfield (1977, p. 235 dalam (Rakhmat, 2007, p. 51)) menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural.Faktor lainnya yang sangat menentukan persepsi, yakni perhatian.
4
5
Faktor Struktural Yang Menentukan Persepsi Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu.Para psikolog Gestalt, seperti Kohler, Wartheimer, dan Koffka (1959, dalam Rakhmat, (2007, p. 58), merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural.Prinsip-prinsip ini kemudian terkenal dengan teori Gestalt.Menurut teori Gestalt, bila individu mempersepsi sesuatu, individu mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Dengan kata lain, bagian-bagian medan yang terpisah (dari medan persepsi) berada dalam interdependensi yang dinamis (yakni, dalam interaksi), karena itu dinamika khusus dalam interaksi menentukan distribusi fakta dan kualitas lokalnya. Mungkin masih agak sukar dicerna.Maksud Kohler, jika individu ingin memahami suatu peristiwa, individu tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; individu harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan.Untuk melihat seseorang individu harus
melihatnya dalam konteksnya,
alam
lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya.Hal ini merupakan dalil persepsi yang pertama. Dari prinsip ini Krech dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua: “Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti”. Individu mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang individu terima itu tidak lengkap, individu akan mengisinya dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang individu persepsi. Dalam hubungan dengan konteks, Krech dan Crutchfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga: sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh
6
sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan ditentukan oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras. Krech dan Crutchfield menyebutkan dalil yang keempat yaitu objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya bersifat struktural dalam mengelompokkan objek-objek fisik. Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni struktural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan dengan individu yang lain. Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan. Jadi, kebudayaan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Sering terjadi hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan sebab dan akibat.Menurut Krech dan Crutchfield, kecenderungan untuk mengelompokkan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal.
7
2.1.2 IT Infrasructure &IT Services(Infrastruktur TI & Layanan TI) IT infrastructureatau infrastruktur TI adalah fasilitas fisik, komponen TI, layanan TI, dan personil TI, yang dipergunakan untuk mendukung suatu organisasi.IT services atau layanan TI adalah komponen TI yang dipergunakan personil TI untuk menyediakan layanan TI, yang terdiri dari:pengembangan sistem, pengelolaan keamanan dan resiko, dan manajemen data (Rainer & Cegielski, 2011, pp 11-30).
Gambar 2.1 IT Infrastructure & IT Services (Rainer & Cegielski, 2011, p. 12)
8
2.1.3 Technology Acceptance Model (TAM) TAM merupakan pengembangan dan Teori Tindakan Bersebab atau Theory of Reasoned Action (TRA) yang diciptakan oleh Fishbein dan Ajzen (1967).TRA lebih umum sementara TAM lebih spesifik, dimana TAM yang diciptakan oleh Davis (1986) digunakan untuk meramalkan niat perilaku menggunakan TI. Terdapat dua variabel independen kepercayaan (belief) dalam TAM, yaitu persepsi kebergunaan atau perceived usefulness(U) dan persepsi mudah digunakan atau perceived ease of use(EOU) yang diperkirakan mempengaruhi niat perilaku (BI) dengan sikap sebagai variabel mediating (lihat Gambar 2.2). Sebuah kajian pemasaran yang dilaksanakan Hauser dan Simnile (1981) tentang persepsi teknologi telekomunikasi alternatif mengemukakan dua dimensi penting, yaitu mudah digunakan (EOU) dan efektivitas (effectiveness). Sehingga kini, TAM telah digunakan dengan suksesnya oleh banyak peneliti untuk meramalkan perilaku niat menggunakan TI (Dholakia & Bagozzi, 2000; Legnis, Ingham, & Collerette, 2002). Dalam TAM, Davis et al., (1991) menemukan bahwa Norma Subjektif (SN) tidak mempengaruhi secara langsung niat perilaku, sehingga SN tidak dimasukan ke dalam TAM. Namun, dalam penelitian Brown et al, (2002), Ma’ruf et al., (2002), dan Venkatesh dan Davis (2000), menemukan bahwa norma subjektif mempengaruhi secara signifikan terhadap niat perilaku. Formula dan model TAM dapat dilihat pada Gambar 2.2.
9
BI B =A+U Dimana D : BII
= Niat peerilaku
A
= Sikkap seseoran ng terhadap sistem s
A
= U + EOU
U
= Persepsi keberrgunaan
U
= EO OU + Variabbel eksternal
EOU E = Persepsi mudaah digunakann
Gambar 2.2 Technology Accepttance Modell (TAM) Sumbber: Davis, Baggozzi, & Warshhaw, (1989, p. 985) 9
TAM T telah direvisi oleh Venkateesh dan Davvis (1996) dengan men ngeluarkan variabel v sik kap dalam model, m hal inni dikarenak kan variabell sikap tidakk memiliki peranan p sebbagai variabbel mediatinng secara penuh p (fullyy mediated) hubungan antara a EOU dan U denggan BI. Temuuan Brown et e al. (2002) juga tidak ada a peranan sikap sebagai variabel mediating aatas hubungaan antara EOU dan U dengan BI (behavior ( intention). TAM yanng telah direvisi d (tannpa konstrruk sikap) diaplikasika d an dengan suuksesnya olehh Aafaqi, Janntan, dan Raamayah (20003), Jantan, Ramayah, R d Chin (20 dan 001), Ndubisi et al., (20 001), Ndubisi (2003), Ramayah R et al., a (2002), Ramayah, Jantan, Nooor, Razak, Gambar 2..4 Model Penerirnaan P
10
Teknologi (TAM) (Davis, Bagozzi, & Warshaw, 1989, p.985) sebagai variabel independen dalarn pengambilan keputusan pembelian melalui Internet. Model dasar dari teori technology acceptance model adalah theory of reasoned action yang dikembangkan oleh Fishbein dalam Malhotra (2003). Tujuan dari technology acceptance model adalah untuk menjelaskan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku pengguna komputer. Theory of reasoned action secara luas telah digunakan dalam penelitian psikologi sosial, yang menentukan perilaku intention. Menurut theory of reasoned action kinerja spesifik perilaku seseorang ditentukan oleh niat dari perilaku tersebut, dan niat perilaku dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif orang tersebut. Technology acceptance model menggunakan TRA sebagai dasar teori untuk menjelaskan saling keterkaitan antara percieved usefulness, percieved ease of use, userattitude, dan behavioral inention.Menurut Malhotra (2003) percieved usefulness didefinisikan sebagai penilaian subjektif pengguna bahwa menggunakan sistem aplikasi yang spesifik dapat meningkatkan kinerja pekerjaannya dalam sebuah konteks organisasi. Davis et al dalam penelitiannya menemukan bahwa percieved usefulness tetap menjadi faktor yang paling kuat dalam mepengaruhi intention, yang mana percieved ease of use masih berpengaruh terhadap intention tapi kurang signifikan.Karena adanya penemuan yang konsisten bahwa percieved usefulness merupakan penentu utama terhadap intention pengguna. Venkatesh dalam Sharp (2004) mengusulkan sebaiknya mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi percieved usefulness seperti norma subjektif, imej, keiginan untuk mempertahankan sistem yang ada sekarang, relavansi dengan pekerjaan.
11
Penelitian yang dilakukan oleh Davis dalam Sharp (2004) menemukan variabel eksternal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap percieved usefulness, antara lain yaitu: keuntungan yang diperoleh dari hasil efisiensi, perbaikan efisensi kinerja, cara pandang terhadap risiko, benefit yang diterima, kepercayaan pribadi, sikap, percieved enjoyment. Teori TAM banyak digunakan saat ini oleh peneliti pemasaran karena teori ini dapat menjelaskan persepsi individu terhadap percieved usefulness dan percieved ease of use dalam menentukan penerimaan individu terhadap sebuah teknologi. Ndubisi (2005) mendefinisikan percieved usefulness sebagai seberapa besar seseorang mempercayai bahwa dengan menggunakan
sistem
tertentu
dapat
mempertinggi
kinerja
pekerjaan
mereka.Dalam banyak penelitian percieved usefulness dijadikan sebagai salah satu konstruk yang berhubungan dengan produktivitas, dan saat ini percieved usefulness dianggap sebagai sebuah konstruk yang paling kuat dalam mempengaruhi perilaku kossumen terhadap penerimaan teknologi. Venkatesh dalam Ndubisi (2005) menyatakan bahwa TAM dapat menjelaskan perilaku penerimaan individu terhadap teknologi secara utuh, tapi TAM tidak dapat
membantu
menjelaskan
perkembangan
karakteristik
sistem
yang
mempengaruhi percieved usefulness dan percieved ease of use. Mathieson dalam Ndubisi (2005) percaya bahwa TAM dapat menjelaskan perilaku individu terhdap penerimaan teknologi, tapi secara umum menurut Mathieson TAM tidak memberikan pemahaman yang cukup bagaimana sebaiknya merancang suatu sistem sesuai dengan informasi yang dibutuhkansehingga individu meneriman sistem baru tersebut. Lebih jauh lagi Straub et al dalam Ndubisi (2005) mempertanyakan ketepatan intention dijadikan sebagai predictor bagi actual
12
behavioral. Sehingga Straub et al tidak setuju dengan pendapat Fishbein yang menyatakan bahwa attitude dan norma dapat mempengaruhi perilaku. Pendapat Sendecka (2006) percieved usefulness sebagai pandangan individu bahwa sistem yang digunakan sangat berguna yang mana dapat meningkatkan kinerja pekerjaan pengguna. Sebuah sistem dengan percieved usefulness yang tinggi akan memberikan kepercayaan kepada individu bahwa sistem tersebut dapat meningkatkan kinerja individu tersebut. Dinyatakan oleh Davis dalam Sendecka (2006) bahwa percieved usefulness berpengaruh langsung terhadap niat konsumen untuk menggunakan teknologi, secara logika jika sebuah pelayanan atau sistem dapat mempertinggi kinerja pekerjaan seseorang maka sistem tersebut akan dianggap berguna, dengan demikian akan merangsang banyak orang untuk menggunan sistem tersebut. Namun Doll dalam Sendecka (2006) telah memodifikasi definisi di atas dengan menyatakan bahwa sebuah sistem tidak berhubungan secara langsung terhadap sebuah pekerjaan, sehingga belum pantas sistem tersebut dikatakan berguna, alasannya sebuah sistem baru dapat dikatakan berguna jika sistem tersebut dapat menyelesaikan secara langsung pekerjaan tersebut dan biasanya akan memberikan nilai percieved usefulness yang tinggi bagi konsumen. Seperti mobile service.seseorang akan memiliki dorongan yang lebih tinggi untuk menggunakan sistem atau pelayanan jika sistem atau pelayanan tersebut dapat membantu menyelesaikan pekerjaan tertentu dan mendapatkan kepuasan dan nilai yang positif. Oleh karena itu, percieved usefulness berpengaruh secara positif terhadap usage intention.
13
2.2
Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
No
Penulis
Judul Jurnal
Deskripsi
1
Rose, Kumar, dan Wemyss (2009)
Empirical evaluation of the electronic procurement system acceptance in Malaysia
Menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem EProcurement di Malaysia.
2
Pikkarainen, Pikkarainen, Karjaluoto, dan Pahnila (2004) Bertrand dan Bouchard (2008)
Consumer acceptance ofonline banking: anextension of thetechnology acceptancemodel
Payne, dan Curtis (2008)
Can the unified theory of acceptance and use of technology (UTAUT) help us understand the adoption of computer-aided audit techniques by auditors?
Menyelidiki penerimaan perbankan online dari sudut pandang Technology Acceptance Model(TAM), dengan memanfaatkan lingkungan online. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji bagaimana Technology Acceptance Model(TAM) berlaku untuk penggunaan virtual reality dalam pengaturan clinical. Penelitian tersebut bertujuan untuk memberikan kontribusi untuk pemahaman tentang lingkungan audit pemodelan keputusan adopsi teknologi dalam perikatan audit.
3
4
Applying the technology acceptance model to virtual reality with people who are favorable to its use
Metodologi Dilakukan dengan pendekatan teori TAM, danmenggunakan analisis Structural Equation Model (SEM) Menggunakan analisis regresi berganda
Alat Penguku ran TAM
TAM
Menggunaka analisis Structural Equation Model (SEM)
TAM
Menggunakan analisis regresi berganda
TAM
Hasil Hasil penelitian menemukan bahwa Perceived Usefulness, Perceived Usefulness, Facilitating Conditions, Perceived Ease of Use, Perceived risk, dan Web Design Quality berpengaruh signifikan terhadap Intentions to transact the E-Procurement system. Temuan penelitian menunjukkan bahwa manfaat yang dirasakan dan informasi di perbankan online di situs Web merupakan faktor utama yang mempengaruhi penerimaan online banking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Intention to Use Virtual Realityhanya dapat memprediksiPerceived Usefulness. Hasil tersebut menentukan apa yang harus lebih didokumentasikan dalam rangka mendorong penyebaran virtual realitydalam clinical. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada dukungan untuk penerapan model UTAUT pada lingkungan audit (Payne&Curtis, 2008, p. 20)