BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah perlindungan dengan sarana hukum. Tidak semua kepentingan perlu dilindungi hukum. Kepentingan yang dilindungi hukum adalah kepentingan yang dinyatakan sebagai hak. Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintahan bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban pada masyarakat dan pemerintah. Hukum sebagai alat merupakan suatu peraturan yang dapat menghalang-halangi penguasa untuk bertindak sewenang-wenang. Dia merupakan batas-batas kebebasan antara individu dan penguasa dalam setiap interaksi kemasyarakatan hingga hukum tadi merupakan perlindungan bagi ketentraman umum. Tanpa berlakunya hukum dimasyarakat, akan timbul kekacauan dan kesewenang-wenangan.
15
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum terjadi ketika subyek hukum tertentu tidak menjalankan kewajiban yang seharusnya dijalankan atau karena melanggar hak-hak subyek hukum lain. subyek hukum yang dilanggar hak-haknya harus mendapatkan perlindungan hukum.
16
Dibandingkan dengan sarana perlindungsan hukum yang represif, sarana perlindungan hukum yang preventif dalam perkembangannya agak ketinggalan, namun akhir-akhir ini disadari pentingnya saran perlindungan hukum yang preventif terutama dikaitkan dengan asas “freis ermessen”. 15
16
Mukhthie Fadjar A, Tipe Negara Hukum, Banyumedia, Malang, 2004, hlm. 28
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 140
12
13
Dikaitkan dengan perlindungan hukum bagi rakyat, dibedakan dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan beberapa keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Dengan demikian perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, dengan sebaliknya perlindungan hukum yang refepresif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.
17
Perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan hukum pemerintah, dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan hukum publik, dilakukan melalui peradilan umum. Kedudukan pemerintah dalam hal ini tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum perdata yang sejajar, sehingga pemerintah dapat menjadi Tergugat atau Penggugat. Dengan kata lain, hukum perdata memberikan perlindungan yang sama baik kepada pemerintah maupun seseorang atau badan hukum perdata. Bentuk perlindungan hukum terhadap rakyat atau masyarakat tidak harus berbentuk konstitusi atau Undang-Undang Dasar atau Undang-Undang, namun juga bisa dengan keputusan hakim, perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dari penguasa akan benar-benar dirasakan oleh warga negara (bak perorangan maupun badan hukum) bilamana tugas pengawasan tidak dibebankan kepada penguasa sendiri, akan tetapi dipercayakan kepada hakim yang berdiri sendiri.
17
18
Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum bagiRrakyat, seah studi tentang prinsip prinsipnya, penanganannya oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan pembentukan peradilan administrasi negara, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm. 3 18 Pascasarjana FH UII, Bunga Rampai Pemikiran Hukum di Indonesia, Fh UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 233
14
2. Tinjauan tentang Hak Atas Tanah a. Hak Milik Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Sedangkan Pasal 6 berbunyi Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hak Milik merupakan hak yang paling kuat atas tanah, yang memberikan kewenangan kepada pemiliknya untuk memberikan kembali suatu hak lain di atas bidang tanah Hak Milik yang dimilikinya tersebut (dapat berupa Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, dengan pengecualian Hak Guna Usaha), yang hampir sama dengan kewenangan negara (sebagai penguasa) untuk memberikan hak atas tanah kepada warganya. Hak ini meskipun tidak mutlak sama, tetapi dapat dikatakan mirip dengan eigendom atas tanah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang memberikan kewenangan yang (paling) luas pada pemiliknya, dengan ketentuan harus memperhatikan ketentuan Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria. Semenjak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, persoalan mengenai hak milik atas tanah dan segala sesuatu yang berkenaan dengan tanah tunduk pada ketentuan tersebut. untuk keperluan tersebut, Undang-Undang Pokok Agraria telah menggariskan beberapa ketentuan pokok tentang hak milik atas tanah dengan disertai suatu amanat untuk mengatur lebih lanjut hal tersebut dalam berbagai peraturan pelaksanaan. Secara umum pengaturan mengenai hak milik atas tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria dijumpai dalam Bagian III Bab II Pasal 20 sampai dengan Pasal 27, yang memuat prinsip-prinsip umum tentang hak milik atas tanah. Selanjutnya dalam Pasal 50 ayat (1) ditentukan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan undang-undang. Adanya ketentuan ini
15
sebagaimana disebutkan dalam undang-undang ini hanya dimuat pokokpokoknya saja dari hukum agraria yang baru.
19
Hak Milik dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku, yaitu Bank Pemerintah dan Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh pemerintah. Pemberian Hak Milik untuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya dapat diberika atas tanah- tanah tertentu yang benar-benar berkaitan lagsung dengan tugas pokok dn fungsinya.
20
Pada dasarnya Hak Milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia tunggal saja, dan tidak dapat dimiliki oleh warga negara asing dan badan hukum, baik yang didirikan di Indonesia maupun yang didirikan di luar negeri dengan pengecualian badan-badan hukum tertentu yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963. Ini berarti selain warga negara Indonesia, dan badan-badan yang ditunjuk dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963, yang terdiri dari : a. Bank-bank yang didirikan oleh negara (selanjutnya disebut Bank Negara); b. Perkumpulan-perkumpulan
Koperasi
Pertanian
yang
didirikan
berdasarkan atas Undang-undang No. 79 Tahun 1958 (Lembaran Negara tahun 1958 No. 139); c. Badan-badan Keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Agama; d. Badan-badan Sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
21
Di samping itu oleh Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 juga ditunjuk badan hukum yang boleh mempunyai Hak Milik adalah : 19 20 21
Soejono, Prosedur Pendaftaran Tanah, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 4 Kartini Muljadi, Hak-hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2004, hlm. 247 Ibid. hlm. 248
16
a. IMA (Indonesische Maatscha op Aandeelen) S.1939-570 dan menurut Ketentuan Pasal 1 ayat 2 yang boleh sebagai peserta, atau pemegang sahamnya hanyalah penduduk pribumi saja. b. Indonesische verenigingen (S. 1939-570, yo 717) dimana anggotanya hanya penduduk pribumi saja.
22
Mengenai terjadinya hak milik pengaturannya dijumpai dalam Pasal 22 Undang-Undang Pokok Agraria : a. Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan peraturan pemerintah b. Selain menurut cara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hak milik terjadi karena : 1) Penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sehubungan dengan ketentuan ini perlu diketahui bahwa hinga saat ini, Peraturan Pemerintah yang dimaksud belum pernah diterbitkan sama sekali. 2) Ketentuan undang-undang. Terhadap ketentuan ini, hingga saat ini juga belum pernah diteritkan suatu undang- undang tentang Hak Milik sebagaimana juga diamanatkan dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam kaitannya dengan ketentuan mengenai pemberian Hak Milik yang disyaratkan oleh undang- undang, dapat dikemukakan adanya dua jenis kategori peraturan peundang- undangan, yang mengatur mengena atau yang berhubugan dengan masalah pemberian Hak Milik : a. Ketentuan mengenai konversi Hak Atas Tanah lainnya menjadi Hak Milik Atas Tanah, yang meliputi : 1) Konversi hak atas tanah menurut konsepsi hukum tanah sebelum berlakunya Undang-Unndang Pokok Agraria, termasuk yang diatur dalam Kitab Undang-Undan Hukum Perdata yang sudah tidak berlaku lagi, menjadi Hak Milik menurut Undang-Undang Pokok 22
A.P. Parlindungan, Berakhirnya Hak Atas Tanah (Menurut Sistem UUPA), Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm.5
17
Agraria. Ketentuan ini diatur dalam Pasal I, Pasal II dan Pasal VII Ketentuan- ketentuan Koversi Undang-Undang Pokok Agraria; 2) Konversi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menurut UndangUndang Pokok Agraria menjadi Hak Milik menurut UndangUndang Pokok Agraria, yang diatur dalam: a) Keputusan Menteri Negara Agraria,/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 6/ 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal; b) Peraturan Menteri Negara Agrari/Kepala Badan Pertahan Nasional No.5/1998 tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik; c) Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No.9 /1997 jis. No. 15/1997 dan No.1 / 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) 3) Ketentuan mengenai pemberian Hak Milik atas tanah (baru) yang dikuasai oleh Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan, yang diatur dalam: Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertahanan Nasional No.9 / 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Ha katas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan b. Karena adanya suatu peristiwa perdata, baik yang terjadi karena dikehendaki, yang lahir karena perbuatan hukum dalam bentuk perjanjian, misalnya dalam bentuk jual beli, hibah, tukar-menukar, ataupun karena peristiwa perdata semat-mata .
23
Ketentuan yang mengatur mengenai hapusnya Hak Milik ini dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi: Hak milik hapus bila : 23
Kartini Muljadi, op.cit, hlm. 249
18
1) tanahnya jatuh kepada negara, a) karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18; b) karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; c) karena ditelantarkan; d) karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2) 2) tanahnya musnah.
24
b. Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Hak Guna Bangunan terdiri dari beberapa jenis, antara lain : 1) Hak guna bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian oleh Badan Pertanahan Nasional atau pejabat yang ditunjuk. Biasanya, jangka waktu yang diberikn oleh pemerintah mengenai hak guna bangunan selam 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Permohonan perpanjangan atau pembaruan hak harus diajukan selambat- lambatnya 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan tersebut; 2) Hak guna bangunan atas hak pngelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul dari pemegang hak pengelolaan; 3) Hak guna bangunan atas tanah hak milik dengan pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta perjanjian yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah (Peraturan Pemerintahan).
25
Obyek hak adalah tanah untuk mendirikan bangunan. Subyek hak adalah perorangan wrga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia. Hak Guna Bangunan ini akan terhapus apabila jangka wkatunya berakhir, dihentikan sebelum waktunya berakhir karena suatu persyaratan tidak dipenuhi, dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya 24 25
Kartini Muljadi, op.cit, hlm. 250 Bernhard Limbong, Op. Cit, hlm. 8
19
berakhir, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan, tanahnya musnah, dan ketentuan dapam Pasal 36 ayat (2).
26
Dalam kaitannya dngan kepemilikan Hak Guna Bangunan, ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan adalah Warga Negara Indonesia dan bada hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Orang atau badan hukum yang mempuyai Hak (1) dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak Guna Bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika Hak Guna Bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka wakt tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan menurut keentuan- ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
27
Sejalan dengan ketentuan mengenai Hak Guna Usaha, seperti telah dijelaskan di muka, dari rumusan Pasal 36 Undang-Undang Pokok Agraria
tersebut
juga
dapat
diketahui
bahwa
Undang-Undang
memungkinkan dimilikinya Hak Guna Bangun oleh badan hukum yang didirikan menurut ketentuan hukum Negara Republik Indonesia dan yang berkedudukan di Indonesia. Dua ketentuan tersebut diatas, yaitu: 1) didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia; dan 2) berkedudukan di Indonesia; Adalah dua unsur yang secara bersama-sama harus ada, jika badan hukum tersebut ingin mempunyai Hak Guna Bangunan di Indonesia. Ini berarti badan hukum yang didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia tetapi tiadak berkedudukan di Indonesia tidak mungkin memiliki Hak Guna Bangunan (keadaan ini jarang sekali terjadi, kecuali denagan tujuan penyelundupan hukum); atau badan hukum yang tidak 26 27
Bernhard Limbong, Op. Cit, hlm. 110 Kartini Muljadi, op.cit hlm.251
20
didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia, tetapi berkedudukan di Indonesai juga tidak dapat memiliki Hak Guna Bangunan. Terhadap keadaan yang disebutkan terakhir, dalam teori-teori yang berkembang dalam hukum perdata Internasional, kedudukan suatu badan hukum telah berkembang sedemikian rupa, sehingga pada taraf tertentu mereka juga dianggap memiliki “persona standi in judico” pada suatu Negara dimana mereka melakukan kegiatan operasionalnya, dan tidak harus di mana kanto pusatnya berkedudukan. Dalam konteks inilah, maka kedua syarat didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia menjadi keharusan kumulatif.
28
Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan saja yang dapat diperpanjang, sedangkan Hak Guna Bangunan yang dapat diberikan di atas tanah Hak Milik tidak dapat diperpanjang melainkan hanya diperbaharui setelah berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya tersebut. Hak Gna Bangunan yang diberikan di atas tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan memiliki jangka waktu hingga maksimum lima puluh tahun, terhitung dengan perpanjangannya, sedangkan Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak Milik hanya berjangka waktu selama- lamanya tiga puluh tahun saja. Perpanjangan pemberian Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan, hanya dapat diberikan jika : 1) Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; 2) Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; 3) Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebaaimana dimaksud dalam Pasal 19; dan
28
Kartini Muljadi, op.cit hlm.252
21
4) Tanah tesebut msih sesuai dengan rencana Tata Ruang Wilayah yag bersangkutan.
29
Hak Guna Bangunan hapus karena jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang tidak dipenuhi, dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir, dicabut unuk kepentingan umum, ditelantarkan, tanahnya musnah, ketetuan dalam Pasal 36 ayat (2).
30
c. Hak Pakai Hak Pakai menurut Pasal 41 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria adalah: “ hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.” Hak pakai adalah suatu kumpulan pengertian daripada hak-hak yang dikenal dalam hukum pertanahan dengan berbagai nama, yang semuanya dengan sedikit perbedaan berhubung dengan keadaan daerah sedaerah, pada pokoknya memberi wewenang kepada yang mempunyainya sebagai yang disebutkan dalam pasal ini. dalam rangka usaha penyederhanaan sebagai yang dikemukakan dalam penjelasan umum, maka hak-hak tersebut dalam hukum agrarian yang baru disebut dengan satu nam saja. Untuk gedunggedung kedutaan negara-negara asing dapat diberikan pula hak pakai, oleh karena hak ini dapat berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk itu. Orang-orang dan badan hukum asing dapat diberi hak pakai, karena hak ini hanya memberi wewenang yang terbatas.
31
Hak pakai dapat diberikan: 29 30 31
Kartini Muljadi, op.cit hlm.253 Kartini Muljadi, op.cit hlm.254 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2002, hlm.46
22
1) selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu 2) dengan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apa pun. Dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 41 Undang-Undang Pokok Agraria tersebut dapat kita ketahui bahwa sebagaimana halnya Hak Guna Bangunanm pemberian Hak Pakai ini pun dapat bersumber pada: 1) tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam bentuk keputusan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang; 2) tanah yang telah dimiliki dengan hak milik oleh orang perorangan tertentu, berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah tersebut. sehubungan dengan perjanjian dengan pemegang Hak Milik atas tanah tersebut, dalam Undang-undang Pokok Agraria ditentukan bahwa perjanjian tersebut haruslah bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah
32
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah : 1) tanah negara; 2) tanah hak pengelolaan; 3) tanah hak milik.
33
Menurut Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 terjadinya Hak Pakai yaitu Hak Pakai atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk, Hak Pakai atas hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan.
34
Dapat diketahui bahwa pada dasarnya pemberian hak pakai ini bersifat personal, dan karenanya pada prinsipnya tidak untuk dialihkan. Hal ini berbeda dari ketentuan mengenai Hak Miik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, yang sama sekali tidak mengandung unsur pembatasan dalam 32 33 34
Kartini Muljadi, op.cit, hlm.246 Ibid; hlm. 251 Ibid; hlm. 252
23
pengalihannya. Sifat personal dari Hak Pakai ini jika kita bandingkan dengan asas personalia dalam hukum perikatan maka jelas terhadap hak pakai initidak perlu didaftarkan oleh karenanya hak pakai ini hanya ditujukan untuk kepentingan dari orang terhadap siapa hak pakai telah diberikan.
35
Ternyata dalam perkembangannya Hak Pakai harus didafarkan. Dalam pandangan penulis hal ini terjadi karena diundangkannya UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah pada tanggal 9 April 1996, dimana pada ketentuan Pasal 4 ayat 1 hingga Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang tersebut, dinyatakan Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan. Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud tersebut Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas Tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa untuk kepentingan pemberian jaminan dalam bentuk Hak Tanggungan, maka tanah dengan status Hak Pakai juga harus didaftarkan. Dengan demikian berarti jelaslah mengapa Hak Pakai menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 43 dan 44 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tersebut, dapat diketahui bahwa sebagaimana halnya Hak Guna Bangunan, dalam Hak Pakai pun, Hak Pakai yang pemberiannya: 1) di atas tanah negara, pendaftaran dilakukan dengan tujuan untuk menentukan lahirnya Hak Pakai tersebut, 2) berdasarkan perjanjian dengan pemegang Hak Milik atas sebidang tanah dengan status Hak Milik, maka pendaftaran yang dilakukan hanya ditujukan untuk mengikat pihak ketiga yang berada di luar perjanjian. Dalam hal ini berarti saat lahirnya Hak Pakai adalah saat perjanjian
35
Ibid; hlm. 253
24
ditandatangani oleh para pihak dihadapan pejabat yang berwenang (dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah)
36
Hak Pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Hak Pakai diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan delama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Sesudah jangka waktu Hak Paka atau perpanjangannya habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama. Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada Departemenm Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah, Perwakilan Negara Asing dan perwakilan badan Internasional, Badan Keagamaan dan badan sosial.
37
Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan sertifikat hak yang bersangkutan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang yang memberikan perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan. Secara umum, sebagaimana dikutip di bawah ini sejalan dengan ketentuan Pasal 26 dan Pasal 23 Undang-Undang Pokok Agraria, Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai dapat dialihkan, yaitu melalui cara-cara sebagai berikut : 1) jual beli, penukaran, penghibahan, dan pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2) Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lai n yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang 36 37
Ibid; hlm. 255 Ibid; hlm. 260
25
warga
negara
yang
disamping
kewarganegaraan
Indonesiannya
mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
38
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oelh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan diantara perorangan Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.
39
Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama dipergunakan untuk keperluan tertentu. Hak Pakai atas tanah negara dan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dijadikan
38 39
Ibid; hlm. 266 Ibid; hlm. 269
26
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut hapus dengan hapusnya Hak Pakai.
40
Hak Pakai dapat hapus karena: 1) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya 2) Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena : a) Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, 51, 52 atau b) Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan atau c) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap d) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir 3) Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961 4) Ditelantarkan 5) Tanahnya musnah 6) Ketentuan Pasal 40 ayat 2.
41
Hapusnya Hak Pakai atas Tanah Negara sebagaimana tersebut mengakibatkan tanahnya menjadi Tanah Negara. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hakl Milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Milik.
40 41 42
Ibid; hlm. 276
Ibid; hlm. 278 Ibid; hlm. 279
42
27
3. Tinjauan tentang Hak Atas Tanah Negara Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa adalah termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Negara Repubik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional. Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Pasal 2 ayat (2) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria menetapkan bahwa wewenang hak menguasai dari negara atas bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yaitu: a. Mengatur menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi,air, dan ruang angkasa; b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria menetapkan bahwa atas dasar hak, menguasai negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Hak atas tanah dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan kepada badan hukum Indonesia maupauan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Dari aspek masa penguasaan tanah, hak atas tanah dibagi menjadi 3, yaitu: a. Hak atas tanah yang tidak dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Hak atas tanah ini adalah Hak Milik.
28
b. Hak atas tanah yang mempunyai jangka waktu tertentu. Hak atas tanah ini adalah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, Hak Pakai atas tanah negara, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas Hak Milik, Hak sewa untuk Bangunan. c. Hak atas tanah yang berlaku selama tanahnya digunakan untuk pelaksanaan tugasnya atau untuk keperluan tertentu. Hak atas tanah ini adalah Hak Pakai yang dikuasai oleh: lembaga negara, departemen, lembaga pemerintah nondepartemen, pemerintah daerah, Pemerintah desa, Perwakilan negara asing, perwakilan badan internasional, dan Badan keagamaan dan badan sosial.
43
Menurut asal tanahnya, hak atas tanah dibagi menjadi 3 macam, yaitu: a. Hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik atas tanah negara, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Pakai atas tanah negara. b. Hak atas tanah yang berasal dari tanah Hak Pengelolaan. Macam hak atas tanah ini adalah: Hak Milik atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan. c. Hak atas tanah yang berasal dari tanah Hak Milik. Macam hak atas tanah ini adalah: Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk bangunan. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ada 3 macam jenis tanah di Indonesia, yaitu: a. Tanah Negara. Tanah negara adalah tanah yang diatasnya belum terdapat atau belum dibebani dengan hak atas tanah tertentu. b. Tanah hak. Tanah hak adalah tanah yang diatasnya sudah terdapat atau sudah dibebani dengan hak atas tanah tertentu. 43
Urip Santoso, Op .cit. hlm.9
29
c. Tanah ulayat. Tanah ulayat adalah tanah yang dikuasai secara bersamasama oleh masyarakat hukum adat. Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu Hak Atas Tanah . Langsung dikuasai artinya tidak ada hak pihak lain di atas tanah tersebut. Dengan demikian yang disebut tanah negara adalah tanah-tanah yang tidak dilekati dengan suatu hak yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara, hak pengelolan serta tanah ulayat dan tanah wakaf. Adapun ruang lingkup tanah negara meliputi : a. Tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya. b. Tanah-tanah
hak
yang
berakhir
jangka
waktunya
dan
tidak
diperpanjang lagi. c. Tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli waris. d. Tanah-tanah yang ditelantarkan. e. Tanah-tanah yang diambil untuk kepentingan umum. Tanah yang berstatus tanah negara dapat dimintakan suatu hak untuk kepentingan tertentu dan menurut prosedur tertentu. Tanah negara yang dapat dimohon suatu hak atas tanah dapat berupa : a. Tanah negara yang masih kosong atau murni yang dimaksud tanah negara murni adalah tanah negara yang dikuasai secara langsung dan belum dibebani suatu hak apapun. b. Tanah hak yang habis jangka waktunya HGU, HGB, dan Hak Pakai mempunyai jangka waktu yang terbatas. Dengan lewatnya jangka waktu berlakunya tersebut maka hak atas tanah tersebut hapus dan tanahnya menjadi tanah negara. c. Tanah negara yang berasal dari pelepasan hak oleh pemiliknya secara sukarela. Pemegang hak atas tanah dapat melepas haknya. Dengan melepaskan haknya itu maka tanah yang bersangkutan menjadi tanah negara. Dalam praktek pelepasan hak atas tanah sering terjadi tetapi biasanya bukan asal lepas saja tetapi ada sangkut pautnya dengan pihak yang membutuhkan tanah tersebut. Pemegang hak melepaskan haknya
30
agar pihak yang membutuhkan tanah memohon hak yang diperlukan. Pihak yang melepaskan hak akan menerima uang ganti rugi dari pihak yang membutuhkan tanah. Hal tersebut dikenal dengan istilah pembebasan hak.
44
Pada dasarnya Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang berwenang memberikan Hak atas tanah negara kepada perseorangan atau badan hukum. Dalam pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atau Kotamadya. Peraturan yang mengatur kewenangan dalam pemberian hak atas tanah negara adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Negara Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1999 menyatakan tidak berlaku Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah. Menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala. Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2013, yang dimaksud pemberian hak adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan pembaruan hak. Pasal 1 angka (8) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 pengertian pemberian hak adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaruan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak di atas Hak Pengelolaan. 4. Tinjauan tentang Konversi atas Tanah-Tanah Barat Konversi adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk dalam sistem dari UUPA. Konversi hak44
Maria S. W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta, Penerbit Buku Kompas, 2001, hlm. 62
31
hak atas tanah adalah penggantian/perubahan hak-hak atas tanah dari status yang lama yaitu sebelum berlakunya UUPA menjadi status yang baru, sebagaimana diatur menurut UUPA itu sendiri, adapun yang dimaksud dengan hak-hak atas tanah beberapa ahli hukum memberikan pengertian konversi yaitu : A.P. Parlindungan menyatakan : “Konversi itu sendiri adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk dalam sistem dari UUPA”, sedangkan Boedi Harsono menyatakan : “Konversi adalah perubahan hak yang lamamenjadi satu hak yang baru menurut UUPA”.Konversi hak atas tanah ialah perubahan hakhak atas tanah yang lama ke hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentuan dalam UUPA. Menurut UUPA semua hak-hak atas tanah baik hak itu adanya berdasarkan hukum pertanahan Barat maupun yang berdasarkan hukum pertanahan adat terkena ketentuan-ketentuan acara konversi.
45
Dengan berlakunya Pernyataan Domein (Domein Veklaring) sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 Agrarisch Besluit 1870, maka tanah-tanah di wilayah Hindia Belanda, sepanjang di daerah pemerintah langsung (kecuali daerah-daerah swapraja) di dan luar Jawa dan Madura, dibagi habis menjadi tanah-tanah Hak Eigendom dan Tanah Domein Negara (Landsdomein adalah tanah milik negara). Dan atas masing-masing tanah tersebut dapat diberikan pada pihak lain dengan Hak Opstal, Hak Erfpacht, Hak Gebruik, (Hak Pakai) dan Hak Sewa, melalui suau perjanjian dengan eigenaar (pemilik hak eigendom) atau dengan Negara (Pemerintah Hindia Belanda). Pada hakikatnya hak-hak itu merupakan hak atas tanah yang sekunder. Sedang untuk mendapatkan tanah dengan Hak Eigendom dapat membeli (melalui jual beli tanah/pemindahan hak) dari negara atau dari eigenaarnya, yang dibuktikan dengan akta hak eigendom yang dibuat oleh Pejabat Balik Nama (overshrijvingsambtenaar) dan sekaligus didaftarkan pula
45
Abdurrahman, Beberapa Aspekta Tentang Hukum Agraria, Alumni, Bandung, 2009, hlm. 9
32
jual beli/pemindahan haknya oleh pejabat itu, yang diatur Pasal 1 S 1873-27. Dan semua tanah hak barat
46
Hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat terdiri dari beberapa jenis, yaitu: a. Hak eigendom, adalah hak untuk membuat suatu barang secara leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hakhak orang lain. Hak eigendom merupakan hak yang paling sempurna. Hak eigendom dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai. Namun apabila terhadap hak eigendom tersebut dibebani hak opstal atau hak erfpacht, maka konversinya harus atas kesepakatan antara pemegang hak eigendom dengan pemengang hak opstal atau hak erfpacht. b. Hak opstal, adalah hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan tanaman-tanaman di atas sebidang tanah orang lain (Pasal 711 KUH Perdata). Hak opstal dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan. c. Hak erfpacht, adalah hak untuk memetik kenikmatan seluas-luasnya dari tanah milik orang lain dan mengusahakannya untuk waktu yang sangat lama (Pasal 820 KUH Perdata). Hak erfpacht terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1) Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar, dapat dikonversi menjadi hak guna usaha. 2) Hak erfpacht untuk perumahan, dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan. 3) Hak erfpacht untuk pertanian kecil, tidak dikonversi dan dihapus. d. Hak gebruik (recht van gebruik), adalah hak kebendaan atas benda orang lain bagi seseorang tertentu untuk mengambil benda sendiri dan memakai
33
apabila ada hasilnya, sekedar buat keperluannya sendiri beserta keluarganya. Hak gebruik dikonversi menjadi hak pakai. e. Bruikleen, adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyerahkan benda dengan cuma-cuma kepada pihak lain untuk dipakainya dengan disertai kewajiban untuk mengembalikan benda tersebut pada waktu yang ditentukan. Bruikleen dikonversi menjadi hak pakai.
47
Adapun secara garis besar Ketentuan-Ketentuan Konversi adalah sebagai berikut : a. Hak Eigendom dikonversi menjadi : 1). Hak Milik apabila : a) Sejak
berlakunya
KetentuanKetentuan
UUPA,
berdasarkan
Konversi
UUPA,
Pasal yang
I
ayat
(1)
mempunyainya
memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21 UUPA. b) Berdasarkan Pasal 2 Jo. Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan UUPA, pemiliknya terbukti berkewarganegaraan Indonesia tunggal, dengan ketentuan bahwa dalam waktu 6 bulan sejak berlakunya UUPA, pemiliknya tersebut datang pada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (KKPT)
untuk
memberikan
ketegasan
mengenai
kewarganegaraannya itu. 2) Hak Guna Bangunan dengan jangka waktu 20 tahun apabila : a) Sejak berlakunya UUPA, menurut ketentuan Pasal I ayat (1) Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA, yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21 UUPA. 2). Berdasarkan Pasal I ayat (3) Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA,
hak
Eigendom
kepunyaan
orang
asing,
seorang
warganegara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam 47
http://kamilardiansyah.blogspot.co.id/2013/11/konversi-hak-atas-tanah-dari-hukumadat.html (diakses tanggal 29 Januari Pukul 20.00 WIB)
34
Pasal 21 ayat (2) UUPA sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini. b) Menurut ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan UUPA, dalam jangka waktu 6 bulan sejak berlakunya UUPA, pemiliknya tidak datang pada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (KKPT) untuk memberikan ketegasan mengenai kewarganegaraannya atau yang mempunyainya
tidak
dapat
membuktikan
bahwa
ia
berkewarganegaraan Indonesia tunggal. 3) Hak Pakai apabila : Berdasarkan Pasal I ayat (2) Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA, hak Eigendom kepunyaan pemerintah asing yang dipergunakan untuk keperluan rumah kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan yang berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut. b. Hak Opstal dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan apabila : 1) Sejak berlakunya UUPA, yang mempunyainya memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 36 UUPA. 2) Berdasarkan Pasal I ayat (4) Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA Jo. Pasal 12 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan UUPA, hak Opstal itu membebani hak Eigendom yang bersangkutan selama sisa waktu hak Opstal tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun. 3) Berdasarkan Pasal V Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA, hak Opstal itu untuk perumahan, berlangsung selama sisa waktu hak Opstal tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun. c. Hak Erfpacht dikonversi menjadi : 1) Hak Guna Bangunan apabila : a). Berdasarkan Pasal I ayat (4) Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA Jo. Pasal 12 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan UUPA, hak
35
Erfpacht itu membebani hak Eigendom yang bersangkutan selama sisa waktu hak Erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun. b). Berdasarkan Pasal V Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA, hak Erfpacht itu untuk perumahan, berlangsung selama sisa waktu hak Erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun. 2) Hak Guna Usaha apabila : a). Sejak berlakunya UUPA, yang mempunyainya memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 30 UUPA. b) Berdasarkan Pasal III ayat (1) Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA, hak Erfpacht untuk perkebunan besar, yang berlangsung selama sisa waktu hak Erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun. Konversi tersebut terjadi sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960 dan secara bersamaan, sejak tanggal tersebut tidak ada lagi hak-hak atas tanah bekas hak barat.
5. Tinjauan tentang Hak Opstal Hak opstal adalah suatu hak kebendaan (zakelijk recht) untuk mempunyai rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tanaman di atas tanah milik orang lain.
48
Bagi pemegang Hak Opstal (opstaller), mempunyai hak dan kewajiban, antara lain a. Membayar canon (uang yang wajib dibayar pemegang Hak Opstal setiap tahunnya kepada negara); b. Memelihara tanah postal itu sebaik-baiknya; c. Opstaller dapat membebani haknya kepada hipotik; d. Opstaller dapat membebani tanah itu dengan pembebanan pekarangan selama opstal itu berjalan; e. Opstaller dapat mengasingkan Hak Opstal itu kepada orang lain 48
Ruhiyat, Eddy, Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, 1999
36
Selama
Hak
Opstal
berjalan,
pemilik
pekarangan
tidak
diperbolehkan mencegah si penumpang, akan membongkar gedung-gedung atau bangunan-bangunan dan menebang segala tanaman di atas pekarangan itu guna mengambilnya dari situ jika harga dari gedung-gedung, bangunanbangunan dan tanaman itu, sewaktu Hak Opstal diperolehnya telah lunas dibayarnya, atau jika kesemuanya itu si penumpang sendirilah yang mendirikan, membuat, dan menanamnya, dengan tak mengurangi kewajiban si penumpang untuk memulihkan kembali pekarangan itu dalam keadaan sebelum satu sama lain didirikan, dibuat dan ditanamnya. Dengan berakhirnya Hak Opstal, pemilik pekarangan menjadi pemilik gedunggedung, bangunan-bangunan dan tanaman di atas pekarangannya, dengan kewajiban akan membayar harganya pada saat itu juga kepada si penumpang, yang mana menjelang dilunasinya pembayaran itu, berhak menahan segala sesuatu. Apabila Hak Opstal diperoleh atas sebidang tanah dimana telah ada gedung-gedung, bangunan dan tanaman, yang harganya oleh si penumpang belum dibayar, maka bolehlah pemilik pekarangan dengan berakhirnya Hak Opstal, menguasai kembali segala kebendaan itu dengan tak usah membayar sesuatu pergantian rugi.
49
6. Teori Hukum Murni Hans Kelsen Teori Hukum Murni adalah teori hukum positif. Ia merupakan teori tentang hukum positif umum, bukan tentang tatanan hukum khusus. Ia merupakan teori hukum umum, bukan penafsiran tentang norma hukum nasional atau internasional tertentu, namun ia menyajikan teori penafsiran. Sebagai sebuah teori, ia terutama dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan tujuannya. Teori ini berupaya menjawab pertanyaan apa itu hukum dan bagaimana ia ada, bukan bagaimana ia semestinya ada. Ia merupakan ilmu hukum , bukan politik hukum. Kelsen disebut teori hukum murni lantaran ia hanya menjelaskan hukum dan berupaya membersihkan 49
http://core.ac.uk/download/files/379/11723290.pdf (diakses pada tanggal 5 januari 2016 Pukul 08.24 WIB)
37
obyek penjelasannya dari segala hal yang tidak bersangkut paut dengan hukum, tujuannya adalah membersihkan ilmu hukum dari unsur- unsur asing. Inilah metodologis dalam teori itu.
50
Pendekatan semacam itu nampaknya merupakan hal yang sudah selayaknya. Namun, dari tinjauan sekilas terhadap ilmu hukum tradisional yang berkembang dalam abad ke-19 dan ke-20 dapat diketahui dengan jelas betapa ia sudah begitu jauh dari dalil kemurnian; secara tidak kritis ilmu hukum telah dicampur adukkan dengan unsur- unsur psikologis, sosiologis, etika, dan toeri politik. Pencampuradukan ini bisa dimengerti karena bidang yang terakhir itu membahas pokok persoalan yang berkaitan dengan hukum. Teori hukum murni berupaya membatasi pengertian hukum pada bidangbidang tersebut, bukan lantaran ia mengabaikan atau memungkiri kaitannya, melainkan karena ia hendak menghindari pencampuradukan berbagai disiplin ilmu yang berlainan metodologi (sinkretisme metodologi) yang mengaburkan esensi ilmu hukum dan meniadakan batas- batas yang ditetapkan padanya oleh sifat pokok bahasannya.
51
Sebagai salah satu penganut paham positivism hukum, dalam banyak hal, pendapat Hans Kelsen tidak jauh berbeda dengan paham hukum analitis (analytical jurisprudence). Namun demikian, dalam perkembangan selanjutnya, ketika mengemukakan teorinya berkenaan dengan teori hukum murni (pure theory of law), Hans Kelsen ternyata membuat beberapa modifikasi, pengembangn, dan pelunakan terhadap prinsip bahwa hukum adalah suatu system dari norma memaksa itu. Modifikasi dari pendapat Hans Kelsen tersebut sebagai berikut : a. Kelsen memperlunak pendapatnya tentang anggapan bahwa hukum adalah suatu sistem dari kaidah memaksa. Karena Kelsen kemudian juga berpendapat bahwa tidak semua norma hukum adalah memaksa, tetapi ada juga kaidah hukum yang tidak memaksa. Misalnya ada norma hukum yang memberi izin untuk melakukan sesuatu, yang jika tidak dilakukan 50
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa Media, Bandung, 2008, hlm. 1 51 Ibid, hlm. 1
38
perbuatan tersebut tidak mempunyai akibat hukum apa-apa. Jadi, kaidah hukum tersebut sama sekali tidak memaksa. b. Kelsen kemudian berpendapat bahwa tidak semua norma yang memaksa tersebut menyediakan sanksi. Dalam hal ini, ada tindakan hukum yang sebenarnya memaksa (coercive) tetapi tidak memerlukan sanksi. Misalnya, memasukkan orang ke rumah tahanan karena diduga melakukan tindak pidana. Atau ketentuan bahwa “Jika A begini, maka B harus begitu”. c. Dengan menggunakan kata “harus” (ought) berarti hukum tersebut memang bersifat memaksa atau perintah. Akan tetapi, pemakaian kata “harus” tersebut oleh hukum dapat berarti “wajib” (prescriptive), tetapi dapat juga berarti yang lebih lembut yakni “mengizinkan” (descriptive) ataupun “memberikan otorisasi’ (authorization).
52
Suatu norma hukum selalu berada dalam sebuah system yang tersusun secara hierarkis, yang sebagai suatu system maka seharusnya antara satu norma hukum dengan norma hukum yang lain mestinya tidak saling bertentangan, yang semuanya bersumber dari satu system besar yang merupakan satu norma dasar (grundnorm), yaitu konstitusi. Akan tetapi Hans Kelsen kemudian menyatakan bahwa suatu kaidh hukum bias saja bertentangan dengan kaidah hukum lain. Hal ini adalah wajar mengingat ketika kita berbicara pada tataran yang lebih konkret, seperti telah disebutkan, maka akan terjadi berbagai penafsiran yang satu sama lain saling berbeda bahkan saling bertentangan.
53
Dalam hal ini, teori hukum murni ( Pure theory of law) yang dipelopori oleh Hans Kelsen tersebut mengajukan sepasang postulat hukum sebagai berikut: a. Aturan hukum positif ( a positif legal rule ) disamakan dengan suatu “norma hukum” (Pure norm) yang merupakan substansi hukum yang
52
Munir Fuady, Teori- Teori Besar Dalam Hukum, Kencana, 2013, hlm. 132
53
Ibid. hlm. 134
39
berisi apa yang “seharusnya” (should) dan apa yang “boleh” (may) dilakukan. b. Sistem hukum dipersamakan dengan sekumpulan norma murni (purn norm) yang ditafsirkan oleh para ahli hukum sebagai bidang yang mempunyai arti yang nonkontradiktif. Dalam hal ini, penafsiran dari para ahli hukum tersebut melibatkan postulat yang logis bahwa suatu norma hukum mestinya berasal dari sumber-sumber yang jumlahnya terbatas.
54
Selanjutnya, Hans Kelsen, juga membedakan antara suatu aturan “aturan” (rule) dengan suatu “ kaidah” (norm). Menurut Kelsen, yang diamati oleh teori/ ilmu hukum adalah kaidah hukum, bukan aturan hukum. Dalam banyak kesemptan, Hans Kelsen memang lebih cenderung menggunakan istilah kaidah (norm) ketimbang aturan (rule) dengan dua alasan sebagai berikut: a. Karena
penggunaan
istilah
aturan
(rule)
disangsikan
akan
membingungkan berhubunh adanya istilah aturan (rule) dalam ilmu pengetahuan alam. b. Menurut Kelsen, istilah aturan (rule) lebih sempit dari istilah kaidah (norm). Dalam hal ini, istilah aturan (rule) tidak dapat mencakupi kaidahkaidah hukum tertentu dan khusus yang mengarahkan tindakan tertentu tanpa syarat.
54 55
Ibid. hlm. 134 Ibid. hlm. 135
55
40
B. Penelitian Relevan Penelitian Hukum yang sejenis juga telah dilakukan oleh beberapa penulis. Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian ini digambarkan dalam bentuk tabel seperti berikut: No
Keterangan
1. Tesis,
Pembeda
2012,
Achmad Fajar
Perlindungan Hukum
Vina Septi Arfiani
Reski
Bagi Rumusan
Pemegang
Penulis
Masalah
1.Bagaimanakah upaya
hukum
1. Bagaimana perlindungan
hukum
Hak Pakai di
yang ditempuh
terhadap
atas
oleh pemegang
tanah yang berstatus
Negara
Hak Pakai
tanah negara?
(Analisis
atas
Putusan
Negara apabila pertimbangan
Mahkamah
dalam
Agung
perpanjangan
Republik
Hak
Indonesia
ditolak dan Hak
dapat
Pakai dimaksud
penghuni tanah
K/Pdt/1997) .
diberikan
tersebut?
.
kepada
Nomor
Tanah
2508
di
penghuni
Tanah 2. Apa yang
hakim
proses menolak
gugatan
penggugat
untuk
Pakai seluruhnya
pihak lain 2.Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum
bagi
pemegang Hak Pakai
di atas
tanah
negara
(Analisis
menjadi
sehingga melindungi negara
41
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
2508
K/Pdt/1997 Ringkasan Upaya Isi
hukum
dengan mengajukan
1. Perlindungan
gugatan
ke
Pengadilan
umum
atau
perdata
hukum bisa didapat melalui
pengadilan,
yaitu melalui proses
sebagaimana Pasal
pengadilan
yang
1365
adil
juga
Kitab
yang
Undang-undang
memperhatikan
Hukum
kepastian hukum
Perdata,
dan mengenai sah tidaknya
Surat
2. Pertimbangan hakim
mengenai
tata
dalil
penggugat
Negara
yang
berpangkal
dengan
pada
dalil
mengajukan
kepemilikan.
Keputusan Usaha
gugatan
ke
Pengadilan Usaha
Tata Negara.
Bentuk perlindungan hukum
yaitu
adanya
putusan
pengadilan
yang
42
telah berkekuatan hukum tetap. Hasil penelitian menyarankan agar setiap sebjek hukum wajib menaati perundangundangan yang berlaku secara benar, khususnya pemerintah. 2. Tesis, 2010,
Jeni Kartika
Analisis
Rumusan
Penguasaan
Masalah
1. Bagaimanakah
Vina Septi Arfiani 1. Bagaimana
perindungan
perlindungan
Tanah Secara
hukum
hukum
Fisik sebagai
terhadap
penghuni
Dasar
permohonan
yang berstatus tanah
Permohonan
hak atas tanah
negara?
Hak Atas
negara
Tanah Negara
dilakukan atas pertimbangan hakim
(Studi Kasus
dasar
menolak gugatan
Sengketa
penguasaan
penggugat untuk
Tanah Negara
tanah
Bekas
fisik?
Sertipikat Hak
terhadap tanah
yang 2. Apa yang menjadi
secara seluruhnya sehingga
2. Bagaimana
Pakai Nomor
cara
29/Petojo
penyelesaian
Selatan.
sengketa
dapat melindungi penghuni tanah negara tersebut?
43
apabila
ada
pihak
lain
yang keberatan terhadap permohonan hak atas tanah negara
yang
dilakukan
atas
dasar penguasaan tanah
secara
fisik tersebut? Ringkasan Tergugat Isi
telah tanah
yang menguasai
secara fisik 1.Perlindungan
lebih dari 20 (dua bisa puluh)
didapat
melalui
tahun pengadilan, yaitu melalui
dengan
iktikad proses
baik
dan adil
pengadilan yang yang
didasarkan
pada memperhatikan
persewaan,
berhak kepastian hukum
untuk
hukum
juga
mengajukan 2. Pertimbangan hakim
permohonan atas tanah
negara penggugat yang
yang objek
hak mengenai dalil menjadi berpangkal pada dalil
sengketa. kepemilikan.
Pihak
yang
keberatan terhadap permohonan atas tanah
hak Negara
44
tersebut dapat mengajukan upaya musyawarah, pengadilan, atau arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa pihak yang telah menguasai tanah negara fisik selama 20 (dua puluh) tahun berturut-turut dengan iktikad baik sebaiknya mengajukan permohonan hak untuk mendapat aals hak yang sah atas tanahnya, yang terlebih dahulu akan diperiksa kebenarannya oleh Kantor Pertanahan setempat, serta didukung pula dengan
45
meningkatkan efektivitas penyelesaian sengketa
di luar
pengadilan, seperti musyawarah
dan
mediasi. 3.
Penulisan Tesis, 2010,
Rekky Saputera
Vina Septi Arfiani
Rumusan
1.Bagaimanakah
1. Bagaimana
Masalah
proses
perlindungan
Pensertipikatan
hukum
Tanah
penghuni
Negara
Menjadi
Tanah
terhadap
yang berstatus tanah
Hak di Kecamatan
negara?
Ilir Barat I
2. Pertimbangan
Kota
Palembang
tanah
?
hakim mengenai
2.Apakah Kendala
dalil penggugat
yang
yang berpangkal
dihadapi
dalam melakukan
pada dalil
Pensertipikatan
kepemilikan.
Tanah
Negara
menjadi Hak
Tanah Terhadap
Pemanfaatan Tanah
Rawa di
Kecamatan Barat
I
Ilir Kota
Palembang ? 3.Bagaimanakah cara
mengatasi
46
Kendala-kendala yang dalam
dihadapi melakukan
Pensertipikatan Tanah
Negara
Menjadi
Tanah
Hak di Kecamatan Ilir Barat I
Kota
Palembang ? Ringkasan Masih Isi
banyaknya 1.Perlindungan
tanahtanah Negara
bisa
di Kecamatan Ilir
pengadilan, yaitu melalui
Barat
I
Palembang
didapat
hukum melalui
kota proses
pengadilan yang
yang adil
yang
juga
belum
memperhatikan
disertipikatkan.
kepastian hukum
Tanah-tanah
2. Pertimbangan hakim
Negara
di mengenai dalil
Kecamatan Barat
I
Ilir penggugat yang kota berpangkal pada dalil
Palembang
kepemilikan.
tersebut
oleh
pemkot
diberikan
kepada perorangan maupun
badan
hukum
dengan
suatu hak : Hak Milik, Hak
Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan,
Hak
Pakai,
Hak
dan
47
Pengelolaan untuk perumnas. Permasalahan yang timbul adalah adanya Kendala yang terjadi dalam pensertipikatan tanah Negara pada umumnya adalah sengketa penetapan batasbatas bidang tanah antara pemegang hak atas tanah yang saling berbatasan. Dalam menetapkan batasbatas bidang tanah, Panitia A memperhatikan batas-batas bidang atau bidang-bidang tanah yang telah terdaftar dan surat ukur gambar situasi yang bersangkutan. Jika dalam penetapan batas bidang tanah tidak diperoleh kesepakatan antara
48
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah berbatasan, pengukuran bidang tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batasbatas yang menurut kenyataannya merupakan batasbatas bidangbidang tanah yang bersangkutan. Sengketa ini biasanya timbul setelah sertipikat tanah terbit. Untuk mengatasi Kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan pensertipikatan Tanah Negara Menjadi Tanah Hak dilakukannya
49
musyawarah mengenai kesepakatan batas tanah
antara
pemegang hak atas tanah
yang
bersangkutan dengan pemegang hak atas
tanah
berbatasan. 4.
Penulisan
Eti Kurniasih
Vina Septi Arfiani
Tesis, 2010,
Rumusan
1.Bagaimana
1.
Pemberian
Masalah
pelaksanaan
perlindungan hukum Hak
Bagaimana
Hak Milik
pemberian
Atas Tanah
Milik atas tanah
tanah yang berstatus
Dari Tanah
untuk
Rumah
tanah negara?
Negara
Tinggal
bagi
2. Apa yang
Terhadap
Pengawai
Pegawai
Sipil
Negeri Sipil
Penelitian Ternak
menolak gugatan
(Studi Kasus
(BPT)
penggugat untuk
Perumahan
Bogor?
seluruhnya sehingga
BPT di Kota
2.Bagaimana
dapat melindungi
Bogor)
kepastian
penghuni tanah
Negeri
di
pemberian
Balai Ciawi
hukum hak
milik atas tanah untuk
rumah
tinggal yang telah dibeli
oleh
terhadap
penghuni
menjadi pertimbangan hakim
negara tersebut?
50
Pegawai
Negeri
dari Pemerintah? 3.Hambatanhambatan apa yang muncul dan
cara
bagaimana mengatasinya dalam hak
pemberian milik
atas
tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli
oleh
Pegawai
Negeri
dari Pemerintah ? Ringkasan
Berdasarkan
hasil
Isi
penelitian
dapat
diketahui bahwa : 1). Tahapan harus
1.Perlindungan
yang bisa
didapat
melalui
ditempuh, pengadilan, yaitu melalui
agar
seorang proses
pegawai
negeri adil
pengadilan yang yang
dapat
memperoleh memperhatikan
Hak
Milik
tanah dari
atas kepastian hukum
Tinggal mengenai dalil Pemerintah penggugat yang
dilakukan
mulai berpangkal pada dalil
tahapan-tahapan yang panjang,
juga
untuk 2. Pertimbangan hakim
Rumah
dari
hukum
cukup dimulai perjanjian
kepemilikan.
51
sewa beli sampai dengan diperolehnya hak tertentu atas tanah. 2) Kepastian hukum pemberian hak milik atas tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah telah berjalan sesuai dengan ketentuan undangUndang yang tentunya akan memberikan pengaruh kewenangan bagi si pemilik hak atas tanah. Hak yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah membeli tanah negara untuk rumah tinggal adalah Hak Milik, dengan demikian tanah untuk rumah
52
tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari pemerintah dan telah dilunasi harganya, diberikan kepada pegawai negeri yang bersangkutan dengan Hak Milik. 3) Hambatan yang muncul dalam pemberian hak milik atas tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah adalah memerlukan waktu yang dimulai dari pengumpulan data fisik yaitu menentukan letak tanah, penetapan batas-batas (harus dengan persetujuan pemilik tanah yang berbatasan), luasnya sampai
53
pengumpulan data yuridis yaitu berupa bukti-bukti pemilikan, setelah itu data fisik dan data yuridis yang dikumpulkan tersebut diumumkan guna memberi kesempatan kepada pihak yang merasa keberatan tentang permohonan tersebut. Tabel 1. Perbedaan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang sekarang
54
C. Kerangka Berpikir
Sebidang Tanah
Dipelihara dan dikuasai oleh Ex Tentara Pelajar Surakarta,dkk (Para Tergugat)
Menjadi tanah negara
Pertimbangan Hakim menolak gugatan penggugat
Perlindungan hukum bagi penghuni tanah tersebut
Sampai putusan dikeluarkan masih dihuni
Digugat oleh Yayasan Sekolah Kristen
Keterangan: Pada tanggal 24 September 1960 disahkan Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Undang-undang ini lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria, berlakulah Hukum Agraria Nasional dan terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada penelitan ini terdapat suatu kasus dalam Putusan Nomor 110/Pdt/2012/PT.Smg berawal dari kurang lebih pada tahun 1955 Ex Tentara Pelajar Surakarta yang tergabung dalam Sekretariat bersama bekas pelajar pejuang Bersenjata Surakarta menghuni sebidang tanah dengan luas +_ 6.065 m2 yang terletak di kelurahan Tegalharjo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta yang dahulu dikenal dengan Jalan Monginsidi nomor 30, sekarang
55
dikenal dengan jalan monginsidi nomor 12, Surakarta beserta bangunan yang berdiri di atasnya. Lalu Yayasan Sekolah Guru Kristen Surakarta menggugat penghuni tanah yang merupakan obyek sengketa tersebut dengan dasar sertipikat Hak Pakai nomor 143/ 1974. Pemegang hak pakai atas obyek sengketa atas nama yayasan tersebut telah berakhir pada tanggal 31 Desember 1979 dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan hak atau pembaharuan hak atas tanah sengketa kepada Kantor Agraria atau Kantor Pertanahan. Maka berdasarkan PMDN Nomor 3 Tahun 1979 tanah sebagaimana terdaftar dalam Hak Pakai Nomor 1 Tahun 1974 menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Sampai putusan dikeluarkan obyek sengketa tersebut masih dikuasai dan dihuni oleh Ex Tentara Pelajar Surakarta dan para penghuni lain (perorangan). Jika sudah menjadi tanah negara, maka para penghuni tanah yang bersengketa tersebut tentunya memerlukan sebuah perlindungan hukum serta pertimbangan hakim untuk melindungi penghuni tanah.