BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan proses dari hasil tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003) Pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari keterangan. Pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut pengetahuan pengalaman atau singkatnya pengetahuan (knowledge) sedangkan pengetahuan yang didapat dari keterangan disebut ilmu pengetahuan. (Djonaesih, 1991) Menururt (Notoatmodjo, 2003) pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, antara lain : 1) Tahu (Know) Sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, dengan cara mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, manguraikan, mendefinisikan, menyatakan , dsb. 2) Memahami (Comprehension) Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3) Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
7
8
4) Analisis (Analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau sesuatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (Synthesis) Suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada. Pengetahuan seseorang dapat di ukur baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran pengetahuan secara langsung dapat dilakukan dengan teknik wawancara, sedangkan pengukuran pengetahuan secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan
mengajukan
pertanyaan
tertulis
menggunakan
angket.
Pengukuran pengetahuan bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh hal-hal yang telah diketahui. (Notoatmodjo , 2010) Pengetahuan dapat mendorong seseorang untuk mengenali masalah yang di hadapi. Pengenalan masalah kaitannya dengan GAKI akan mendorong seseorang untuk melakukan upaya melindungi diri dan keluarganya dari kekurangan iodium. Upaya-upaya tersebut dapat bersifat pencegahan dengan melakukan pembelian garam beriodium yang memenuhi syarat , penggunaan garam beriodium yang benar atau dengan menggunakan bahan makanan sumber iodium. (Mulyantoro,dkk,2014) Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor pendorong. Faktor predisposisi yang dimaksud adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, tradisi, nilai-nilai dan unsur-unsur lain. Penelitian yang dilakukan oleh Setiarini (2010) menyatakan bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang GAKI dengan cara menyimpan dan
9
menggunakan garam beyodium. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan faktor internal dari ibu rumah tangga yang menjadi dasar terjadinya perilaku konsumsi garam beryodium di rumah tangga. Penilaian pengukuran pengetahuan dilakukan dengan memberikan skor terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan dan dijawab dengan benar. Nursalam (2008) menyatakan bahwa untuk mengetahui kualitas pengetahuan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Tingkat pengetahuan baik jika memiliki skor nilai >80% b. Tingkat pengetahuan cukup jika memiliki skor nilai 60-79% c. Tingkat pengetahuan buruk jika memiliki skor nilai < 60 %
2. Sikap Menurut Azwar (2015) , sikap mengikuti skema triadik yang terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen konatif (conative) a. Komponen Kognitif (cognitive) Komponen kognitif merupakan representasi kepercayaan seseorang yang telah terbentuk dan kemudian menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu.Interaksi dengan pengalaman di masa datang serta prediksi mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti dan keteraturan. Kepercayaan menyederhanakan dan mengatur apa yang kita lihat dan temui. b. Komponen Afektif (affective) Komponen afektif merupakan perasaan seseorang yang menyangkut aspek emosional terhadap suatu objek sikap. Secara umum disamakan dengan perasaan yang di miliki terhadap sesuatu, namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang di percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud. c. Komponen Konatif (conative) Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku bagi seseorang berkaitan dengan objek sikap yang
10
dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dengan tendensi perilaku sebagai komponen konatif seperti itulah yang menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Skala sikap berupa kumpulan pernyataan-pernyataan sikap yang ditulis, disusun dan dianalisis sedemikian rupa sehingga respon seseorang terhadap pernyataan tersebut dapat diberi angka (skor) kemudian diinterpretasikan. Skala sikap tidak hanya terdiri dari satu stimulus atau satu pertanyaan saja melainkan selalu berisi banyak item. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni pengalaman pribadi, kebudayaan, panutan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta emosi (Azwar,2015). Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan cara menanyakan secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung dilakukan dengan wawancara menggunakan pernyataan-pernyataan yang telah disiapkan (kuesioner) untuk mengetahui pendapat atau penilaian terhadap suatu objek. Pengukuran tidak langsung dalam penelitian dengan memberikan angket yang berisi pernyataanpernyataan untuk menggali pendapat atau penilaian terhadap suatu objek dalam jawaban tertulis (Notoatmodjo, 2003). Azwar (2015) menyebutkan bahwa pengukuran sikap dalam penelitian menggunakan penskalaan model Likert misalnya skala dibuat dengan cara responden memberikan kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap isi pernyataan atau pertanyaan dengan lima kategori jawaban, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), tidak memberikan jawaban atau ragu-ragu (RG), setuju (S), sangat setuju (SS). Sikap merupakan faktor internal dari ibu rumah tangga yang menjadi dasar terjadinya perilaku konsumsi garam beriodium di rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Made Prawini,dkk (2013) menyatakan bahwa sikap ibu rumah tangga secara umum negatif terhadap garam beriodium, dipengaruhi oleh adanya pengaruh dari orang yang dianggap penting seperti mertua, pengalaman
11
menggunakan garam beriodium, dan kebiasaan menggunakan garam biasa. Perilaku dengan tidak mengkonsumsi garam beriodium yang dikarenakan belum adanya pemahaman ibu rumah tangga akan pentingnya mengkonsumsi garam beriodium bagi kesehatan dan tidak pahamnya ibu rumah tangga akan cara menggunakan garam beriodium yang benar pada masakan sehingga menyebabkan munculnya sikap negatif karena rasa masakkan yang pahit. Penelitian oleh Hariyanti (2010) juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap terhadap penggunaan garam beriodium dengan kejadian Gondok pada wanita usia subur yang memiliki satu anak 3. Perilaku Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organism terhadap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap, sikap hanyalah bagian dari perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 1993) Green dalam Notoatmojo (2010) menyebutkan bahwa perubahan perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. a. Faktor memudahkan/predisposisi (presdiposing factors) Faktor – faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perubahan perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan dan sebagainya. Faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut sebagai faktor pemudah (Notoatmodjo, 2010). b. Faktor pemungkin (enabling factors) Faktor yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya praktik kesehatan dan gizi. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perubahan perilaku gizi dan kesehatan maka faktor ini disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin (Notoatmodjo, 2010).
12
c. Faktor pendorong/penguat (reinforcing factors) Faktor - faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya praktik yang meliputi faktor sikap dan praktik para petugas termasuk petugas kesehatan, tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), orang tua, dan lain – lain (Notoatmodjo, 2010).
Perilaku atau tindakan merupakan bentuk perilaku yang sudah nyata yaitu berupa perbuatan terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Perilaku seseorang yang berkaitan dengan penggunaan garam beriodium adalah mulai dari pemilihan garam beriodium yang akan digunakan untuk konsumsi rumah tangga sampai penggunaan garam beriodium itu sendiri, yang merupakan unsur penting dalam pemenuhan kebutuhan iodium. (Mulyantoro,dkk,2014) 4. Iodium Iodium merupakan mineral mikro yang dibutuhkan tubuh untuk mencegah penyakit gondok. Kebutuhan minimum iodium berdasarkan ekskresinya dalam urine yang berhubungan dengan insidens penyakit gondok yang tinggi dalam populasi kurang lebih 1 µg/kg berat badan/hari. Iodium juga terdapat di dalam jaringan tubuh, baik dalam bentuk anorganik (iodida) maupun organik, sekitar 15-50 mg , dengan 70 – 80%-nya ditemukan di dalam kelenjar tiroid. (Mann, 2014) Akibat dari defisiensi iodium yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid, yang secara perlahan menyebabkan kelenjar ini membesar sehingga menyebabkan gondok. Kandungan iodium dalam makanan dapat susut akibat dari proses pemasakan yang salah dan menyebabkan absorbsi iodium rendah (Arisman, 2004). Iodin diperlukan untuk produksi hormone tiroid, yang diperlukan untuk perkembangan dan kognisi otak yang normal. Defisiensi iodin merupakan penyebab utama defisit mental yang dapat di cegah pada masa kanak-kanak serta menyebabkan penyakit gondok dan hipotiroidisme pada individu untuk seluruh usia. Gondok endemik merupakan dampak defisiensi iodin yang paling terlihat, konsekuensi yang paling signifikan dan sangat besar adalah pada perkembangan otak. (Sharlin,dkk.2014). Kandungan iodium dalam makanan dapat susut atau hilang akibat dari proses pemasakan yang salah dan menyebabkan absorbsi iodium menjadi rendah (Arisman,
13
2004). WHO, UNICEF, dan ICCIDD merekomendasikan bahwa untuk memberikan kurang lebih 120-140 μg iodium/hari, maka kadar iodium dalam garam pada saat diproduksi harus berkisar 20-40 mg iodium per kilogram garam. Rekomendasi ini mengasumsikan bahwa 20% iodium akan hilang dalam perjalanan dari tempat produksi hingga rumah tangga, sementara 20% lainnya hilang pada saat memasak dan asupan garam rata-rata adalah 10 gram /orang/hari (Hartono, dkk., 2009). Proses pengolahan makanan yang lama cenderung mengakibatkan iodium hilang dalam jumlah banyak. Pada masakan yang berlemak, jika dimasak sampai kering, iodium akan mengalami kerusakan sekitar 60-70%, dikarenakan pengaruh dari santan yang sudah kering sehingga bersifat seperti minyak yang menyebabkan suhu pemasakan menjadi lebih tinggi. Penggunaan cabe merah saat memasak, pada analisa setelah 7 menit akan menurunkan kadar iodium 76,5% dan setelah tiga jam akan menurunkan 100%. Ketersediaan iodium setelah proses pengolahan masakan tergantung pada kadar iodium dalam garam yang digunakan. Jenis dan jumlah bumbu, cara pemberian garam saat pemasakan serta lama waktu pengolahan juga akan berpengaruh terhadap hilangnya kandungan iodium dalam makanan (Cahyadi, 2009). Cara menggunakan garam yang benar saat pemasakan adalah tidak membubuhkannya saat masakan mendidih tetapi setelah masakan matang dan siap disajikan., dikarenakan kandungan iodium akan berkurang dalam waktu 10 menit (Adriani, dkk, 2010). Interaksi iodium dengan bumbu masakan saat proses pemasakan juga berpengaruh menurunkan kandungan iodium. Seperti beberapa bumbu masakan (seperti cabai, terasi, ketumbar , merica) dan cuka yang ditambahkan pada saat pemasakan akan menurunkan kadar iodat bahkan dapat menurunkan sama sekali (100%). Penurunan kadar iodium juga dapat terjadi saat proses penyimpanan. Penurunan kadar iodium sangat besar terjadi jika garam disimpan dalam kemasan plastik dibanding dengan yang disimpan dalam botol gelas, dan yang disimpan pada suhu 370C dan kelembaban relatif di bawah 76%. Kestabilan iodium juga dipengaruhi oleh jenis makanan, kandungan air dan suhu pemanasan pada saat pemasakan. Menurunnya kandungan iodium pada saat pemasakan ini berkisar antara 36,6% sampai 86,1% (Cahyadi, 2009).
14
5. Penilaian Status Iodium Iodin dalam urin merupakan indikator biokimia standar yang digunakan di seluruh dunia untuk menunjukkan status iodin saat ini. Kadar iodine dalam urin juga merupakan indikator penting untuk penilaian gangguan defisiensi iodine, karena 90% iodine dalam tubuh diekskresikan melalui urin. Ekskresi iodine dalam urin mencerminkan asupan iodine beberapa hari sebelumnya. Penilaian status gizi iodium merupakan tindakan yang penting dalam kaitannya dengan populasi masyarakat atau kelompok masyarakat yang tinggal di daerah atau di tempat yang di curigai kekurangan iodium . Asupan iodium yang diekskresikan keluar melalui urine diperkirakan 90 %, sehingga ekskresi 24 jam iodium dapat merefleksikan asupan makanan dan dapat digunakan untuk memperkirakan asupan. (Mann,2014) Dalam menentukan status Ekskresi Iodium Urin (EIU), menggunakan baku rujukan dari WHO (WHO, 2013) Tabel 2.1. Kriteria epidemiologi pengukuran gizi iodium dalam populasi berdasarkan median dan/atau rentang nilai Ekskresi Iodium Urin (EIU) Median EIU (µg/L)
Asupan Iodium
Status Iodium
Anak sekolah (> 6 tahun) < 20
Kurang
Kurang iodium berat
20–49
Kurang
Kurang iodium sedang
50–99
Kurang
Kurang iodium ringan
100–199
Cukup
Cukup iodium
200–299
Lebih dari cukup
Populasi ini berisiko kelebihan asupan iodium
≥ 300
Eksesif
Risiko konsekuensi kesehatan yang tidak diinginkan/ Iodine Induced Hyperthyroidism (IHH)
Sumber : Vitamin and Mineral Nutrition Information System (VMNIS) WHO, 2013
15
6. Anak Sekolah Anak sekolah dasar adalah anak yang berada pada usia sekolah yaitu antara 6 – 12 tahun (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Anak usia sekolah sedang dalam masa perkembangan
yaitu
mereka
sedang
dibina
untuk
mandiri,
berperilaku
menyesuaikan lingkungan, peningkatan berbagai kemampuan dan perkembangan lain yang membutuhkan fisik yang sehat, sehingga perlu ditunjang oleh status gizi yang
baik
untuk
proses
tumbuh
kembang
yang
optimal
(Adriani &
Wirjatmadi, 2012). Dalam periode ini pertumbuhan berjalan terus dengan mantap walaupun tidak secepat seperti waktu bayi, memerlukan makanan yang kurang lebih sama dengan yang dianjurkan untuk anak pra sekolah terkecuali porsinya harus lebih besar oleh sebab kebutuhannya lebih banyak mengingat bertambahnya berat badan dan aktivitas. (Pudjiadi, 2003) Defisiensi iodium teridentifikasi sebagai permasalahan utama kesehatan masyarakat secara internasional. Jika terjadi pada masa pertumbuhan dan perkembangan, akan memberikan spektrum efek Iodine Deficiency Disorders (IDD), yaitu keterbelakangan mental dan hambatan pertumbuhan fisik yang dapat membawa konsekuensi sosial yang cukup merugikan perkembangan nasional. Tindakan untuk mencegah defisiensi iodium adalah dengan pemberian iodium pada garam. Garam beriodium merupakan sumber iodium dan cara yang digunakan paling ekstensif untuk meningkatkan nutrisi iodium. (Mann, 2014). 7. Penelitian Yang Terkait a. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Terhadap Garam Beriodium Di Desa Lodtunduh Wilayah Kerja UPT Kesehatan Masyarakat Ubud I Tahun 2013 Penelitian gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu rumah tangga terhadap garam beriodium Di Desa Lodtunduh Wilayah Kerja UPT Kesehatan Masyarakat Ubud I Tahun 2013 oleh Prawini,dkk, bertujuan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku ibu rumah tangga di Desa Lodtunduh terhadap garam beriodium. Merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan Rapid Assesment Procedures (RAP) yang menggunakan metode pengumpulan data FGD yang dilaksanakan
16
pada kelompok informan benpendidikan tinggi dan kelompok informan berpendidikan rendah,observasi serta wawancara. Secara keseluruhan ibu rumah tangga di Desa Lodtunduh belum memahami tentang pentingnya mengkonsumsi garam beriodium dan cara penggunaan garam beriodium yang benar dikarenakan minimnya
sumber informasi dan
pengalaman sehingga pengetahuan ibu rumah tangga di Desa Lodtunduh masih kurang mengenai sumber iodium yang lain selain dari garam, pengertian garam beriodium, akibat kekurangan garam beriodium dan cara menggunakan garam beriodium yang benar (Prawini,dkk. 2013). Sikap ibu rumah tangga di Desa Lodtunduh secara umum negatif terhadap garam beriodium yang disebabkan karena adanya pengaruh dari orang yang dianggap penting seperti mertua, pengalaman menggunakan garam beriodium, dan kebiasaan menggunakan garam biasa. Perilaku ibu rumah tangga di Desa Lodtunduh menunjukkan perilaku tidak mengkonsumsi garam beriodium. Hal ini dikarenakan belum adanya pemahaman ibu rumah tangga akan pentingnya mengkonsumsi garam beriodium bagi kesehatan dan tidak pahamnya ibu rumah tangga akan cara menggunakan garam beriodium yang benar pada masakan sehingga menyebabkan munculnya sikap negatif karena rasa masakkan yang pahit. (Prawini,dkk. 2013) b. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang GAKI, Sikap dan Praktek Dengan Kualitas Garam Beriodium di Rumah Tangga Penelitian hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang GAKI, sikap dan praktek dengan kualitas garam beriodium di rumah tangga oleh Mulyantoro, dkk (2014) bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap tentang GAKI dan upaya penanggulangannya berhubungan dengan kualitas garam ber-iodium di rumah tangga dan praktek penggunaannya. Penelitian bersifat observasional dengan desain cross sectional dan simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap tidak berhubungan dengan kualitas garam beriodium di rumah tangga. Sikap responden
tentang
kualitas
garam
beriodium
ditunjukkan
dengan
ketidakmampuan membedakan kualitas garam beriodium yang di beli,
17
Responden dengan tingkat pengetahuan kurang, cukup maupun baik tidak bisa memilih garam beriodium dengan kualitas memenuhi syarat. Garam beriodium dengan kualitas memenuhi syarat maupun tidak memenuhi syarat yang diperoleh dari pembelian oleh responden hanya bersifat kebetulan. Tingkat pengetahuan yang baik tidak bisa menjamin mendapatkan garam beriodium dengan kualitas memenuhi
syarat.
Hal
ini
terjadi
karena
responden dengan tingkat
pengetahuannya tidak bisa membedakan ―garam beriodium‖ yang dibelinya memiliki kualitas yang baik. Ditunjukkan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 91.2% responden tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang cara pengujian garam beriodium dan sebanyak 97.1% responden tidak mengetahui bahwa kadar iodium dalam garam beriodium adalah 30-80 ppm (Mulyantoro,dkk. 2014). c. Faktor Risiko Kekurangan Iodium Pada Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Ritanto (2003), salah satunya adalah untuk mengetahui faktor risiko kekurangan iodium dan besar risikonya pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Jenis penelitian case control, multivariate dengan metode backward stepwise conditional. Hasil penelitian : Diternukan prevalensi gondok total (TGR) pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Selo sebesar 37,3 % dan kekurangan iodium berdasarkan kriteria WHO (1996) anak Sekolah Dasar sebesar 67,1 %. Dari analisis multivariat, faktor risiko kekurangan iodium pada anak sekolah dasar di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali ternyata : pengetahuan ibu yang rendah tentang jenis garam beriodium (OR = 3,450 ; 95 % CI = 1,326 — 8,973), (2) Kadar yodium dalam gararn rendah (< 15 ppm) (OR = 3,058 ; 95 % CI = 1,387 — 6,738). Peluang terjadinya kekurangan iodium pada anak sekolah dasar di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dengan paparan pengetahuan orang tua (ibu) yang rendah tentang jenis garam beriodium serta menggunakan garam dengan kadar iodium kurang dari 15 ppm adalah sebesar 19,5 %. Secara statistik pengetahuan ibu yang rendah tentang jenis garam beriodium, sebagai faktor risiko tertinggi dan kadar iodium dalam garam dapur < 15 ppm merupakan
18
faktor risiko ke dua sebagai penyebab kekurangan iodium pada anak sekolah dasar di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali (Ritanto, 2003). d. Faktor Yang Berhubungan Dengan Ekskresi Iodium Dalam Urin Di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Penelitian faktor yang berhubungan dengan ekskresi iodium dalam urin di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah oleh Widagdo,dkk (2009) bertujuan untuk menelaah faktor – faktor yang berhubungan dengan tingginya Ekskresi Iodium Urin di Kabupaten Grobogan. Penelitian ini menggunakan rancangan comparative cross sectional study terhadap tiga kelompok objek penelitian, dengan sampel terdiri dari anak sekolah dasar kelas 4,5, dan 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap EIU secara bersama – sama dengan faktor yang lain adalah kadar iodium dalam air dan kadar iodium dalam garam dengan nilai p < 0,05 (Widagdo,dkk.2009). e. Total Goiter Rate (TGR), Ekskresi Iodium Urine (EIU) dan Konsumsi Garam Beriodium di Propinsi Jawa Tengah Penelitian Total Goiter Rate (TGR), Ekskresi Iodium Urine (EIU) dan konsumsi garam beriodium di Propinsi Jawa Tengah oleh Kartono,dkk (2008) bertujuan untuk menyajikan analisis lanjut TGR, EIU dan konsumsi garam beriodium rumah tangga di Propinsi Jawa Tengah dari data Survei Nasional GAKI tahun 1996 dan 2003. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kabupaten Blora pada Survei Nasional GAKI tahun 2003, nilai median UEI pada anak sekolah lebih dari 300 µg/L, masuk dalam kategori iodium yang berlebihan setelah sebelumnya pada Survei Nasional GAKI tahun 1996 tidak termasuk kategori iodium yang berlebih (Kartono,dkk .2008). f. Hubungan Kadar iodium Dalam Garam Beriodium Di Rumah Tangga Dengan Kecukupan Iodium Berdasarkan Nilai Ekskresi Iodium Urin (EIU) Pada Wanita Usia Subur Penelitian hubungan kadar iodium dalam garam beriodium di rumah tangga dengan kecukupan iodium berdasarkan nilai Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada wanita usia subur oleh Mulyantoro,dkk (2013) bertujuan untuk mengukur
19
hubungan antara kadar iodium dalam garam beriodium di rumah tangga dengan kecukupan iodium berdasarkan nilai ekskresi iodium urin (EIU). Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa median EIU sebesar 124,6 μg/L, proporsi subyek penelitian mengalami defisiensi iodium sebesar 41,1%, dan mengalami excess sebesar 5,9%. Rata-rata kadar iodium dalam garam beriodium di rumah tangga sebesar 19,6 ppm dan proporsi garam beriodium memenuhi syarat (≥ 30 ppm KIO3) sebesar 52,9%. Hasil analisis korelasi pearson menunjukkan ada hubungan bermakna antara kadar iodium dalam garam beriodium di rumah tangga dengan kecukupan iodium berdasarkan nilai EIU (rho = 0,5, p < 0,01). Hasil analisis multi variabel diperoleh persamaan Y = 22,199 + 6,076 X1. Kadar iodium dalam garam yang dikonsumsi berhubungan dengan kecukupan iodium yang diekspresikan oleh kadar iodium dalam urin. Kadar iodium dalam garam beriodium sebagai prediktor kecukupan iodium, untuk mencapai kadar iodium urin normal (100 – 199 μg//l) dapat diperoleh dari garam beriodium dengan kadar 13 - 29 ppm iodium atau 21,9 – 48,9 ppm KIO3 (Mulyantoro,dkk.2013). g. Kesesuaian Kadar Iodium Garam Dapur, Air dan Urine Iodium Excretion (UIE) di Daerah Endemis GAKY Berat Penelitian kesesuaian kadar iodium garam dapur, air dan Urine Iodium Excretion (UIE) di daerah endemis GAKI berat oleh Hakim (2009) bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar iodium garam dapur dan kadar iodium air dengan kadar iodium urin pada anak sekolah di Kecamatan Sirampog dengan subyek anak SD/MI kelas 4 – 6 sejumlah 92 anak dengan cara multistage. Kadar iodium garam dan kadar iodium air diperiksa dengan metode titrasi di Laboratorium GAKI UNDIP yang berasal dari garam dan air yang dikonsumsi. Sedangkan kadar iodium urin diperiksa dengan metode Ceric Ammonium Sulfat di Laboratorium GAKI UNDIP yang berasal dari urin sewaktu. Data dianalisis menggunakan r Pearson. Hasil : garam yang digunakan 85,9 % sesuai standar (30-80 ppm), berbentuk briket/bata dengan nilai 20 - 61,4 ppm dan angka rata – rata 47,9 ppm. Kadar iodium air berkisar 0 – 1 g/L dan rata – rata 0,098 g/L. Nilai minimum UIE 39 g/L, dengan nilai maksimum 252 g/L, nilai rata – rata
20
169, 79 g/L dan median 177,5 g/L . Ada hubungan kadar yodium dalam garam dapur dengan UIE (r = 0,28 and p = 0,003). Dan tidak ada hubungan kadar yodium air dengan UIE (r = - 0,117 and p = 0,133). Kesimpulan : UIE parameter GAKI dipengaruhi oleh jumlah iodium garam dari pada jumlah iodium air. (Hakim, 2009) h. Iodine deficiency and its association with intelligence quotient in schoolchildren from Colima, Mexico Penelitian iodine deficiency and its association with intelligence quotient in schoolchildren from Colima, Mexico oleh Lucatero,dkk (2008) bertujuan untuk mengetahui prevalensi kekurangan iodium, penyebab dan hubungannya dengan intelligence quotient (IQ) di sekolah Meksiko. Desain penelitian : studi analisis Cross-sectional, jumlah sampel 303 anak dengan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan, di pilih secara acak dari 19 sekolah dasar negeri. Kesimpulan: perlunya iodinasi garam yang efektif pada daerah di mana goitrogens dapat berkontribusi efek negatif dari kekurangan iodium pada intelektual perkembangan anak. (Lucatero,dkk. 2008) i.
Knowledge of Iodine Nutrition in The South African Adult Population Penelitian Knowledge of Iodine Nutrition in The South African Adult Population oleh PL Jooste,dkk (2004) bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang iodium dan hubungannya dengan status social ekonomi di Afrika Selatan. Desain penelitian : cross sectional, dengan wawancara dan kunjungan rumah. Data yang dikumpulkan dari satu orang dewasa di 2.164 rumah tangga terpilih dengan tingkat partisipasi sebesar 98 %, Hasil penelitian menunjukkan hanya 15,4 % responden yang mengetahui dengan benar bahwa garam beriodium sebagai sumber utama dari iodium, 16,2 % responden mengetahui bahwa iodium dibutuhkan oleh kelenjar tiroid untuk menjalankan fungsinya, akibat yang ditimbulkan dari kekurangan iodium 3,9 % responden mengetahui akibatnya adalah kerusakan otak dan 0,8 % responden mengetahui akibatnya adalah kretinisme. Tingkat pengetahuan gizi responden
21
yang sosial ekonomi rendah tentang iodium rendah dibanding dengan responden yang sosial ekonominya tinggi. (P.L. Jooste, dkk. 2004) j.
Mothers Behaviour Contributes to Suboptimal Iodine Status of Family Member: Findings From An Iodine – Sufficient Area Penelitian Mothers Behaviour Contributes to Suboptimal Iodine Status of Family Members : Findings From An Iodine – Sufficient Area oleh Nazeri,dkk (2015) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu, sikap dan perilaku dengan asupan iodium dalam makanan anggota keluarga (dewasa) di Teheran. Desain penelitian : cross sectional, pengukuran urine 24 jam, pengukuran konsentrasi Na dan kandungan iodium dalam garam di rumah tangga. Pengetahuan ibu, sikap dan perilaku di nilai dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu, tapi tidak dengan pengetahuan dan sikap, memberikan kontribusi yang besar terhadap asupan iodium dalam keluarga. (Nazeri,dkk.2015)
k. Iodine Malnutrition and Associated Factors in Schollchildren Aged 6 to 14 years in a Municipality Siruated in the Semi-Arid Region of State of Minas Gerais , Brazil,2008 Penelitian Iodine Malnutrition and Associated Factors in Schollchildren Aged 6 to 14 years in a Municipality Siruated in the Semi-Arid Region of State of Minas Gerais , Brazil oleh Mariana,dkk (2008) bertujuan untuk menilai prevalensi kekurangan iodium dengan ekskresi iodium urin dan
faktor-faktor yang
berhubungan di sekolah-sekolah wilayah Kotamadya Novo Cruzeiro. Sampel penelitian sebanyak 540 anak usia 6 – 14 tahun yang di pilih secara sampling stratified . Hasil penelitian menunjukkan 38,9 % anak-anak sekolah mengalami kekurangan iodium, 28,7%-nya mengalami sedikit kekurangan, 6,2%-nya mengalami cukup kekurangan iodium, dan 4 %-nya mengalami kekurangan iodium yang serius. Kualitas garam yang dikonsumsi oleh keluarga menunjukkan bahwa 12,2 % masih mengkonsumsi garam yang beriodium di bawah tingkat
yang direkomendasikan (20 mg/kg), 5,3
% keluarga
mengkonsumsi garam yang beriodium di bawah 15 mg/kg. Ekskresi iodium
22
dalam urine rendah, hal ini terkait dengan konsumsi garam yang mengandung iodium rendah (Mariana,dkk,2008).
B. Kerangka Berpikir Iodium merupakan mineral mikro yang dibutuhkan tubuh untuk mencegah penyakit gondok. Kebutuhan minimum iodium berdasarkan ekskresinya dalam urin yang berhubungan dengan insidens penyakit gondok yang tinggi dalam populasi kurang lebih 1 µg/kg berat badan/hari. Iodium diperlukan untuk produksi hormon tiroid, yang diperlukan untuk perkembangan dan kognisi otak yang normal. Defisiensi iodium merupakan penyebab utama defisit mental yang dapat di cegah pada masa kanak-kanak serta menyebabkan penyakit gondok dan hipotiroidisme pada individu untuk seluruh usia. Gondok endemik merupakan dampak defisiensi iodium yang paling terlihat, konsekuensi yang paling signifikan dan sangat besar adalah pada perkembangan otak. Kandungan iodium dalam garam dapat susut atau hilang akibat dari proses penyimpanan dan proses pemakaian yang keliru. Kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak di pengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya pola penggunaan garam beriodium saat memasak, sosial ekonomi keluarga, budaya gizi, lingkungan ketersediaan garam beriodium di pasar atau rumah tangga , juga faktor pengetahuan tentang iodium , sikap dan perilaku ibu dalam penggunaan garam beriodium sangat berpengaruh terhadap kualitas garam beriodium yang digunakan dalam pemasakan. Secara singkat kerangka pikir panel digambarkan pada Gambar 2.1
23
Faktor Eksternal :
Faktor Internal :
Pengetahuan ibu Sikap Ibu Perilaku Ibu
Penggunaan garam beriodium
Pola penggunaan garam beriodium saat memasak Sosial ekonomi Budaya gizi Lingkungan ketersediaan garam beriodium di pasar / rumah tangga
Kandungan iodium pada urine anak sekolah dasar kelas 4,5, dan 6
Kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) Gambar 2.1. Hubungan Pengetahuan Tentang Iodium, Sikap dan Perilaku Penggunaan Garam Beriodium Ibu Dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) Pada Anak Sekolah Dasar
C. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang iodium dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak Sekolah Dasar. 2. Ada hubungan sikap ibu tentang penggunaan garam beriodium dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak Sekolah Dasar. 3. Ada hubungan perilaku ibu tentang penggunaan garam beriodium dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak Sekolah Dasar.