11
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Evaluasi Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan nilai dan manfaat objek evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengukur efektifitas sistem secara keseluruhan. Menurut Davis (1999), Evaluasi adalah suatu penilaian secara obyektif mengenai derajat dari seluruh pelayanan atau bagian-bagian komponennya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Elemen yang perlu mendapat perhatian adalah evaluasi yang memerlukan perbandingan dari pencapaian suatu pelayanan atau prosedur dengan beberapa standar yang bersifat absolut dan penilaian bersifat obyektif. (Wahyuni & Maita, 2015). Menurut Davis (1996) (Wahyuni & Maita, 2015), pada dasarnya evaluasi suatu teknologi sistem informasi harus meliputi beberapa tahapan, yaitu: 1.
Tanggapan pengguna dalam menggunakan aplikasi.
2.
Sejauh mana pengguna telah mempelajari dan menguasi materi pelatihan penggunaan aplikasi.
3.
Kemampuan pengguna dalam mengaplikasikan pengetahuan baru yang telah diperoleh.
4.
Apakah tujuan penerapan aplikasi yang dicanangkan telah tercapai.
11
2.2. Teknologi Informasi Berdasarkan pengertian yang penulis kutip dari wikipedia.com, Teknologi Informasi (TI) atau dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah Information Technology (IT) adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video. Contoh dari teknologi informasi bukan hanya berupa komputer pribadi, tetapi juga telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik, dan peranti genggam modern (misalnya ponsel). Sedangkan menurut Zuhrah (Zuhrah, 2011), Teknologi informasi adalah salah satu alat yang berasal dari alat teknologi modern yang mampu meningkatkan dan mempercepat kualitas informasi dan dapat dikendalikan oleh manusia. Gerak pertumbuhan yang cepat dalam lingkungan bisnis sekarang ini telah membuat sistem informasi dan teknologi informasi menjadi bagian/komponen yang penting yang membantu perusahaan untuk meraih sasaran dalam mencapai tujuannya. Teknologi telah menjadi sebuah ramuan yang diperlukan dalam beberapa arah strategis yang telah diawali oleh bisnis untuk menemukan tantangan perubahan. Hal ini pun termasuk pada lingkungan strategis perusahaan. (Gaol, 2008).
2.2.1. Peran Teknik Informasi Peran teknologi informasi dalam kegiatan bisnis tidak lagi diragukan untuk menunjang kemampuan setiap perusahaan.
Peranan teknologi sangat diperlukan dalam persaingan bisnis antar bangsa yang makin ketat, serta arus globalisasi yang makin meluas. Globalisasi menuntut pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan sistem informasi yang lebih cepat, tepat, dan cermat untuk memenangkan persaingan usaha. Selain itu dengan sistem informasi yang memadai terbukti dapat mendukung perbaikan kinerja perusahaan, meningkatkan efisiensi biaya, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada konsumen. Pemanfaatan teknologi informasi pada kegiatan bisnis lebih diarahkan pada perbaikan sistem
kerja.
Perbaikan
sistem
ini
diharapkan
mampu
meningkatkan efektifitas oprasional dan efisiensi biaya. (Manalu, 2013).
2.3. Penerimaan Pengguna Terhadap Teknologi Bagi sebuah organisasi, penerapan teknologi baru perlu dilakukan evaluasi apakah bisa diterima atau tidak oleh pengguna. (Fatmawati, 2015). Menurut Teo (Teo, 2011), penerimaan teknologi didefinisikan sebagai “...... as a user’s willingness to employ technology for the tasks it is designed to support.”. Maksudnya bahwa penerimaan teknologi dapat didefinisikan sebagai kesediaan pengguna untuk menggunakan teknologi untuk mendukung tugas yang telah dirancang. Penerimaan pengguna untuk menggunakan teknologi baru dipengaruhi oleh kecenderungan pengguna untuk berperilaku (behavioral intention) positif terhadap sistem. (Elvandari, 2011). Dan metode penerimaan teknologi yang bisa digunakan untuk
mengukur kepercayaan penggunaan teknologi oleh setiap organisasi, salah satunya yang banyak digunakan dalam penelitian adalah adalah Technology Acceptance Model (TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1986, 1989, 1993), dan Davis, Bagozzi dan Warshaw (1989). (Teo, 2011).
2.4. Technology Acceptance Model (TAM) TAM merupakan pengembangan teori dari Theory of Reasoned Action (TRA) oleh Ajzen dan Fishbein (1980). Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis (1986). TAM yang dikembangkan oleh Davis telah menambahkan dua konstruk utama ke dalam model TRA. Persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness) dan persepsi berdasarkan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) merupakan dua konstruk utama yang ditambahkan. TAM menjelaskan bahwa dua konstruk utama tersebut menentukan penerimaan pengguna terhadap sistem teknologi informasi. (Fathema, 2015). TAM ini tidak hanya bisa untuk memprediksi, namun juga bisa menjelaskan sehingga peneliti dan para praktisi bisa mengidentifikasi mengapa suatu faktor tidak diterima dan memberikan kemungkinan langkah yang tepat.
Gambar 2.1. TAM Framework oleh Davis (1989)
(Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Technology_acceptance_model)
TAM framework yang belum dimodifikasi terdiri dari lima konstruk utama, diantaranya yaitu: 1.
Persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness) Davis mendefinisikan persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness) yaitu “the degree to which a person believes that using particular system would enhance his or her job performance”. Sehingga, persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness) dapat diartikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa suatu sistem tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja atau kinerja pengguna sistem tersebut. (Fathema, 2015).
2.
Persepsi berdasarkan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) Definisi persepsi berdasarkan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) oleh Davis yaitu “the degree to which a person believes that using a particular system would be free of physical and mental efforts”. Hal tersebut dapat diartikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem tertentu dapat mengurangi
usaha
seseorang
dalam
mengerjakan
sesuatu.
Kemudahan (ease) bermakna tanpa kesulitan atau tidak perlu usaha keras. Persepsi berdasarkan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) ini merujuk pada keyakinan pengguna bahwa sistem teknologi yang digunakan tidak membutuhkan usaha yang besar saat digunakan. (Fathema, 2015).
3.
Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude towards using) Ada banyak definisi mengenai sikap (attitude), berdasarkan penelitian Ajzen dan Fishbein, skala sikap telah dikembangkan mengenai penggunaan spreadsheet. Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude toward using) disini mengacu pada perasaan umum orang tersebut menguntungkan atau tidak menguntungkan untuk penggunaan spreadsheet. (Fathema, 2015). Definisi sikap penggunaan (attitude toward behavior) menurut Davis yaitu “an individual’s positive or negative feelings about performing the target behavior”. Definisi tersebut dapat diartikan sebagai perasaan-perasaan pengguna baik positif maupun negatif untuk melakukan perilaku yang sudah ditentukan. (Fathema, 2015).
4.
Kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan (behavioral intention to use) teknologi sistem informasi Kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan (behavioral intention to use) teknologi sistem informasi merupakan suatu tingkatan seseorang mengenai rencananya secara sadar untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku di waktu yang akan datang yang telah ditentukan sebelumnya. Sikap dan perilaku pengguna terhadap suatu sistem teknologi dapat memprediksi tingkat penggunaan suatu sistem teknologi. Suatu sistem teknologi yang dapat memenuhi keandalan dan mengoptimalkan kinerja akan dapat memuaskan pengguna sistem tersebut, hal ini dapat ditunjukan dari
perilaku pengguna yang akan mendukung sistem tesebut. (Fathema, 2015). 5.
Penggunaan sistem aktual (actual system usage) Menurut Davis (1989) (Tangke, 2005), penggunaan sistem aktual (actual system usage) merupakan kondisi nyata penggunaan teknologi sistem informasi. Seseorang akan puas menggunakan teknologi sistem informasi jika orang tersebut meyakini bahwa teknologi tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktivitas kinerja mereka, yang tercermin dari kondisi nyata pengguna. (Tangke, 2005). Bagian yang dapat dimodifikasi pada TAM adalah external variable.
External variable berfungsi untuk memperkuat persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness) dan persepsi berdasarkan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) pada TAM. (Jogiyanto, 2007). External variable yang digunakan penulis untuk melakukan penelitian ini adalah: 1.
Kualitas sistem (system quality) Didefinisikan sebagai persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness) yang digunakan untuk mengukur indikator yang diinginkan seperti kegunaan, ketersediaan, keandalan, kemampuan beradaptasi, dan waktu respon dalam suatu sistem. (Fathema, 2015). Kualitas sebuah sistem memungkinkan pengguna merasakan kegunaan sistem tersebut. Oleh karena itu kualitas sistem dan
teknologi yang digunakan harus mampu memberikan kualitas output yang sesuai dengan ekspektasi pengguna. (Durodolu, 2016). 2.
Kondisi fasilitas (facilitating condition) Didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa kemampuan teknis yang tersedia dapat mendukung penggunaan sistem.
Dan
dipengaruhi
oleh
kondisi
lingkungan
yang
mempengaruhi performa untuk menyelesaikan pekerjaan. (Tarcan, Varol, & Toker, 2010). 3.
Dukungan Manajemen (management support) Didefinisikan sebagai sejauh mana keterlibatan manajemen dalam menerapkan dan membuat strategi untuk pengembangan teknologi baru. Keikutsertaan manajemen dalam memberikan dukungan merupakan suatu komitmen dan dukungan atas segala sumber daya yang diperlukan organisasi. (Armanda, 2015).
2.5. Structural Equation Modeling (SEM) Persamaan pemodelan Structural Equation Modeling atau yang biasa dikenal dengan istilah SEM merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor (factorial analysis) dan juga merupakan kelanjutan dari analisis jalur (path analysis) dan regresi berganda (multiple regression) yang sama-sama merupakan bentuk analisis multivariat. (Ghozali, 2014). Perbedaan paling jelas antara SEM dengan teknik multivariat lainnya adalah hubungan yang terpisah penggunaan untuk masing-masing set
variabel dependen. Dalam istilah sederhana, SEM memperkirakan serangkaian terpisah, namun saling tergantung, persamaan regresi secara bersamaan dengan menetapkan model struktur yang digunakan oleh program statstik. (Hair, Black, Babin, & Anderson, 2009). Menurut Ghozali (Ghozali, 2014), dalam SEM terdiri dari dua jenis variabel yaitu: 1.
Variabel Laten (Unobserved Variable) Diadaptasi dari persamaan simultan pada ekonometri. Jika pada ekonometri semua variabelnya merupakan variabel terukur, maka pada variabel laten ini tidak dapat diukur secara langsung, tapi dapat diukur melalui indikator variabelnya. Dalam SEM, variabel laten ini teridiri dari variabel laten eksogen (independen) dan variabel laten endogen (dependen).
2.
Variabel Terukur (Observed Variable) Menggambarkan beberapa indikator atau beberapa variabel terukur sebagai efek atau refleksi dari variabel latennya. Variabel terukur yang berkaitan dengan variabel laten eksogen inilah yang diwakili oleh pertanyaan dalam kuesioner yang disebarkan. Umumnya terdapat dua jenis tipe SEM yang sudah dikenal secara luas
yaitu Covariance Based Structural Equation Modeling (CB-SEM) merupakan generasi pertama yang dikembangkan oleh Joreskog pada tahun 1969 dan Partial Least Square Path Modeling (PLS-SEM) sering disebut Variance atau Component Based Structural Equation Modeling yang merupakan generasi kedua SEM. PLS-SEM merupakan metode analisis
yang powerfull dan memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi untuk penelitian regresi yang menghubungakan teori dan data, serta mampu melakukan analisis jalur (path analysis) dengan variabel laten tanpa didasarkan pada banyak asumsi yang dikembangkan oleh Wold pada tahun 1974. (Ghozali, 2014). PLS-SEM berusaha untuk mendapatkan nilai estimasi terbaik untuk setiap blok indikator dari setiap variabel laten. Sedangkan CB-SEM berusaha mengurangi perbedaan sampel covariance yang diprediksi oleh model teoritis sehingga estimasi menghasilkan matriks covariance dari data yang diukur. (Ghozali, 2014). Perbandingan antara PLS-SEM dengan CBSEM dapat di lihat pada tabel 2.1 dibawah ini. Tabel 2.1 Perbandingan antara PLS-SEM dan CB-SEM
Kriteria Tujuan Penelitian
Pendekatan
PLS-SEM CB-SEM Untuk mengembangkan Untuk menguji teori teori atau membangun atau mengkonfirmasi teori (orientasi prediksi). teori (orientasi parameter). Berdasarkan variance. Berdasarkan covariance.
Metode Estimasi
Least Square.
Maximum Likelihood (umumnya).
two Factors one loadings, Spesifikasi Model Components dan Parameter loadings, path koefisien path koefisien, error dan component weight. variance dan factor Model means. Model dengan Model dapat berbentuk Model Struktural kompleksitas besar rekursif dan non rekursif dengan banyak konstruk dengan tingkat. dan banyak indikator. kompleksitas kecil (hanya berbentuk sampai menengah. recursive)
mensyaratkan Evaluasi Model Tidak dan Asumsi data terdistribusi normal dan estimasi parameter Normalitas Data dapat langsung dilakukan tanpa persyaratan kriteria goodness of fit. Tidak dapat diuji dan Pengujian difalsifikasi (harus Signifikansi melalui prosedur bootstrap atau jackknife). 30 – 100 Rekomendasi Sampel PLS Graph, SmartPLS, Software Produk SPAD-PLS, XLSTATPLS dan sebagainya.
Mensyaratkan data terdistribusi normal dan memenuhi kriteria goodness of fit sebelum estimasi parameter.
Model dapat diuji dan difalsifikasi.
200 - 800 AMOS, EQS, LISREL, Mplus dan sebagainya.
Sumber: Chin & Newsted, 1999; Hair et. al., 2010; Hair et. al., 2011 (Ghozali, 2014) Menurut Ghozali (Ghozali, 2014), model yang digunakan dalam SEM sendiri terdiri atas dua model kausal, yaitu: 1.
Model Struktural (Structural Model) Pada model ini, hubungan antara jenis variabel laten yang tidak dapat diukur, yaitu konstruk first order dan second order. Pada umumnya hubungan antara variabel laten ini adalah hubungan linier, meskipun
pada
SEM
perluasannya
memungkinkan
untuk
mengikutsertakan hubungan tidak linier juga. Sebuah hubungan diantara variabel-variabel laten serupa dengan sebuah persamaan simultan variabel-variabel laten. 2.
Model Pengukuran (Measurement Model) Pada model ini, terdiri dari indikator-indikator yang dapat diukur. Biasanya variabel laten ini dihubungkan dengan variabel terukur dengan menggunakan model pengukuran yang berbentuk analisis
faktor. Dalam model ini, setiap variabel laten tadi akan dimodelkan sebagai sebuah faktor yang mendasari variabel terukur yang terkait.
2.6. Uji Validitas Uji validitas berhubungan dengan suatu peubah, mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat ukur penelitian terhadap isi sebenarnya yang diukur. Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur yang digunakan dalam suatu mengukur apa yang diukur. (Sitinjak & Sugiarto, 2006). Uji validitas dalam penulisan ini dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa apakah isi kuesioner yang ada bisa dipahami oleh responden sehingga jawaban yang didapat tidak menyimpang antara responden satu dengan responden lainnya. Dalam penulisan ini kriteria valid tidaknya suatu pernyataan dinilai berdasarkan nilai Corrected Item Total Correlation > 0,3. Jika nilai Corrected Item Total Correlation ternyata lebih rendah dari 0,3 maka pernyataan tersebut memiliki hubungan yang lebih rendah dari pernyataan-pernyataan lainnya pada variabel tersebut, sehingga pernyataan atau item tersebut dinyatakan tidak valid. (Sugiyono, 2007).
2.7. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari peubah atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas suatu test merujuk pada derajat stabilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi. Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Reliabilitas konstruk diukur dengan composite reliability dan cronbach alpha. Konstruk dikatakan reliabel jika memiliki nilai composite reliability dan cronbach alpha > 0,70. (Ghozali, 2014).
2.8. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk menentukan sampel dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Berikut ini beberapa teknik sampling menurut (Sugiyono, 2012): 1.
Probability Sampling Teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Berikut ini adalah jenis-jenis dari probability sampling: a.
Simple Random Sampling Pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Simple Random Sampling dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen. Simple Random Sampling dapat dilakukan dengan cara undian, memilih bilangan dari daftar bilangan secara acak.
b.
Proportionate Stratified Random Sampling Teknik sampling yang digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Sebagai contoh suatu organisasi yang memiliki karyawan dari latar belakang pendidikan yang berstrata, maka populasi pegawai itu berstarata. Misalnya jumlah karyawan yang lulus S1 100 orang, S2 80 orang, STM 500 orang, ST 300 orang, SMA 200 orang, dan SD 100 orang.
c.
Disproportionate Stratified Random Sampling Teknik sampling yang digunakan bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional. Misalnya karyawan dalam suatu divisi mempunyai 3 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang S1, 800 orang SMU, 700 orang SMP, maka 3 orang lulusan S3 dan 4 orang lulusan S2 itu diambil semuanya sebagai sampel, karena dua kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan dengan kelompok S1, SMU dan SMP.
d.
Cluster Random Sampling (Area Sampling) Teknik sampling daerah yang digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misalnya penduduk dari suatu negara, propinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampel ditetapkan secara bertahap dari wilayah yang luas (negara) sampai ke wilayah terkecil (kabupaten). Setelah terpilih sampel terkecil,
kemudian baru dipilih sampel secara acak. Misalnya di Indonesia
terdapat
34
propinsi,
dan
sampel
akan
menggunakan 17 propinsi, maka pengambilan 17 propinsi tersebut dilakukan secara random (acak). Tetapi perlu diingat karena propinsi-propinsi di Indonesia berstrata (tidak sama) maka pengambilan sampelnya perlu menggunakan Stratified Random
Sampling.
Propinsi
di
Indonesia
ada
yang
penduduknya padat, ada yang tidak, ada yang mempunyai hutan yang banyak ada yang tidak, ada yang kaya bahan tambang dan ada yang tidak. Karakteristik semacam ini perlu diperhatikan sehingga pengambilan sampel menurut strata populasi itu dapat ditetapkan. Teknik sampling daerah ini sering digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah dan tahap kedua menentukan orang-orang yang ada pada daerah itu secara sampling juga. 2.
Non-Probability Sampling Teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setaip unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Berikut ini adalah jenis-jenis dari nonprobability sampling: a.
Systematic Sampling (Sampling Sistematis) Teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populsai yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua anggota
diberi nomor urut yaitu nomor 1 sampai nomor 100. Pengambilan
sampel
dapat
dilakukan
dengan
hanya
mengambil nomor ganjil saja, genap saja atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari bilangan lima. Untuk ini maka yang diambil sebagai sampel adalah nomor 1, 5, 10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100. b.
Quota Sampling (Sampling Kuota) Teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai cirri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Sebagai contoh, sebuah penelitian tentang pendapat masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dalam urusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Jumlah sampel yang ditentukan 500 orang. Kalau pemenuhan data belum memenuhi kuota 500 orang tersebut, maka penelitian dipandang belum selesai. Bila pengumpulan data dilakukan secara kelompok yang terdiri atas 5 orang pengumpul data, maka setiap anggota kelompok harus dapat menhubungi 100 orang anggota sampel, atau 5 orang tersebut harus dapat mencari data dari 500 anggota sampel.
c.
Incidental Sampling (Sampling Insidental) Teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data.
d.
Purposive Sampling Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Misalkan akan melakukan penelitian tentang kualitas makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli makanan, atau peneitian tentang kondisi politik di suatu daerah, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli politik. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.
e.
Sampling Jenuh (Sampling Sensus) Teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
f.
Snowball Sampling Teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan dua
orang sebelumnya. Begitu seterusnya sehingga jumlah sampel menjadi semakin banyak. Pada penelitian kualitatif, banyak menggunakan Purposive dan Snowball. Misalnya akan meneliti siapa provokator kerusuhan, maka akan cocok menggunakan Purposive dan Snowball Sampling. Teknik pengukuran sampel menurut Ferdinand (Ferdinand, 2006), yaitu: 1.
100-200 sampel untuk teknik likehood estimation.
2.
Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya 510 kali jumlah parameter yang diestimasi.
3.
Tergantung dari jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. Bila terdapat 20 indikator, besarnya sampel adalah antara 100-200.
2.9. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya sangat penting karena dapat dijadikan pedoman dan juga acuan penulis dalam melakukan penelitian yang penulis lakukan. Berikut ini adalah penelitanpenelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode TAM untuk mengevaluasi tingkat penerimaan suatu teknologi baru: 1.
Ronnie H. Shroff et al. (2011) Penelitian berjudul “Analysis of The Technology Acceptance Model in Examining Students’ Behavioural Intention to Use an E-Portfolio System” ini menganalisis TAM dalam rangka untuk memeriksa
kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan (behavioral intention to use) sistem e-portofolio, mengenai bagaimana siswa menggunakan dan dalam kerangka yang sesuai. Data diolah dengan metode Covariance Based Structural Equation Modeling (CBSEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) memiliki pengaruh yang signifikan pada sikap terhadap penggunaan (Attitude towards usage). Selanjutnya,
persepsi
berdasarkan
kemudahan
penggunaan
(perceived ease of use) memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness) yang paling kuat. Dan untuk kedua hubungan antar variabel yang lainnya tidak memiliki pengruh yang signifikan. (Shroff, Deneen, & Ng, 2011).
Gambar 2.2. Model Hasil Penelitian Ronnie H. Shroff
2.
Ozer Yilmaz (2014) Penelitian berjudul “The Effect of Websites on Customer Preferences Related
to
Tourism
Products
within
The
Framework
of
Technological Acceptance Model (TAM)” ini menganalisis TAM
dalam rangka untuk menguji pengaruh fitur-fitur pencarian dan akomodasi dalam situs hotel bagi pelanggan. Konstruk-konstruk TAM yang telah di modifikasi yang digunakan yaitu perceived usefulness of the website, perceived ease of use of the website, dan intention to use the website to search for information. Dan didukung oleh variabel independen yaitu navigability and interactivity of the websites dan information on accommodation and destination in the websites. Data diolah dengan metode Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM).
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari perceived ease of use of the website atau perceived usefulness of hotel website terhadap intention to use the website use to search for information. Selanjutnya navigability and interactivity of the websites dan information on accommodation and destination in the websites memiliki pengaruh signifikan terhadap perceived ease of use atau perceived usefulness of hotel website, dan perceived ease of use of the website memiliki pengaruh signifikan terhadap perceived usefulness of hotel website. Tapi information on accommodation in the websites tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perceived usefulness. (Yilmaz, 2014).
Gambar 2.3. Model Hasil Penelitian Ozer Yilmaz
3.
Endang Fatmawati (2015) Penelitian berjudul “Technology Acceptance Model (TAM) Untuk Menganalisis Penerimaan Terhadap Sistem Informasi Perpustakaan” ini menganalisis TAM dalam rangka untuk mengetahui sikap penerimaan pengguna terhadap sistem informasi di perpustakaan. Dengan menggunakan persepsi berdasarkan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) dan persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness). Hasil penelitian persepsi berdasarkan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness). Sehingga sikap penerimaan pengguna baik itu pustakawan
maupun
pemustaka
terhadap
perpustakaan bisa diketahui. (Fatmawati, 2015).
sistem
informasi
Gambar 2.4. Model Hasil Penelitian Endang Fatmawati
4. Nafsaniath Fathema (2015) Penelitian berjudul “Expanding The Technology Acceptance Model (TAM) to Examine Faculty Use of Learning Management Systems (LMS) In Higher Education Institutions” ini menganalisis TAM dalam rangka untuk mengetahui bagaimana sikap fakultas terhadap penggunaan Learning Management System (LMS). Dengan menggunakan persepsi berdasarkan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) dan persepsi berdasarkan kegunaan (perceived usefulness), sikap terhadap penggunaan (attitude towards usage), kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan (behavioral intention to use) teknologi sistem informasi, dan penggunaan aktual (actual use). Dan didukung oleh variabel independen yaitu system quality, perceived Self-efficacy, dan facilitating conditions. Data diolah dengan metode Covariance Based Structural
Equation
Modeling
(CB-SEM).
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa system quality, perceived self-efficacy, dan perceived ease of use memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perceived usefulness.
Kemudian system quality dan perceived self-
efficacy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perceived ease of use sedangkan facilitating condition tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perceived ease of use. Selanjutnya system quality, facilitating condition, perceived ease of use, dan perceived usefulness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap attitude towards usage. Perceived usefulness dan attitude towards usage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap behavioral intention to use akan tetap system quality tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap behavioral intention to use. Dan yang terakhir adalah behavioral intention to use memiliki pengaruh yang signifikan terhadap actual use. Sehingga dapat disimpulkan ketiga variabel independen tersebut memiliki prediksi yang signifikan dari sikap fakultas terhadap penggunaan LMS. (Fathema, 2015).
Gambar 2.5. Model Hasil Penelitian Nafsaniath Fathema
5. Ribka Armanda (2015) Penelitian berjudul “Analisis Faktor Penerimaan dan Penggunaan Teknologi Dalam Sistem Informasi Akuntansi Dengan Pendekatan TAM” ini menganalisis TAM rangka untuk mengetahui faktor
penerimaan dan penggunaan teknologi dalam Sistem Informasi Akuntansi (SIA) yang direpresentasikan oleh pengujian pengaruh konstruk eksogen (independen) yaitu dukungan terhadap proses bisnis, dukungan manajemen dan fleksibiltas sistem terhadap konstruk endogen (dependen) persepsi minat (behavioral intention to use), sikap ke arah penggunaan (attitude towards usage), kegunaan (perceived usefulness) dan kemudahan (perceived ease of use). Data diolah dengan metode Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan terhadap proses bisnis, fleksibilitas sistem dan persepsi kemudahan (perceived ease of use) berpengaruh secara positif terhadap persepsi minat menggunakan (behavioral intention to use) SIA. Sedangkan dukungan manajemen dan persepsi kegunaan (perceived usefulness) tidak berpengaruh secara positif terhadap persepsi minat menggunakan (behavioral intention to use) SIA. Dukungan terhadap proses bisnis, dukungan manajeman dan persepsi kegunaan (perceived usefulness) berpengaruh positif terhadap persepsi sikap kearah penggunaan teknologi (attitude towards usage) dalam SIA. Sedangkan persepsi minat (behavioral intention to use), fleksibilitas sistem dan persepsi kemudahan (perceived ease of use) tidak berpengaruh terhadap persepsi sikap kearah penggunaan teknologi (attitude towards usage) dalam SIA. Dukungan terhadap proses bisnis, fleksibilitas sistem dan persepsi kemudahan (perceived ease of use) berpengaruh secara positif terhadap persepsi kegunaan (perceived usefulness) teknologi dalam SIA. Sedangkan dukungan manajemen tidak
berpengaruh secara positif terhadap persepsi kegunaan (perceived usefulness) teknologi dalam SIA. Dukungan terhadap proses bisnis, fleksibilitas sistem dan dukungan manajemen berpengaruh secara positif terhadap persepsi kemudahan (perceived ease of use) penggunaan teknologi dalam SIA.
Gambar 2.6. Model Hasil Penelitian Ribka Armanda