BAB II LANDASAN TEORI
A. Reviu Laporan Keuangan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas antara lain menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Hal ini ditegaskan lagi dalam Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menyatakan bahwa dalam menyusun laporan keuangan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri Laporan Keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mengatur bahwa pemerintah menyusun sistem akuntansi
pemerintahan
yang
mengacu
pada
Standar
Akuntansi
Pemerintahan. Untuk itu, aparat pengawasan intern perlu melakukan reviu terhadap laporan keuangan kementerian negara/lembaga terkait untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai
10
11
dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Kewajiban reviu juga telah dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menyatakan adanya kewajiban penyelenggaraan pertanggungjawaban penggunaan dana bagian anggaran berupa Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca kementerian negara/lembaga kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. Keputusan presiden tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan Pasal 66 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Perlaporan Keuangan Pemerintah Pusat serta Pasal 8 Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-24/PB/2006 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga, yang mengatur bahwa aparat pengawasan intern bertugas untuk melakukan
reviu atas laporan
keuangan kementerian/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab secara formil dan materiil terhadap pelaksanaan APBN di kementerian/lembaga masingmasing. Mengingat luasnya rentang kendali yang berada dalam kewenangan seorang menteri/pimpinan lembaga serta keterbatasan kemampuan teknis tentang laporan keuangan, maka perlu adanya reviu oleh aparat pengawas intern di lingkungan kementerian/lembaga yang bersangkutan. Reviu dimaksud digunakan untuk membantu menteri/pimpinan lembaga di dalam
12
memberikan keyakian bahwa laporan keuangan telah disusun dan disajikan sesuai SAP.
1. Dasar Hukum Peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai
pelaksanaan reviu laporan keuangan yaitu: a.
Pasal 33 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
b.
Pasal 32 ayat (4) sampai dengan ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
c.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-44/PB/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.
d.
Pasal 8 Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER42/PB/2006 tentang Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.
e.
Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER51/PB/2008 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.
13
2. Definisi Reviu Pengertian reviu berdasarkan Pasal 1 Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 44/PB/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, adalah: Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi aparat pengawasan intern untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan” Sedangkan pengertian reviu menurut Pedoman Reviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan,2010:2) adalah sebagai berikut: Reviu adalah penelaahan atas penyelenggaraan akuntansi dan penyajian laporan keuangan untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Akuntansi Instansi dan laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah, dalam upaya membantu Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Dikatakan untuk memberikan keyakinan terbatas karena dalam reviu tidak dilakukan pengujian atas kebenaran substansi dokumen sumber. Berbeda dengan audit, reviu tidak mencakup pengujian terhadap sistem pengendalian intern, catatan akuntansi dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan melalui
perolehan bahan bukti serta
prosedur lainnya seperti yang dilaksanakan dalam suatu audit. Perbedaan lainnya adalah bahwa di dalam audit dapat memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, sedangkan reviu hanya sebatas memberikan
14
keyakinan mengenai akurasi, keandalan, keabsahan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciriciri yang melekat pada pengertian reviu: a.
Reviu dilaksanakan dengan cara menelusuri angka-angka dalam laporan keuangan dan melakukan permintaan data.
b.
Reviu dilaksanakan oleh aparat pengawas intern.
c.
Reviu dilaksanakan untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
d.
Reviu mencakup penelaahan atas penyelenggaraan akuntansi dan penyajian laporan keuangan.
e.
Reviu merupakan dalam upaya membantu Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas.
3. Ruang Lingkup Reviu Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-44/PB/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, disebutkan bahwa ruang lingkup reviu adalah sebatas penelaahan laporan keuangan dan catatan akuntansi. Reviu dilaksanakan dalam rangka menguji kesesuaian antara angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan terhadap catatan,
15
buku dan laporan yang digunakan dalam sistem akuntansi di lingkungan kementerian/lembaga yang bersangkutan. Reviu
oleh
aparat
pengawasan
intern
pada
kementerian
negara/lembaga tidak membatasi tugas pemeriksaan/pengawasan oleh lembaga
pemeriksa/pengawas
lainnya
sesuai
dengan
tugas
kewenangannya. Reviu tidak memberikan dasar untuk menyatakan pendapat seperti dalam audit, karena dalam reviu tidak mencakup suatu pemahaman atas pengendalian intern, penetapan resiko pengendalian, pengujian catatan akuntansi dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan dengan cara pemerolehan bahan bukti yang menguatkan melalui inspeksi, pengamatan atau konfirmasi dan prosedur tertentu lainnya yang biasa dilakukan dalam suatu audit. Dalam hal sistem pengendalian intern, reviu hanya mengumpulkan keterangan yang dapat menjadi bahan untuk penyusunan Statement of Responsibility (Pernyataan Tanggung Jawab) oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. Reviu dapat mengarahkan perhatian aparat pengawasan intern kepada hal-hal penting yang mempengaruhi laporan keuangan, namun tidak memberikan keyakinan bahwa aparat pengawasan intern akan mengetahui semua hal penting yang akan terungkap melalui suatu audit. Dalam melakukan reviu atas laporan keuangan, aparat pengawasan intern harus memahami secara garis besar sifat transaksi entitas, sistem dan prosedur akuntansi, bentuk catatan akuntansi dan basis akuntansi yang digunakan untuk menyajikan laporan keuangan.
16
Apabila pada pelaksanaan reviu dapat menemukan kelemahan dalam penyelenggaraan akuntansi atau kesalahan dalam penyajian laporan keuangan, maka bersama-sama dengan unit akuntansi harus segera melakukan perbaikan atau koreksi atas kelemahan dan kesalahan tersebut secara berjenjang.
4. Tujuan Reviu Mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-44/PB/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, disebutkan bahwa: Tujuan reviu adalah untuk memberikan keyakinan akurasi, keandalan, keabsahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sebelum disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.
Tujuan reviu berbeda dengan tujuan audit atas laporan keuangan. Di dalam audit dapat memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan suatu
pendapat
mengenai
laporan
keuangan
secara
keseluruhan.
Pelaksanaan reviu dapat membantu menteri/pimpinan lembaga untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas.
5. Jadwal Pelaksanaan Reviu Pelaksanaan reviu dilakukan secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan laporan keuangan kementerian negara/lembaga. Aparat pengawasan intern membuat “Pernyataan Telah Direviu” atas
17
laporan keuangan kementerian negara/lembaga dan dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan yang disampaikan ke Menteri Keuangan. “Pernyataan Telah Direviu” diterbitkan setidaktidaknya sekali dalam setahun terhadap laporan keuangan tahunan kementerian negara/lembaga.
6. Metodologi Reviu Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-44/PB/2006
tentang
Pedoman
Pelaksanaan
Reviu
Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga, metodologi reviu laporan keuangan terdiri dari empat tahap, yaitu persiapan reviu, pelaksanaan reviu, pelaporan reviu dan tindak lanjut. a.
Persiapan Reviu Sebelum pelaksanaan reviu, aparat pengawasan intern perlu melakukan persiapan-persiapan agar reviu dapat dilaksanakan secara efektif dan terpadu. Adapun persiapan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan reviu adalah sebagai berikut: 1) Pengumpulan informasi keuangan Aparat pengawasan intern perlu mengumpulkan informasi keuangan seperti laporan bulanan, triwulanan, semester dan tahunan serta kebijakan akuntansi dan keuangan yang telah ditetapkan. Informasi ini diperlukan untuk memperoleh informasi awal tentang laporan keuangan entitas yang bersangkutan serta
18
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam akuntansi dan pelaporan keuangan. 2) Persiapan penugasan Penugasan reviu perlu persiapan yang memadai antara lain penyusunan tim reviu. Tim reviu secara kolektif harus mempunyai kemampuan teknis yang memadai di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Jadwal dan jangka waktu pelaksanaan reviu disesuaikan dengan kebutuhan dan batas waktu penyelesaian
dan penyampaian laporan keuangan di
masing-masing kementerian negara/lembaga. 3) Penyiapan program kerja reviu Tim yang ditugasi untuk melakukan reviu perlu menyusun program kerja reviu yang berisi langkah-langkah dan teknik reviu yang akan dilakukan selama proses reviu.
b.
Pelaksanaan Reviu Pelaksanaan reviu atas laporan keuangan dilaksanakan dengan teknik reviu sebagai berikut: 1) Penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan Dalam melaksanakan reviu, aparat pengawasan intern perlu menelusuri angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan ke buku atau catatan-catatan yang digunakan untuk meyakini
19
bahwa angka-angka tersebut benar. Penelusuran ini dapat dilakukan dengan: a) Membandingkan angka pos laporan keuangan terhadap saldo buku besar, b) Membandingkan saldo buku besar terhadap buku pembantu, c) Membandingkan angka-angka pos laporan keuangan terhadap laporan pendukung, misalnya Aset Tetap terhadap Laporan Mutasi Aset Tetap dan Laporan Posisi Aset Tetap. 2) Permintaan keterangan Permintaan keterangan yang dilakukan dalam reviu atas laporan keuangan tergantung pada pertimbangan aparat pengawasan intern. Dalam menentukan permintaan keterangan, aparat pengawasan intern dapat mempertimbangkan: a) Sifat dan materialitas suatu pos b) Kemungkinan salah saji; c) Pengetahuan yang diperoleh selama persiapan reviu; d) Pernyataan tentang kualifikasi para personel bagian akuntansi entitas tersebut; e) Seberapa jauh pos tertentu dipengaruhi oleh pertimbangan manajemen; f)
Ketidakcukupan data keuangan entitas yang mendasari;
g) Ketidaklengkapan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
20
Permintaan keterangan dapat meliputi: a) Kesesuaian antara sistem akuntansi dan pelaporan keuangan yang diterapkan oleh entitas tersebut dengan peraturan yang berlaku. b) Kebijakan dan metode akuntansi yang diterapkan oleh entitas yang bersangkutan. c) Prosedur pencatatan, pengklasifikasian dan pengikhtisaran transaksi serta penghimpunan informasi untuk diungkapkan dalam laporan keuangan. d) Keputusan
yang
pelaporan/pejabat
diambil keuangan
oleh yang
pimpinan mungkin
entitas dapat
mempengaruhi laporan keuangan e) Memperoleh informasi dari audit atau reviu atas laporan keuangan periode sebelumnya. f)
Personel yang bertanggung jawab terhadap akuntansi dan pelaporan keuangan, mengenai: (1) Apakah pelaksanaan anggaran telah dilaksanakan sesuai dengan sistem pengendalian intern yang memadai. (2) Apakah laporan keuangan telah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. (3) Apakah terdapat perubahan kebijakan akuntansi pada entitas pelaporan tersebut.
21
(4) Apakah ada masalah yang timbul dalam implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan dan pelaksanaan sistem akuntansi. (5) Apakah terdapat peristiwa setelah tanggal neraca yang berpengaruh secara material terhadap laporan keuangan. 3) Prosedur analitik Prosedur analitik dilakukan pada akhir reviu. Prosedur analitik dirancang untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar pos dan hal-hal yang kelihatannya tidak biasa. Prosedur analitik dapat dilakukan dengan: a) Mempelajari laporan keuangan untuk menentukan apakah laporan
keuangan
sesuai
dengan
Standar
Akuntansi
Pemerintahan. b) Membandingkan laporan keuangan dalam beberapa periode yang setara. c) Membandingkan realisasi terhadap anggaran. d) Mempelajari hubungan antara unsur-unsur dalam laporan keuangan yang diharapkan akan sesuai dengan pola yang dapat diperkirakan atas dasar pengalaman entitas tersebut. Dalam menerapkan prosedur ini, aparat pengawasan intern harus mempertimbangkan
jenis
masalah
yang
membutuhkan
penyesuaian, seperti adanya peristiwa luar biasa dan perubahan kebijakan akuntansi. Jumlah-jumlah yang disebabkan karena
22
adanya peristiwa luar biasa atau perubahan kebijakan tersebut harus dieliminasi dari laporan keuangan sebelum dilakukan proses reviu.
c.
Pelaporan Reviu Dalam pelaksanaan reviu, aparat pengawasan intern membuat kertas kerja yang seharusnya memuat hal-hal berikut ini: 1) Kertas kerja penelusuran angka-angka pos laporan keuangan 2) Daftar pertanyaan reviu dan kertas kerja permintaan keterangan. 3) Kertas kerja prosedur analitik. 4) Masalah yang tercakup dalam permintaan keterangan dan prosedur analitik. 5) Masalah yang dianggap tidak biasa oleh aparat pengawasan intern selama melaksanakan reviu, termasuk penyelesaiannya. Kertas kerja ini menjadi dasar untuk pembuatan laporan hasil reviu dan “Pernyataan Telah Direviu” oleh aparat pengawasan intern. Laporan hasil reviu memuat masalah yang terjadi dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan, rekomendasi untuk pelaksanaan koreksi, dan koreksi yang telah dilakukan oleh entitas yang direviu. Hasil pelaksanaan reviu dituangkan dalam “Pernyataan Telah Direviu”, yang menyatakan bahwa: 1) Reviu
dilaksanakan
sesuai
dengan
Pemerintahan dan peraturan terkait.
Standar
Akuntansi
23
2) Semua informasi yang dimasukkan dalam laporan keuangan adalah penyajian manajemen entitas pelaporan tersebut. 3) Reviu terutama mencakup penelusuran angka-angka dalam laporan
keuangan,
permintaan
keterangan
kepada
para
pejabat/petugas yang terkait dan prosedur analitik yang diterapkan terhadap data keuangan. 4) Lingkup reviu jauh lebih sempit dibandingkan dengan lingkup audit yang tujuannya untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Dengan demikian, reviu tidak bertujuan untuk menyatakan pendapat seperti dalam audit. 5) Aparat pengawasan intern tidak menemukan adanya suatu modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar
laporan
tersebut
sesuai
dengan
Standar
Akuntansi
Pemerintahan. 6) Tanggal penyelesaian permintaan keterangan dan prosedur analitik yang dilakukan oleh akuntansi harus digunakan sebagai tanggal laporannya. Laporan hasil
reviu dan “Pernyataan Telah Direviu”
disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga terkait dalam rangka penandatanganan
Pernyataan
Tanggung
Jawab
(Statement
of
Responsibility). Laporan Keuangan yang direviu oleh aparat pengawasan intern harus disertai dengan “Pernyataan Telah Direviu”. Setiap halaman laporan keuangan yang telah direviu oleh aparat
24
pengawasan intern harus memuat pengacuan berupa kalimat “Lihat Pernyataan Telah Direviu Aparat Pengawasan Intern”. Prosedur lain yang dilaksanakan sebelum atau selama reviu tidak boleh diungkapkan dalam laporan audit. Apabila aparat pengawasan intern tidak dapat melaksanakan penelusuran angkaangka pos dalam laporan keuangan, pengajuan pertanyaan dan prosedur analitik yang dipandang perlu untuk memperoleh keyakinan terbatas yang seharusnya ada dalam suatu reviu, maka reviu dianggap tidak lengkap. Suatu reviu yang tidak lengkap bukanlah dasar yang memadai untuk menerbitkan laporan reviu dan/atau “Pernyataan Telah Direviu”.
d. Tindak Lanjut Apabila aparat pengawasan intern yang melakukan reviu menemukan
bahwa
terdapat
kekurangan,
kesalahan
dan
penyimpangan dari Standar Akuntansi Pemerintah dan peraturan lainnya, aparat pengawasan intern memberitahukan hal tersebut kepada entitas yang direviu. Entitas wajib menindaklanjuti hasil reviu dengan segera melakukan koreksi terhadap laporan keuangan dan menyampaikan hasil koreksi kepada aparat pengawasan intern. Dalam hal entitas tidak melakukan koreksi seperti yang diminta oleh aparat pengawasan intern, baik karena koreksi tidak dapat dilakukan dalam periode terkait atau kelalaian, maka aparat pengawasan intern dapat
25
menerbitkan “Pernyataan Telah Direviu” dengan paragraf penjelas yang
mengungkapkan
mengenai
penyimpangan
dari
Standar
Akuntansi Pemerintah dan peraturan terkait lainnya. Dengan demikian, laporan keuangan yang disampaikan ke Menteri Keuangan adalah laporan keuangan yang telah dikoreksi berdasarkan hasil reviu.
B. Pemeriksaan Keuangan Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sampai saat ini, BPK masih berpedoman kepada Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor 320).
1. Dasar Hukum Pemeriksaan Keuangan a.
Pasal 23 E ayat (1), Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia, Amandemen ke-3.
26
b.
Pasal 30 dan Pasal 31, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
c.
Pasal 59, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
d.
Pasal 56 ayat (3), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
e.
Pasal 6 ayat (1), Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
f.
Pasal 61 ayat (2) dan (3), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004.
g.
Peraturan Badan Pemeriksan Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.
2. Definisi Pemeriksaan Keuangan Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas
dan
keandalan
informasi
mengenai
pengelolaan
dan
tanggungjawab keuangan negara. Standar ketentuan yang mengatur kewajiban auditor untuk menggunakan dengan cermat dan seksama kemahiran profesionalnya dalam audit dan dalam penyusunan laporan audit. Standar menghendaki
27
diadakannya pemeriksaan secara kritis pada setiap tingkatan pengawasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan dan terhadap pertimbangan yang dibuat oleh siapa saja yang membantu proses audit. Auditor harus menggunakan pertimbangan profesional yang sehat dala menentukan standat yang diterapkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan. Keputusan auditor bahwa standar tertentu tidak dapat diterapkan dalam audit harus didokumentasikan dalam kertas kerja. Dalam situasi tertentu kemungkinan terjadi auditor tidak dapat mematuhi standar yang berlaku dan tidak dapat mengundurkan diri dari perikatan audit. Dalam situasi ini, auditor harus mengungkapkan dalam paragraf lingkup dalam laporan auditnya tentang tidak dipenuhinya standar yang berlaku, alasan yang mendasarinya, dan dampak yang diketahui atas tidak dipatuhinya standar yang berlaku terhadap hasil audit. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
28
3. Ruang Lingkup Pemeriksaan Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sehubungan dengan itu, kepada BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yakni: a.
Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
b. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan
kinerja
pengelolaan
keuangan
negara.
Tujuan
pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan
29
keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif. c.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.
4. Metodologi Pemeriksaan Berdasarkan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/K/I-XIII.2/5/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan, metodologi pemeriksaan keuangan terdiri dari tiga tahap pemeriksaan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Ukuran kinerja yang digunakan untuk menilai keberhasilan pemeriksaan keuangan adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, PMP, dan Harapan Penugasan. Selain itu, kegiatan supervisi dan pengendalian mutu dilakukan terhadap seluruh tahapan pemeriksaan keuangan. Secara ringkas, metodologi pemeriksaan sebagai berikut: a.
Perencanaan Langkah perencanaan pemeriksaan meliputi 10 langkah kegiatan, yaitu: (1) Pemahaman Tujuan Pemeriksaan dan Harapan Penugasan, (2) Pemenuhan Kebutuhan Pemeriksa, (3) Pemahaman atas Entitas, (4) Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
30
Sebelumnya, (5) Pemahaman atas Sistem Pengendalian Intern, (6) Pemahaman dan Penilaian Risiko, (7) Penetapan Materialitas Awal dan Kesalahan Tertoleransi, (8) Penentuan Metode Uji Petik, (9) Pelaksanaan Prosedur Analitis Awal, dan (10) Penyusunan Program Pemeriksaan dan Program Kegiatan Perseorangan.
b.
Pelaksanaan Langkah pelaksanaan pemeriksaan meliputi tujuh langkah kegiatan, yaitu: (1) Pelaksanaan Pengujian Analitis Terinci, (2) Pengujian Sistem Pengendalian Intern, (3) Pengujian Substantif Atas Transaksi & Saldo Akun, (4) Penyelesaian Penugasan, (5) Penyusunan Konsep Temuan Pemeriksaan, (6) Perolehan Tanggapan Resmi & Tertulis, dan (7) Penyampaian Temuan Pemeriksaan.
c.
Pelaporan Langkah pelaporan pemeriksaan meliputi lima langkah kegiatan, yaitu: (1) Penyusunan Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan, (2) Penyampaian Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Pejabat Entitas Yang Berwenang, (3) Pembahasan Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Pejabat Entitas Yang Berwenang, (4) Perolehan Surat Representasi, dan (5) Penyusunan Konsep Akhir dan Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan.
31
5. Opini Audit Laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya. Dalam laporan tersebut auditor menyatakan pendapatnya (opini). Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria, kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatutan terhadap
peraturan
perundang-undangan
dan
efektivitas
sistem
pengendalian intern. Berdasarkan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/K/I-XIII.2/5/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan, terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa dalam pemeriksaan keuangan. Opini tersebut antara lain: a.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan.
32
Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor. Kata wajar mempunyai makna: (1) bebas dari keragu-raguan dan ketidakjujuran, (2) lengkap informasinya. Pengertian wajar ini tidak terbatas pada jumlah-jumlah rupiah dan pengungkapan yang tercantum dalam laporan keuangan, namun meliputi pula ketepatan penggolongan informasi, seperti penggolongan aktiva atau utang ke dalam kelompok lancar dan tidak lancar, biaya usaha dan biaya diluar usaha. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, jika memenuhi kondisi berikut ini: 1) Prinsip akuntansi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan. 2) Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan. 3) Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya oleh digambarkan dan dijelaskan dengan cukup di dalam laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
33
b.
Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Opini “Wajar Dengan Pengecualian” menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai Standar Akuntansi, kecuali dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Hal-hal yang dikecualikan dinyatakan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat opini tersebut. Jika auditor menjumpai salah satu dari kondisi-kondisi berikut ini, maka ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit: 1) Lingkup audit dibatasi oleh klien. 2) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien maupun auditor. 3) Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 4) Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. Pendapat ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar. Dalam pendapat ini auditor menyatakan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar, tetapi ada beberapa unsur yang dikecualikan, yang
34
pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
c.
Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) Opini “Tidak Wajar” menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi. Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas klien. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberikan pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.
35
d.
Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of opinion) Opini “Tidak Dapat Menyatakan” Pendapat menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi. Ketidakyakinan tersebut dapat disebabkan oleh pembatasan lingkup pemeriksaan dan/atau terdapat keraguan atas kelangsungan hidup entitas. Alasan yang menyebabkan menolak atau tidak dapat menyatakan pendapat harus diungkapkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat opini tersebut. Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah: 1) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit. 2) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien. Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat tidak wajar (adverse opinion) adalah pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan auditor ini mengetahui adanya ketidakwajaran
laporan
keuangan
klien,
sedangkan
auditor
menyatakan tidak memberikan pendapat (no opinion) karena ia tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau karena ia tidak independen dalam hubungannya dengan klien.