BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Piutang Piutang memiliki peranan yang penting sebagai sumber pendapatan perusahaan selain kas. Beberapa ahli di bawah ini mengungkapkan pengertian dari piutang, yaitu : Menurut Hery (2011 : 36) mengungkapkan : Istilah piutang mengacu pada sejumlah tagihan yang akan diterima oleh perusahaan (umumnya dalam bentuk kas) dari pihak lain, baik sebagai akibat penyerahan barang dan jasa secara kredit (untuk piutang pelanggan yang terdiri atas piutang usaha dan memungkinkan piutang wesel), memberikan pinjaman (untuk piutang karyawan, piutang debitur yang biasanya langsung dalam bentuk piutang wesel, dan piutang bunga), maupun sebagai akibat kelebihan pembayaran kas kepada pihak lain (untuk piutang pajak). Menurut Subramanyam dan Wild (2010 : 274) mengungkap, ”Piutang (receivable) merupakan nilai jatuh tempo yang berasal dari penjualan barang atau jasa, atau dari pemberian pinjaman uang. Menurut
Kieso,
Weygandt,
Warfield
(2008
:
346)
mengungkapkan, ”Piutang (receivables) adalah klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya.” Menurut Warren, dkk (2006 : 404) mengungkapkan : Piutang (receivable) meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya. Piutang biasanya memiliki bagian yang signifikan dari total aktiva lancar perusahaan. Piutang mencakup nilai jatuh tempo yang berasal dari aktivitas seperti sewa dan bunga.
5
Berdasarkan pengertian tentang piutang di atas dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan bagian dari aset lancar yang berbentuk tagihan perusahaan kepada pihak lain yang pelunasannya akan diterima dalam bentuk uang atas penjualan barang dan jasa dalam kegiatan usaha normal perusahaan.
1.
Penggolongan Piutang Untuk tujuan pelaporan keuangan, piutang diklasifikasikan sebagai piutang lancar (jangka pendek) dan piutang tidak lancar (jangka panjang). (Kieso, dkk. 2008 : 346). a) Piutang Lancar (current receivables) diharapkan akan tertagih dalam satu tahun atau selama siklus operasi berjalan, mana yang lebih panjang. b) Piutang Tidak Lancar (Non Current Receivables). Menurut Hadri (2010 : 200) secara garis besar, piutang dapat digolongkan menurut : a) Ada dan tidak adanya dokumen tertulis yang menyatakan tentang kesanggupan untuk membayar sebagai bukti pendukung tagihan tersebut. b) Tujuan penyajiannya di dalam laporan keuangan, neraca pada khususnya. c) Sumber atau asal mula timbulnya piutang. Waluyo (2012 : 82) mengungkapkan jika ditinjau dari sumber terjadinya, piutang digolongkan menjadi dua kategori, yaitu :
6
a.
Piutang Usaha Piutang usaha (account receivable) meliputi piutang yang timbul karena adanya penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang ini seluruhnya dapat dimasukkan ke dalam aset lancar, dengan syarat jangka waktu penagihannya kurang dari satu tahun atau satu siklus usaha normal.
b. Piutang Lain-lain Piutang lain-lain (other receivable) timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang ini diharapkan akan direalisasikan dalam waktu satu tahun. Menurut Hery (2008 : 195-196) mengungkapkan bahwa dalam praktik, piutang pada umumnya diklasifikasikan menjadi : a) Piutang Usaha (Accounts Receivable) Yaitu jumlah yang akan ditagih dari pelanggan sebagai akibat penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang usaha memiliki saldo normal di sebelah debet sesuai dengan saldo normal untuk aktiva. Piutang usaha biasanya diperkirakan akan dapat ditagih dalam jangka waktu yang relatif pendek, biasanya dalam waktu 30 hingga 60 hari. Setelah ditagih, secara pembukuan, piutang usaha akan berkurang di sebelah kredit. Piutang usaha diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar (current asset).
7
b) Piutang Wesel (Notes Receivable) Yaitu tagihan perusahaan kepada pembuat wesel. Pembuat wesel disini adalah pihak yang telah berutang kepada perusahaan, baik melalui pembelian barang atau jasa secara kredit maupun melalui peminjaman sejumlah uang. Pihak yang berutang berjanji kepada perusahaan (selaku pihak yang diutangkan) untuk membayar sejumlah uang tertentu berikut bunganya dalam kurun waktu yang telah disepakati. Janji pembayaran tersebut ditulis secara formal dalam sebuah wesel atau promes (promissory note). Perhatikanlah baik-baik bahwa piutang wesel mengharuskan debitur untuk membayar bunga. c) Piutang Lain-lain (Other Receivable) Piutang
lain-lain
umumnya
diklasifikasikan
dan
dilaporkan secara terpisah dalam neraca. Contohnya adalah piutang bunga, piutang deviden (tagihan kepada investee sebagai hasil atas investasi), piutang pajak (tagihan perusahaan kepada pemerintah berupa restitusi atau pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak), dan tagihan kepada karyawan. Menurut Hadri (2010 : 200) menjelaskan bahwa untuk tujuan penyajian di dalam laporan keuangan, neraca pada khususnya, tagihan atau piutang dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
8
a) Piutang lancar, meliputi tagihan-tagihan yang diharapkan akan diterima pembayarannya dalam jangka waktu satu tahun sejak tanggal neraca atau lebih dari siklus operasi normal perusahaan. b) Piutang jangka panjang, meliputi tagihan-tagihan yang diharapkan akan derima pembayarannya dalam waktu lebih dari satu tahun.
2.
Pengakuan Piutang Usaha Menurut Hadri (2010 : 200) mengungkapkan tentang pengakuan piutang usaha sebagai berikut : Pencatatan atau pengakuan akan adanya piutang yang timbul dari transaksi penjualan secara kredit berkaitan erat dengan prinsip pengakuan (realisasi) pendapatan. Piutang usaha dan hasil penjualan sebagai pendapatan harus dicatat pada saat terjadinya penjualan. Piutang yang timbul dari transaksi penjualan atau penyerahan jasa secara kredit diakui dengan cara mendebit rekening piutang usaha dan mengkredit rekening penjualan atau pendapatan jasa. Sedangkan penerimaan kas atau pembayaran dari debitor diakui atau dicatat dengan cara mendebit rekening kas atau bank dan mengkredit rekening piutang usaha. Pengakuan piutang usaha tidak dapat dipandang secara terisolasi dari ketentuan pengakuan pendapatan, yang pada dasarnya mengacu pada prinsip realisasi (pendapatan).
9
Pada prinsipnya piutang usaha harus diakui pada saat yang sama dengan pengakuan hasil penjualan secara kredit sebagai pendapatan, yaitu pada saat berpindahnya hak milik atas barang dari penjual kepada pembeli atau pada saat aktivasi pengadaan jasa diselesaikan, dalam hal menyangkut transaksi penyerahan jasa secara kredit. Ayat jurnal yang perlu dibuat oleh penjual pada saat melakukan transaksi penjualan barang dagangan secara kredit, yaitu : Piutang Usaha
xxx
Penjualan
xxx
Ayat jurnal yang dibuat oleh penjual pada saat menerima kembali barang dagangan yang telah dijualnya secara kredit atau pada saat memberikan penyesuaian/pengurangan harga jual kepada pelanggannya, yaitu : Retur penjualan & penyesuaian harga jual
xxx
Piutang Usaha
xxx
Ayat jurnal yang akan dibuat oleh penjual pada saat menerima pembayaran utang dari pelanggan yang memanfaatkan potongan tunai (selama periode potongan) adalah sebagai berikut : Kas
xxx
Potongan Penjualan
xxx
Piutang Usaha
xxx
10
Sedangkan untuk perusahaan jasa, akun piutang usaha akan timbul apabila perusahaan belum menerima pembayaran atas jasa yang secara substansial telah selesai diberikan kepada pelanggan. Dalam hal ini, ayat jurnal yang perlu dibuat oleh pemberi jasa dalam pembukuannya adalah sebagai berikut : Piutang Usaha
xxx
Pendapatan Jasa
3.
xxx
Penilaian Piutang Menurut Sigit (2008 : 80) menjelaskan penilaian piutang usaha sebagai berikut : Piutang usaha disajikan di neraca sebesar nilai realisasi bersihnya, yaitu jumlah piutang bruto dikurangi dengan taksiran jumlah piutang tidak tertagih. Jumlah piutang yang tidak tertagih sering disebut kerugian piutang. Hal ini wajar dalam dunia usaha, apalagi bila penjualan dilakukan secara kredit. Pencatatan untuk kerugian piutang dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode yaitu : a) Metode Penghapusan Langsung Penggunaan metode ini ketika piutang usaha benar-benar diyakini tidak dapat ditagih lagi. Maka rekening Kerugian Piutang Usaha didebit dan rekening Piutang Usaha dikredit. Ayat jurnal untuk mencatat penghapusan piutang usaha : Kerugian Piutang Usaha Piutang Usaha
xxx xxx
11
b) Metode Penghapusan Tidak Langsung atau Metode Cadangan Menurut Hadri (2010 : 203) metode cadangan / estimasi merupakan metode yang masih mengasumsikan bahwa sebagian atau keseluruhan dari piutang tidak tertagih akan dapat diterima kembali pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, anggapan terhadap piutang tidak tertagih masih merupakan sebuah estimasi atau taksiran dimana pada masa yang akan datang masih bisa tetap ditagih. Apabila terdapat piutang tidak tertagih, diakhir tahun periode akuntansi akan dijurnal dengan cara mendebitkan “Beban Piutang Tidak Tertagih” dan mengkredit “Cadangan Piutang Tidak Tertagih”. Secara jurnal maka akan terlihat sebagai berikut : Beban Piutang Tidak Tertagih Cadangan Piutang Tidak Tertagih
4.
xxx xxx
Pengertian Perputaran Piutang Salah satu cara untuk menilai berhasil tidaknya kebijakan penjualan kredit yang dilaksanakan oleh perusahaan dapat dilakukan dengan melihat perputaran piutang. Berikut penilaian beberapa ahli mengenai perputaran piutang. Kasmir (2010, 176) mengungkapkan : Perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode.
12
Sedangkan menurut Stice et al. yang diterjemahkan oleh Akbar (2009, 798): Perputaran piutang menggambarkan rata-rata jumlah penjualan dibagi siklus penagihan yang dilaksanakan perusahaan selama tahun berjalan. Semakin tinggi perputaran, semakin cepat periode penagihan piutang Jadi perputaran piutang menurut penulis adalah perbandingan antara penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan dengan rata-rata piutang dalam periode satu tahun. Menurut Lukman Syamsudin, (2007 : 254) mendefinisikan perputaran piutang sebagai berikut : Penjualan Bersih Perputaran Piutang = Rata – Rata Piutang Semakin tinggi rasio perputaran piutang menandakan bahwa modal yang digunakan oleh perusahaan semakin efisien, dalam hal ini perusahaan mampu mengelola piutangnya dengan baik.
Untuk rata-rata piutang dapat digunakan rumus sebagai berikut : Piutang Awal Tahun + Piutang Akhir Tahun Rata - Rata Piutang = 2
13
Untuk rata – rata pengumpulan piutang dapat menggunakan rumus : 365 Rata – Rata Pengumpulan Piutang
=
---------------------Perputaran Piutang
Keefektifan kebijaksanaan penjualan kredit suatu perusahaan tidak cukup hanya dilihat dari tingkat perputaran piutang, tetapi juga perlu dikaitkan dengan hari rata-rata pengumpulan piutang.
B. Pengertian Persediaan Menurut Zaki Baridwan (2009 : 149), “Persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan dijual.” Persediaan menurut Hendra S.(2009 : 120) adalah: Segala persediaan barang-barang yang dimiliki perusahaan dimaksudkan untuk menjadi objek usaha pokok perusahaan yang digunakan/ dijual dalam suatu periode opersiaonal kurang dari satu tahun, dalam rangka memperoleh suatu keuntungan di kemudian hari. Ikatan Akuntansi Indonesia melalui Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 tahun 2009 paragraf 03 mendefinisikan Persediaan sebagai Aktiva yang : a) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. b) Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau c) Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
14
Kemudian dijelaskan juga pada PSAK No. 14 tahun 2009 paragraf 4, bahwa : Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya: barang dagang yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakup barang jadi yang telah diproduksi perusahaan dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Jadi persediaan menurut penulis adalah barang yang dimiliki perusahaan baik dengan pembelian secara tunai maupun piutang yang dimaksudkan untuk diolah kembali menjadi barang jadi untuk mendapatkan nilai tambah (added value) dari barang tersebut. Dalam perusahaan industri, persediaan sangat berpengaruh pada kelancaran proses produksi oleh karena itu pembelian bahan baku harus dikelola dengan baik agar laba yang dihasilkan maksimal. Persediaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan produksi dapat mengakibatkan : 1.
Tingginya biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang
2.
Ditinjau dari segi pembelanjaan adalah kurang efektif karena banyaknya modal yang menganggur.
3.
Perputaran persediaan yang lambat mengakibatkan banyaknya aset (persediaan) perusahaan yang menganggur.
1.
Metode Pencatatan Persediaan Menurut Zaki Baridwan (2009 : 150) terdapat beberapa macam metode pencatatan persediaan, yaitu:
15
a) Metode Fisik (Physical Inventory Method ) Dalam metode ini hanya tambahan persediaan bahan saja yang dicatat sedang mutasi berkurangnya bahan tidak dicatat untuk mengetahui
bahan baku yang diperoleh , harus menghitung
persediaan bahan baku digudang pada akhir periode akuntansi. Harga pokok persediaan awal ditambah Harga pokok pembelian dikurang Harga pokok persediaan akhir
yang ada digudang
merupakan biaya bahan baku yang dipakai selama periode akuntansi. b) Metode Mutasi Persediaan ( Perpetual Inventory Method) Dalam metode ini setiap mutasi dicatat
dalam kartu
persediaan. Pembelian dicatat dalam kolom Beli di kartu persediaan, pemakaian dicatat
dalam kolom pakai di kartu persediaan dan
jumlah bahan yang tersedian digudang dapat dilihat dalam kolom sisa di kartu persediaan.
2.
Metode Penilaian Persediaan Melihat dari jumlah yang cukup besar dalam mengeluarkan anggaran untuk persediaan, maka dapat perlu dilakukan penilaian dalam persediaan tersebut. Beberapa metode penilaian menurut Zaki Baridwan (2009 : 158) diantaranya : a.
Metode Harga Pokok 1) Pertama Masuk Pertama Keluar (FIFO)
16
Metode ini
didasarkan anggapan bahwa bahan yang
pertama kali dipakai dibebani dengan harga perolehan persatuan
dari bahan yang
pertama kali masuk kegudang
bahan,atau harga perolehan bahan persatuan yang pertama kali masuk kegudang
bahan akan digunakan untuk menentukan
harga perolehan persatuan bahan yang pertama kali disusul harga
perolehan per satuan bahan
yang dipakai pertama
kali ,disusul harga perolehan persatuan yang masuk berikutnya. 2) Metode Terakhir Masuk , Pertama Keluar (LIFO) Metode ini berdasarkan anggapaan bahwa bahan yang pertama kali dipakai dibebani dengan harga perolehan persatuan bahan
dari yang terakhir masuk ,disusul dengan harga
perolehan bahan persatuan
yang masuk sebelumnya
dan
seterusnya. 3) Metode Rata-Rata (Weighted Average Method) Pada metode ini dengan pencatatan fisik menghitung rata-rata harga perolehan persatuan bahan sebagai berikut:
Harga perolehan Rata - rata persatuan
=
(X1 x P1) + (X2 x P2) +.......+(Xn x Pn) X1 + X2 + .......+ Xn
Didalam kartu kartu persediaan dengan metode ini setiap terjadi tambahan bahan dan ada bahan yang dipakai memiliki harga perolehan persatuan bahan yang paling baru.
17
4) Metode Identifikasi Khusus Metode identifikasi khusus didasarkan pada anggapan bahwa arus barang harus sama dengan arus biaya. Identifikasi khusus biaya adalah atribusi biaya barang tertentu yang dapat diidentifikasikan
dalam
persediaan,
cara
ini
merupakan
perlakuan yang sesuai bagi barang yang dipisahkan untuk proyek khusus, baik yang dibeli maupun yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan pemisahan terhadap tiap-tiap jenis barang berdasarkan
harga
pokoknya
dan
untuk
masing-masing
kelompoknya dibuat kartu persediaan tersendiri, sehingga masing-masing jenis barang harga pokoknya dapat diketahui. Harga pokok penjualan terdiri dari harga pokok barang-barang yang dijual dan sisanya merupakan persediaan akhir. Metode identifikasi khusus biasanya diterapkan pada perusahaan yang barang dagangannya mahal harganya tetapi jumlah yang jenisnya terbatas, sehingga dapat diidentifikasi dengan jelas sejak barang dibeli hingga barang terjual kembali. Metode ini adalah metode yang ideal, karena persediaan akhir dan harga pokok penjualan dapat ditentukan dengan harga pokok perolehan sesungguhnya, tetapi disisi lain metode ini memberikan
peluang
kepada
pihak
manajemen
untuk
memanipulasi laba bersih.
18
5) Metode Taksiran Pada
sistem
perpetual,
perubahan
harga
pokok
persediaan dari hari ke hari dicatat dalam rekening persediaan. Dengan demikian, harga pokok penjualan selama satu periode dan harga pokok persediaan pada akhir periode mudah ditentukan. Adapun pada sistem fisik, perubahan harga persediaan hanya dicatat apabila terdapat pembelian, tetapi perubahan sebagai akibat dari transaksi penjualan tidak dicatat. Harga pokok persediaan juga tidak dicatat setiap terjadi penjualan, dengan demikian harga pokok persediaan pada akhir periode atau tanggal tertentu tidak dapat diketahui, kecuali setelah dilakukan perhitungan fisik persediaan. Pada perusahaan-perusahaan tertentu atau suatu kondisi tertentu, penetapan secara fisik ini bila tidak dilakukan modifikasi akan memakai biaya yang cukup besar. Jika perusahaan
menghendaki
penentuan
nilai
harga
pokok
persediaan setiap akhir pekan yang berarti mengharuskan perusahaan untuk melakukan perhitungan fisik. Perhitungan fisik yang dilakukan setiap akhir pekan adalah tidak mungkin dari sudut pandang biaya dan waktu untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu prosedur tertentu dengan biaya yang relatif murah dan prosesnya cepat dalam melakukan penilaian persediaan pada akhir pekan, tanpa
19
perlu melakukan perhitungan fisik. Prosedur yang dimaksudkan adalah dengan cara melakukan penaksiran, tetapi menghasilkan informasi yang handal dan nilai yang dihasilkannya pun diharapkan tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan fisik. Kebutuhan untuk melakukan penaksiran persediaan pada umumnya timbul dalam perusahaan yang menggunakan sistem persediaan fisik, karena tidak tersedianya catatan persediaan yang terinci. Dalam penaksiran persediaan ada dua metode yang dapat digunakan untuk melakukan penaksiran jumlah persediaan pada tanggal tertentu, yaitu: a) Metode Laba Kotor Menurut Zaki Baridwan (2009 : 196), untuk menentukan jumlah persediaan dengan metode laba kotor, biasanya dilakukan dalam keadaan sebagai berikut : − Menaksir jumlah persediaan barang yang diperlukan dalam menyusun laporan jangka pendek, dimana perhitungan fisik tidak mungkin dijalankan. − Untuk menaksir jumlah persediaan barang yang rusak karena terbakar dan menentukan jumlah barang sebelum terjadinya kebakaran. Dalam keadaan seperti ini, metode laba kotor dapat digunakan bila sebagian catatan-catatan yang diperlukan ada dan tidak musnah terbakar.
20
− Untuk mengecek jumlah persediaan yang dihitung dengan cara-cara lain, disebut test laba bruto. − Untuk menyusun taksiran harga pokok penjualan, persediaan akhir, dan laba kotor, penaksirannya dihitung setelah dibuat budget penjualan. b) Metode Harga Eceran (Retail Inventory Method) Menurut Zaki Baridwan (2009 : 198), metode harga eceran biasanya digunakan dalam toko-toko yang menjual barang secara eceran, termasuk toko serba ada. Dalam perusahaan-perusahaan seperti itu biasanya digunakan metode fisik untuk pencatatan persediaan karena metode buku akan menimbulkan banyak pekerjaan. Metode harga eceran ini memungkinkan dihitungnya jumlah persediaan akhir tanpa mengadakan perhitungan fisik. Metode harga eceran bisa digunakan untuk: − Menaksir jumlah persediaan barang untuk penyusunan laporan keuangan jangka pendek. − Mempercepat perhitungan fisik, karena jumlah yang dihitung itu dicantumkan dengan harga jualnya, maka untuk mengubahnya ke harga pokok ialah dengan mengalikannya dengan persentase harga pokok tanpa perlu memperhatikan masing-masing fakturnya.
21
− Mutasi
barang
dapat
diawasi
yaitu
dengan
membandingkan hasil perhitungan fisik yang dinilai dengan harga jual dengan hasil perhitungan dari metode harga eceran.
3.
Model-Model Pengendalian Persediaan a.
Model Pengendalian Deterministik Model pengendalian deterministik adalah model yang menganggap semua parameter telah diketahui dengan pasti. Untuk menghitung pengendalian persediaan digunakan metode EOQ (Economic Order Quantity), yang merupakan model persediaan yang sederhana.
Model
ini
bertujuan
untuk
menentukan
ukuran
pemesanan yang paling ekonomis yang dapat meminimasi biayabiaya dalam persediaan. Model-model lain yang dapat digunakan untuk pengendalian persediaan deterministik antara lain: Production Order Quantity (POQ), Quantity Discount, Economic Lot Size (ELS), dan Back Order Inventory. b.
Model Pengendalian Probabilistik Model pengendalian probabilistik digunakan apabila salah satu dari permintaan, lead time atau keduanya tidak dapat diketahui dengan pasti. Suatu hal yang harus diperhatikan dalam model ini adalah adanya kemungkinan stock out yang timbul karena
22
pemakaian persediaan bahan baku yang tidak diharapkan atau karena waktu penerimaan yang lebih lama dari lead time yang diharapkan.Untuk menghindari stock out perlu diadakan suatu fungsi persediaan pengaman yaitu suatu persediaan tambahan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya stock out. Dalam model probabilistik yang menjadi hal pokok adalah analisis perilaku persediaan selama lead time. Karena pada kondisi ini, lead time dan demand bersifat probabilistik, maka akan ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi: 1) Tingkat demand konstan, namun periode waktu datangnya pesananan (lead time) berubah 2) Lead time tetap sementara demand berubah 3) Demand dan lead time berubah Metode yang digunakan untuk pengendalian persedian probalistik adalah: 1) Sistem Q (Continuous Review Method) Sistem
Q
memecahkan
persoalan
persediaan
probabilistik dengan memandang bahwa posisi barang yang tersedia di gudang sama dengan posisi persediaan barang pada sistem determistik dengan menambahkan cadangan pengaman (Safety Stock). Pada prinsipnya sistem ini adalah hampir sama dengan model inventory probabilistik sederhana kecuali pada tingkat pelayanannya. Kalau pada model inventory probabilistik
23
sederhana tingkat pelayanan ditetapkan sedangkan dalam Sistem Q tingkat pelayanan akan dicari optimalisasinya. Pada sistem Q ini setiap kali pemesanan dilakukan dalam jumlah lot pesanan yang sama (karena itu disebut metode Q). Untuk memudahkan implementasinya, sering digunakan visual review system dengan metode yang disebut Two Bin System. 2) Sistem P (Periodic Review Method) Sistem pengendalian dengan sistem P adalah suatu sistem pengendalian persediaan yang jarak waktu antar dua pesanan adalah tetap. Persediaan pengaman dalam sistem ini tidak hanya dibutuhkan untuk meredam fluktuasi permintaan selama lead time, tetapi juga untuk seluruh konsumsi persediaan. Pada sistem P ini setiap kali pesan jumlah yang dipesan sangat bergantung pada sisa persediaan pada saat periode pemesanan tercapai; sehingga setiap kali pemesanan dilakukan, ukuran lot pesanan tidak sama. Permasalahan pada sistem P ini adalah terdapat kemungkinan persediaan sudah habis sebelum periode pemesanan kembali belum tercapai. Akibatnya, safety stock yang diperlukan relatif lebih besar. Metode P relatif tidak memerlukan proses administrasi yang banyak, karena periode pemesanan sudah dilakukan secara periodik. Untuk memudahkan implementasinya, digunakan
24
visual review system dengan metode yang disebut One Bin System
4.
Departemen-Departemen
yang
terkait
dengan
Pengelolaan
Persediaan Kegiatan pengelolaan persediaan bahan baku dilaksanakan oleh beberapa bagian dalam perusahaan. Bagian-bagian yang terkait sebagaimana yang dikutip oleh George dan William (2004 : 350) : a.
Bagian Pembelian Fungsi dari Departemen Pembelian adalah memlilih pemasok dan mengatur jangka waktu dan pengiriman. Bagian pembelian ini mempunyai wewenang untuk menolak permintaan pembelian karena anggaran yang tidak mencukupi, kurangnya otorisasi atau karena alasan
lainnya.
Permintaan
pembelian
akan
diubah
atau
dikembalikan ke departemen yang membuatnya untuk dimodifikasi. Bagian pembelian memilih pemasok dan kemudian menyiapkan pesanan pembelian untuk suatu permintaan. Tembusan dikirim ke pemasok. Utang dagang, departemen yang membuat (gudang), dan departemen penerimaan, masing-masing memiliki akses ke pesanan pembelian ke pelanggan untuk mengakui penerimaan pesanan. Depertemen yang membuat diberi tahu bahwa pesanan pembelian telah dibuat dan diperiksa untuk melakukan verifikasi kelayakan kebutuhan yang diidentifikasikan dalam permintaan pembelian.
25
b.
Bagian Penerimaan Bagian penerimaan memiliki akses ke pesanan pembelian dan
mencocokannya
dengan
penerimaan
untuk
menerima
pengiriman dari pemasok ketika barang telah dikirimkan. Prosedur penerimaan harus punya peranan independen untuk menghitung pengiriman dan menyiapkan laporan penerimaan. c.
Bagian Gudang Departemen
penyimpanan
menyetujui
penerimaan
pengiriman dari bagian penerimaan dengan mendatangkan laporan penerimaan dan kemudian melanjutkan utang dagang. Jika barang langsung dikirim ke departemen yang meminta dan bukan ke departemen penyimpanan, supervisor departemen yang meminta mengakui penerimaan pada laporan penjualan dan melanjutkan ke utang dagang. Verifikasi penerimaan pembelian adalah ciri pengendalian dari proses bisnis procurement. d.
Bagian Akuntansi Utang dagang bertanggungjawab untuk memulai pembayaran ke pemasok. pembelian,
Empat dokumen permintaan pembelian, pesanan laporan
penerimaan
dan
faktur
tersedia
untuk
mendokumentasikan transaksi pembelian. Untuk mendukung proses pembelian ini, perusahaan akan menggunakan dokumen-dokumen di bawah ini :
26
1) Surat Permintaan Pembelian Dokumen ini merupakan formulir yang diisi oleh bagian gudang untuk meminta bagian pembelian melakukan pembelian pembelian bahan baku dengan jenis, jumlah, spesifikasi dan mutu seperti yang dibuat dalam surat tersebut. 2) Surat Permintaan Penawaran Harga Dokumen ini dibuat oleh bagian pembelian untuk meminta daftar harga dari supplier. Yaitu surat pesanan pelmbelian dibuat oleh bagian pembelian dan dikirimkan pada Supplier bahan baku. Dokumen ini berisi permintaan kepada supplier untuk mengirim bahan baku. a) Laporan Penerimaan Barang Dokumen ini dibuat oleh bagian penerimaan barang untuk manunjukkan bahwa bahan baku yang diterima dari supplier telah memenuhi kuantitas dan mutu seperti yang tercantum dalam surat order pembelian. b) Bukti Kas Keluar Bukti kas keluar adalah dokumen yang dibuat oleh fungsi pencatatan
utang
untuk
dasar
pencatatan
transaksi
pembelian. Dokumen ini juga berfungsi sebagai perintah pengeluaran kas untuk pembayaran utang kepada supplier dan yang sekaligus berfungsi sebagai surat pemberitahuan kepada kreditur mengenai maksud pembayaran.
27
Dilihat dari sistem wewenang dan prosedur pencatatan a.
Bagian pembelian harus terpisah dari bagian penerimaan barang. Pemisahan kedua fungsi ini dimaksudkan untuk menciptakan pengecekan intern (intern check) terhadap transaksi pembelian.
b.
Bagian pembelian harus terpisah dari bagian akuntansi. Dalam sistem pembelian fungsi akuntansi yang melaksanakan pencatatan utang
dan pembelian persediaan barang harus dipisahkan dari
bagian yang melaksanakan transaksi pembelian. c.
Bagian penerimaan barang harus terpisah dari bagian penyimpanan barang. Bagian penerimaan barang merupakan pemberi otorisasi yang bertanggung jawab atas penyimpanan bahan baku yang telah dinyatakan diterima oleh bagian penerima.
5.
Sistem Pengendalian Persediaan Terlihat dari banyaknya anggaran yang dikeluarkan untuk membeli persediaan baik di perusahaan dagang maupun manufaktur, maka dibutuhkan suatu sistem pengendalian persediaan (inventory control system). Menurut Brigham damn Houston (2006 : 164) terdapat beberapa sistem pengendalian persediaan baik secara sederhana maupun kompleks :
28
a) Metode Garis Merah (Red Line Methode) Dalam
metode
ini
proses
pengendalian
persediaan
menggunakan sebuah garis merah yang digambarkan di sekitar bagian dalam wadah penyimpanan persediaan sebagai inidikasi tingkat titik pemesanan ulang. b) Metode Dua Wadah (Two Bin Method) Sistem prosedur pengendalian persediaan dimana pemesanan akan dilakukan ketika salah satu dari dua wadah yang menyimpan persediaan kosong. c) Sistem Terkomputerisasi (Computerized Inventory Control System) Sistem Terkomputerisasi ini merupakan suatu sistem pengendalian persediaan dimana komputer digunakan untuk menentukan
titik
pemesanan
ulang
dan
untuk
melakukan
penyesuaian terhadap saldo persediaan. d) Sistem Just In Time Suatu sistem pengendalian persediaan dimana perusahaan manufaktur mengkoordinasi produknya dengan para pemasok sehingga bahan-bahan baku atau komponen diterima tepat pada saat mereka dibutuhkan di dalam proses produksi. e) Sistem Out-sourcing Dalam
sistem
pengendalian
out-sourcing,
perusahaan
membeli komponen dari perusahaaan lain daripada memproduksinya
29
sendiri dikarenakan biaya untuk memproduksi komponen tersebut lebih rendah. 6.
Tujuan Pengukuran Persediaan Dalam pelaksanaannya tujuan dari pengukuran persediaan yang dilakukan yaitu : a.
Untuk menandingkan biaya (matching cost) terhadap pendapatan yang berkaitan, sehingga dihasilkan laba, proses ini merupakan tujuan dasar akuntansi tradisional. Penekanan pada perhitungan laba bersih yang didasarkan kepada pendapatan pada saat penjualan memerlukan adanya alokasi biaya ke periode dimana pendapatan dilaporkan yaitu Harga Pokok Penjualan. Sedangkan nilai persediaan yang belum terjual akan dibawa ke periode berikutnya dalam laporan keuangan perusahaan. Jadi dalam proses pengukuran laba sangat mirip dengan ciri-ciri umum pada penilaian pembayaran beban dimuka dan aktiva tetap atau disebut penangguhan expenses, yaitu atas dasar harga input, kemudian untuk menentukan nilai Harga Pokok Penjualan dapat juga dilakukan melalui perhitungan yang lazim digunakan dalam persediaan. Namun demikian dalam keadaan tertentu persediaan dinilai berdasarkan harga jual (output values) untuk memperoleh penilaian laba.
b.
Untuk
menyajikan
nilai
barang-barang
perusahaan
didalam
komponen neraca (laporan keuangan).
30
c.
Membantu investor untuk memprediksi arus kas dikemudian hari, yaitu dipandang dari jumlah persediaan yang akan dijual kemudian hari dan akan mempengaruhi arus kas kas keluar. Jadi menurut pendapat penulis dari beberapa tujuan pengukuran
persediaan di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran persediaan dalam suatu perusahaan bertujuan untuk mengetahui persediaan akhir yang tersisa sehingga dapat diketahui pembelian persediaan untuk kebutuhan produksi di masa yang akan datang, selain itu juga pengukuran bertujuan untuk mengetahui perkiraan laba rugi yang diperoleh karena pengeluaran terbesar dari perusahaan adalah dari persediaan baik bahan baku, setengah jadi dan barang jadi.
7.
Pengertian Perputaran Persediaan Persediaan merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus-menerus mengalami perubahan. Karena persediaan selalu mengalami perubahan, maka perusahaan perlu mengadakan evaluasi terhadap persediaan yang dimiliki. Evaluasi ini akan membantu pihak
perusahaan
dalam
melakukan
analisa
persediaan
dengan
mengetahui tingkat perputarannya. Banyak pendapat tentang bagaimana cara mengukur tingkat perputaran persediaan yang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama. Menurut Munawir (2007 : 77), perputaran persediaan adalah “rasio
31
antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki perusahaan”. Sedangkan menurut Kasmir (2008 : 180), adalah sebagai berikut: “Perputaran persediaan adalah rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan (inventory) ini berputar dalam satu periode.” a.
Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) Untuk mengevaluasi posisi persediaan dapat digunakan dengan cara menghitung turnover atau tingkat perputaran dari persediaan. Rasio ini dapat diperoleh dengan membandingkan antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan menunjukkan berapa kali jumlah barang dagangan diganti (dijual). Perputaran persediaan menurut (Toto, 2010 : 120) dapat dihitung dengan : Harga Pokok Penjualan Perputaran Persediaan = Persediaan rata-rata
Persediaan Awal + Persediaan Akhir Persediaan Rata-Rata = 2 Rasio ini menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam inventory berputar dalam suatu periode . Perputaran persediaan ini menunjukkan berapa kali jumlah persediaan barang dagang diganti dalam satu tahun, semakin rendah rasio ini berarti
32
masih banyak stock yang belum terjual sehingga terjadi pemborosan biaya modal. b.
Hari Rata-Rata Barang Disimpan (Average Day’s Inventory) Rasio ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang periode penahanan persediaan rata-rata atau periode rata-rata barang tersimpan dalam gudang. Dengan mengetahui turnovernya dapat ditentukan hari rata-rata penjualannya atau hari rata-rata barang disimpan di dalam gudang, yaitu dengan membatasi hari dalam satu tahun persediaan rata-rata. Persediaan rata-rata Hari Rata-Rata Barang Disimpan =
x 365 Harga Pokok Penjualan
Rasio ini menunjukkan hari rata-rata dana yang tertahan dalam persediaan barang di gudang. Semakin cepat atau semakin pendek hari rata-rata persedian akan memperkecil biaya modal sehingga semakin efisien dana yang tertahan dalam persediaan.
C. Pengertian Laba Bersih Salah satu tujuan penting organisasi yang berorientasi laba adalah untuk memperoleh laba. Oleh karena itu laba yang dicapai merupakan pengukur penting efisiensi dan efektifitas organisasi tersebut, sehingga laba dapat mengukur masukan (dalam bentuk beban yang diukur dengan biaya) dan keluaran (dalam bentuk pendapatan yang diperoleh). Oleh karena itu
33
pencapaian laba bersih dapat dijadikan sebagai tolak ukur efisiensi dan efektifitas. Berikut ini dikemukakan oleh beberapa ahli tentang laba bersih: 1.
Suwardjono (2008:464), mengungkapkan definisi laba bersih adalah laba setelah dikurangi berbagai pajak.
2.
Soemarso (2002:252), mengungkapkan definisi pencapaian laba bersih adalah selisih lebih semua pendapatan dan keuntungan terhadap semua biaya dan kerugian . Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa laba bersih
merupakan selisih antara pendapatan terhadap biaya – biaya yang dibebankan setelah dikurangi pajak, dan hal ini menunjukan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan. Agar laba bersih dapat tercapai dengan maksimal, maka perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan realisasi laba bersih dengan cara mengefisienkan biaya untuk memperkecil harga pokok penjualan, sehingga laba bersih akan mengalami peningkatan, serta bisa melebihi anggaran yang telah ditetapkan.
D. Penelitian Terdahulu Penulis mengambil judul penelitian ini berdasarkan hasil-hasil dari penelitian terdahulu yang digunakan sebagai perbandingan, sebagai berikut :
34
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. 1.
Nama Peneliti (Tahun) Ruli Ardiansyah (2012)
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh 1. Dari hasil analisis yang telah Perputaran Kas, penulis lakukan dapat disimpulkan Perputaran bahwa perputaran kas, perputaran Persediaan, piutang dan perputaran persediaan Perputaran berpengaruh signifikan terhadap Piutang terhadap ROA. Profitabilitas. 2. Secara signifikan perputaran piutang berpengaruh terhadap Perusahaan profitabilitas (ROA). Pertambangan 3. Melalui uji koefisien determinasi yang go public (R2) bahwa perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran di BEI. persediaan mampu mempengaruhi profitabilitas (ROA) sebesar 16,8% sedangkan sisanya sebesar 83,2% dipengaruhi oleh variabel lain.
2.
Sharleen Evania Hervan (2012)
Pengaruh perputaran piutang dan perputaran persediaan terhadap ROA. Perusahaan manufaktur yang go public di BEI.
3.
Nurlaelah (2013)
Pengaruh perputaran persediaan, perputaran piutang dagang dan perputaran
1. Melalui uji f diketahui bahwa hipotesis awal ditolak karena perputaran persediaan tidak mempengaruhi Return on Asset (ROA). 2. Sedangkan untuk perputaran piutang masih melalui uji f mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,172 yang berarti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Return on Asset (ROA). 1. Melalui uji t dihasilkan nilai signifikansi sebesar 0,014 hal ini berarti bahwa perputaran persediaan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan untuk perputaran piutang masih
35
hutang dagang terhadap profitabilitas Perusahaan Sektor retail yang go public di BEI.
melalui uji t dengan nilai signifikansi diketahui bahwa perputaran piutang tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA).
E. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis 1.
Pengaruh perputaran piutang terhadap laba bersih Penjualan perusahaan secara kredit kepada pelanggan akan menghasilkan piutang. Perputaran piutang yang tinggi dinilai semakin baik dalam pengembalian penjualan ke dalam kas, yang akan mempengaruhi laba bersih untuk perusahaan. Ha1 : terdapat pengaruh yang signifikan perputaran piutang terhadap laba bersih
2. Pengaruh perputaran persediaan terhadap laba bersih Persediaan barang merupakan salah satu asset yang penting bagi perusahaan dalam memenuhi permintaan pelanggan, persediaan barang juga harta yang paling banyak menggunakan sumber keuangan. Jika persediaan menumpuk dan tidak menghasilkan barang jadi yang yang dapat dijual kembali, hal ini akan mempengaruhi efektifitas keuangan salah satunya pengaruh terhadap laba bersih. Sehingga persediaan yang lebih cepat perputarannya akan menghasilkan laba bersih yang lebih besar. Ha2 : terdapat pengaruh yang signifikan perputaran persediaan terhadap laba bersih
36
Berorientasi pada landasan teori, maka dibuat suatu kerangka konseptual dimana terdapat faktor dependent (laba bersih) dan faktor independent (perputaran piutang dan perputaran persediaan) yang dapat mempengaruhi laba bersih. Dalam penelitian ini, penulis hanya akan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi laba bersih, dengan demikian penelitian mengambil variable yang tertera di bawah ini :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Independent
Perputaran Piutang
Dependent
H1
Laba Bersih Perputaran Persediaan
H2
37