BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kebugaran Tubuh Kebugaran tubuh adalah kemampuan tubuh untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan sehari hari tanpa kelelahan dan masih memiliki cukup tenaga bagi tubuh untuk melakukan kegiatan di waktu luang (Caspersen et al., 1985). Kebugaran tubuh memiliki beberapa komponen yaitu: 1) Ketahanan kardiorespirasi 2) Fleksibilitas 3) Keseimbangan 4) Kelincahan 5) Daya Ledak 6) Ketahanan Otot 7) Kekuatan 8) Strength endurance 9) Koordinasi (Tancred, 1995). Tabel 2.1 Uji komponen kebugaran tubuh (Mackenzie, 1997) Komponen Kebugaran Tubuh Uji Kelincahan Illinois Agility Test Keseimbangan Standing Stork Test Komposisi tubuh Skinfold Test Kebugaran Kardiorespirasi Multistage Fitness Test Fleksibilitas Sit and Reach Test Kebugaran otot NCF Abdominal Conditioning Test Daya ledak Standing Long Jump/ vertical jump Kecepatan Sprint 30 meter Kekuatan Handgrip Dynamometer Komponen paling penting dalam unsur Kebugaran tubuh adalah kebugaran Kardiorespirasi (Tancred, 1995).
5
6
2. Kebugaran Kardiorespirasi Ketahanan kardiorespiratori adalah salah satu komponen kebugaran tubuh, yaitu kemampuan dari sistem sirkulasi dan repirasi seseorang dalam mensuplai sumber tenaga selama aktifitas fisik secara terus menerus serta sumber tenaga untuk membuang produk produk hasil metabolisme akibat aktivitas tersebut. Ketahanan kardiorespirasi sering diukur dengan menggunakan VO2
maks
dimana VO2
maks
adalah kapasitas oksigen
maksimal yang dapat ditransportasikan dan digunakan oleh otot tubuh saat aktivitas fisik berlangsung (Gache, 2014). Kebugaran kardiorespirasi berhubungan erat dengan kesehatan seseorang. Kebugaran kardiorespirasi yang baik dapat meningkatkan sensivitas insulin, profil lemak darah dan lipoprotein, komposisi tubuh, mempengaruhi komposisi tubuh, inflamasi, dan tekanan darah serta sistem persarafan autonom. Resistensi insulin adalah penentu utama dari penyakit kardiovaskuler (cardiovasculer disease), khususnya pada individu yang mengalami obesitas dan kelebihan berat badan (Reaven, 2005). Kebugaran kardiorespirasi dapat dinilai dengan cara uji maksimal maupun uji submaksimal. Uji maksimal berarti seseorang didorong untuk melakukan serangkaian uji hingga mencapai titik maksimal konsumsi oksigen pada tubuhnya. Uji submaksimal seseorang dipacu tidak sampai batas maksimal pemakaian oksigen oleh tubuhnya (Yoke, 2014). Uji Maksimal ada dua macam yaitu uji diagnostik dan uji fungsional. Uji diagnostik berarti digunakan untuk menilai dan mendiagnosis kelainan
7
suatu penyakit kardiorespirasi. Uji diagnostik biasanya menggunakan lempeng EKG dalam menilai kondisi jantung seseorang, bisa juga menggunakan alat pengukur oksigen. penguji memiliki sertifikat standar untuk melakukan tes diagnostik ini. Tempat dilakukan harus di clinical setting (Yoke, 2014). Uji fungsional biasanya untuk menilai kemampuan dan kebugaran tubuh seseorang. Biasanya sering digunakan dalam penelitian. Keuntungan dari uji maksimal menurut Yoke (2014), adalah sebagai berikut: 1) Informasi yang lebih komplit didapatkan dari uji ini dibandingkan dengan uji submaksimal 2) Respon kardiorespirasi yang spesifik dapat tampak saat tubuh dipacu mencapai titik maksimal. Ini bermanfaat untuk melihat ada tidaknya kelainan jantung. Kelemahan dari uji ini adalah : 1) Memerlukan alat alat khusus yang biasanya mahal serta penguji yang terlatih dan bersertifikat. 2) Uji maksimal lebih beresiko dibanding uji submaksimal karena berhubungan dengan beban jantung yang besar. 3) Motivasi, yang menjadi unsur berpengaruh terhadap hasil penelitian, karena orang lebih memilih uji submaksimal, akibat lebih mudah dan tidak melelahkan.
8
Menurut Yoke (2014), Dasar dari uji submaksimal biasanya menggunakan denyut nadi, semakin seseorang memiliki kebugaran tubuh yang baik, maka semakin rendah denyut nadinya. Keuntungan dan kerugian uji submaksimal adalah sebagai berikut: Keuntungan uji submaksimal 1) Tidak mahal 2) Resiko tidak terlalu berbahaya 3) Alat alat khusus tidak diperlukan 4) Penguji tidak harus terlatih dan berpengalaman Kelemahannya adalah 1) Informasi kurang banyak didapatkan 2) Kurang akurat dibandingkan dengan uji maksimal Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan step test. Metode step test adalah metode dengan cara naik turun bangku dengan kecepatan tertentu dalam waktu tertentu. Metode step test ada beberapa protokol, yaitu protokol Kash, Astrand, Harvard, dan protokol Sharkey. Protokol Kash menggunakan bangku setinggi 30 cm sama antara laki laki dan perempuan ketinggian bangkunya. Metode ini menggunakan metronom yang disetel dengan kecepatan 96x/menit selama 3 menit. Protokol Harvard menggunakan bangku setinggi 45 cm untuk laki laki dan 43 cm untuk wanita. Metode ini metronom disetel dengan kecepatan 120x/menit selama 5 menit. Sedangkan metode Sharkey menggunakan bangku setinggi 40 cm untuk
9
laki laki dan 33 cm untuk wanita. Metronom disetel dengan kecepatan 90x/menit selama 5 menit. (Rusip, 2006). Protokol lainnya yang belum disebutkan adalah protokol Astrand. Protokol ini menggunakan bangku setinggi 40 cm untuk laki laki dan 33 cm untuk wanita. Metronom disetel dengan kecepatan 90x/menit selama 5 menit. Protokol ini mirip dengan Sharkey, tetapi letak perbedaannya adalah saat pengukuran, Astrand lansung diukur selama satu menit begitu naik turun bangku selesai. Sedangkan, Sharkey peserta duduk terlebih dahulu dan denyut nadi diukur selama 15 detik dari 15 detik setelah step test selesai hingga 30 detik hingga step test selesai (Druskins, 1993). 3. Volume Oksigen Maksimal Volume oksigen maksimal (VO2 maks) didefinisikan sebagai kecepatan tertinggi oksigen yang bisa diambil, didistribusikan dan digunakan oleh otot selama proses sintesis ATP secara aerobik (Whyte, 2006 ). Tubuh manusia memiliki nilai VO2
maks
yang berbeda beda, hal itu
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor faktor yang menentukan VO2 maks
adalah :
a.
Genetik Setiap individu memiliki rantai DNA (deoxyribonucleic acid) yang berbeda – beda. Variasi rantai DNA terjadi pada lebih dari 1% populasi
disebut
polimorfisme.
Polimorfisme
mempengeruhi
kapasitas performa setiap individu termasuk VO2 maks. Rantai DNA
10
yang berpengaruh pada VO2
maks
salah satunya adalah DNA
mitokondrial. DNA mitokondrial berisi gen yang megatur beberapa enzim yang berkaitan dengan konsumsi oksigen. Meski beberapa bukti menunjukkan bahwa kemampuan untuk menyampaikan oksigen ke otot lebih berperan dari pada kemampuan otot untuk menggunakan oksigen namun fungsi mitokondria tetap berkaitan dengan VO2 maks (Brearley dan Zhou, 2006). b. Usia Nilai VO2
maks
mengalami perubahan pada saat pertambahan
usia. Pada masa anak – anak, nilai VO2 maks lebih rendah dari pada usia remaja. Hal tersebut berkaitan dengan kematangan organ vital yang belum sempurna. Setelah memasuki masa remaja, nilai VO2 maks
akan mengalami kenaikan. Pada usia dewasa muda yakni 25 –
27 tahun, nilai VO2
maks
akan mencapai nilai paling tinggi. Setelah
melewati masa dewasa muda, nilai VO2
maks
akan mengalami
penurunan seiring dengan penuaan. Seiring penuaan, fungsi sistem respirasi akan mengalami penurunan dikarenakan berkurangnya elastisitas paru dan kekuatan otot pernafasan (Robergs dan Robert, 2000). c.
Jenis Kelamin Pada wanita, nilai VO2
maks
relatif lebih rendah dari pria. Hal
tersebut dikarenakan pada wanita, organ vital seperti paru – paru dan jantung lebih kecil dibanding pada pria. Oleh karena itu, fungsi
11
ventilasi maksimal paru dan volume sekuncup jantung lebih rendah (Robergs dan Robert, 2000). d. Latihan Fisik Latihan fisik merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan serta penampilan fisik yang dilakukan secara sistematis, terprogram, terukur dan teratur (Harira et al., 2013). Dengan melakukan latihan fisik, kerja paru – paru seseorang akan lebih efisien sehingga udara yang diproses oleh paru lebih banyak dalam waktu yang sama. Orang yang mendapat latihan fisik yang cukup dapat memproses udara lebih banyak dari orang yang kurang mendapat latihan fisik hingga dua kali lipat (Harira et al., 2013). Oleh karena itu, semakin tinggi intensitas latihan fisik menyebabkan semakin tinggi nilai VO2 maks seseorang. Latihan fisik yang adekuat akan memberi pengaruh yang baik terhadap nilai VO2 maks.
Frekuensi latihan yang baik agar berdampak pada kebugaran seseorang adalah 3 – 5 kali dalam seminggu dengan waktu yang berselang (Harira et al., 2013).
12
e.
Pernapasan Semakin besar kapasitas vital paru semakin besar pula VO2 maks, karena semakin banyak oksigen yang dapat mengalami difusi di paru paru (Khasan et al., 2012).
f.
Sirkulasi Pada atlet yang terlatih terdapat perbedaan pada sistem sirkulasinya dibandingkan terhadap orang normal. Pada atlet, karena semakin besar VO2 maks-nya, maka akan semakin banyak oksigen yang diperlukan oleh otot, sehingga agar oksigen lebih mudah masuk dan digunakan oleh otot, pada atlet yang terlatih aliran darah / blood flow lebih cair daripada orang normal. Hal ini disebabkan karena latihan yang keras dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan hormon antidiuretik dan aldosteron yang menyebabkan darah lebih cair viskositasnya (Kravitz dan Dalleck, 2002).
g.
Otot Pada orang yang terlatih, ototnya lebih banyak mengandung enzim untuk metabolisme oksigen serta lebih banyak mitokondria di sel sel ototnya, sehingga lebih mudah menggunakan oksigen yang disuplai oleh darah dan kecepatan metabolisme oksigen lebih cepat (Kravitz dan Dalleck, 2002).
h. Berat Badan Tubuh yang memiliki komposisi lemak lebih banyak cenderung memiliki VO2
maks
yang secara relatif lebih rendah. Hal ini dapat
13
dijelaskan karena besar lemak tidak mempengaruhi kecepatan tubuh menggunakan oksigen, tetapi menaikkan nilai berat badan. Akibatnya VO2 maks secara relatif lebih rendah (Khasan et al., 2012). i.
Lingkungan Orang yang hidup di dataran tinggi lebih besar nilai VO2
maks-
nya dari orang yang hidup di dataran rendah (Khasan et al., 2012)
Nilai VO2
maks
didapatkan dengan melakukan tes dengan bebebrapa
metode, ada metode dengan beban kerja maksimal (maximal exertion) dan ada metode dengan beban kerja submaksimal. Tes dengan beban kerja maksimal menggunakan tes olahraga yang .berjenjang dan progresif untuk mengatur kelelahan. Tes ini menentukan kebugaran kardiorespirasi bukan sekedar memprediksi nilai kebugaran kardiorespirasi. Tes ini dilakukan dengan
atau tanpa pengumpulan gas metabolik dan dilakukan di
laboratorium (ACSM, 2013). Pengukuran kemampuan kardiorespirasi terbaik adalah dengan beban kerja maksimal. Pengukuran secara langsung, yaitu dengan spirometer sirkuit terbuka atau tertutup (untuk mengumpulkan gas metabolik atau gas yang diekspirasikan) selama latihan dengan ergocycle dan treadmill di laboratorium. Namun cara ini tidak dapat dilakukan di lapangan, sehingga dilakukan uji tidak langsung menggunakan submaksimal seperti step test, ergocycle, dan treadmill. Menurut penelitian tidak ada perbedaan
14
signifikan antara tes dengan metode langsung dan tidak langsung (ACSM, 2013). Keputusan memilih uji submaksimal atau maksimal tergantung kepada beberapa alasan seperti ketersediaan alat, alasan dilakukan uji, dan resiko kepada subjek. Uji maksimal memaksa subjek untuk bekerja hingga kelelahan sehingga peralatan emergensi dan pengawasan medis perlu dipersiapkan (ACSM, 2013). Berikut adalah nilai normal untuk VO2 maks menurut masing – masing usia. Nilai VO2 maks dibedakan menjadi tingkatan tertentu antara lain : Very Poor, Poor, Fair, Good, Excellent and Superior (Heyward, 1997).
Tabel 2.2 Data normatif VO2 maks untuk wanita Age 13-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60+
Very Poor <35.0 <33.0 <31.5 <30.2 <26.1 <20.5
Poor 35.0 - 38.3 33.0 - 36.4 31.5 - 35.4 30.2 - 33.5 26.1 - 30.9 20.5 - 26.0
Fair 38.4 - 45.1 36.5 - 42.4 35.5 - 40.9 33.6 - 38.9 31.0 - 35.7 26.1 - 32.2
Good 45.2 - 50.9 42.5 - 46.4 41.0 - 44.9 39.0 - 43.7 35.8 - 40.9 32.3 - 36.4
Excelent 51.0 - 55.9 46.5 - 52.4 45.0 - 49.4 43.8 - 48.0 41.0 - 45.3 36.5 - 44.2
Superior >55.9 >52.4 >49.4 >48.0 >45.3 >44.2
Tabel 2.3 data normatif VO2 maks untuk laki laki Age 13-19
Very Poor <25.0
Poor 25.0-30.9
Fair 31.0-34.9
Good 35.0-38.9
Excelent 39.0-41.9
Superior >41.9
20-29
<23.6
23.6-28.9
29.0-32.9
33.0-36.9
37.0-41.0
>41.0
30-39
<22.8
22.8-26.9
27.0-31.4
31.5-35.6
35.7-40.0
>40.0
40-49
<21.0
21.0-24.4
24.5-28.9
29.0-32.8
32.9-36.9
>36.9
50-59 60+
<20.2 <17.5
20.2-22.7 17.5-20.1
22.8-26.9 20.2-24.4
27.0-31.4 24.5-30.2
31.5-35.7 30.3-31.4
>35.7 >31.4
15
4. Denyut Nadi Istirahat a. Definisi Denyut Nadi Istirahat Denyut nadi istirahat adalah denyut nadi saat seseorang bangun, pada kondisi lingkungan yang cenderung stabil, dan kondisi psikologis tidak terpengaruh stimulasi yang dapat membuat kaget, terkejut, dan membuat beban stres psikologi (Barnes et al., 2008). Denyut nadi istirahat adalah sejumlah denyut nadi yang terjadi dalam semenit saat seseorang tidak melakukan aktivitas apapun dan dalam keadaan istirahat (Lakowsky, 2015). Frekuensi denyut nadi istirahat yang normal untuk orang dewasa berkisar antara 60 sampai 100 denyut per menit. Umumnya, denyut jantung yang lebih rendah saat istirahat menandakan bahwa fungsi jantung lebih efisien dan lebih baik dalam memompakan darah sehingga kebugaran kardiovaskular lebih baik. Misalnya, seorang atlet terlatih mungkin memiliki normal denyut jantung istirahat lebih dekat ke 40 denyut setiap menit (Lakowsky, 2015). Denyut jantung istirahat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi paling utama adalah kebugaran tubuh dan kecepatan recovery. Gender juga mempengaruhi jumlah denyut nadi istirahat. Kebugaran tubuh seseorang mempengaruhi denyut nadi, semakin bugar kondisi tubuh seseorang, semakin rendah denyut nadinya. Ini disebabkan oleh semakin bugar seseorang, maka semakin besar ukuran
16
jantung dan semakin kuat otot jantung dalam memompakan darah ke seluruh tubuh. Akibatnya semakin sedikit jumlah denyut yang dibutuhkan untuk mengirimkan darah dalam jumlah yang sama ke seluruh tubuh (Benson dan Conolly, 2011). Faktor lainnya yang mempengaruhi jumlah denyut nadi adalah kecepatan recovery. Semakin cepat tubuh seseorang dalam recovery, maka akan semakin cepat pula jantung berdenyut di frekuensi normalnya. Saat setelah aktivitas fisik yang intens atau saat sakit, maka denyut tubuh manusia akan meningkat 5-10 denyut per menit saat istirahat dibanding saat tidak melakukan aktivitas fisik, akibatnya frekuensi denyut nadi dapat menjadi istirahat lebih tinggi (Benson dan Conolly, 2011). b. Fisiologi Denyut Jantung Denyut nadi istirahat adalah sejumlah denyut nadi yang terjadi dalam semenit saat seseorang tidak melakukan aktivitas apapun dan dalam keadaan istirahat (Lakowsky, 2015). Curah jantung bergantung pada volume sekuncup dan frekuensi denyut jantung. Penyesuaian frekuensi denyut jantung menjadi penting dalam mengatur tekanan darah dan curah jantung. Nodus sinus menginisiasi kontraksi jantung dengan kecepatan 100 denyut per menit. Tetapi, jaringan dalam tubuh membutuhkan aliran darah yang berbeda
beda,
misalnya
ketika
berolahraga,
jaringan
tubuh
memerlukan nutrisi dan oksigen yang lebih dari biasanya. Sehingga
17
pengaturan jumlah denyut nadi perlu dilakukan oleh tubuh (Tortora dan Derrickson, 2009). Frekuensi denyut jantung diatur oleh pusat kardiovaskuler tubuh, yaitu di medulla oblongata. Medulla oblongata ini menerima semua informasi dari resptor tubuh dan dari sistem pusat lainnya yaitu korteks serebral serta sistem limbik. Medulla oblongata mengatur frekuensi denyut jantung dengan mengatur pengeluaran impuls saraf simpatis dan parasimpatis (Tortora dan Derrickson, 2009). Bahkan sebelum aktivitas fisik dan olahraga dimulai, sistem limbik telah mengirim impuls untuk meningkatkan denyut jantung, sehingga denyut jantung menjadi lebih cepat. Ketika aktivitas fisik dijalankan, proprioseptor mengirim impuls dari otot otot dan alat gerak ke sistem pusat kardiovaskuler agar menjaga denyut jantung tetap tinggi. Baroreseptor mengirim impuls dari arkus aortikus dan arteri karotid yang dirangsang dengan perubahan aliran darah. Kemoreseptor juga mengirim impuls saraf ke pusat kardiovaskuler untuk meningkatkan denyut jantung bila dalam olahraga terjadi perubahan gas darah (Tortora dan Derrickson, 2009). Pengaruh saraf simpatis dalam meningkatan denyut nadi adalah akibat adanya pengaruh hormon norepinefrin yang dilepaskan sistem saraf simpatis itu sendiri. Hormon ini meningkatkan permeabilitas membran serabut saraf terhadap ion natrium dan kalsium. Hal ini menyebabkan potensial membran istirahat menjadi lebih positif
18
sehingga menyebabkan lebih mudah terjadinya self-excitation. Akibatnya, saraf simpatis mempercepat frekuensi denyut jantung (Guyton dan Hall, 2006). Peningkatan permeabilitas natrium-kalsium dalam berkas A-V dan nodus A-V akan membuat potensial aksi lebih mudah merangsang setiap berkas serabut berikutnya, sehingga akan menurunkan waktu konduksi dari atrium menuju ke ventrikel (Guyton dan Hall, 2006). Selain berfungsi untuk meningkatkan kecepatan denyut nadi, saraf simpatis juga berfungsi untuk meningkatkan kekuatan denyut jantung, karena peningkatan permeabilitas terhadap ion kalsium akan meningkatakan kekuatan denyut jantung dan kontraksi jantung pula (Guyton dan Hall, 2006). Pengaruh saraf parasimpatis adalah kinerja dari hormon asetilkolin yang dikeluarkannya, yaitu meningkatkan permeabilitas membran serabut terhadap ion kalium, sehingga mempermudah terjadinya kebocoran ion kalium dari serabut konduksi. Hal ini, akan meningkatakan kenegatifan dan terjadi hiperpolarisasi. Akibatnya serabut menjadi kurang peka dan akan memperlambat waktu untuk terjadinya eksitasi serbut dan nodus A-V (Guyton dan Hall, 2006). c. Faktor yang mempengaruhi denyut jantung 1) Usia Pada umumnya seseorang dalam keadaan sehat memiliki frekuensi denyut jantung berkisar 80 – 90 kali per menit. Frekuensi
19
denyut jantung berkurang secara progresif dari kelahiran (130 kali per menit), usia remaja (70 – 80 kali per menit) dan sedikit meningkat di usia tua (Kharnorkar, 2012). 2) Aktivitas fisik Secara fisiologis, jantung berdenyut sekitar 70 kali per menit saat istirahat. Denyut melambat (bradikardia) saat tidur dan semakin cepat (takikardia) oleh olahraga (Ganong, 2012). Seseorang yang beraktivitas, cenderung meningkat frekuensi denyut jantungnya, namun bagi yang terbiasa dengan latihan fisik seperti seorang atlet cenderung bradikardi berkisar 50 – 60 kali per menit karena adaptasi sistem kardiovaskular terhadap latihan fisik (Kharnorkar, 2012). 3) Suhu Peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung. Penyebabnya adalah panas yang dihasilkan dapat meningkatkan peningkatan permeabilitas otot jantung terhadap ion yang mengatur frekuensi denyut jantung menghasilkan proses perangsangan sendiri. Kekuatan kontraksi jantung meningkat seiring dengan peningkatan suhu tubuh saat berolahraga tetapi, peningkatan suhu tubuh yang lama dapat mengganggu sistem metabolik jantung sehingga menyebabkan kelemahan pada jantung (Guyton dan Hall, 2006).
20
Selain suhu tubuh, tingginya suhu lingkungan juga dapat mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Suhu lingkungan yang tinggi dapat meningkatkan denyut jantung sementara (Kharnorkar, 2012). 4) Psikologis Kondisi
psikis
dapat
mempengaruhi
frekuensi
jantung.
Kemarahan dan kegembiraan dapat mempercepat frekuensi nadi seseorang. Ketakutan, kecemasan, dan kesedihan juga dapat memperlambat frekuensi nadi seseorang (Guyton dan Hall, 2006). 5) Obesitas Postur tubuh mempengaruhi denyut nadi istirahat seseorang. Orang yang memiliki lingkar pinggang lebih dari 85 cm, dan mengalami obesitas cenderung memiliki denyut nadi istirahat lebih tinggi daripada orang yang berat badan dan lingkar pingang normal. Hal ini disebabkan orang yang mengalami obesitas terutama obesitas abdominal, lemak di perutnya memproduksi sitokin dan zat kimia yang menyebabkan denyut nadi lebih tinggi dari orang normal (Yar, 2010). 6) Rokok Merokok dapat menyebabkan denyut nadi istirahat menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Papathanasiou et al., (2013). Kelompok yang merokok baik laki laki maupun wanita memiliki resiko penyakit jantung koroner,
21
stroke iskemik, dan denyut nadi yang lebih tinggi daripada yang tidak merokok. 7) Kafein Kafein merupakan antagonis adenosin reseptor yang baik. Adenosin menyebabkan vasodilatasi di beberapa bagian organ tubuh. Efek dari kafein sama seperti efek apabila kerja hormon adenosin dihambat. Seperti denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, aliran darah ke kulit meningkat, serta meningkatkan temperatur tubuh pula (Daniels et al., 1998). 8) Obat-obatan Obat-obatan mempengaruhi denyut nadi istirahat. Beta blocker cenderung memperlambat jantung, sedangkan pengobatan tiroid dapat memicu denyut jantung (Alves et al., 2009). Beta blocker merupakan obat yang menghambat kerja hormon adrenalin atau epinefrin, sehingga menyebabkan tekanan darah menurun, sedangkan pembuluh darah melebar untuk melancarkan aliran darah. Hal ini menyebabkan denyut nadi ikut serta tekanan jantung menurun (Alves et al., 2009). d. Cara Pengukuran Denyut Nadi Istirahat Dalam mengukur denyut nadi istirahat, data yang perlu dilaporkan dalam meneliti denyut nadi istirahat ialah jumlah pengukurannya, metode pengukurannya, durasi pengukurannya, posisi tubuh saat pengukuran, serta keterbatasan peneliti. Jumlah pengukuran denyut
22
nadi istirahat paling baik adalah tiga kali, karena semakin pengukuran dilakukan lebih banyak maka responden dapat beradaptasi dengan ruangan tempat dilakukannya penelitian (Palatini, 2009). Jumlah pengukuran yang dilakukan sebanyak sekali hingga dua kali sebenarnya sudah bisa digunakan sebagai data yang dapat dipertanggung jawabkan. Metode pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan cara manual maupun bantuan alat. Cara manual dilakukan dengan palpasi selama 30 detik, palpasi sebaiknya dilakukan selama 30 detik karena selama waktu itu 30-40 siklus diastol dan sistol telah selesai dengan sempurna (Palatini, 2009). Metode pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti elektrokardiogram (EKG) maupun pulse oxymetry.Posisi tubuh saat pengukuran dapat dilakukan secara duduk maupun tidur dengan posisi supinasi (Palatini, 2009). e. Karakteristik denyut nadi Saat mengukur denyut nadi seseorang, dapat dinilai dan digambarkan paling jelas dengan istilah sifat yang dimiliki sebagai berikut : 1) Kecepatan- cepat atau lambat. Kecepatan. Kecepatan rata rata denyut nadi orang dewasa normal adalah 60 sampai 100 denyut per menit
23
Tabel 2.4 Denyut nadi manusia (Charbek, 2015). Usia
Denyut nadi
Bayi baru lahir
100-160
0-5 bulan
90-150
6-12 bulan
80-140
1-3 tahun
80-130
3-5 tahun
80-120
6-10 tahun
70-110
11-14 tahun
60-105
15-20 tahun
60-100
Dewasa
50-80
Takikardia. Seratus denyutan per per menit dapat dianggap sebagai batas tertinggi denyutan nadi normal. Percepatan denyut nadi atau takikardia, normal terjadi selama dan sesudah melakukan kegiatan jasmaniah. Kecepatan denyut nadi sedikit mengalami perubahan selama pernapasan, menjadi lebih cepat saat inspirasi jika dibandingkan selama ekspirasi. Kegembiraan akan meningkatkan denyut nadi yang bersifat sementara, oleh karena itu dokter harus lebih dahulu menunggu dua atau tiga menit sebelum ia menghitung kecepatan denyut nadi penderita. Pada beberapa penderita kecepatan denyut nadi mungkin lebih cepat selama kita melakukan pemeriksaan fisik, tetapi akan kembali menjadi normal setelah pasien santai (Burnside dan McGlynn, 1995).
24
Pada kebanyakan penyakit yang disertai demam, kecepatan denyut nadi akan meningkat. Biasanya kecepatan denyut nadi sebanding dengan derajat demam, akan bertambah rata rata lima denyutan untuk setiap kenaikan suhu badan satu derajat fahrenheit (delapan denutan untuk setiap satu derajat Celcius). Demam yang disertai oleh bradikardia (kecepatan denyut nadi yang berkurang) relatif adalah khas pada demam tifoid. Peningkatan kecepatan denyut nadi biasanya terdapat pada anemia berat dan pada keadaan keadaan lainnya, seperti dehidrasi, dimana volume intravaskular berkurang. Setelah perdarahan hebat, terjadi peningkatan kecepatan denyut nadi, yang mungkin meningkat lagi kalau penderita duduk atau berdiri (Burnside dan McGlynn, 1995). 2) Ukuran – besar atau kecil Ukuran denyut nadi bergantung pada peregangan arteri selama sistolik dan pengosongan selama diastolik. Hal ini berkaitan dengan tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik dan diastolik). Kecepatan dimaan peregangan sistolik dicapai dan kembali ke tingkat diastolik. Denyut nadi yang kolaps pada insufisiensi aorta merupakan contoh dari denyut yang besar dan kuat, sedangkan denyut nadi pada stenosis aorta merupakan denyut yang kecil dan lemah (Burnside dan McGlynn, 1995).
25
3) Irama – teratur atau tidak teratur Adanya
ketidakteraturan
irama
denyut
nadi
sering
merupakan gambaran yang paling penting dalam pemeriksaan fisik. Namun, penderita yang mengalami kerusakan jantung berat dapat tetap memiliki denyut nadi yang teratur, dan penderita yang memiliki jantung normal mungkin memiliki ketidakteraturan yang jelas. Manifestasi yang terakhir mungkin sering ditemukan pada atlet
atlet
yang terlatih,
yang
memperlihatkan kecepatan denyut nadi yang lambat waktu istirahat, yaitu 40 sampai 60 denyut per menit, tetapi juga mungkin memiliki denyut nadi yang tidak teratur, akibat perubahan atrium pada awal eksitasi jantung (Burnside dan McGlynn, 1995). 4) Volume Menurut Burnside dan McGlynn (1995), volume dapat dibedakan menjadi: a) Volume nadi kecil : tahanan terlalu besar terhadap aliran darah, darah yang dipompa jantung terlalu sedikit (pada efusi perikardial, stenosis katup mitral, payah jantung, dehidrasi, syok hemoragik). b) Volume nadi yang berkurang secara lokal : peningkatan tahanan setempat
26
c) Volume nadi besar : volume darah yang dipompakan terlalu banyak, tahanan terlalu rendah (pada bradikardia, anemia, hamil, dan hipertiroidisme). f. Alat Penghitung Denyut Nadi Istirahat Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan secara manual maupun dengan alat elektronik. Berdasarkan Redhono et al., (2012) yang menyatakan bahwa menghitung denyut nadi secara manual dilakukan dengan cara : penderita harus dalam keadaan duduk atau berbaring, dimana lengan dalam posisi bebas dan rileks.pemeriksaan dilakukan dengan cara mengecek arteri radialis di tangan penderita selama 15 detik apabila denyut nadi teratur, sedangkan bila denyut nadi ireguler dapat menggunakan selama satu menit penuh. Dalam penilaian nadi selain jumlah pulsasi, diperhatikan juga irama nadi, teratur tidaknya, dan kekuatannya. Apabila iramanya tidak teratur (ireguler) harus dikonfirmasi
dengan
pemeriksaan
auskultasi
jantung
(cardiac
auscultation) pada apeks jantung. Perabaan nadi dapat memberikan gambaran tentang aktivitas pemompaan jantung maupun keadaan pembuluh itu sendiri. Kadang kadang nadi lebih jelas jika diraba pada pembuluh yang lebih besar, misalnya arteri karotis (Redhono et al., 2012). Perabaan nadi juga dapat dilakukan di lokasi lain, misalkan arteri brachialis, arteri femoralis, arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis (Redhono et al., 2012).
27
Penghitungan denyut nadi dapat menggunakan suatu alat yang disebut pulse oxymetry. Pulse oxymetry merupakan alat yang khusus digunakan untuk mendeteksi saturasi oksigen dalam darah manusia serta denyut nadi. Pulse oxymetry ditempatkan di jari manusia, tetapi kadang kadang ada juga yang ditempatkan di telinga dan kulit dahi, karena tempat tempat ini adalah tempat yang kaya akan struktur pembuluh darah.
Alat ini mengukur saturasi oksigen dalam
hemoglobin dengan mengukur SpO2 arteri.
Pulse oxymetry
menggunakan cahaya inframerah dan cahaya merah yang nantinya akan melewati ujung jari dan diserap oleh probe yang ditempatkan di tempat yang berlawanan (Chan et al., 2013). Oksigen
diangkut
menggunakan
hemoglobin.
Hemoglobin
merupakan protein yang mengandung besi yang terdiri dari oksihemoglobin
(O2HB)
dan
deoksihemoglobin
Oksihemoglobin
menyerap
inframerah
lebih
(DHB).
banyak
tetapi
memantulkan cahaya warna merah lebih banyak sehingga warnanya lebih
merah
daripada
deoksihemoglobin.
Sedangkan
deoksihemoglobin menyerap merah lebih banyak dan memantulkan sedikit akibatnya warnanya lebih gelap daripada oksihemoglobin yang ada di arteri. Sifat ini dimanfaatkan oleh pulse oxymetry dengan menggunakan dua pemancar cahaya yaitu infra merah dan merah dan sebuah probe untuk mendeteksi cahaya yang melintasi jari tangan manusia. Perbandingan antara jumlah oksigen di oksihemoglobin dan
28
deoksihemoglobin sebanding dengan tingkat SpO2 manusia. Nilai dari perbandingan inilah yang akan digunakan untuk menilai SpO2 pada alat pulse oxymetry (Chan et al., 2013). Selain saturasi oksigen, ternyata pulse oxymetry dapat menilai denyut nadi manusia, sinyal yang diterima probe terdiri dari sinyal alternating current (AC) berasal dari arteri karena tergantung dari sistole dan diastole, sehingga berubah ubah dan membentuk gambaran gelombang. sedangkan sinyal direct current (DC) berasal dari vena karena tidak bergantung dari mekanisme sistole diastole dan bersifat tetap nilainya. Sinyal AC memiliki gelombang gelombang dimana jarak dari puncak gelombang AC dapat diinterpretasikan sebagai denyut nadi manusia (Chan et al., 2013). 5. Hubungan Kebugaran Tubuh dengan VO2 maks Ukuran jantung pada atlit pada umumnya lebih besar bila dibandingkan dengan bukan atlet. Pada atlet untuk olahraga ketahanan (endurance/aerobic) maka peningkatan ukuran jantung disebabkan peningkatan volume ventrikel tanpa peningkatan tebal otot. Sedangkan pada atlet untuk gerakan-gerakan cepat (non endurance/anaerobic) seperti lari cepat, gulat, dan lain-lainnya maka peningkatan ukuran disebabkan oleh penebalan dinding ventrikel dengan tanpa peningkatan volume ventrikel. Bersamaan dengan peningkatan ukuran jantung, juga didapatkan peningkatan jumlah kapiler (Fox et al., 1993).
29
Akibat dari pembesaran otot jantung akan menyebabkan volume darah meningkat, maka dengan demikian jantung dapat menampung darah lebih banyak, dan dengan sendirinya stroke volume pada waktu istirahat menjadi lebih besar. Karena stoke volume pada waktu istirahat menjadi lebih besar, maka hal ini memungkinkan jantung memompa darah dalam jumlah yang sama setiap menit dengan denyutan lebih sedikit (Almeida dan Araujo, 2003) Dengan penurunan frekuensi jantung, maka jantung mempunyai cadangan denyut jantung (Heart Rate Reserve) yang lebih tinggi. Penurunan frekuensi jantung ini disebabkan oleh peningkatan tonus saraf Parasimpatis, penurunan saraf Parasimpatis, penurunan saraf simpatis atau kombinasi. Juga terjadi penurunan dari frekuensi pengeluaran impuls dari paru jantung. Dengan perubahan volume, maka isi sekuncup (stroke volume) menjadi lebih besar dan bila cadangan denyut jantung meningkat hasilnya curah jantung (cardiac output) akan menjadi lebih tinggi dan dengan begitu pengangkutan oksigen menjadi lebih tinggi lagi (Almeida dan Araujo, 2003). Sebuah denyut nadi istirahat yang rendah juga merupakan akibat dari faktor lainnya dalam latihan, seperti peningkatan venous return dan volume darah sistolik. Peningkatan aliran darah balik, ada peningkatan volume sekuncup, karena sesuai dengan hukum frank starlin, semakin besar darah di ruang jantung yang dipompa, maka akan semakin besar kekuatan
kontraktilitas
dan
denyut
jantung,
sehingga
untuk
30
mempertahankan jumlah curah jantung yang sama, diperlukan frekuensi denyut nadi yang lebih sedikit (Almeida dan Araujo, 2003).
31
B. Kerangka Pemikiran
Kebugaran Tubuh
Denyut ↓↓
Ventrikel Hipertrofi Kompensatoar ↑↑
Kontraktilitas jantung ↑↑
Volume Diastolik Akhir ↑↑
Stroke Volume ↑↑
Cardiac Output↑
Pernapasan Sirkulasi Otot
Volume Oksigen Maksimal ↑↑
Usia Gender
diteliti Lingkungan mempengaruhip engaruhi
dll
32
C. Hipotesis Terdapat hubungan antara volume oksigen maksimal dengan denyut nadi istirahat pada mahasiswa Pendidikan Dokter UNS 2012 dan 2013.