Pengujian kualitas genteng pres (produk kabupaten Kebumen dan produk kabupaten Sukoharjo)
UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Ari Tri Hatmanto NIM : K 1502010
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Genteng Pres Genteng pres adalah suatu bagian dari strukrtur bahan bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap, terbuat dari campuran antara tanah liat dan bahanbahan campuran lainnya seperti padas dan pasir ladu, yang dilumatkan dengan air sehingga terbentuk suatu adonan yang homogen, selanjutnya digiling untuk melumatkan partikel-partikelnya sehingga mudah dicetak sesuai dengan bentuk yang dikehendaki kemudian dikeringkan lalu dibakar hingga matang dan keras (tidak mudah hancur ketika direndam atau terkena air). Menurut Peraturan Genteng Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga) pengertian genteng pres adalah suatu unsur bangunan yang berfungsi sebagai pentutup atap dan yang dibuat dari tanah liat dengan atau tanpa dicampur dengan bahan tambahan, dibakar dalam suhu yang cukup tinggi, sehingga tidak dapat hancur apabila direndam dalam air. Dalam peraturan tersebut genteng dapat dikatakan baik apabila tidak hancur jika direndam dalam air, hal ini dipengaruhi oleh bahan dasar yang dipergunakan untuk membuat genteng dan proses pembuatan atau pengerjaannya. Sedangkan menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBBI. 1982) menyebutkan mengenai definisi genteng pres yaitu suatu unsur bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap dan dibuat dari tanah liat dengan
9
atau tanpa campuran bahan lainnya, dibakar sampai suhu yang cukup tinggi, sehingga tidak hancur apabila direndam dalam air. Genteng pres adalah suatu unsur bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap dan yang dibuat dari tanah liat dengan atau tanpa dicampur dengan bahan tambah, dibakar dalam suhu yang tinggi, sehingga tidak dapat hancur apabila direndam dalam air. Tingkat kepadatan dari proses pembuatan genteng sangat berpengaruh pada berat jenis dan tingkat kemampuan menahan perembasan air demikian pula proses pembakaran juga sangat berpengaruh pada tingkat kekerasan dari genteng tersebut. Semakin matang proses pembakaran maka genteng yang dihasilkannyapun juga semakin keras dan kuat, sehingga tidak mudah pecah ketika direndam atau terkena air yang lama. Ismoyo (1996) Genteng Pres adalah bahan penutup 8 atap yang dari tanah liat dengan atau tanpa campuran bahan lain, dibakar sampai temperatur tinggi sehingga menjadi keras dan tidak hancur bila direndam dalam air. Nugroho (1996) Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa genteng pres adalah unsur bangunan yang dibuat untuk
penutup atap, terbuat dari
campuran yang merata antara tanah liat dan air, dengan atau tanpa bahan campuran lain, yang dibentuk sedemikian rupa dalam ukuran tertentu dan dibakar dengan temperatur tinggi sehingga tidak hancur bila direndam dalam air. Semakin padat proses pembuatannya berpengaruh pada berat jenisnya dan semakin kuat menahan perembesan air. Proses pembakaran yang sempurna sangat berpengaruh terhadap kualitas genteng tersebut. Adapun sketsa bentuk dan ukuran dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Keterangan : a=
22,15 cm
b=
29,95 cm
c=
3,2 cm
d=
1,5 cm
e=
0,9 cm
f=
1,3 cm
10
Gambar 1. Sketsa bentuk genteng pres Sumber: Hasil pengamatan terhadap sampel. Persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh genteng pres menurut Peraturan Genteng
Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga) adalah sebagai
berikut: a. Pandangan luar 1) Genteng tingkat I: genteng tingkat I harus mempunyai permukaan yang utuh dan licin, dalam keadaan kering dan jika dipukul ringan harus berbunyi nyaring, kerapatan pada pemasangan harus baik, warna harus sesuai, bila terdapat lapisan tembikar/lapisan pewarna (engobel), lapisan itu harus melekat baik pada genteng aslinya. 2) Genteng tingkat II: genteng tingkat II harus mempunyai kerapatan yang baik, adanya retak-retak kecil pada pemasangannya yang tidak menyebabkan perembasan air diperbolehkan. 3) Genteng tingkat III: genteng tingkat III tidak memenuhi syarat-syarat genteng tingkat I dan tingkat II, tetapi yang masih dapat dipakai. b. Semua genteng harus diberi kaitan (bagian untuk menyangkutkan pada reng), yang cukup baik dan kuat, sehingga genteng tidak akan bergeser kebawah bila dipasang pada atap. c. Ketetapan ukuran Genteng standar harus memenuhi ukuran-ukuran sebagai berikut: Tabel 1. Ukuran Genteng Pres Uraian
Kecil (mm) Panjang berguna 200 (jarak reng) Lebar berguna 200 Jarak penutup memanjang
Min 40
Genteng Sedang Besar (mm) (mm) 250 333 200
200
Min 50
Min 67
keterangan
Penyimpangan 6 mm Kecuali genteng-genteng beralur
11
Jarak penutup melintang Kaitan: Tinggi
Min 40
Min 40
Min 40
10
10
10
Kecuali genteng-genteng beralur
Untuk genteng lengkung Panjang 30 30 30 Cekung dan lengkung lebar 10 10 10 rata Sumber: Peraturan Genteng Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga) Selisih ukuran panjang dan ukuran lebar antara genteng dengan ukuran terkecil dan terbesar, tidak boleh lebih dari 10 mm. Untuk ukuran dapat diadakan perjanjian tersendiri antara penjual dan pembeli. d. Ketepatan Bentuk Berdasarkan bentuknya, genteng pres dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu: 1) Genteng lengkung cekung, yaitu genteng dengan penampang yang berbentuk gelombang, tidak simetris, dan tidak mempunyai bagian yang rata. 2) Genteng lengkung rata, yaitu genteng dengan penampang bagian tengah yang rata dan tepi-tepinya melengkung. 3) Genteng rata, yaitu genteng dengan permukaan yang rata, tepi yang satu beralur dan tepi lainnya berlidah. 4) Genteng beralur, yaitu genteng yang pada tepi-tepinya mempunyai alur-alur penghubung. 5) Genteng bubung, yaitu genteng yang dipakai untuk penutup bubung. Pelengkungan maksimum dalam mm yang diperbolehkan, diukur dibeberapa sudut dari genteng, adalah sebagai berikut: Tabel 2. Ketepatan Bentuk Bentuk genteng Lengkung cekung Lengkung rata Rata
200 mm 8 6 5
Panjang Berguna 250 mm 333 mm 10 15 8 10 6 8
12
Sumber: Peraturan Genteng Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga) Semua genteng yang diuji tidak boleh menunjukkan pelengkungan yang melampaui harga-harga seperti pada tabel 2. Pandangan luar ketepatan bentuk dan kekuatan terhadap beban lentur dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Pandangan luar ketepatan bentuk dan kekuatan terhadap beban lentur
Ketepatan bentuk(% kelengkungan maksimal) Tingkat mutu 1
I
II
III
IV
V
Pandangan luar
2 Harus mempunyai permukaan yang utuh Kerapatan pada pemasangan baik Warna sama untuk semua partai Suara nyaring Harus mempunyai permukaan utuh Kerapatan pada pemasangan baik Terdapat cacat-cacat sangat sedikit Sedikit retak rambut Kerapatan pada cukup pemasangan baik Cacat-cacat tidak terlalu besar Sedikit retak-retak Kerapatan pada pemasangan cukup baik Terdapat cacat-cacat dan retak, tetapi masih dapat dipakai
Jenis genteng
200 mm
250 mm
333 mm
3
4
5
6
1. Lengkung cekung 2. Lengkung rata 3. rata
4
4
5
3
3
3,3
2,5
2,5
3
1. Lengkung cekung 2. Lengkung rata 3. Rata
5
5
6
4
4
4,5
3
3
1. Lengkung cekung 2. Lengkung rata 3. Rata
6
6
4 7
5
5
4
4
1. Lengkung cekung 2. Lengkung rata 3. Rata
7
7
8
6
6
7
5
5
6
1. Lengkung cekung 2. Lengkung rata 3. Rata
8
8
9
7
7
8
6
6
7
Kekuatan terhadap beban lentur (Kg f) atau (Kg) Angka minimal Rata-rata untuk masingdari minimal masing genteng 6 genteng yang diuji yang diuji 7 8
5,5
150
110
120
90
80
60
50
35
30
25
5
Sumber: SK SNI (1989) 2. Bahan Baku Pembuatan Genteng Pres Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan genteng pres menurut PUBBI (1982) adalah tanah liat dan air.
13
Tanah liat dalam pembuatan genteng pres ini adalah sebagai bahan pokok, sedangkan air berfungsi sebagai pelarut dalam proses percetakan. Bahan-bahan yang digunakan untuk campuran pembuatan genteng pres adalah : a. Tanah liat Tanah liat merupakan bahan pokok dalam pembuatan genteng pres. Tanah liat yang dipergunakan dalam pembuatan genteng pres, bahan asalnya tanah porselin yang dalam alamnya telah tercampur dengan tepung pasir kwarts dan tepung oxid besi (Fe2O3) dan tepung kapur (CaCO3). Ismoyo (1996) memberikan pengertian tanah liat (tanah liat) sebagai berikut: hasil desintegrasi atau penghancuran batuan silikat alam (biasanya adalah batuan feldspad) oleh pengaruh air dan karbon dioksida. Suwardono (2001) memberikan pengertian bahwa tanah liat atau tanah liat adalah kerak bumi yang merupakan pelapukan dari batuan beku ataupun batuan endapan seperti basalt, andesit, granit dan lain-lain, berbutir halus dan unsur utamanya silikat. Dari pengertian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tanah liat adalah bagian kerak bumi yang merupakan pelapukan dari batuan-batuan karena pengaruh air dan karbon dioksida yang memiliki butiran-butiran halus. Suwardono (2001) sifat-sifat tanah liat dikelompokkan sebagai berikut: 1) Sifat kimia Susunan kimia tanah liat terdiri dari mineral-mineral sebagai berikut : a) Mineral-mineral tanah liat (AL2O3) yang memberikan sifat plastis. b) Senyawa-senyawa silika (SiO2), senyawa kapur, senyawa magnesium, dolomite, magnesit yang merupakan bawaan dari batuan asal sebelum melapuk. c) Senyawa-senyawa besi (Fe2O3) yang memberikan warna gelap pada tanah liat. 2) Sifat phisis Sifat phisis atau sifat plastis sangat mempengaruhi ketika tanah akan dibentuk, manfaat sifat phisis : a) Sifat plastis atau keplastisan tanah sangat penting karena memungkingkan tanah liat untuk dibentuk sesuai kegunaannya. b) Sifat plastis dapat diketahui apabila tanah liat ditambah dengan air dengan jumlah yang tepat.
14
c) Tingkat keplastisan tanah liat dapat digolongkan menjadi plastisitas tinggi, plastisitas sedang dan plastisitas rendah. d) Untuk bahan pembuatan genteng pres dipakai tanah liat plastis tinggi, untuk batu bata digunakan tanah liat plastis sedang dan agak plastis, sedangkan yang mempunyai plastisitas rendah tidak dapat digunakan sebagai bahan bangunan. e) Keplastisan tanah liat tergantung oleh kadar mineral aluminanya, makin tinggi kadar aluminanya akan semakin plastis. 3) Sifat kekuatan kering Kekuatan kering merupakan sifat tanah yang timbul setelah tanah liat dicampur air kemudian dikeringkan, tanah liat dengan plastisitas yang tinggi mempunyai kekuatan kering yang tinggi tetapi mempunyai susutan yang besar. Manfaat kekuatan kering a) Untuk menyangga sendiri waktu tanah liat dibentuk. b) Memungkinkan tanah liat yang telah dibentuk seperti genteng, bata dapat diangkut pada waktu pengeringan atau disusun untuk dibakar. c) Untuk menyangga beban pada waktu disusun dalam tungku sewaktu akan dibakar. 4) Sifat susut kering Sifat susut kering merupakan perubahan bentuk (perpendekan) pada tanah liat yang akan dibentuk, misalnya: genteng dan batu bata pada saat dikeringkan. Besarnya susut kering ini dipengaruhi oleh tingkat keplastisan tanah liat, besar butiran, banyaknya air pembentuk, cara pembentukan dan suhu pada waktu pembentukan. Ismoyo (1992) menggolongkan tanah liat berdasarkan dari tempat penggalian tanah liat digolongkan menjadi : a) Tanah liat primer Yaitu tanah liat yang terdapat ditempat terjadinya desintegrasi yang biasanya masih berhubungan dengan batuan asalnya belum mengalami pelapukan. b) Tanah liat sekunder Yaitu tanah liat yang mengalami pengangkutan, kemudian diendapkan ditempat lain. SK SNI (1989) tanah liat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Sehubungan dengan kegunaan, tanah liat dan tanah geluh harus cukup bebas dari pasir, kerikil, batu, kulit kerang, zat-zat organik dan kotorankotoran lainnya. b) Tanah liat dan shale untuk agregat ringan buatan mempunyai persyaratan sebagai berikut: (1) Material tanah liat harus mengandung silika alumina dan fluk (CaO, MgO, K2O, Na2O, yang cukup seimbang dan dapat menghasilkan cairan yang cukup kental untuk menahan gas pada atau di atas temperatur leburnya +12000 C);
15
(2) Material tanah liat harus mengandung zat-zat yang dapat menghasilkan gas pada temperatur tinggi tersebut. Di Indonesia tanah liat melimpah, masyarakat tinggal mengambil saja dari permukaan tanah. Warnanya bermacam-macam tergantung dari oxcidoxcid logam yang dikandungnya selain alumunium, besi dan kalsium. Warnawarna yang ditemukan antaralain: merah, merah kecoklat-coklatan, coklat abu-abu dan sebagainya. b.
Air
Air merupakan bahan pelarut yang sangat baik didalam badan air terdapat benda-benda hidup yang sangat menentukan karakteristik air baik secara fisik kimia maupun biologis. Penentuan karakteristik air sangat penting untuk mengetahui kualitas air, karena kualitas air merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui kelayakan air apakah dapat digunakan atau tidak. Terutama untuk keperluan industri. Fardiaz (1992) Pada umumnya air yang dapat diminum, dapat dipakai untuk campuran genteng. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, tercemar garam, minyak, gula asam atau bahan-bahan kimia lainnya, bila dipakai untuk campuran dapat menurunkan kekuatannya dan dapat juga mengubah sifat-sifat tanah. Selain itu air yang demikian juga dapat pula mempengaruhi kemudahan pengerjaannya. Dalam kenyataan dilapangan tidak selamanya air yang berada disekitar tempat pelaksanaan pencampuran genteng betul-betul sempurna, terbebas dari kandungan zat-zat kimia yang dapat merugikan genteng. Sebagai pedoman menurut PUBBI (1971) memberikan air sebagai berikut: 1) Air bersih yang dapat diminum. 2) Apabila terdapat keragu-raguan mengenai air, dianjurkan untuk mengirimkan contoh air kelembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui untuk diselidiki sampai seberapa jauh air itu mengandung zat-zat yang dapat merusak genteng. 3) Apabila pemeriksaan contoh air seperti disebut dalam ayat 2 itu tidak dapat dilakuakan, maka dalam hal adanya keragu-raguan mengenai air harus diadakan percobaan dengan menggunakan air tersebut. 4) Jumlah air yang dipakai untuk membuat campuran adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan setepattepatnya. SK SNI (1989) persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan penggunaannya harus memenuhi syarat sebagai berikut:
16
1) Air harus bersih; 2) Tidak mengandung lumpur, minyak, dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual; 3) Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter; 4) Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak(asamasam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. Kandungan klorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m sebagai SO3; 5) Bila dibanding dengan kekuatan tekan adukan yang memakai air suling, maka penurunan kekuatan adukan yang memakai air yang diperiksa tidak lebih dari 10%; 6) Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya menurut pemakaiannya; 7) Tidak boleh mengandung klorida lebih dari 50 p.p.m. Kardiyono Tjokrodimulyo (1996) syarat air adalah sebagai berikut : 1) Tidak mengandung lumpur (benda yang melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. 2) Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. 3) Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. 4) Tidak mengandung sulfat lebih dari 1 gram/liter. Dalam pembentukan genteng pres, air mempunyai dua fungsi yaitu yang pertama untuk membantu terjadinya pengikatan agregat tanah dan berlangsungnya pengerasan. Kedua berfungsi sebagai pelicin
tanah liat agar mudah dalam
pengerjaannya. Terlalu sedikit air akan mengakibatkan proses pencampuran bahan sulit tercampur secara merata/homogen. Sedang terlalu banyak air akan mengakibatkan kekuatan bahan yang dibuat dari campuran tersebut menjadi berkurang karena terlalu lembek dan setelah terjadi pengerasan banyak penyusutannya. 3. Berat Jenis Genteng merupakan bahan bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap, sehingga produk yang dihasilkan diusahakan dibuat seringan mungkin agar struktur yang ada dibawahnya lebih ringan menahannya. Untuk mengetahui berat jenis dari genteng diperlukan 6 buah sampel dari masing-masing produk dan sebuah timbangan yang dapat mengukur dengan ketelitian sampai 10 gram (lihat lampiran 13 gambar 6 dan 9), proses penimbangan genteng dilakukan pada kondisi kering normal (maksimum genteng umur 1 bulan setelah proses pembakaran). Yang disebut dengan berat jenis genteng dalam kilogram adalah
17
berat rata-rata dari enam penimbangan tersebut dibagi dengan volumenya. Adapun rumus untuk menghitung berat jenis genteng adalah sebagai berikut : BJ genteng =
berat volume
……………………………..
persamaan (1)
Sumber: Yunus, Mukhamad (2001) Berat jenis genteng pres belum mempunyai standarisasi khusus, baik didalam Peraturan Genteng Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga) maupun dalam SK SNI juga belum termuat, jadi belum ada patokan nilai standarisasinya. 4. Ketahanan Terhadap Perembesan Air/Permeabilitas Semua jenis tanah bersifat lulus air (permeable), dimana air bebas mengalir melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) yang terdapat diantara butiranbutiran tanah. Kecepatan rembesan (seepage velocity) pada tanah biasanya sangat kecil. Pada saat terjadi perembesan maka terjadi peralihan energi dari air ke partikel padat dan gaya yang berkaitan dengan peralihan energi ini disebut gaya rembesan (seepage force). Craig, R.F dan Soepandji (2000) Genteng pres untuk semua tingkat mutu harus tahan terhadap perembesan air. Pada pengujian perembasan, air tidak boleh menetes dari bagian bawah genteng dalam waktu kurang dari 2 jam. Untuk semua tingkat mutu harus tahan terhadap perembesan air. SK SNI (1989) Hasil pengujian kerapatan air, genteng tidak boleh ada tetesan air dari bagian bawah. Genteng boleh basah asal tidak menetes. Kardiyono (1998) Untuk
menentukan
ketahanan
genteng terhadap
perembesan
air,
diperlukan paling sedikit 5 buah sampel genteng. Alat-alat pengujian terdiri dari sebuah bejana tidak beralas dengan ukuran: panjang 20 cm, lebar 12,5 cm dan tinggi ±10 cm dan perekat yang rapat air dalam penelitian ini dipakai lem kaca (lihat lampiran 13 gambar 7). Cara pengujian adalah sebagai berikut: bejana direkatkan pada permukaan genteng dengan perekat rapat air. Genteng-genteng kemudian ditempatkan sedemikian rupa (lihat lampiran 13 gambar 10) sehingga seluruh bagian bawahnya dapat diamati. Sesudah itu, bejana diisi dengan air sedalam 5 cm dan dibiarkan sampai beberapa waktu sampai permukaan air tidak turun lagi. Bila tinggi permukaan air sudah tetap, maka air ditambahkan lagi,
18
sehingga tinggi air di dalam bejana tidak kurang dari 5 cm diukur dari bagian terdalam. Selama 3 jam bagian bawah dari genteng-genteng diamati dan diuji ada tidaknya penetesan. Dalam hal ini genteng dianggap rapat air apabila dalam waktu minimum 2 jam dari bagian bawah 4 buah genteng ujian tidak ada air yang menetes. Apabila dari 5 buah genteng ujian ternyata 2 buah diantaranya menetes maka pengujian harus diulangi dengan 5 buah genteng yang baru. Apabila dalam pengujian ulang hal tersebut terjadi lagi maka genteng dinyatakan tidak tahan terhadap perembesan air. Peraturan Genteng Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga) 5. Kuat Lentur Pengertian kuat lentur menurut M. Satir (1996) adalah apabila pada suatu balok yang bertumpu pada kedua belah ujungnya yang dibebani gaya terpusat arah vertikal, maka balok tersebut akan melentur. Akibat melenturnya batang tersebut pada bagian atas dari balok terjadi desakan (-) sedangkan bagian bawah dari balok terjadi tarikan (+). Melenturnya balok tersebut akibat adanya momen yang disebabkan bekerjanya kekuatan (P) tersebut. Besarnya momen lentur pada sembarang penampang dari sebuah struktur adalah merupakan jumlah aljabar dari semua momen dari satu fihak saja dari penampang yang ditinjau terhadap penampang tersebut. Harga maksimum dari momen lentur terjadi pada titik dimana gaya geser adalah nol. Smith dan Ismoyo (2002) Kekuatan sampel terhadap beban lentur selain tergantung dari bahan penyusunnya juga dipengaruhi oleh lebar permukaan yang menerima beban tersebut. Semakin luas permukaan sampel maka semakin kecil kemampuan menahan beban lentur dan sebaliknya jika semakin sempit permukaan sampel maka kemampuan menahan beban lentur semakin besar. Untuk menentukan beban lentur diperlukan paling sedikit 6 buah sampel genteng. Alat-alat pengujian terdiri dari mesin tekan pisau-pisau penumpu dan pembebanan yang mempunyai sisi tumpu dan sisi beban beradius lengkung 5 mm bingkai kayu dengan tebal minimum 20 mm dan lebar maksimum 30 mm (lihat lampiran 13 gambar 11) sedangkan perekat dipakai semen portland atau gibsa. Cara pengujian dilakukan sebagai berikut:
19
Pisau-pisau penumpu dipasang dengan jarak antara 20 cm dan pisau pembeban dipasang ditengah-tengah diantara kedua pisau penumpu. Dengan memakai semen Portland atau gibsa, bingkai-bingkai kayu di rekatkan pada genteng ditiap tumpuan dan pembebanan sedemikian rupa, sehingga gaya-gaya yang bekerja pada genteng tepat melalui bingkai-bingkai kayu tadi dan terbagi merata pada seluruh lebar genteng. Pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan dengan penambahan beban 2 kg/detik (lihat lampiran 13 gambar 11). Beban maksimum ialah beban tertinggi pada saat genteng patah. Yang disebut beban lentur dari genteng ialah hasil rata-rata dari 6 buah sample yang dibulatkan sampai 1 kg. Apabila dari 6 buah sampel ada satu yang mempunyai beban lentur kurang dari harga minimum. Maka pengujian harus diulangi dengan 6 buah sampel genteng yang lain. Apabila dalam pengujian ulangan hal tersebut terjadi lagi, maka mutu genteng dinyatakan satu tingkat lebih rendah. Peraturan Genteng Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga) Tabel 4. Kuat lentur Harga minimum dari masing-masing genteng ujian (kg) I 150 110 II 80 60 III 40 30 Sumber: Peraturan Genteng Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga) Genteng tingkat
Rata-rata dari minimum 6 buah genteng ujian (kg)
Perhitungan kuat lentur dengan menggunakan rumus : K=
3 xGxp 2 x1xt 2
G=mxg
…………………………….. persamaan (2) …………………………….. persamaan (3)
Dimana : K
: Kuat lentur (Mpa atau N/mm2)
G
: Gaya yang mematahkan benda percobaan ( N )
p
: Jarak tumpu benda percobaan (mm)
l
: lebar benda percobaan (mm)
t
: tebal benda percobaan (mm)
m
: massa (kg)
g
: gravitasi bumi ( N/kg)
Sumber : Yunus, Mukhamad (2001)
20
Sehingga standar Peraturan Genteng Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga) yang disesuaikan dengan rumus diperoleh hasil sebagai berikut: Diketahui: m : 150 kg untuk kelas I, 80 kg untuk kelas II dan 40 kg untuk kelas III. g : 9,81 N/Kg sumber: (Agus maryono, dkk. 2001) P : 200 mm l : 221,5 mm t : 13 mm Untuk genteng kelas I G=mxg K=
= 150 x 9,81 = 1471,5 N
3 xGxp 3 x1471,5 x 200 882900 = = = 11,7929 N/mm2 2 2 74867 2 x1xt 2 x 221,5 x(13)
Untuk genteng kelas II G=mxg K=
= 80 x 9,81 = 784,8 N
3 xGxp 3 x784,8 x 200 470880 = = = 6,2896 N/mm2 2 2 74867 2 x1xt 2 x 221,5 x(13)
Untuk genteng kelas III G=mxg K=
= 40 x 9,81 = 392,4 N
3 xGxp 3 x392,4 x 200 235440 = = = 3,1448 N/mm2 2 74867 74867 2 x1xt
B. Penelitian Yang Relevan Penelitian didasarkan pada penelitian yang relevan antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Pramukti Wijaya (2003) dengan judul “Analisis Kuat Lentur Genteng Beton Produksi Pabrik genteng beton se ekskarisidenan Surakarta ditinjau dari SII. 0447-81” menyimpulkan : a. Rata-rata tingkat perembesan genteng beton pabrik genteng beton di Jawa Tengah bervariasi.
yang diproduksi pabrik-
21
b. Kuat lentur genteng beton di Eks-karisidenan Surakarta ditinjau dari SII.0447 tahun 1981 termasuk kedalam tingkat mutu II. c. Adanya selisih yang cukup besar antara tingkat perembesan genteng maksimal dengan tingkat perembesan terkecil, menunjukkan belum adanya keseragaman tingkat perembesan dari kuat lentur genteng beton yang diproduksi masing-masing pabrik genteng beton. Dari hasil penelitian diatas dapat diambil pengertian bahwa genteng beton yang diproduksi oleh pabrik yang berbeda menghasilkan kualitas genteng beton yang berbeda pula. 2. Zainal Abidin Nasution pada tahun 1996 dengan Judul ”Kualitas Genteng Beton Berwarna Produksi Sumatra Utara ditinjau dari SNI. 03-0096-1987” menyimpulkan: a. Jumlah industri genteng beton yang memenuhi syarat mutu sebanyak 6 unit usaha dan 3 unit usaha lainnya belum memenuhi syarat mutu. b. Dimensi dari genteng pres masih belum seragam, berarti ukuran cetakan genteng pres belum sesuai standar. c. Pemilihan jenis agregat belum diawasi dan dikendalikan dengan baik oleh perusahaan. Sehingga kecenderungan kekuatan tingkat perembesan genteng relatif rendah. Dari kesimpulan diatas dapat diambil pengertian bahwa dari industri genteng beton yang ada belum semuanya memenuhi standar mutu yang ditetapkan dalam SNI 03-0096-1987. 3. Mukhamad Yunus, Penelitian pada tahun 2001 dengan judul Studi Kuat Lentur Genteng Beton dengan Penambahan Ijuk pada Variasi Panjang dan Prosentase menyimpulkan : a. Ada pengaruh penambahan serat ijuk terhadap kuat lentur genteng beton, diperoleh kuat lentur tertinggi pada penambahan serat ijuk pada panjang 1,5-2,0 cm dengan presentase 5% yaitu sebesar 36,617%
22
b. Ada perbedaan kuat lentur genteng beton yang signifikan pada penambahan serat ijuk dengan panjang yang berbeda pada taraf signifikasi 5%. c. Ada perbedaan kuat lentur genteng beton yang signifikan pada penambahan serat ijuk dengan presentase yang berbeda pada taraf signifikasi 5%. Kesimpulannya dari penelitian diatas adalah penambahan ijuk pada genteng beton dapat meningkatkan kualitas dari genteng beton yang dihasilkan. C. Kerangka Berfikir Dengan perbedaan perlakuan pada saat proses pembuatan dan campuran bahan genteng pres dapat menyebabkan perbedaan kualitas yang diantaranya : 1. Berat jenis genteng akan berpengaruh pada kekuatan struktur yang menyangganya, jika berat jenis semakin besar maka beban yang dipikul oleh struktur bangunan semakin besar. Untuk menghasilkan kualitas yang bagus maka hendaknya didalam proses produksi diharapkan dapat menghasilkan genteng pres yang mempunyai berat jenis ringan. 2. Tingkat perembasan akan berpengaruh pada tingkat keawetan genteng tersebut dan juga keawetan dari bahan bangunan yang ada dibawahnya, karena jika tingkat perembasan tinggi maka ketika genteng terguyur air hujan maka air akan cepat merembes tembus kebagian bawah genteng sehingga selain mempercepat kerusakan genteng karena semakin besarnya pori-pori dan dapat merusakkan benda-benda yang ada dibawahnya termasuk penopangnya yaitu reng, usuk dan perabot lainnya. 3. Kuat lentur sangat menentukan kualitas genteng. Nilai kuat lentur dipengaruhi oleh luas permukaan yang menerima beban. Semakin luas permukaan sampel maka akan semakin kecil kemampuannya menahan beban lentur, begitu sebaliknya semakin kecil luas permukaan sampel, maka sampel tersebut akan mampu menahan beban lentur yang semakin besar. Nilai kuat lentur akan berpengaruh pada keawetan genteng itu sendiri pada saat menerima suatu
23
beban, contoh pada saat penampungan digudang, pengangkutan dan pada waktu pemasangan. 4. Dengan penelitian berat jenis, permeabilitas dan kuat lentur maka dapat diketahui kualitas dan perbandingan dari genteng uji tersebut sehingga dapat dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan yaitu menurut Peraturan Genteng
Keramik Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga). Proses
pengolahan dan pembuatan genteng pres masih belum dapat dikatakan baik, sehingga kemungkinan kualitas genteng pres juga berbeda dalam hal tingkat keuntungan perusahaan. Hal ini berpengaruh dalam pemasaran genteng pres yang dihasilkan. Persaingan dalam meningkatkan kualitas guna menarik konsumen menjadi program dari masing-masing pabrik genteng pres. Penelitian kualitas genteng pres diharapkan dapat memberikan hasil kualitas yang sesuai dengan yang disarankan, sehingga variasi kualitas genteng pres yang diproduksi pengusaha-pengusaha genteng pres di Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Sukoharjo akan menunjukkan kualitas genteng pres yang berbeda-beda dalam hasil produksinya. Dalam hal ini produsen dan konsumen genteng pres mempunyai patokan tentang genteng pres yang sesuai dengan standar mutu genteng menurut Peraturan Genteng Keramik Indonesia (N.I19. 1978. Cetakan ketiga). D. Hipotesis Hipotesis yang dapat penulis ajukan untuk menjawab permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah : 1. Dimungkinkan ada perbedaan kualitas dan perbandingan berat jenis genteng pres produk Kabupaten Kebumen dan produk Kabupaten Sukoharjo. 2. Dimungkinkan ada perbedaan kualitas dan perbandingan permeabilitas/tingkat perembasan genteng pres produk Kabupaten Kebumen dan produk Kabupaten Sukoharjo. 3. Dimungkinkan ada perbedaan kualitas dan perbandingan kuat lentur genteng pres produk Kabupaten Kebumen dan produk Kabupaten Sukoharjo.
24
4. Genteng pres produk Kabupaten Kebumen dan genteng pres produk Kabupaten Sukoharjo memenuhi standar Peraturan Genteng Indonesia (N.I-19. 1978. Cetakan ketiga).
Keramik