BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Audit Auditing berasal dari bahasa latin, yaitu ”audire” yang berarti mendengar atau memperhatikan. Orang yang melaksanakan fungsi auditing dinamakan pemeriksa atau auditor. Pada awalnya seorang auditor bertindak sebagai pendengar yang kritis terhadap pertanggung jawaban yang dibacakan oleh penanggung jawab suatu badan usaha. Fungsi ini secara perlahan – lahan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin maju. Audit yang dilakukan baik oleh internal auditor maupun eksternal auditor sangat berguna untuk menilai dan mengawasi perkembangan perusahaan. Pembahasan selanjutnya akan berorientasi pada bidang auditing sesuai dengan judul penelitian ini. Untuk dapat memahami dan lebih memperjelas pengertian auditing secara baik, berikut ini pendapat beberapa ahli akuntansi : Menurut Arens, Elder dan Beasley (2008 : 4) dalam bukunya yang berjudul Auditing dan Jasa Asurance adalah sebagai berikut : Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menetukan dan melaporkan derajat kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
10
11
Menurut Mulyadi (2002 : 11) dalam bukunya yang berjudul Auditing adalah sebagai berikut : Auditing adalah salah satu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasilhasil kepada pemakai yang berkepentingan.
Menurut Sukrisno Agoes (2004 : 1) dalam bukunya yang berjudul Auditing: Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan Publik adalah sebagai berikut : Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatancatatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan.
Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti yang diproses secara sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran atas laporan keuangan tersebut sebagai tujuan utamanya. Menurut Mulyadi (2002) pelaksanaan audit harus memperhatikan faktor-faktor berikut: a.
Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut,
12
b.
Penetapan entitas ekonomi dan periode waktu yang diaudit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggungjawab auditor,
c.
Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit,
d.
Kemampuan auditor memahami kriteria yang digunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
B. Independensi Kata
independensi
merupakan
terjemahan
dari
kata
”independence” yang berasal dari Bahasa Inggris. Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English terdapat entri kata “independence” yang artinya “dalam keadaan independen”. Adapun entri kata “independent” bermakna “tidak tergantung atau dikendalikan oleh (orang lain atau benda); tidak mendasarkan diri pada orang lain; bertindak atau berfikir sesuai dengan kehendak hati; bebas dari pengendalian orang lain” (Hornby, 1987). Makna independensi dalam pengertian umum ini tidak jauh berbeda dengan makna independensi yang dipergunakan secara khusus dalam literatur pengauditan.
13
Mulyadi (2002) mendefinisikan pengertian tentang independensi adalah sebagai : Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independen juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Fearnley dan Page (1994 : 7) dalam Hussey dan Lan (2001) mengatakan tentang independensi bahwa : Sebuah audit hanya dapat menjadi efektif jika auditor bersikap independen dan dipercaya untuk lebih cenderung melaporkan pelanggaran perjanjian antara prinsipal (pemegang saham dan kreditor) dan agen (manajer).
Menurut
Antle
(1984)
dalam
M.
Nizarul
dkk
(2007)
mendefinisikan independensi sebagai : Suatu hubungan antara akuntan dan kliennya yang mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga temuan dan laporan yang diberikan auditor hanya dipengaruhi oleh bukti-bukti yang ditemukan dan dikumpulkan sesuai dengan aturan atau prinsip-prinsip profesionalnya.
Menurut Christiawan (2002) mengatakan tentang independensi seorang akuntan publik : Seorang akuntan publik yang independen adalah akuntan publik yang tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak siapapun, dan berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, tetapi juga pihak lain pemakai laporan keuangan yang mempercayai hasil pekerjaanya.
14
Menurut
Standar
Auditing
Seksi
220.2
(SPAP
:
2001)
menyebutkan bahwa : Independen artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Oleh karena itu ia tidak dibenarkan memihak kepada siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimilikinya, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat diperlukan untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.
Independensi secara esensial merupakan sikap pikiran seseorang yang dicirikan oleh pendekatan integritas dan obyektivitas tugas profesionalnya. Hal ini senada dengan America Institute of Certified public Accountant (AICPA) dalam Siti NurMawar (2010) menyatakan bahwa : Independensi adalah suatu kemampuan untuk bertindak berdasarkan integritas dan objektivitas. Meskipun integritas dan obyektivitas tidak dapat diukur dengan pasti, tetapi keduanya merupakan hal yang mendasar bagi profesi akuntan publik. Integritas merupakan prinsip moral yang tidak memihak, jujur, memandang dan mengemukakan fakta seperti apa adanya.
Di lain pihak, obyektivitas merupakan sikap tidak memihak dalam mempertimbangkan fakta, kepentingan pribadi tidak terdapat dalam fakta yang dihadapi (Mulyadi, 2002). Selain itu AICPA juga memberikan prinsip-prinsip berikut sebagai panduan yang berkaitan dengan independensi, yaitu: a.
Auditor dan perusahaan tidak boleh tergantung dalam hal keuangan terhadap klien.
15
b.
Auditor dan perusahaan seharusnya tidak terlibat dalam konflik kepentingan yang akan mengangggu obyektivitas mereka berkenaan dengan cara-cara yang mempengaruhi laporan keuangan.
c.
Auditor dan perusahaan seharusnya tidak memiliki hubungan dengan klien yang akan menganggu obyektivitasnya auditor. Dalam aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik (2001)
disebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance) (Simamora, 2002). Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independen tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur. Untuk diakui pihak lain sebagai orang yang independen, ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya, apakah itu manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
16
Dari berbagai pendapat mengenai independensi di atas, terdapat satu kesepakatan bahwa independensi merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh auditor. Terdapat berbagai jenis independensi, tetapi dapat disimpulkan
bahwa
independensi
yang
dapat
dinilai
hanyalah
independensi yang kelihatan. Dan penilaian terhadap independensi yang kelihatan ini selalu berkaitan dengan hubungan yang dapat dilihat serta diamati antara auditor dan kliennya. C. Kecermatan Profesional Auditor
harus menggunakan keahlian profesionlnya dengan
cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap menjalani tugas auditnya. Menurut Standar Auditing Seksi 230.2 (SPAP : 2001) tentang kecermatan professional menjelaskan bahwa : Standar ini menuntut auditor independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran dengan kecermatan dan keseksamaan menekankan tanggung jawab setiap yang bekerja dalam organisasi auditor independen untuk mengamati standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Menurut PSA No. 4 SPAP (2001) tentang kecermatan professional menjelaskan bahwa : Kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit
17
tersebut. Penggunaan kemahiran dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya
tersebut.
Seorang
auditor
harus
memiliki
tingkat
keterampilan yang umumnya dimiliki oleh auditor pada umumnya dan harus menggunakan keterampilan tersebut dengan kecermatan dan keseksamaan yang wajar. D. Kepatuhan Terhadap Kode Etik Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, agar anggota profesi menjaga dirinya dari kehilangan persepsi independensi
dari
masyarakat.
Anggapan
masyarakat
terhadap
independensi auditor ditekankan di sini karena independensi secara intrinsik merupakan masalah mutu pribadi, bukan merupakan suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara objektif. Sepanjang persepsi independensi ini dimasukkan ke dalam Aturan Etika, hal ini akan mengikat auditor independen menurut ketentuan profesi. Auditor harus mematuhi Kode Etik yang telah ditetapkan. Pelaksanaan audit harus mengacu pada standar audit ini dan auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
18
standar audit. Kode etik ini dibuat bertujuan untuk mengatur hubungan antara: a.
Auditor dengan rekan sekerjanya
b.
Auditor dengan atasan
c.
Auditor dengan pemeriksanya
d.
Auditor dengan masyarakat Menurut Standar Auditing Seksi 801.1 (SPAP : 2001) seksi ini
berhubungan dengan standar untuk pengujian dan pelaporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam perikatan, sebagaimana didefinisikan berikut ini, berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan Standar Audit Pemerintahan yang ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Seksi ini juga mencakup palaporan atas pengendalian intern berdasarkan Standar Audit Pemerintahan. Secara khusus, Seksi ini memberikan panduan tentang tanggung jawab auditor untuk: a.
Menerapkan aturan dalam SA Seksi 316 [PSA No. 70] Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan, dan SA Seksi 317 [PSA No. 31] Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum oleh Klien, yang berkaitan dengan pendeteksian salah saji sebagai akibat dari pelanggaran peraturan perundang-undangan yang:
19
b.
1. Berdampak langsung dan material terhadap penentuan jumlahjumlah dalam laporan keuangan dalam audit atas lapora keuangan entitas pemerintahan. 2. Diterapkan terhadap penerima bantuan keuangan pemerintah dan yang berdampak langsung dan material dalam penentuan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan dalam audit atas laporan keuangan entitas nonpemerintah.
c.
Melaporkan kepatuhan entitas yang diaudit terhadap peraturan perundang-undangan dan terhadap pengendalian intern dalam audit yang dilaksanakan berdasarkaan Standar Audit Pemerintahan.
E. Fee Audit DeAngelo (1981) menyatakan bahwa fee audit merupakan pendapatan yang besarnya bervariasi karena tergantung dari beberapa factor dalam penugasan audit seperti, ukuran perusahaan klien, kompleksitas jasa audit yang dihadapi auditor, risiko audit yang dihadapi auditor dari klien serta nama Kantor Akuntan Publik yang melakukan jasa audit. Simunic (2006) menyatakan bahwa fee audit ditentukan oleh besarkecilnya perusahaan yang diaudit (client size), risiko audit (atas dasar current ratio, quick ratio, D/E, litigation risk) dan kompleksitas audit (subsidiaries, foreign listed).
20
Sedangkan menurut Sankaraguruswamy et al. dalam Halim (2005) fee audit merupakan pendapatan yang besarnya bervariasi tergantung dari beberapa faktor dalam penugasan audit seperti, keuangan klien (financial of client), ukuran perusahaan klien (client size), ukuran auditor atau KAP, keahlian yang dimiliki auditor tentang industry (industry expertise), serta efisiensi yang dimiliki auditor (technological efficiency of auditors). Menurut Surat Keputusan No. KEP.024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit dalam menetapkan imbalan jasa yang wajar sesuai dengan martabat profesi akuntan publik dan dalam jumlah yang pantas untuk dapat memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar profesional akuntan publik yang berlaku. Imbalan jasa yang terlalu rendah atau secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor/akuntan pendahulu atau diajukan oleh auditor/akuntan lain, akan menimbulkan keraguan mengenai kemampuan dan kompetensi Anggota dalam menerapkan standar teknis dan standar profesional yang berlaku. Dalam menetapkan imbalan jasa (fee) audit, Akuntan Publik harus memperhatikan tahapan-tahapan pekerjaan audit, sebagai berikut : a.
Tahap perencanaan audit antara lain : pendahuluan perencanaan, pemahaman bisnis klien, pemahaman proses akuntansi, pemahaman struktur pengendalian internal, penetapan risiko pengendalian, melakukan analisis awal, menentukan tingkat materialitas, membuat
21
program audit, risk assessment atas akun, dan fraud discussion dengan management. b.
Tahap pelaksanaan audit antara lain : pengujian pengendalian internal, pengujian substantif transaksi, prosedur analitis, dan pengujian detail transaksi.
c.
Tahap pelaporan antara lain : review kewajiban kontijensi, review atas kejadian setelah tanggal neraca, pengujian bukti final, evaluasi dan kesimpulan, komunikasi dengan klien, penerbitan laporan audit, dan capital commitment. Selain itu, dalam menetapkan fee audit, Akuntan Publik harus juga
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a.
Kebutuhan klien
b.
Tugas dan tanggung jawab menurut hukum
c.
Independensi
d.
Tingkat keahlian dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan
e.
Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan
f.
Basis penetapan fee yang disepakati. Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang
digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan bagi klien atau bagi kantor akuntan publik yang bersangkutan.
22
Dalam hal imbalan jasa tidak dikaitkan dengan banyaknya waktu pengerjaan, Anggota harus menyampaikan Surat Perikatan (Engagement Letter) yang setidaknya memuat : (1) tujuan, lingkup pekerjaan serta pendekatan dan metodologinya; dan (2) basis penetapan dan besaran imbalan jasa (atau estimasi besaran imbalan jasa) serta cara dan/atau termin pembayarannya. Anggota diharuskan agar selalu : (1) memelihara dokumentasi lengkap mengenai basis pengenaan imbalan jasa yang disepakati; dan (2) menjaga agar basis pengenaan imbal jasa yang disepakati konsisten dengan praktek yang lazim berlaku. Untuk mempertahankan independensinya, anggota sudah harus menerima imbal jasa atas pekerjaan yang telah dilakukannya sebelum memulai
pekerjaan
untuk
periode
berikutnya.
Anggota
tidak
diperkenankan menerima perikatan apabila klien belum membayar lunas kewajiban kepada auditor terdahulu. Praktek yang baik mengharuskan dilakukannya penagihan secara bertahap atas pekerjaan yang diselesaikan untuk periode lebih dari satu bulan. Penagihan harus segera dilakukan begitu termin yang disepakati telah jatuh waktu. Kebijakan penentuan fee audit oleh Kantor Akuntan Publik menjadi salah satu aspek dalam hal dilakukannya review mutu terhadap Kantor Akuntan Publik tersebut.
23
F. Kualitas Audit Menurut Deangelo (1981) kualitas audit diartikan sebagai “Probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.” Dari pengertian tentang kualitas audit di atas bahwa auditor dituntut oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan
oleh
manajemen perusahaan
untuk
dapat
menjalankan
kewajibannya ada tiga komponen yang harus dimiliki auditor yaitu kompetensi, independensi, dan kecermatan professional. Tetapi dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin hasil operasi perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yang tergambar dengan data yang lebih tinggi dengan maksud untuk mendapatkan penghargaan (misalkan bonus). Untuk mencapai tujuan tersebut tidak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan kepada auidtor sehingga laporan keuangan auditan yang dihasilkan itu sesai dengan keinginan klien (Media Akuntansi,1997) dalam Siti NurMawar (2010). Berdasarkan uraian diatas, maka auditor memiliki posisi yang strategis baik di mata manajemen maupun di mata pemakai laporan keuangan. Selain itu pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan yang besar terhadap hasil pekerjaan auditor dalam mengaudit laporan
24
keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keungan auditan dan jasa yang diberikan auditor mengharuskan auditor memperhatikan kualitas audit yang dilakukannya. Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik akuntan, standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Setiap audit harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya dengan bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi sehingga dia dapat bertindak adil, tanpa dipengaruhi atau permintaan pihak tertentu untuk memenuhi kepentingan pribadinya (Khomsiyah dan Indriantoro,1988) dalam Siti NurMawar (2010). Kualitas audit dan kepuasan auditee di nilai melalui terpenuhinya dua belas atribut kualitas audit yang dikembangkan oleh Carcello et al., (1992). Berikut ini adalah 12 atribut kualitas audit yaitu: a. Pengalaman
melakukan
audit
(client
experience)
Pengalaman
merupakan atribut yang penting yang harus dimiliki oleh auditor. Hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak daripada auditor berpengalaman. b. Memahami industri klien (industry expertise) Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri tempat operasi suatu usaha , seperi kondisi ekonomi, peraturan pemerintah serta perubahan teknologi yang berpengaruh terhadap auditnya.
25
c. Responsive atas kebutuhan klien (Responsiveness) Atribut yang membuat klien memutuskan pilihannya terhadap suatu KAP adalah kesungguhan KAP tersebut memperhatikan kebutuhan kliennya. d. Taat pada standar umum (Technical competence) Kredibilitas auditor tergantung kepada : kemungkinan auditor mendeteksi kesalahan yang material dan kesalahan penyajian serta kemungkinan auditor akan melaporkan
apa
yang
ditemukannya.
Kedua
hal
tersebut
mencerminkan terlakasananya standar umum. e. Independensi (Independence)
Independensi adalah sikap
yang
diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Bersikap independen artinya tidak mudah dipengaruhi. f. Sikap hati-hati (Due Care) Auditor yang bekerja dengan sikap kehatihatian akan bekerja dengan cermat dan teliti sehingga menghasilkan audit yang baik, dapat mendeteksi dan melaporkan kekeliruan serta ketidakberesan. g. Komitmen yang Kuat Terhadap Kualitas Audit (Quality Commitment) IAI sebagai induk organisasi akuntan publik di Indonesia mewajibkan para anggotanya untuk mengikuti program pendidikan profesi berkelanjutan dan untuk menjadi anggota baru harus mengikuti program profesi akuntan (PPA) agar kerja auditnya berkualitas hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari IAI dan para anggotanya.
26
h. Keterlibatan pimpinan KAP. Pemimpin yang baik perlu menjadi vocal point yang mampu memberikan perspektif dan visi luas atas kegiatan perbaikan serta mampu memotivasi, mengakui dan menghargai upaya dan prestasi perorangan maupun kelompok. i.
Melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat (field work conduct) Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan membuat suatu program audit secara tertulis, dengan tepat dan matang akan membuat kepuasan bagi klien.
j.
Keterlibatan komite audit. Komite audit diperlukan dalam suatu organisasi
bisnis
dikarenakan
mengawasi
proses
audit
dan
memungkinkan terwujudnya kejujuran pelaporan keuangan. k. Standar etika yang tinggi (Ethical Standard). Dalam usaha untuk meningkatkan akuntabilitasnya, seorang auditor harus menegakkan etika profesional yang tinggi agar timbul kepercayaan dari masyarakat. l.
Tidak mudah percaya. Auditor tidak boleh menganggap manajemen sebagai orang yang tidak jujur, tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa manajer adalah orang yang tidak diragukan lagi kejujurannya, adanya sikap tersebut akan memberikan hasil audit yang bermutu dan akan memberikan kepuasan bagi klien.
27
G. Penelitian Terdahulu Sebagai acuan peneliatian ini, dapat dilihat dari penelitianpenelitian terdahulu yang pernah dilakukan antara lain : Elisa dan Icuk (2010) melakukan penelitian tentang Pengaruh independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas terhadap kualitas audit (studi pada Auditor di KAP “Big Four” di Indonesia). Hasilnya adalah independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit. Independensi, due professional care dan akuntabilitas secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Independensi merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kualitas audit. Haslinda Lubis (2009) melakukan penelitian tentang Pengaruh keahlian, independensi, kecermatan professional
dan kepatuhan pada
kode etik terhadap kualitas auditor pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Hasilnya adalah keahlian, independensi, kecermatan professional dan kepatuhan pada kode etik secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit. Keahlian, independensi, kecermatan professional
dan
kepatuhan terhadap kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit, tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas audit adalah independensi.
28
Tabel. 2.1 : Ikhtisar Penelitian-Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul Penelitian
Elisa dan Icuk 2010
Pengaruh independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas terhadap kualitas audit (studi pada Auditor di KAP “Big Four” di Indonesia).
Haslinda Lubis 2009
Teguh Harhinto 2004
St. Nur Irawati 2011
Pengaruh keahlian, independensi, kecermatan professional dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.
Variabel Variabel Independen : Independensi, Pengalaman, Due Professional Care, dan Akuntanbilitas. Variabel Dependen : Kualitas Audit Variabel Independen : Keahlian, Independensi, Kecermatan Professional dan Kepatuhan pada kode etik
Variabel Dependen : Kualitas Audit Pengaruh keahlian dan Variabel independensi terhadap Independen : kualitas auditor Pada Keahlian dan KAP di Jawa Timur Independensi
Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas auditor Pada KAP di Makassar
Variabel Dependen : Kualitas Audit Variabel Independen : Kompetensi dan Independensi Variabel Dependen : Kualitas Audit
Hasil Penelitian Independensi, pengalaman, due professional care, akuntanbilitas berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun secara simultan.
Keahlian, independensi, kecermatan professional dan kepatuhan pada kode etik berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun secara simultan. Keahlian auditor dan independensi auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Kompetensi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitasauditsedang kan independensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit.
29
Peneliti
Judul Penelitian
Variabel
Hasil Penelitian
Siti NurMawar Indah 2010
Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit Pada KAP di Semarang
Variabel Independen : Kompetensi dan Independensi
Variabel pengalaman, pengetahuan dan telaah dari rekan auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sedangkan variabel lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, dan Jasa non audit memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas audit. Banyak faktor memainkan peran penting dalam mempengaruhi kualitas audit dari sudut pandang auditor individual, auditor tim maupun KAP.
Variabel Dependen : Kualitas Audit
Kusharyanti Temuan penelitian 2003 mengenai kualitas audit dan kemungkinan topik penelitian di masa datang
Variabel Independen : Besaran KAP, Audit Tenure, Audit Fee, Jasa Nonaudit
Variabel Dependen : Kualitas Audit Sumber : Data yang diolah
30
H. Kerangka Berpikir Untuk memudahkan analisis dan menguji hipotesis, maka dapat digambarkan dalam suatu bagan kerangka berpikir yang disajikan pada gambar 2.1 sebagai berikut :
Independensi (X1) Kecermatan Profesional (X2) Kepatuhan Pada Kode Etik (X3)
Kualitas Audit (Y)
Fee Audit (X4)
Variabel Independen Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Variabel Dependen