BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Konsep Dasar Sistem Sistem merupakan kumpulan elemen-elemen yang saling terkait dan bekerja
sama untuk memperoleh masukan (input) yang ditujukan kepada sistem tersebut dan mengolah masukan tersebut sampai menghasilkan keluaran (output) yang diinginkan (Kristanto : 2003). Syarat – syarat sistem : a. Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan suatu tujuan. b. Elemen sistem harus mempunyai rencana yang ditetapkan. c. Adanya hubungan diantara elemen sistem. d. Unsur dasar dari proses (arus informasi, energi, dan material) lebih penting dari pada elemen sistem. Dalam mendefinisikan sistem, terdapat dua kelompok sistem yang berbeda, yaitu (Hanif, 2007) : 1. Pendekatan sistem pada procedural Mendefinisikan sistem sebagai suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan kegiatan suatu kegiatan untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. 2. Pendekatan sistem yang menekankan pada elemen atau komponen Mendefinisikan sistem sebagai suatu kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.2
Sistem Pendukung Keputusan Decision Support System (Sistem Pendukung Keputusan) merupakan sistem
informasi pada level manajemen dari suatu organisasi yang mengkombinasikan data dan model analisis canggih atau peralatan data analisis untuk mendukung
II-1
pengambilan keputusan yang semi terstruktur dan tidak terstruktur (Hanif Al Fatta, 2007). Masalah semi terstruktur memiliki karakteristik yang merupakan perpotongan dari masalah terstruktur dan masalah tidak terstruktur. Dua sifat diantarannya adalah: 1. Beberapa bagian dari masalah terjadi berulang-ulang, sementara 2. Beberapa bagian dari masalah melibatkan subjectivitas manusia Bagian masalah yang bersifat terstruktur bisa ditangani dengan baik oleh aplikasi komputer yang dibangun untuk masalah tersebut, sementara bagian masalah yang bersifat tidak terstruktur ditangani oleh manusia pembuat keputusan (Julius Hermawan, 2005).Pada dasarnya SPK dirancang untuk mendukung seluruh tahapan pengambilan keputusan mulai dari mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan untuk proses pengambilan keputusan, sampai mengevaluasi pemilihan alternatif (Hasan, 2002:27). Ciri-ciri SPK menurut Alters Keen yang di paparkan sudirman dan widjajani (1996) adalah sebagai berikut : a. SPK digunakan oleh para manajer tingkat puncak untuk membantu pengambilan keputusan-keputusan yang kurang terstruktur. b. SPK merupakan gabungan antara kumpulan model kualitatif dan kumpulan data. c. SPK memiliki fasilitas interaktif yang dapat mempermudah hubungan antara manusia dengan computer. d. SPK bersifat luwes dan dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
II-2
2.2.1 Komponen Sistem Pendukung Keputusan Menurut Turban (1995), Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari 3 komponen utama atau subsistem, yaitu
subsistem manajemen data, subsistem
manajemen model dan subsistem dialog. 1. Subsistem Manajemen Data Subsistem Manajemen Data merupakan komponen SPK sebagai penyedia data bagi sistem, yang mana data disimpan dalam Data Base Manajement System (DBMS), sehingga dapat diambil dan diekstraksi dengan cepat. Subsistem manajemen data dibangun dari elemen-elemen antara lain basis data SPK, DBMS (Database Management System), direktori data dan
fasilitasquery. Basis data adalah kumpulan dari data yang saling
terhubung dan dikelolasedemikian rupa sesuai kebutuhan dan struktur dari sebuah organisasi yang bisadigunakan oleh lebih dari satu orang dan lebih dari satu aplikasi. Data dari basisdata sebuah SPK didapatkan dari sumber data internal dan sumber data eksternal.Data ini mungkin dimasukkan ketika SPK dipakai atau sebelumnya disimpan didalam basis data SPK. DBMS menyediakan fasilitas untuk proses-proses antara lain yaitumembuat database, mengakses database dan mengupdate database. DBMS jugamempunyai kemampuan tambahan seperti menghubungkan data dari sumber yangberbeda, melakukan proses query dan report dari data yang
ada,
menyediakanmetode pengamanan data, melakukan proses
manipulasi data yang kompleks, danmengelola data lewat sebuah kamus data (data dictionary). 2. Subsistem Manajemen Model Keunikan
dari
sistem
ini
adalah
kemampuannya dalam
mengintegrasikandata dengan model–model keputusan. Salah satu persoalan yang berkaitan denganmodel adalah bahwa penyusunan model sering kali
II-3
terikat pada struktur modelyang mengasumsikan adanya masukan yang benar dan cara keluaran yang tepat. Sementara
itu,
model
cenderung
tidak
mencangkupi
karena
adanya kesulitandalam mengembangkan model yang terintegrasi untuk menangani sekumpulankeputusan yang saling bergantung. Cara untuk menangani persoalan
ini
denganmenggunakan
berbagai
model
yang
terpisah dimana setiap model digunakanuntuk menangani bagian yang berbeda dari masalah yang sedang dihadapi. Kemampuan yang dimiliki subsistem basis model meliputi : 1. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah. 2. Kemampuan untuk mangakses dan mengintegrasikan model-model keputusan. 3. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dan manajemen basis data (seperti untuk menyimpan, membuat dialog, menghubungkan dan mengakses model). 3. Subsistem Dialog Melalui Sistem dialog ini, sistem dapat diartikulasikan dan diimplementasikan, sehingga pengguna atau pemakai dapat berkomunikasi dengan sistem yang dirancang dalam bentuk menu, forminput, notifikasi dan grafik. 2.2.2
Proses pengambilan keputusan
Decision Support System (Sistem Pendukung Keputusan) ini akan mendasarkan proses ditetapkan oleh para perancang system. Proses pembuatan keputusan terdapat 3 tahap , yaitu : (winarno, 2001) 1. Tahap Pemahaman (Intelligence) Tahap ini merupakan tahap pengakuan adanya masalah.Tahap ini merupakan
II-4
tahapan yang paling penting karena meliputi proses penelurusan dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Input yang diperoleh akan diproses dan diuji dalam rangaka mengidentifikasikan masalah. 2. Tahap Perancangan (Design) Tahap ini merupakan tahap perencanaan berbagai alternative yang akan dipilih, pembuatan, pengembangan dan analisis hal – hal yang mungkin untuk dilakukan, juga pemahaman masalah dan pengecekan solusi yang layak dan model dari masalah yang di rancang, dites dan di validasi. 3. Tahap Pemilihan (Choice) Tahap ini merupakan tahap memilih salah satu diantara alternative yang telah disiapkan dalam tahap perancangan. 2.2.3 Langkah-langkah membangun SPK Dalam Membangun suatu sistem pendukung keputusan melalui beberapa tahapan yaitu : 1. Perencanaan Pada tahap perencanaan ini dilakukan perumusan masalah serta penentuan tujuan dibangunnya sistem pendukung keputusan. Ini merupakan langkah awal yang sangat penting karena akan menentukan pemilihan jenis SPK yang akan dirancang dan penentuan metode pendekatan yang akan digunakan. 2. Penelitian Pada tahap ini dilakukan pencarian data dan sumber daya yang mendukung sistem pendukung keputusan yang akan dirancang. 3. Analisis Pada tahap ini akan dilakukan analisis teknik pendekatan dengan sumber daya yang diperloreh. 4. Perancangan Pada tahap ini dilakukan perancangan dari keempat subsistem yaitu : subsistem basis data, subsistem model, subsistem komunikasi dan subsistem pengetahuan.
II-5
5. Konstruksi Pada tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap perancangan setelah keempat subsistem yang dirancang digabungkan menjadi suatu sistem pendukung keputusan. 6. Implementasi Pada tahap ini menerapkan sistem pendukung keputusan yang dibangun, dan ditahap ini juga akan dilakukan testing, evaluasi, orientasi dan penyebaran. 7. Pemeliharaan Tahap ini merupakan tahap yang harus dilakukan untuk memepertahankan kehandalan sistem.
2.3
Analytic Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode yang dapat
menyelesaikan
suatu
permasalahan
yang
kompleks.
Permasalahan
tersebut
dipecahkan ke dalam kelompok-kelompok. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi hirarki (Kusumadewi, 2003). Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompokkelompoknya. Kemudian, kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. (Saaty, 1987) Suatu tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan dalam beberapa subtujuan yang lebih terperinci yang dapat menjelaskan apa yang dimaksud dalam tujuan pertama. Penjabaran ini dapat dilakukan terus hingga akhirnya diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Dan pada hirarki terendah ini dapat ditetapkan dalam satuan apa kriteria diukur. Kelebihan AHP dibandingkan dengan metode pengambilan keputusan lainnya adalah : II-6
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub-sub kriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan keluaran analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses penjabaran hierarki tujuan, yaitu : 1. Pada saat penjabaran tujuan kedalam subtujuan, harus diperhatikan apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam sub tujuan tersebut. 2. Perlu menghindari terjadinya pembagian yang terlalu banyak, baik dalam arah horizontal maupun vertical. 3. Menjabarkan hierarki tujuan yang lebih rendah untuk pengujian kepentingan. Metode AHP juga memiliki kemampuan memecahkan masalah yang multiobjektif dan multi-kriteria yang berdasar pada perbandingan referensi dari setiap elemen dalam hirarki sehingga model ini merupakan model pengambilan keputusan yang kompeherensif. 2.3.1
Langkah – Langkah Dalam Metode AHP Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi : (Saaty, 1987)
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau
II-7
kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan penilaian (judgment) dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Melakukan
perbandingan
berpasangan
sehingga
diperoleh
penilaian
seluruhnya sebanyak n x [n-1/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data bisa diulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis penilaian dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka penilaian data harus diperbaiki.
2.3.2 Penjabaran Hirarki Tujuan Dalam penjabaran hirarki tujuan, tidak ada pedoman yang pasti seberapa jauh pengambil keputusan menjabarkan tujuan menjadi tujuan yang lebih rendah. Pengambil keputusanlah yang menentukan saat penjabaran tujuan ini berhenti, dengan memperhatikan keuntungan atau kekurangan yang diperoleh bila tujuan tersebut diperinci lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam melakukan proses penjabaran hirarki tujuan, yaitu (Saaty, 1980): 1. Pada saat penjabaran tujuan ke dalam subtujuan, harus diperhatikan apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujuan tersebut. 2. Meskipun hal tersebut terpenuhi, perlu menghindari terjadinya pembagian yang terlampau banyak, baik dalam arah horizontal maupun vertikal.
II-8
3. Untuk itu sebelum menetapkan suatu tujuan untuk menjabarkan hirarki tujuan yang lebih rendah, maka dilakukan tes kepentingan, “Apakah suatu tindakan/hasil terbaik akan diperoleh bila tujuan tersebut tidak dilibatkan dalam proses evaluasi?”. Penjabaran tujuan dalam hirarki yang lebih rendah pada dasarnya ditujukan agar memperoleh kriteria yang dapat diukur. Walaupun sebenarnya tidaklah selalu demikian keadaannya. Dalam beberapa hal tertentu, mungkin lebih menguntungkan bila menggunakan tujuan pada hirarki yang lebih tinggi dalam proses analisis. Semakin rendah dalam menjabarkan suatu tujuan, semakin mudah pula penentuan ukuran objektif dari kriteria-kriterianya. Akan tetapi, ada kalanya dalam proses analisis pengambilan keputusan tidak memerlukan penjabaran yang terlalu terperinci. Bila demikian keadaannya, salah satu cara untuk menyatakan ukuran pencapaiannya adalah dengan menggunakan skala subjektif. Contoh bentuk hirarki tujuan :
Tujuan
Kriteria
Alternatif
Pemilihan Terbaik
Kriteria 1
Alternatif A
Kriteria 2
Kriteria .....
Alternatif B
Kriteria ke-n
Alternatif C
Gambar 2.1 Bentuk Hirarki Tujuan
II-9
2.3.3 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan Secara naluri, manusia dapat mengestimasi besaran sederhana melalui inderanya. Proses yang paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu penetapan skala kuantitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain (Saaty, 1987). Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan Intensitas kepentingan
Keterangan
Penjelasan
1
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya
5
Elemen yang satu lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat daripada elemen yang lainnya. kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya.
7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya.
Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek.
9
Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
2,4,6,8 Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i
2.3.4 Penghitungan Bobot Elemen Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki
II-10
paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Selanjutnya perhatikan elemen yang akan dibandingkan. A1
A2
...
An
A1
a11
a12
...
a1n
A2
a21
a22
...
a2n
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
an2
...
ann
An
an1
Gambar 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
Matriks An x n merupakan matriks resiprokal. Dan diasumsikan terdapat n elemen, yaitu w1, w2, ..., wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai (judgement) perbandingan secara berpasangan antara (wi, wj) dapat dipresentasikan seperti matriks tersebut. wi = a(i,j) ; i.j = 1, 2, …, n wj
Dalam hal ini matriks perbandingan adalah matriks A dengan unsur-unsurnya adalah aij, dengan i,j = 1, 2, ..., n. Unsur-unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat hirarki yang sama. Misalnya unsur a11 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 dengan elemen operasi A1 sendiri, sehingga dengan sendirinya nilai unsur a11 adalah sama dengan 1. Dengan cara yang sama maka diperoleh semua unsur diagonal matriks perbandingan sama dengan 1. Nilai unsur a12 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 terhadap elemen operasi A2. Besarnya nilai a21 adalah 1/a12, yang menyatakan tingkat intensitas kepentingan elemen operasi A2 terhadap elemen operasi A1.
II-11
Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi A1, A2, ..., An tersebut dinyatakan sebagai vektor W, dengan W = (W1, W2, ..., Wn), maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 dibandingkan A2 dapat pula dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen operasi A1 terhadap A2 yakni W1/W2 yang sama dengan a12, sehingga matriks perbandingan pada gambar 2.4 dapat pula dinyatakan sebagai berikut : A1
A2
...
An
A1
w1/w1
w1/w2
...
w1/wn
A2
w2/w1
w2/w2
...
w2/wn
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
An
wn/w1
wn/w2
...
wn/wn
Gambar 2.3 Matriks Perbandingan Preferensi
Nilai-nilai wi/wj, dengan i, j = 1, 2, ..., n, dijajagi dari partisipan, yaitu orangorang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis.
2.3.5 Eigen Value dan Eigen Factor Dalam bahasan ini, untuk mencari nilai eigen dengan menggunakan metode pangkat. Yang menghasilkan sebuah aproksimasi terhadap nilai eigen dengan nilai mutlak terbesar dan vektor eigen yang. Sebagai contoh kita lihat matriks berikut ini.
3 2 A 1 0
............................................................................
(2.1)
Mempunyai nilai-nilai eigen 1 = 2 dan 2 = 1 Ruang eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen dominan 1 = 2 adalah ruang pemecahan dari sistem.
II-12
(2I – A)x = 0
1 2 x1 0 Yakni, ...................................................... 2 x 2 0 1
(2.2)
Dengan memecahkan sistem ini akan menghasilkan x1 = -2t, x2 = t. Jadi, vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan1 = 2 adalah vektor-vektor taknol yang berbentuk
2t x .............................................. t
(2.3)
Kita sekarang melukiskan prosedur untuk menggunakannya terhadap perkiraan vektor eigen dominan A. Untuk memulainya, kita pilih secara sebarang
1 x0 1
.......................................................................
(2.4)
Sebagai aproksimasi awal terhadap vektor eigen dominan, dengan pengalian x0 oleh A berulang-ulang akan menghasilkan
3 2 1 5 Ax0 1 0 1 1
..........................................
3 2 5 13 2,6 A 2 x 0 A( Ax0 ) 5 1 0 1 5 1
(2.5)
.......
(2.6)
3 2 13 29 2,23 A 3 x 0 A( A 2 x 0 ) 13 ... 1 0 5 13 1
(2.7)
3 2 29 61 2,10 A 4 x 0 A( A 3 x 0 ) 29 .. (2.8) 1 0 13 29 1 3 2 61 125 2,05 A 5 x 0 A( A 4 x 0 ) 61 1 .. (2.9) 1 0 29 61
II-13
3 2 125 253 2,02 A 6 x 0 A( A 5 x 0 ) 125 .. (2.10) 1 0 61 125 1 3 2 253 509 2,01 A 7 x 0 A( A 6 x 0 ) 253 1 ..2.11 1 0 125 253 Jelaslah dari perhitungan-perhitungan ini bahwa hasil-hasil kali semakin
2 mendekati kelipatan skalar dari 1 Yang merupakan vektor eigen dominan A yang kita dapatkan dengan memisalkan t = -1. karena kelipatan skalar dari vektoreigen dominan adalah juga vektor eigen dominan. Maka perhitungan-perhitungan di atas akan menghasilkan aproksimasi yang semakin baik terhadap vektor eigen dominan A. Metode pangkat sering menghasilkan vektor-vektor yang mempunyai komponen-komponen besar yang malah akan merumitkan perhitungan. Untuk mengatasi masalah ini, maka vektor eigen aproksimasi tersebut biasanya diskalakan kebawah pada masing-masing langkahsehingga komponen-komponennya terletak antara + 1 dan – 1. hal ini dapat dicapai dengan mengalikan vektor eigen aproksimasi dengan kebalikan komponen yang mempunyai nilai mutlak terbesar. Untuk melukiskannya dalam langkah pertama pada contoh diatas, maka aproksimasi terhadap vektor dominan adalah
5 1 5 1 1 . Vektor eigen yang diskalakan kebawah adalah 5 1 0,2 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam metode pangkat dengan penskalaan adalah (Howard Anton, 1997): Langkah 0.
Pilihlah sebarang vektor tak nol x0.
II-14
Langkah 1.
Hitunglah Ax0 dan skalakan kebawah untuk mendapatkan
aproksimasi pertama terhadap vektor eigen dominan. Namakanlah vektor eigen tersebut x1. Langkah 2
Hitunglah Ax1dan skalakan ke bawah untuk mendapatkan
aproksimasi kedua, x2. Langkah 3
Hitunglah Ax2dan skalakan ke bawah untuk mendapatkan
aproksimasi kedua, x3.
1 Sehingga, kita pilih secara sebarang x 0 1 Sebagai aproksimasi awal, dengan mengalikan x 0 dengan A dan menskalakan kebawah akan menghasilakan :
3 2 1 5 Ax0 1 0 1 1
1 5 1 x1 ........ (2.12) 5 1 0,2
Dengan mengalikan x1 dengan A dan menskalakan kebawah akan menghasilkan:
3 2 1 2,6 1 2,6 1 Ax1 x2 .. (2.13) 2,6 1 0,385 1 0 0,2 1 Dari kuosien Rayleigh, perkiraan pertama dari nilai eigen dominan adalah 1
x1 , Ax1 (1)(2,6) ( 0,2)(1) 2,692 ............. (2.14) x1 , x1 (1)(1) ( 0,2)(0,2)
Dengan mengalikan x2 dengan A dan menskalakan kebawah akan menghasilkan:
3 2 1 2,23 Ax 2 1 0 0,385 1
................................. (2.15)
II-15
x3
1 2,23 1 2,23 1 0,448
........................................
(2.16)
Dari kuosien Rayleigh, perkiraan kedua dari nilai eigen dominan adalah 1
x 2 , Ax 2 (1)( 2,23) ( 0,385)( 1) 2,278 .... x2 , x2 (1)(1) ( 0,385)( 0,385)
(2.17)
Dengan mengalikan x3 dengan A dan menskalakan kebawah akan menghasilkan:
3 2 1 2,104 Ax3 1 0 0,448 1 x4
...............................
1 2,104 1 2,104 1 0,475
.........................
(2.18)
(2.19)
Dari kuosien Rayleigh, perkiraan kedua dari nilai eigen dominan adalah 1
x 3 , Ax 3 (1)( 2,104) ( 0,448)( 1) 2,125 .... (2.20) x3 , x3 (1)(1) ( 0,448)( 0,448)
Kita meneruskannya dengan cara ini, maka kita hasilkan seurutan aproksimasi terhadap vektor eigen dominan dan nilai eigen dominan. Nilai-nilai ini, bersama-sama dengan hasil perkiraan selanjutnya, kita tabelkan dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Tabel langkah aproksimasi dalam metode pangkat Langkah I Xi = aproksimasi terhadap vektor eigen yang diskalakan kebawah Ax
0
1 1 5 1
1
2
1 1 0,2 0,385
2,6 1
2,23 1
3
4
5
1 1 1 0,488 0,475 0,488
2,104 1
2,050 1
2,024 1
6
1 0,494
2,012 1
II-16
Aproksimasi terhadap i
-
2,692
2,278
2,125
2,060
2,029
2,014
Tidak ada kaidah yang rumit dan cepat untuk menentukan berapa banyak langkah yang kita gunakan dalam metode pangkat tersebut. Kita akan meninjau prosedur yang mungkin banyak digunakan. Jika i menyatakan aproksimasi terhadap kuantitas , maka galat relatif dalam aproksimasi didefenisikan sebagai:
i
...................................................................................
(2.21)
Sedangkan galat persentase dalam aproksimasi tersebut adalah
i x100%
...................................................................
(2.22)
Pada tabel 2.2 diketahui 1 = 2,692, 2 = 2,278 dan 3 = 2,125. maka galat relatif diperkirakan setelah dua langkah adalah :
2 1 2,278 2,692 0,182 0,182 2 2,278
..........................
(2.23)
Sehingga galat presentase adalah 18,2 %. Begitu selanjutnya sehingga perhitungan galat selanjutnya dapat dilihat pada tabel 2.3 Tabel 2.3 Perhitungan Galat Relatif Pada Metode Pangkat i = nomor langkah
2
3
4
5
6
(i)
2,278
2,125
2,060
2,029
2,014
Galat relatif yang diperkirakan setelah i langkah
0,182
0,072
0,032
0,015
0,007
II-17
i = nomor langkah
2
3
4
5
6
Galat presentase yang diperkirakan setelah i langkah
18,2 %
7,2 %
3,2 %
1.5 %
0,7 %
2.3.6 Penghitungan Konsistensi Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut, harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal, sebagai berikut : Hubungan Kardinal
: aij . ajk = aik
Hubungan Ordinal
: Ai> Aj, Aj> Ak, maka Ai> Ak
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang. Contoh konsistensi preferensi :
A=
i
j
k
i
1
4
2
j
¼
1
½
k
½
2
1
Matriks A konsisten karena : aij . ajk = aik → 4 . ½ = 2 aik . akj = aij → 2 . 2
=4
ajk . aki = aji → ½ . ½ = ¼ ......................................................................
(2.24)
Dalam teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pula pada eigenvalue. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan Indeks Konsistensi (CI), dengan persamaan :
II-18
Maks n CI n 1 dimana :
…………………………………………………
maks
= eigenvalue maksimum
n
= ukuran matriks
(2.25)
Indeks konsistensi (CI); matriks random dengan skala penilaian 9 (1 sampai dengan 9) beserta kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Tabel 2.4
Nilai Indeks Random
Ukuran Matriks 1, 2
Indeks Random (inkonsistensi) 0.00
3
0.58
4
0.90
5
1.12
6
1.24
7
1.32
8
1.41
9
1.45
10
1.49
11
1.51
12
1.48
13
1.56
14
1.57
15
1.59
Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Rasio Konsistensi (CR). CR
CI RI
.................................................................................
(2.26)
Untuk model AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika nilai Rasio Konsistensi 0.1.
II-19
2.3.7 Menghitung Bobot Matriks Perbandingan Penghitungan bobot elemen merupakan penghitungan perbandingan penilaian setiap kriteria yang dikembangkan. Pada studi kasus Menentukan Terapi Herbal Pada Penyakit Dalam ini terdapat 4 kriteria yang menjadi elemen perbandingan seperti yang telah digambarkan pada struktur hirarki tujuan tersebut. Penghitungan perbandingan penilaian setiap kriteria ini akan menghasilkan sebuah matriks perbandingan berpasangan. Bobot prioritas level dua diperoleh dari penghitungan bobot elemen setiap kriteria, dengan perhitungan sebagai berikut : Ma= (Aaa x Aab x Aac x Aadz1/n Mb = (Aba x Abb x Abc x Abdz1/n Mc = (Aca x Acb x Acc x Acdz1/n Md = (Ada x Adb x Adc x Addz1/n Pa =
Ma , M
Pb =
Mb , M
Pc =
Mc , M
Pd =
Md ,.......... M
(2.27)
Dimana, n
= Jumlah kolom matriks
A
= Elemen matriks
a,b,c,d,e,f,g,h
= Sel matriks
M
= Hasil sementara bobot prioritas lokal
M
= Penjumlahan M
P
= Bobot Prioritas Lokal
II-20
2.3.8 Menghitung bobot prioritas global Setelah semua matriks perbandingan antar resep herbal selesai diisi dan diolah maka didapatkan bobot semua prioritas lokal. Langkah berikutnya adalah melakukan operasi perkalian antara matriks yang memuat prioritas lokal tersebut sehingga akhirnya akan menghasilkan suatu prioritas global. Dari setiap matriks perbandingan antar resep herbal akan didapatkan vektor prioritas 4 x 1 dan karena ada 4 matriks perbandingan pada level tersebut maka gabungan vektor-vektor prioritas tersebut akan menghasilkan matriks 4 x 6, sedangkan pada matriks level dua akan menghasilkan vektor 4 x 1. Perkalian antara matriks 4 x 6 dengan matriks 4 x 1 akan menghasilkan suatu matriks atau vektor prioritas 6 x 1 yang tidak lain merupakan prioritas global dari semua elemen pada resep herbal.
2.4 Pengujian User Acceptance Test Pengujian User Acceptance test (UAT) merupakan pengujian tahap akhir yang akan dilakukan dalam penelitian ini sebelum sistem yang telah dibangun nanti dapat dikatakan telah memenuhi persyaratan untuk pemilihan mobil baru atau sistem telah layak digunakan. Pengujian ini dilakukan dimana pengguna akhir menggunakan sistem secara langsung dan memberikan penilaian dengan menjawab kuesioner yang diberikan.
2.4.1 Pengertian Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data secara langsung kepada responden yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur sikap dari responden terhadap sistem pendukung keputusan yang dibangun apakah sistem untuk pemilihan mobil baru menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) sudah layak digunakan atau belum. Kuesioner atau angket adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006), Sedangkan menurut Sugiyono (2008), angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. II-21
Menurut Arikunto (2006), kuesioner dapat dibeda-bedakan atas beberapa jenis, yaitu : 1.
Dilihat dari cara menjawab. a. Koesioner terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri b. Koesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.
2.
Dilihat dari jawaban yang diberikan a. Koesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya b. Koesioner tidak langsung, jika responden menjawab tentang orang lain.
3.
Dilihat dari bentuknya a. Koesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan koesioner tertutup b. Koesioner isian, yang dimaksud adalah koesioner terbuka c. Check list, sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check pada kolom yang sesuai d. Rating-scale (skala bertingkah), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh
kolom-kolom yang menunjukkan tingkat-tingkatan misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju. 2.4.2
Skala Likert Skala Likert menurut Djaali (2008) ialah skala yang dapat dipergunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan.Terdapat dua bentuk model pertanyaan dalam skala likert, yaitu bentuk pertanyaan positif, yang digunakan untuk mengukur sikap positif dan pertanyaan negatif yang digunakan untuk mengukur sikap negatif. Langkah-langkah pada skala likert yang digunakan untuk menentukan sikap responden secara keseluruhan terhadap sistem pendukung keputusan pemilihan terapi herbal adalah sebagai berikut :
II-22
1.
Menentukan Bentuk Skala Likert Jika ingin mengukur sikap positif, maka pilihan jawaban A, B, dan C diberi
skor 3,2, dan 1. Sedangkan untuk mengukur sikap negatif, maka pilihan jawaban A, B, dan C diberi skor 1,2, dan 3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.5 Pernyataan Positif
Pilihan
Skala Jawaban
Nilai
1
Jawaban A
3
2
Jawaban B
2
3
Jawaban C
1
Tabel 2.6 Pernyataan Negatif
2.
Pilihan
Skala Jawaban
Nilai
1
Jawaban A
1
2
Jawaban B
2
3
Jawaban C
3
Menentukan Skor Pada Kriteria Objektif Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan nilai kriterium dari kuisioner yang akan dijadikan batasan untuk menentukan sikap responden. a. Menentukan Skor Maksimal X 100%
(2.28)
X 100%
(2.29)
(Skor Tertinggi X Jumlah Pertanyaan X Jumlah Responden) X 100% b. Menentukan Skor Minimal
c. Menentukan Range
II-23
Skor Maksimal − Skor Minimal
(2.30)
d. Menentukan Kategori (K)
Menentukan banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria objektif suatu variable yaitu kriteria Layak dan Tidak Layak. e. Menentukan Interval (I) Range / Kriteria f.
(2.31)
Menentukan Kriteria Penilaian Skor Maksimal – Interval
(2.32)
g. Menentukan Kriteria Objektif Layak jika skor >= Kriteria Penilaian Tidak Layak jika skor < Kriteria Penilaian 3.
(2.33)
Menentukan Hasil Skor Kuisioner Pada langkah ini menentukan skor total yang diperoleh dari jawaban kuisioner
yang dibagikan kepada seluruh responden. Hasil skor tersebut dihitung dalam bentuk tabel seperti tabel dibawah ini : Tabel 2.7 Hasil Skor Kuisioner
Nomor Responden 1 2 3 4 5
1 X X X X X
2 X X X X X
3 X X X X X
Jawaban Respinden 4 5 6 7 8 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
9 X X X X X
10 X X X X X
Total Skor Kuisioner
Jumlah Y Y Y Y Y Z
Keterangan : X = skor jawaban responden Y = total skor jawaban setiap responden Z = total skor seluruh jawaban kuisioner 4.
Mengisi Skor Jawaban Responden II-24
Dari contoh tabel 2.5 hasil skor kuisioner diatas terdapat 10 pertanyaan yang dibagikan kepada 5 responden dengan masing-masing pertanyaan memiliki 3 jawaban, yaitu jawaban A, jawaban B dan jawaban C. Jika kuisioner yang dibagikan untuk mengukur sikap positif, maka X dari tabel diatas diisi dengan nilai dari setiap jawaban kuisioner. Misal untuk responden pertama dari pertanyaan nomor 1 menjawab A, maka X sama dengan 3, jika jawabannya C maka nilai X sama dengan 1. Jika kuisioner yang dilakukan untuk mengukur sikap negatif, maka nilai X adalah kebalikannya.Hal ini disesuaikan dengan bentuk skala yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. 5.
Menghitung Total Skor Setiap Responden Selanjutnya setelah didapat nilai X dari langkah sebelumnya, maka dilakukan
penjumlahan dari seluruh jawaban untuk setiap responden sehingga didapat nilai Y. 6.
Menghitung Total Skor Kuisioner Setelah Menghitung total skor setiap responden, maka tahap selanjutnya
mencari nilai Z dengan cara menjumlahkan seluruh nilai Y. Hasilnya merupakan skor akhir dari kuisioner yang akan digunakan untuk menghitung intervalnya. 7.
Interpretasi Total Skor Kuisioner Pada tahap ini dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai interval
sehingga hasilnya dapat ditentukan layak atau tidak layaknya sebuah sistem yang akan dibangun untuk mendukung keputusan pada pemilihan terapi herbal menggunakan metode AHP. Untuk mendapatkan hasil tersebut dilakukan perhitungan, yaitu : X 100%
(2.34)
Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan diatas, maka dapat di interpretasikan dalam bentuk interval seperti pada gambar dibawah ini :
II-25
Gambar 2.4 Interpretasi Total Skor Kuisioner
Dari gambar tersebut, pengukuran sikap yang dilakukan dengan membagikan kuisioner terhadap responden dikatakan layak jika hasil kuisioner berada pada interval >= 66,7% dan dikatakan tidak layak jika hasilnya berada pada interval < 66,7%.
2.5
Obat Herbal Obat herbal merupakan salah satu teknik pengobatan yang bekerja secara
unik, efesien dan jarang sekali terdapat efek samping. Pengobatan herbal adalah pengobatan dari bahan alam yang menggunakan tumbuhan tumbuhan berkhasia sebagai bahan bakunya. Menurut Departemen Kesehatan RI jenis obat ini termasuk didalam kelompok obat fitoterapi (Setiawan, 1995).
2.6
Sifat dan Ciri Rasa Tanaman Obat Terdapat empat macam sifat dan ciri tanaman herbal, yang merupakan suatu
bagian dari cara pengobatan tradisional. Keempat macam sifat dari tanaman obat yaitu : dingin, panas, hangat, dan sejuk. Tanaman panas dan hangat dipakai untuk pengobatan sindroma dingin.Nadi lambat, tangan dan kaki dingin, dan lain-lain.Sedangkan tanaman sifat sejuk dan dingin dipakai pada pengobatan sindroma panas, seperti demam, sariawan, air kemih bewarna kuning tua, lidah merah dan sebagainya. Lima macam ciri rasa dari tanaman obat, yaitu : pedas, manis, pahit, asam, dan asin yang penggunaanya mempunyai khasiat berbeda. (Wijayakusuma, 1992)
II-26
2.7
Kepedoman Penggunaan Obat Alternatif Dalam menggunakan bahan-bahan alami untuk pengobatan, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : a. Sebelum digunakan, semua bahan harus dicuci terlebih dahaulu sampai bersih. Kecuali bahan-bahan kering yang dibeli dari toko obat tionhoa b. Untuk bahan-bahan yang akan direbus, sebelumnya dipotong terlebih dahulu, agar zat zat yang terkandung dalam bahan-bahan tersebut lebih cepat keluar dan meresap kedalam rebusan c. Untuk yang berbentuk bubuk, didapat dari proses pengeringan dengan cara dipanaskan dalam oven, dijemur di bawah sinar matahari atau diangin-anginkan, lalu ditumbuk dan digiling. (wijayakusuma, 2001) Adapun contoh tata cara pengobatan herbal pada penyakit jantung adalah, bahan : Tabel 2.2 Contoh Terapi Herbal Diabetes
No 1.
Bahan
Cara pembuatan
1. Daun kemangi segenggam
buah maja, daun sembung, daun
2. Buah maja 3 biji
kemangi ditumbuk halus, lalu diseduh
3. 3 lembar daun sembung
dengan 1 gelas air panas .Kemudian di
4. Madu murni secukupnya
saring dan diberi madu murni secukupnya
2.
3.
1. Daun kemangi 25 gram
biji, daun, dan akar kemangi ditumbuk
2. Biji kemangi 50 gram
halus jadi satu, lalu diseduh dengan air
3. Akar kemangi 25 gram
panas 1 gelas dan disaring.Bubuhigula
4. Gula aren 20 gram
aren dan aduk rata
1. 10-15 butir angco (kurma Cuci bersih semua bahan, lalu blender tiongkok) 2. Daging
dengan menambahkan dengan sedikit buah
lengken air matang
II-27
No
Bahan
Cara pembuatan
kering 30 g 3. Kismis 15 g
2.8
Ilmu Penyakit Dalam Ilmu kedokteran pada dasarnya adalah ilmuyang utuh dalam memahami
penyakit pada manusia dan upaya mengatasi penyalit-penyakit pada manusia tersebut.Di dalam perkembangannya Ilmu Kedokteranmenjadi semakin meluas dan mendalam, sehingga kemampuan secara utuh tidaklah mungkin lagi. Terjadinya percabangan dari ilmu kedokteran, pada dasarnya terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu Ilmu Kedokteran bedah dan Ilmu Kedokteran medic.Kemudian terbagi lagi menjadi cabang bedah, anak, kebidanan-kandungan, serta penyakit dalam. Ilmu penyakit dalam adalah ilmu kedokteran yang menangani orang dewasa, meliputi penyakit-penyakit non bedah, mencakup hampir seluruh tubuh manusia. (Azis, abdul : 2000)
II-28