BAB II LANDASAN TEORI
A. Penjualan Kredit 1.
Pengertian Penjualan Kredit Penjualan kredit dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mengirim
barang sesuai dengan order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu perusahaan mempunyai tagihan kepada pembeli tersebut sesuai ketentuan yang telah disepakati. Untuk menghindari tidak tertagihnya piutang, setiap penjualan kredit yang pertama kepada seorang pembeli terlebih dahulu perusahaan meninjau apakah dapat atau tidaknya pembeli tersebut diberi kredit. Sebelum memasuki pembahasan yang lebih jauh, terlebih dahulu akan dibahas mengenai penjualan kredit. Adapun penjualan kredit menurut beberapa para ahli, yaitu: Menurut Soemarso S.R (2009:160) Penjualan kredit adalah: “Transaksi antara perusahaan dengan pembeli untuk menyerahkan barang atau jasa yang berakibat munculnya piutang, Kas aktiva.” Penjualan tunai berdasarkan dengan arus kas masuk akan bersamaan dengan terjadinya transaksi penjualan.
terjadi
Adisaputro (2003,69)
mengemukakan bahwa yang menyebabkan arus kas masuk dari penjualan kredit akan sangat tergantung pada: jangka waktu kredit, kerajinan dari petugas penagih piutang, mutu atau bonafiditas debitur, situasi pada umumnya. 6
7
2.
Evaluasi Terhadap Pelanggan Sebelum perusahaan memutuskan untuk menyetujui permintaan atau
penambahan kredit oleh pelanggan, perusahaan perlu mengadakan evaluasi terhadap pelanggan. Ini dilakukan untuk mencegah resiko kredit yaitu resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan. Riyanto (2003, 87-88) mengatakan bahwa “dalam menilai resiko kredit, seorang manajer kredit dapat melaksanakan penilaian 5C dari calon pelangganan, yaitu : a. Character Character menggambarkan keinginan atau kemauan para pelanggan untuk secara jujur memenuhi kewajiban-kewajibannya. Faktor-faktor ini sangat penting karena setiap transaksi kredit mengandung kesanggupan untuk membayar. b. Capacity Capacity merupakan pendapat subjektif mengenai kemampuan dari pelanggan, dengan menunjukkan bahwa perusahaannya beroperasi sukses. c. Capital Capital berhubungan dengan penilaian sumber-sumber financial dari perusahaan pelanggan, terutama ditunjukkan oleh neraca. d. Collateral Collateral berhubungan dengan pencerminan aktiva pelanggan sebagai jaminan atas kredit yang diberikan kepada pelanggan tersebut. d. Condition Condition menunjukkan impact (pengaruh langsung) dari trend ekonomi pada umumnya terhadap perusahaan yang bersangkutan atau perkembangan khusus dalam suatu bidang ekonomi tertentu yang mungkin mempunyai efek terhadap kemampuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya. 3.
Prosedur Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi (2008:210) penjualan kredit dilakukan oleh perusahaan dengan cara mengirimkan barang sesuai dengan order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki tagihan kepada pembeli
8
tersebut. Untuk menghindari tidak tertagihnya piutang, setiap penjualan kredit yang pertama kepada seorang pembeli selalu didahului dengan analisis terhadap dapat atau tidaknya pembeli tersebut diberi kredit.
Adapun prosedur-prosedur penjualan kredit adalah sebagai berikut:
a. Prosedur order penjualan.
Dalam prosedur ini bagian penjual menerima order dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Bagian penjualan kemudian membuat faktur penjulan dan mengirimkannya kepada bagian yang lain untuk memungkinkan bagian tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli.
b. Prosedur Pengiriman.
Dalam prosedur ini bagian gudang menyiapkan barang yang diperlukan oleh pembeli dan bagian pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam faktur penjualan yang diterima dari bagian gudang.
c. Prosedur Pencatatan Piutang.
Dalam Prosedur ini bagian akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan kedalam kartu piutang.
9
d. Prosedur Penagihan.
Dalam prosedur ini bagian pengihan menerima faktur penjulan dan mengarsipkannya menurut abjad. Secara periodik bagian penagihan membuat surat tagihan dan mengirimkannya kepada pembeli tadi yang dilampiri dengan faktur penjulan.
e. Prosedur Pencatatan Penjualan
Dalam prosedur ini bagian akuntansi mancatat transaksi penjualan kedalam jurnal penjualan.
4. Dokumen-Dokumen Dalam Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi ( 2008:214) dokumen yang digunakan dalam penjualan kredit adalah sebagai berikut : a. Surat Order Pengiriman dan Tembusannya. Surat order pengiriman merupakan dokumen pokok untuk memproses penjualan kredit kepada pelanggan. Surat order pengiriman terdiri dari beberapa macam yaitu sebagai berikut : 1) Surat Order Pengiriman, merupakan lembar pertama surat order pengiriman yang memberikan otorisasi kepada fungsi pengiriman untuk mengirimkan jenis barang dengan jumlah dan spesifikasi seperti yang tertera diatas dokumen tersebut. 2) Tembusan Kredit (Credit Copy), dokumen ini digunakan untuk memperoleh status kredit pelanggan dan untuk mendapatkan otorisasi penjualan kreditdari fungsi kredit. 3) Surat Pengakuan (Acknowledgement Copy), dokummen ini dikirimkan oleh fungsi penjualan kepada pelanggan untuk memberi tahu bahwa ordernya telah diterima dan dalam proses pengiriman. 4) Surat Muat (Bill of Lading), tembusan surrat muat ini merupakan dokumen yang digunakan sebagai bukti penyerahan barang dari perusahaan kepada perusahaan angkutan umum. Surat muat ini biasanya dibuat 3 rangkap, 2 lembar unutk perusahaan angkutan umum dan yang satunya lagi disimpan sementara oleh fungsi
10
pengiriman setelah ditandatangani oleh wakil perusahaan angkutan umum tersebut. 5) Slip Pembungkusan (Packing Slip), dokumen ini ditempelkan pada pembungkusan barang berguna untuk memudahkan penerimaan barang. 6) Tembusan Gudang (warehouse Copy), tembusan surat order pengiriman yang dikirim ke fungsi gudang untuk menyiapkan jenis barang dengan jumlah yang tercantum didalamnya. 7) Arsip Pengendalian Pengiriman (Sales Order Follow-up Copy), Merupakan tembusan surat order pengiriman yang diarsip oleh fungsi penjualan menurut tanggal pengiriman yang dijanjikan. b. Faktur Penjualan dan Tembusan. Faktur penjualan merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk mencatat timbulnya piutang tembusan surat order pengiriman terdiri dari : 1) Faktur penjualan merupakan lembar pertama yang dikirim oleh fungsi penagihan kepada pelanggan. 2) Tembusan Piutang merupakan tembusan faktur yang dikirim oleh fungsi penagihan dan akuntansi sebagai dasar untuk mencatat piutang kedalam buku besar. 3) Rekapitulasi harga pokok penjulan. 4) Merupakan dokumen pendukung yang digunakan untuk menghitung total harga pokok produk yang dijual selama periode akuntansi. Data yang dicantumkan dalam rekapitulasi harga pokok penjualan berasal dari kartu persediaan. Secara periodik harga pokok produk yang dijual selama jangka waktu tertentu dihitung dalam rekapitulasi harga pokok penjualan dan kemudian dibuatkan dokumen sumber berupa bukti memorial untuk harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu. c. Bukti Memorial Merupakan dokumen sumber untuk dasar pencatatan kedalam jurnal umum. Dalam sistem penjualan kredit, bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk mencatat harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu. 5. Sistem Pengendalian Internal dalam Prosedur Penjualan Kredit. Menurut Mulyadi (2008:246) bahwa unsur-unsur pengedalian internal dalam prosedur penjualan kredit terdiri dari : a. Organisasi Dalam merancang organisasi yang berkaitan dengan sistem akuntansi penjualan kredit, unsur pokok sistem pengendalian intern dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit
11
2) Fungsi akuntansi haruslah terpisah dari fungsi penjualan 3) Transaksi retur penjualan harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi penerimaan dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi retur penjualan yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut. b. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan. Setiap transaksi yang terjadi dicatat dalam catatan akuntansi melalui prosedur pencatatan tertentu. Dalam sistem penjualan kredit, sistem otorisasi prosedur pencatatan dirancang sebagai berikut : 1) Penerimaan order dari pembeli disetujui oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat order pengiriman.transaksi penjualan dimulai dengan diterimanya order dari pembeli sebagai awal kegiatan penjualan, fungsi penjualan mengisi formulir surat order pengiriman untuk memungkinkan berbagai pihak dalam melaksanakan pemenuhan order yang diterima dari pembeli. Dengan demikian fungsi penjualan ini bertanggung jawab atas perintah pengiriman yang diterimanya dari pembeli. 2) Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tada tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman). 3) Pengiriman barang kepada pelanggan disetujui oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan mencantumkan cap “barang telah dikirim” pada copy surat order pengiriman. 4) Penetapan harga jual, syarat pembayaran, syarat pengangkutan barang dan potongan penjualan berada ditangan direktur pemasaran dengan menrbitkan surat keputusan mengenai hal tersebut.
B. Piutang
1. Pengertian Piutang Penerapan sistem penjualan secara kredit yang dilakukan perusahaan merupakan salah satu usaha perusahaan dalam rangka meningkatkan volume penjualan. Penjualan kredit tidak segera menghasilkan penerimaan kas, tetapi menimbulkan apa yang disebut dengan piutang, sehingga dengan kata lain piutang timbul karena perusahaan menerapkan sistem penjualan secara kredit.
12
Dalam berbagai referensi, Kieso (2007, 346) mengartikan bahwa piutang sebagai klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya. Sementara itu definisi piutang yang dikemukakan oleh Simon (1973) yang dikutip oleh Manulang (2005, 34) sebagai berikut :” “The term receivable is applicable to all claims against other, wheter are claims for money, for goods, or for serving, for accounting purpose, however the term is employed is narrower sense to designate claims that are expected to be settled by the receipt of money”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa piutang antara lain merupakan semua tuntutan terhadap langganan baik berbentuk perkiraan uang, barang maupun jasa dan segala bentuk perkiraan seperti transaksi. Penjualan secara kredit menimbulkan hak bagi perusahaan yang melakukan penagihan pada langganannya, di mana hal itu ditentukan oleh persyaratan yang telah disepakati bersama pada saat melakukan transaksi. Oleh Ahmad (2009, 93) piutang menunjukan adanya klaim perusahaan kepada pihak (perusahaan) lain dalam bentuk uang, barang, jasa atau dalam bentuk aktiva non kas lainnya yang harus dilakukan penagihan pada tanggal jatuh temponya. Selain itu, Martono dan Harijito (2007, 95) piutang dagang (account receivable) merupakan “tagihan perusahaan kepada pelanggan atau pembeli atau pihak lain yang membeli produk perusahaan”. Sementara itu Ahmad (Ahmad, 93) juga mengelompokkan piutang menjadi dua yaitu:
13
1) Piutang dagang, merupakan piutang yang berasal dari penjualan barang dan jasa yang merupakan kegiatan usaha normal perusahaan atau disebut juga piutang usaha (trade receivable); 2) Piutang lain-lain (bukan dagang), merupakan piutang yang tidak berasal dari bidang usaha utama seperti: piutang pegawai, piutang dari perusahaan pihak berelasi, piutang bunga, piutang deviden, piutang pemegang saham dan lain-lain. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Piutang Tak Tertagih Piutang adalah salah satu unsur aset lancar dalam laporan posisi keuangan yang memiliki perputaran yang cepat (kurang dari 1 tahun). Sebagai salah satu bentuk investasi yang tidak berbeda dengan investasi kas, persediaan dan lainlain, maka dengan adanya piutang perusahaan harus menyediakan dana untuk diinvestasikan ke dalam piutang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dana yang diinvestasikan dalam piutang, menurut Riyanto (2001, 85-87) sebagai berikut : a. Volume Penjualan Kredit Semakin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan demikian, makin besar volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besar jumlah piutang berarti makin besar resiko tidak tertagihnya piutang, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar profitabilitasnya. b. Syarat Pembayaran Penjualan Kredit Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat, berarti perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit dari pada pertimbangan profitabilitasnya. Syarat pembayaran lebih ketat misalnya dalam bentuk batas waktu pembayaran yang pendek, pembebanan bunga yang berat pada pembayaran piutang yang terlambat. c. Ketentuan Tentang Pembatasan Kredit Dalam penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal kredit yang diberikan kepada para pelanggannya. Makin tinggi batas maksimal kredit yang ditetapkan bagi masing-masing langganan, berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang. Demikian pula ketentuan mengenai siapa yang dapat diberi kredit. Makin selektif para pelanggan yang dapat diberi kredit, akan memperkecil jumlah investasi dalam piutang. Ketentuan dapat bersifat kuantitatif berupa batas
14
maksimum kredit, dan dapat juga bersifat kualitatif berupa ketentuan mengenai siapa yang dapat diberi kredit. d. Kebijakan dalam Pengumpulan Piutang Perusahaan dapat menjalankan kebijakan dalam pengumpulan piutang secara aktif atau pasif. Perusahaan yang melakukan kebijakan secara aktif, maka perusahaan harus mengeluarkan uang yang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang, tetapi dengan menggunakan cara ini, maka piutang yang ada akan cepat tertagih sehingga akan lebih memperkecil jumlah piutang perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan menggunakan kebijakan secara pasif, maka pengumpulan piutang akan lebih lama, sehingga jumlah piutang perusahaan akan lebih besar. e. Kebiasaan Membayar dari Para Pelanggan Pelanggan yang memiliki kebiasaan membayar dengan memanfaatkan cash discount bisa mengakibatkan semakin kecilnya investasi dalam piutang dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkannya. Hal ini tergantung cara mereka menilai kedua alternatif tersebut. Lebih lanjut Adisaputra (2001, 43) mengemukakan konsekuensi dari adanya investasi dalam piutang tersebut yaitu: menyerap sejumlah dana modal kerja, mempunyai usia tertentu sesuai waktu keterkaitannya, mempengaruhi tingkat risiko perusahaan secara keseluruhan, perlu dimonitor tingkat efisiensi pengelolaannya dari waktu ke waktu.
3. Biaya Atas Piutang Dalam proses penjualan kredit, perusahaan tidak akan terlepas dari resiko biaya atas kegiatan tersebut. Biaya-biaya tersebut menurut Adisaputro (2003,63) antara lain : a. Beban biaya modal Piutang sebagai salah satu bentuk investasi akan menyerap sebagian dari modal perusahaan yang tersedia. Bila perusahaan menggunakan modal sendiri seluruhnya maka dengan piutang modal yang tersedia untuk investasi bentuk lain (persediaan, aktiva tetap, dan lain-lain) akan berkurang. Dengan demikian, biaya modal besarnya sama dengan besarnya biaya modal sendiri. Bilamana modal sendiri tidak mencukupi sehingga perusahaan terpaksa menggunakan pinjaman bank, maka timbul biaya yang eksplisit dalam bentuk bunga modal pinjaman. Oleh karena itu, piutang sebagai investasi dibelanjai dengan modal sendiri atau modal luar yang selalu menambah beban tetap yang berwujud biaya modal. Dengan adanya piutang, kebutuhan modal kerja akan meningkat.
15
b. Biaya administrasi piutang 1) Biaya organisasi atau unit kerja yang diserahi tugas mengelola piutang, yaitu gaji dan jaminan sosial lain bagi petugas penagihan dan pengadministrasian piutang. 2) Biaya penagihan misalnya biaya telepon, surat penagihan, biaya perjalanan bagi penagih piutang. a) Adanya piutang tak tertagih Mungkin tidak semua piutang dapat tertagih, hal ini bisa saja disebabkan debitur lari atau bangkrut. Dapat saja timbul piutang macet atau tak tertagih sama sekali, sehingga mengakibatkan adanya piutang tak tertagih (bad debts) sehingga perlu dibentuk cadangan piutang raguragu yang dibentuk lewat penyisihan sebagian keuntungan penjualan. Pembentukan cadangan inilah merupakan salah satu bentuk biaya piutang. Jumlah biaya-biaya ini ada bersifat fixed seperti gaji personil penagih utang, ada yang bersifat variable seperti biaya perjalanan/penagihan piutang. Jumlah ini berubah dari waktu ke waktu, karena : 1) Perbedaan jumlah nasabah yang harus dilayani 2) Perbedaan nilai piutang keseluruhan yang harus dikelola. 3) Perbedaan fungsi piutang atau penjualan dengan kredit dari waktu ke waktu berhubungan dengan adanya perbedaan antara kondisi persaingan dan situasi ekonomi secara umum. 4) Perbedaan jangka waktu kredit yang diberikan
4. Administrasi Piutang Manajemen piutang dapat dikatakan efektif apabila administrasi piutang dan sistem pengendaliannya disusun secara teratur dan terarah. Hal ini mengakibatkan seluruh piutang dapat diketahui dan dikontrol dengan baik, sehingga penyelewengan atau kebocoran dana khususnya dalam hal ini dana piutang dapat dihindari atau diminimalkan. Selain itu, juga dapat mempercepat dan mempermudah pelayanan kepada pelanggan khususnya pelanggan kredit sehingga menjadi daya tarik sendiri yang dimiliki perusahaan.
16
a. Tujuan Administrasi Piutang Tujuan administrasi piutang adalah : 1)
Memberikan informasi penagihan untuk tepat waktu.
2)
Meyakinkan jumlah piutang itu memang ada, dan bukan fiktif.
3)
Menentukan tingkat kecairan, untuk pengelompokkan ke aktiva lancar atau aktiva lain-lain.
4)
Untuk mendapat dasar dalam membuat cadangan dan penghapusan piutang.
5)
Untuk mengontrol apakah maksimum kredit masing-masing langganan terlampaui atau tidak.
6)
Sebagai sumber penelitian kondisi debitur.
7)
Sebagai kontrol terhadap saldo buku besar piutang.
b. Fungsi Bagian Piutang Agar tujuan administrasi dapat dicapai maka selayaknya setiap perusahaan, dalam hal ini perusahaan dagang memiliki bagian khusus yang menangani hal-hal yang berhubungan dengan piutang, di mana bagian piutang memiliki fungsi seperti yang dikemukakan oleh Baridwan (2000,193) sebagai berikut : 1) Membuat cadangan piutang yang dapat menunjukkan jumlah kreditkredit kepada tiap-tiap langkah. Hal ini dapat memudahkan kita untuk mengetahui sejarah kreditnya, jumlah maksimum kredit dan keterangan lainnya yang diperlukan oleh bagian kredit. 2) Menyiapkan dan mengirimkan surat pernyataan piutang. 3) Membuat daftar analisa umur piutang tiap periode. Daftar ini digunakan untuk menilai keberhasilan kebijakan kredit yang dijalankan juga sebagai memo untuk mencatat kerugian piutang.
17
c.
Prosedur Administrasi Piutang Prosedur administrasi piutang yang umum dikenal menurut Samsul (2004,106) : 1) File dokumen 2) Kartu piutang 3) Buku piutang Untuk setiap metode di atas, langganan dapat dikelompokkan menurut 1) Nama dan alamat pelanggan 2) Tanggal jatuh tempo pembayaran 3) Kombinasi keduanya
d.
Surat Pernyataan Piutang Surat pernyataan piutang merupakan salah satu formulir yang menunjukkan piutang pada langganan untuk tanggal tertentu, dan dalam bentuk surat pernyataan piutang tertentu disertai perincian pendukungnya. Bentuk-bentuk surat pernyataan piutang menurut Narko (2004,110) yaitu : 1) Surat pernyataan saldo akhir bulan (balance of moment statement) Dalam surat pernyataan ini, yang diinformasikan kepada pelanggan hanya saldo akhir suatu bulan tertentu saja. Dengan demikian informasinya cukup ringkas. Surat pernyataan dibuat dengan mengutip saldo akhir yang ada pada rekening pembantu piutang pada pelanggan tertentu. 2) Surat pernyataan elemen-elemen terbuka (open item statement) Berisi daftar faktur penjualan yang belum dilunasi, beserta tanggal dan jumlahnya. Digunakan bila pelanggan melunasi faktur. 3) Surat pernyataan tunggal (unit statement) Dikerjakan dengan kartu piutang memakai karbon untuk mendapatkan tembusan selama satu periode (biasanya bulanan). Lembar pertama untuk surat pernyaataan dan lembar kedua merupakan kartu piutang. Setiap bulan digunakan lembar baru, di mana lembar pertama dikirimkan kepada langganan dan lembar kedua disimpan sebagai buku pembantu piutang. 4) Surat pernyataan saldo berjalan dengan rekening konvensional (running balance statement with conventional account) Berisi keterangan yang sama dengan pernyataan tunggal, cara mengerjakan juga sama. Perbedaannya adalah tembusan yang merupakan buku pembantu piutang tidak diganti tiap bulan tetapi buku pembantu piutang tersebut terus dipakai sampai penuh. Laporan yang sering
18
dibuat dalam administrasi piutang, menurut Samsul 2004, 355-358) yaitu : a) Surat pernyataan saldo akhir bulan (balance of moment statement) Dalam surat pernyataan ini, yang diinformasikan kepada pelanggan hanya saldo akhir suatu bulan tertentu saja. Dengan demikian informasinya cukup ringkas. Surat pernyataan dibuat dengan mengutip saldo akhir yang ada padarekening pembantu piutang pada pelanggan tertentu. b) Surat pernyataan elemen-elemen terbuka (open item statement) Berisi daftar faktur penjualan yang belum dilunasi, beserta tanggal dan jumlahnya. Digunakan bila pelanggan melunasi faktur. c) Surat pernyataan tunggal (unit statement) Dikerjakan dengan kartu piutang memakai karbon untuk mendapatkan tembusan selama satu periode (biasanya bulanan). Lembar pertama untuk surat pernyaataan dan lembar kedua merupakan kartu piutang. Setiap bulan digunakan lembar baru, di mana lembar pertama dikirimkan kepada langganan dan lembar kedua disimpan sebagai buku pembantu piutang. d) Surat pernyataan saldo berjalan dengan rekening konvensional (running balance statement with conventional account) Berisi keterangan yang sama dengan pernyataan tunggal, cara mengerjakan juga sama. Perbedaannya adalah tembusan yang merupakan buku pembantu piutang tidak diganti tiap bulan tetapi buku pembantu piutang tersebut terus dipakai sampai penuh.
Laporan yang sering dibuat dalam administrasi piutang, menurut Samsul (2004, 355-358) yaitu : a. Rekening koran piutang dagang per langganan 1) Rekening koran tipe saldo akhir bulanan 2) Rekening koran tipe saldo akhir unit terbuka 3) Rekening koran tipe transaksi berjalan b. Daftar umur piutang Dibuat tiap akhir bulan atau sewaktu-waktu diperlukan pinjaman. Dipakai untuk menilai langganan yang menunggak pembayarannya. 5. Prosedur Penagihan Ada 6 (enam) langkah prosedur penagihan menurut Samsul (2003,362-363) meliputi :
19
a. Menyerahkan faktur-faktur yang sudah hampir jatuh tempo dari pemegang arsip faktur kepada penagih. b. Penagih menyerahkan faktur kepada debitur yang bersangkutan, untuk dicek terlebih dahulu sebelum membayarnya. c. Penagih kembali kepada debitur pada tanggal yang dijanjikan oleh si debitur untuk pelunasan hutangnya. d. Penagih menyetor hasil tagihan kepada kasir perusahaan. e. Mengambil faktur yang tidak terbayar kepada pemegang faktur semula Meskipun demikian debitur dapat membayar hutangnya dengan cara : 1) Membayar langsung dan datang kepada perusahaan. 2) Membayar melalui bank. 3) Kompensasi utang/piutang. 4) Membayar lewat penagih/kolektor. 6. Pengendalian Intern Terhadap Piutang Usaha Sukrisno Agoes (2007:174) menjelaskan beberapa ciri pengendalian intern yang baik atas piutang dan transaksi penjualan kredit dan penerimaan kas adalah: a. Pemisahan Fungsi 1) Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara yang melakukan penjualan, mengirimkan barang, melakukan penagihan, memberikan otorisasi atas penjualan kredit, membuat faktur penjualan dan melakukan pencatatan. b. Otorisasi 1) Digunakannnya formulir-formulir yang bernomer urut cetak (prenumbered), misalnya sales order (pesanan penjualan), sales invoice (faktur penjualan), delivery order (surat pengiriman barang), credit memo, official receipt (kwitansi). 2) Digunakannnya price list (daftar harga penjualan) dan setiap penyimpangan dari price list atau setiap discount yang diberikan kepada pelanggan harus disetujui oleh pejabat perusahaan yang berwenang. 3) Mutasi kredit diperkiraan piutang (buku besar dan sub buku besar) yang berasal dari retur penjualan dan penghapusan piutang harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang. 4) Setiap pinjaman yang diberikan kepada pegawai, direksi, pemegang saham dan perusahaan afiliasi harus diotorisasi oleh pejabat yang berwenang, didukung oleh bukti-bikti yang lengkap dan dijelaskan apakah dikenakan bunga atau tidak. c. Praktek yang sehat 1) Diadakannya sub buku besar piutang atau kartu piutang (accounts receivable subledger card) untuk masing-masing pelanggan yang selalu di update (dimutakhirkan).
20
2) Setiap akhir bulan dibuat adging schedule piutang (analisa umur piutang). Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan dibandingkan (direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar. 7. Unsur Pengendalian Penjualan Kredit Terkait Piutang Usaha Menurut Mulyadi (2008:220-226) unsur pengendalian intern penjualan kredit terkait piutang usaha: a. Organisasi 1) Fungsi Penjualan Harus Terpisah dari Fungsi Kredit Pemisahaan kedua fungsi ini dimaksudkan untuk menciptakan pengecekan intern terhadap transaksi penjualan kredit. 2) Fungsi Akuntansi Harus Terpisah dari Fungsi Penjualan dan Fungsi Kredit Salah satu unsur pokok sistem pengendalian intern mengharuskan pemisahan fungsi operasi, fungsi penyimpanan dan fungsi akuntansi. Dalam sistem penjualan kredit, fungsi akuntansi yang melakukan pencatatan piutang harus dipisahkan dari fungsi operasi yang melaksanakan transaksi penjualan dari fungsi kredit yang mengecek kemampuan pembeli dalam melunasi kewajibannya. 3) Fungsi Akuntansi Harus Terpisah dari Fungsi Kas Berdasar unsur pengendalian intern yang baik, fungsi akuntansi harus dipisahkan dari kedua fungsi pokok yang lain: fungsi operasi dan fungsi penyimpanan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kekayaan perusahaan dan menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi 4) Transaksi Harus Dilaksanakan oleh Lebih dari Satu Orang atau Lebih dari Satu Fungsi Setiap transaksi harus dilaksanakan dengan melibatkan lebih dari satu karyawan atau lebih dari satu fungsi. Dengan penggunaan unsur pengendalian tersebut, setiap pelaksanaan transaksi selalu akan tercipta internal check. b. Otorisasi 1) Penerimaan Order dari Pembeli Diotorisasi oleh Fungsi Penjualan dengan menggunakan Formulir Surat Order Pengiriman Transaksi penjualan dimulai dengan diterimanya order dari pembeli. Sebagai awal kegiatan penjualan, fungsi penjualan mengisi formulir surat order pengiriman untuk memungkinkan
21
2)
3)
4)
5)
berbagai pihak (fungsi pemberi otorisasi Kredit, fungsi penyimpanan barang, fungsi pengiriman dan fungsi pencatatan penagihan) melaksanakan order yang diterima dari pembeli. Persetujuan dimulainya kegiatan penjualan diwujudkan dalam bentuk tanda tangan otorisasi dan fungsi penjualan pada formulir surat order pengiriman. Persetujuan Pemberi Kredit Diberikan oleh Fungsi Kredit dengan Membubuhkan Tanda Tangan pada Credit Copy (yang merupakan tembusan Surat Order pengiriman). Otorisasi ini berupa tanda tangan kepala Bagian Kredit dalam dokumen credit copy, yang merupakan tembusan surat order pengiriman. Pengiriman Barang kepada Pelanggan Diotorisai oleh Fungsi Pengiriman dengan Cara Menandatangani dan membubuhkan Cap “Sudah dikirim) pada copy surat order pengiriman Sebagai bukti telah dilaksanakan pengiriman barang, fungsi pengiriman membubuhkan tanda tangan dengan otorisasi dan dicap “sudah dikirim) pada copy surat order pengiriman. Dokumen ini dikirimkan oleh fungsi pengiriman ke fungsi penagihan sebagai bukti telah dilaksanakan pengiriman barang sesuai dengan perintah pengiriman barang yang diterbitkan oleh fungsi penjualan, sehingga fungsi penagihan dapat segera melaksanakan pengiriman faktur penjualan sebagai dokumen penagihan piutang. Penetapan Harga Jual, Syarat Penjualan, Syarat Pengangkutan Barang, dan Potongan Penjualan Berada di Tangan Direktur Pemasaran dengan Penerbitan Surat Keputusan Mengenai Hal tersebut. Harga Jual yang berlaku, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang dan potongan penjualan harus ditetapkan oleh pejabat yang berwenang (misalnya Direktur Pemasaran). Dengan Demikian pengisian informasi kedalam surat order pengiriman dan faktur penjualan harus didasarkan pada informasi harga jual, syarat penjualan, dan potongan penjualan yang ditetapkan oleh Direktur Pemasaran. Terjadinya Piutang Diotorisasi Oleh Fungsi Penagihan dengan Membubuhkan Tanda Tangan pada Faktur Penjualan Terjadinya piutang yang menyebabkan kekayaan perusahaan bertambah diakui dan dicatat berdasarkan dokumen faktur penjualan. Faktur penjualan ini dibuat berdasarkan dokumen copy surat order pemgiriman (sebagai bukti telah dilaksanakannya pengiriman dan diserahkannya barang kepada perusahaan angkutan umum). Pengisian informasi harga satuan dan syarat penjualan kedalam faktur penjualan harus didasarkan pada harga satuan dan syarat penjualan kedalam faktur penjualan lain yang telah ditetapkan oleh Direktur Pemasaran. Dengan dibubuhkannya tanda tangan otorisasi oleh fungsi penagihan pada faktur penjualan berarti bahwa:
22
a) Fungsi penagihan telah memeriksa kelengkapan bukti pendukung (copy surat order pengiriman yang ditandatangani oleh fungsi pengiriman dan copy surat muat yang ditandatangani oleh perusahaan umum). b) Fungsi penagihan telah mencantumkan harga satuan barang yang dijual berdasarkan harga satuan yang tercantum dalam surat keputusan Direktur Pemasaran. c) Fungsi penagihan telah mendasarkan pencantuman informasi kuantitas barang yang dikirim dalam faktur penjualan berdasarkan kuantitas barang yang tercantum dalam copy surat pengiriman barang dan surat muat (bill of leading). 6) Pencatatan kedalam catatan akuntansi harus didasarkan atas dokumen sumber yang dilampiri dengan dokumen pendukung yang lengkap. Catatan akuntansi harus diisi informasi yang berasal dari dokumen sumber yang sahih (Valid) kesahihan dokumen sumber dibuktikan dengan dilampirkannya dokumen yang lengkap, yang telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang. Dalam sistem Penjualan Kredit, pencatatan mutasi piutang harus didasarkan pada dokumen sumber dan dokumen pendukung berikut ini “Pencatatan terjadinya piutang didasarkan atas faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat.” c. Praktik yang Sehat 1) Penggunaan Formulir Bernomor urut Tercetak Untuk menciptakan praktik yang sehat Formulir penting yang digunakan dalam perusahaan harus bernomor urut tercetak dan penggunaan nomor urut tersebut dipertanggungjawabkan oleh yang memiliki wewenang untuk menggunakan formulir tersebut. 2) Secara Periodik Fungsi Akuntansi Mengirim Pernyataan Piutang (Account Receivable Statement) Kepada setiap Debitur untuk Menguji Ketelitian Catatan Piutang yang diselanggarakan oleh Fungsi Tersebut Untuk mengecek ketelitian catatan piutang perusahaan, secara periodik fungsi akuntansi diharuskan membuat pernyataan piutang dan mengirimkannya kepada debitur bersangkutan. Dengan cara ini data yang dicatat dalam kartu piutang dicek ketelitiaanya oleh Debitur yang bersangkutan, sehingga penerimaan secara periodik pernyataan piutang ini akan menjamin ketelitian data akuntansi yang dicatat oleh perusahaan. 3) Secara Periodik Diadakan Rekonsiliasi Kartu Piutang dengan Rekening Kontrol Piutang dalam Buku Besar Dalam pencatatan piutang dokumen sumber yang kita gunakan sebagai dasar pencatatan piutang adalah faktur penjualan. Data dari dokumen sumber ini dicatat melalui dua jalur: (1) dicatat kedalam jurnal kemudian diringkas kedalam rekening kontrol piutang dalam buku besar, (2) dicatat dalam kartu piutang sebagai
23
rincian rekening kontrol piutang yang tercantum dalam buku besar. Dengan demikian untuk mengecek ketelitian data akuntansi yang dicatat di rekening kontrol piutang dalam buku besar, praktik yang sehat mengharuskan secara periodik diadakan rekonsiliasi antara buku besar pembantu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar. 4) Perputaran Jabatan (Job Rotation) Perputaran jabatan (job rotation) yang diadakan secara rutin akan menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan diantara mereka dapat dihindari. 8. Prosedur Penerimaan Kas Menurut Baridwan (2000,152), Prinsip-prinsip yang perlu diingat dalam menyusun prosedur penerimaan kas, sebagai berikut : a. Menetapkan tanggungjawab dalam pengelolaan dan penanganan fisik (penerimaan uang, pengendalian dan pengamanan, penyetoran uang ke bank. b. Semua surat masuk harus dibuka dengan pengawasan yang cukup. c. Harus segera dibuat catatan oleh yang membuat surat tentang cek atau uang yang diterima, dari siapa, jumlahnya dan tujuannya apa. d. Semua pinjaman tunai harus dibuat nota penjualan yang sudah diberi nomor urut atau dicatat dari cash register. e. Dalam penerimaan uang kas harus dicocokkan dengan jurnal penerimaan kas. f. Tembusan nota penjualan tunai harus dikirim ke kasir dan bagian penerimaan. g. Bukti setor ke bank tiap hari dicocokkan dengan daftar penerimaan uang harian dan catatan dalam jurnal penerimaan kas. h. Kasir tidak boleh merangkap mengerjakan buku pembantu utang dan piutang, dan sebagainya. i. Semua penerimaan uang kas harus disetor pada hari itu juga atau pada awal hari kerja berikutnya. j. Rekonsiliasi laporan harus dilakukan oleh orang yang tidak berwenang menerima uang maupun yang menulis cek. k. Kunci cash register harus dipegang oleh orang yang tak mengelola kas. l. Diadakan rotasi pegawai agar tidak menimbulkan kerjasama untuk membuat kecurangan. m. Kasir sebaiknya menyerahkan uang jaminan. Adapun prosedur bagi kasir yang menerima kas yaitu : a. Langganan menyerahkan uang pada kasir. b. Kasir menyiapkan bukti kas masuk bernomor urut, rangkap 3, yaitu : 1. Lembar asli untuk langganan 2. Lembar ke-2 untuk bagian akuntansi sesudah diverifikasi
24
3. Lembar ke-3 untuk arsip c. Kasir membuat daftar penerimaan uang, rangkap 3, yaitu : 1) Lembar asli untuk bagian akuntansi 2) Lembar ke-2 untuk bagian keuangan 3) Lembar ke-3 untuk arsip kasir d. Menyiapkan bukti setor ke bank rangkap 3 berdasarkan penerimaan uang harian: 1) Lembar asli untuk kasir 2) Lembar ke-2 untuk bagian keuangan 3) Lembar ke-3 untuk bank e. Bagian piutang memposting bukti kas masuk dan mengarsipkan bukti kas masuk. f. Bagian buku besar mencatat daftar penerimaan uang harian ke dalam jurnal, dan setiap periode memposting penerimaan ke buku besar. Daftar penerimaan uang harian harap disimpan dalam arsip urut tunggal. Berbagai kriteria yang digunakan sebagai indikator efisiensi pengelolaan piutang yaitu : a. Tingkat perputaran piutang b. Persentase piutang tak tertagih c. Usia piutang rata-rata d. Biaya pengelolaan piutang, yang terdiri atas : 1) Biaya modal 2) Biaya administrasi piutang 3) Biaya piutang tak tertagih Indeks atau standar yang lazim digunakan dalam pengukuran efisiensi menurut Narko (2004, 82) : a. b. c. d.
Hubungan penjualan kredit dengan penjualan total. Hubungan kerugian piutang tak tertagih dengan penjualan kredit. Prosentase penagihan. Umur rata-rata piutang.
25
e. Prosentase penunggakan. f. Prosentase penolakan. 9. Rasio Keuangan Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan memerlukan beberapa tolok ukur. Tolok ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Menurut Munawir (2004,79) berdasarkan sumber analisis rasio keuangan dapat dibedakan atas : a. Perbandingan Internal (internal comparison), yaitu membandingkan rasio pada saat ini dengan rasio pada masa lalu dan masa akan datang dalam perusahaan yang sama. b. Perbandingan eksternal (external comparison) dan sumber-sumber rasio industri, yang membandingkan rasio perusahaan dengan perusahaan-perusahaan sejenis atau dengan rata-rata industri pada saat yang sama. Menurut Munawir (2004,95) berdasarkan sumber datanya maka angka rasio dapat dibedakan atas : 5) Perbandingan Internal (internal comparison), yaitu membandingkan rasio pada saat ini dengan rasio pada masa lalu dan masa akan datang dalam perusahaan yang sama. 6) Perbandingan eksternal (external comparison) dan sumber-sumber rasio industri, yang membandingkan rasio perusahaan dengan perusahaan-perusahaan sejenis atau dengan rata-rata industri pada saat yang sama. Menurut Munawir (2004,95) berdasarkan sumber datanya maka angka rasio dapat dibedakan atas : a. Rasio neraca (balance sheet ratios), yang tergolong dalam kategori ini adalah semua rasio yang semua data diambil atau bersumber pada neraca.
26
b. Rasio-rasio laporan laba/rugi (income statement ratios) yaitu angkaangka rasio yang dalam penyusunan semua data diambil dari laporan laba/rugi. c. Rasio-rasio antar laporan (interstatement ratios), yaitu semua angka yang penyusunan data berasal dari neraca dan data lainnya dari laporan laba rugi. 10. Rasio Yang Berhubungan dengan Piutang Usaha a. Tingkat Perputaran Piutang ( receivable turn over) Menurut Sutrisno (2003,64) bahwa account receivable turn over dimaksudkan untuk mengukur likuiditas dan efisiensi piutang. Tingkat perputaran piutang tergantung dari syarat pembayaran yang diberikan oleh perusahaan. Makin lama syarat pembayaran semakin lama dana atau modal terikat dalam piutang, yang berarti semakin rendah tingkat perputaran piutang. Tingkat perputaran piutang atau receivable turn over dapat diketahui dengan cara membagi penjualan kredit dengan jumlah rata-rata piutang
Perhitungannya
adalah sebagai berikut :
b. Average Collection Period (ACP) Menurut Sutrisno (2003,64) Average Collection Periode (ACP) yaitu perbandingan antara piutang usaha dan rata-rata penjualan per hari. ACP mengukur rata-rata waktu penagihan atas penjualan. Semakin pendek ACP, semakin baik kinerja perusahaan tersebut karena modal kerja yang tertanam dalam
27
bentuk piutang kecil sekaligus mencerminkan sistem penagihan piutang berjalan dengan baik. Jika ACP terlalu panjang, kemungkinan yang terjadi adalah : 1) Perusahaan memberikan
terms of payment yang terlalu panjang
kepada konsumen atau distributor. 2) Piutang perusahaan banyak yang macet. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
11. Rasio Tunggakan Menurut Keown (2008,77) rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa besarjumlah piutang yang telah jatuh tempo dan belum tertagih dari sejumlah penjualan kredit yang dilakukan. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Jumlah Piutang Tertunggak Pada Akhir Periode
12. Rasio Penagihan Menurut Keown (2008,77) rasio ini digunakan untuk mengetahui sejauhmana aktivitas penagihan yang dilakukan atau berapa besar piutang yang
28
tertagih dari total piutang yang dimiliki perusahaan. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Jumlah Piutang Tertagih
Semakin besar nilai piutang yang tertagih berarti semakin besar nilai persentase dari rasio penagihan, sebaliknya semakin kecil nilai piutang yang tertagih berarti semakin kecil pula nilai persentase dari rasio penagihan tersebut. Atau besar kecilnya nilai persentase dari rasio penagihan berbanding lurus dengan total piutang yang tertagih.
C. Konsep Pengendalian Intern 1. Pengertian Pengendalian Intern Pengendalian intern merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan perusahaan. Demikian pula dunia usaha mempunyai perhatian yang makin meningkat terhadap pengendalian intern. Sawyers (2005:58) mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang didesain untuk memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : a. Kehandalan pelaporan keuangan b. Efektivitas dan efisiensi operasi c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Menurut Hery (2011:87) sistem pengendalian intern terdiri atas: kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak bagi manajemen, bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan
29
sasarannya. Manajemen memiliki tiga tujuan umum dalam merancang sistem pengendalian intern yang efektif, yaitu keandalan pelaporan keuangan, efisiensi, dan efektivitas operasi serta ketaatan pada hukum dan peraturan. Sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2006:167) meliputi: struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan kehandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Sistem pengendalian intern pada hakikatnya adalah suatu mekanisme yang didesain untuk menjaga (preventif), mendeteksi (detektif), dan memberikan mekanisme pembetulan (korektif) terhadap potensi terjadinya kesalahan (kekeliruan, kelalaian, error) maupun penyalahgunaan (kecurangan, fraud). Menurut Mc Leod dan George (2008:67) yang diterjemahkan oleh Ali Akbar dan Afia Fitriani, pengendalian intern dapat dibedakan dalam berbagai sudut pandang, yaitu : a. Preventif controls, yaitu pengendalian intern yang dirancang dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan dan penyalahgunaan. Contoh jenis pengendalian ini ialah desain formulir yang baik, itemnya lengkap, mudah diisi, serta user training atau pelatihan kepada orang-orang yang berkaitan dengan input sistem, sehingga mereka tidak melakukan kesalahan. b. Detection control, adalah pengendalian yang didesain dengan tujuan agar apabila data direkam/dikonversi dari media sumber untuk ditransfer ke sistem computer dideteksi bila terjadi kesalahan (maksudnya tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan). Contoh jenis pengendalian ini adalah misalnya jika seseorang mengambil uang di atm, maka seharusnya program computer mendeteksi jika dana tidak cukup, atau saldo minimum tidak mencukupi, atau melebihi jumlah maksimal yang diijinkan untuk pengambilan tiap harinya. c. Corrective control, ialah pengendalian yang sifatnya jika terdapat data yang sebenarnya error tetapi tidak terdeteksi oleh detection control , atau data yang error yang terdeteksi oleh program validasi, harus ada prosedur yang jelas tentang bagaimana melakukan pembetulan terhadap data yang salah dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan kerugian kalau kesalahan/penyalahgunaan tersebut sudah benar-benar terjadi.
30
2. Prinsip Dasar Pengendalian Intern Menurut Sanyoto (2007:250), ada beberapa asumsi dasar yang perlu dipahami mengenai pengendalian internal bagi suatu entitas organisasi atau perusahaan : a. Sistem pengendalian intern merupakan management responsibility. Bahwa sesungguhnya yang paling berkepentingan terhadap sistem pengendalian intern suatu entitas organisasi/perusahaan adalah manajemen, lebih tegasnya lagi adalah top manajemen/direksi), karena dengan sistem pengendalian intern yang baik itulah top manajemen dapat mengharapkan kebijakannya dipatuhi, aktiva atau harta perusahaan dilindungi, dan penyelenggaraan pencatatan berjalan baik. b. Top manajemen bertanggung jawab menyusun sistem pengendalian intern, tentu saja dilaksanakan oleh para stafnya. Dalam penyusunan tim yang akan ditugaskan untuk merancang sistem pengendalian intern, harus dipilih anggotanya dari para ahli, termasuk yang berkaitan dengan teknologi informasi (mengingat saat ini sistem lazimnya dibuat berbasiskan teknologi informasi). c. Sistem pengendalian intern seharusnya bersifat generic, mendasar, dan dapat diterapkan pada semua perusahaan pada umumnya (tidak boleh jika hanya berlaku untuk satu perusahaan saja, melainkan harus ada hal-hal yang bersifat dasar yang berlaku umum). d. Sifat sistem pengendalian intern adalah reasonable assurance, artinya tingkat rancangan yang kita desain adalah yang paling optimal. Sistem pengendalian intern yang paling baik ialah bukan yang paling maksimal, apalagi harus dipertimbangkan cost benefitnya. e. Sistem pengendalian intern mempunyai keterbatasan-keterbatasan atau constraints, misalnya adalah sebaik-baik control tetapi kalau para pegawai yang melaksanakannya tidak cakap, atau kolusi, maka tujuan pengendalian internal itu mungkin tidak tercapai. f. Sistem pengendalian intern harus selalu dan terus menerus dievaluasi, diperbaiki, disesuaikan, dengan perkembangan kondisi dan teknologi.
Menurut Alvin (2001:290), terdapat empat konsep dasar yang mendasari telaah atas struktur pengendalian intern dan penetepan risiko pengendalian, diantaranya tanggung jawab manajemen, kepastian yang wajar, keterbatasan yang melekat (inhern), dan metode pengendalian data.
31
a. Tanggung jawab manajemen Manajemen, dan bukan auditor yang harus menyusun dan memonitor struktur pengendalian internnya. Konsep ini sesuai dengan ketentuan yang menyatakan bahwa manajemen, dan bukan auditor yang bertanggung jawab dalam menyusun laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. b. Kepastian yang wajar Suatu perusahaan harus mengusahakan struktur pengendalian intern yangmemberikan kepastian yang wajar tetapi bukan mutlak, bahwa laporan keuangannya telah disajikan dengan wajar. Struktur pengendalian intern disusun oleh manajemen setelah mempertimbangkan baik biaya maupun manfaat pengendalian tersebut. Seringkali, manajemen enggan untuk menerapkan sistem pengendalian yang ideal karena biayanya mungkin terlalu tinggi. Sebagai contoh, auditor tidak selayaknya mengharapkan manajemen dari perusahaan kecil untuk mempekerjakan beberapa personil tambahan pada bagian akuntansi bila hanya untuk perbaikan kecil saja pada penyediaan data akuntansi yang lebih terhandalkan. Adakalanya, jauh lebih murah jika auditor menyelenggarakan pemeriksaan yang lebih luas daripada harus mengeluarkan biaya pengendalian intern yang tinggi. c. Keterbatasan yang melekat (inhern) Struktur pengendalian intern tidak dapat dianggap sepenuhnya efektif, meskipun telah dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya. Bahkan, meskipun sistem yang ideal telah dirancang, keberhasilannya tetap bergantung pada kompetensi dan kehandalan oleh pelaksananya. Sebagai contoh, misalkan prosedur penghitungan persediaan telah disusun dengan seksama dan dibutuhkan dua orang karyawan yang harus menghitung secara terpisah. Apabila kedua karyawan yang bertugas tidak memahami petunjuk-petunjuk yang mereka terima, atau keduanya bekerja ceroboh, penghitungan persediaan itupun cenderung tidak benar. Bahkan apabila hasil penghitungan itu benar, manajemen mungkin mengabaikan prosedurnya dan memerintahkan karyawannya untuk menaikkan jumlah perhitungan barang-barang yang telah dibuat, untuk menaikkan laba yangdilaporkan. Sama halnya bila karyawan yang bersangkutan, mungkin dengan sengaja menaikkan jumlah perhitungannya untuk menutupi pencurian barang-barang tersebut oleh salah seorang atau keduanya.Inilah yang disebut persekongkolan (collusion). Karena keterbatasan yang melekat pada struktur pengendalian tersebut dan arena auditor tidak dapat mengharapkan kepastian yang wajar dari keefektifannya, maka kepercayaan tidak dapat sepenuhnya diletakkan pada beberapa tingkat risiko pengendalian. Karena itu, untuk merancang sistem pengendalian intern yang efektif, auditor harus memperoleh bukti audit yang cukup dalam menguji pengendalian intern. Selalu ada kemungkinan bahwa sistem pengendalian tidak dapat melacak seluruh kesalahan yang material.
32
d. Metode pengolahan data Konsep pengendalian intern berlaku sama dengan sistem maupun manual komputerisasi (EDP). Terdapat perbedaan besar antara sistem manual yang sederhana bagi sebuah perusahaan kecil dan sistem EDP yang sangat rumit untuk perusahaan industri bertaraf internasional. Meskipun demikian, tujuan pengendalian intern adalah sama. 3. Tujuan Pengendalian Intern Tujuan pengendalian intern menurut COSO (Committee of Sponsoring Organization) (Moeller 2009:25) adalah : a.
b.
c.
To provide realible data, included : 1. Completeness, input/process/output 2. Accuracy, input/process/input 3. Uniqueness 4. Reasonableness 5. Errors are detected To encourage adherence to prescribed accounting policies, included: 1. Timeleness : captired/enter/process 2. Valuation : calculation, summary, etc 3. Classification To safeguard assets and records, included : 1. Transaction authorized 2. Distribution of output 3. Validity, no nonvalid data processed 4. Security of data and records
Tujuan pertama dirancangnya pengendalian intern dari segi pandangan manajemen ialah untuk dapat diperolehnya data yang dapat dipercaya, yaitu data yang lengkap, akurat, unik, reasonable, dan kesalahan-kesalahan data dideteksi. Tujuan berikutnya adalah dipatuhinya kebijakan akuntansi, yang akan dicapai jika data diolah tepat waktu, penilaian, klasifikasi dan pisah batas waktu transaksi akuntansi tepat. Tujuan selanjutnya ialah pengamanan asset, yaitu dengan adanya otorisasi, distribusi output, data valid dan diolah serta disimpan secara aman.
33
Tujuan dirancangnya sistem pengendalian intern dari cara pandang terkini dan yang sudah mencakup lingkup yang lebih luas pada hakekatnya adalah untuk melindungi harta milik perusahaan, mendorong kecermatan dan kehandalan data dan pelaporan akuntansi, meningkatkan efektifitas dan efisiensi usaha, serta mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan dan aturanaturan yang ada. 1) Pencatatan,Pengolahan data dan penyajian informasi yang dapat dipercayapimpinan hendaklah
informasi yang benar/tepat dalam
rangka melaksanakan kegiatannya. Mengingat bahwa berbagai jenis informasi digunakan untuk bahan mengambil keputusan sangat penting artinya, karena itu suatu mekanisme atau sistem yang dapat mendukung penyajian informasi yang akurat sangat diperlukan oleh pimpinan perusahaan. 2) Mengamankan aktiva perusahaan Pengamanan atas berbagai harta benda termasuk catatan pembukuan/file/database semakin penting dengan adanya computer. Data/informasi yang begitu banyaknya yang disimpan di dalam media computer seperti disket dan USB dapat dirusak apabila tidak diperhatikan pengamanannya. 3) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi operasional Pengawasan dalam suatu organisasi merupakan alat untuk mencegah penyimpangan tujuan/rencana organisasi, menghindari pemborosan dalam setiap segi perusahaan dan mengurangi setiap jenis penggunaan sumber-sumber yang ada secara tidak efisien.
34
4) Mendorong pelaksanaan
kebijakan dan peraturan
Manajemen
menyusun kebijakan dan peraturan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian intern berarti memberikan jaminan yang layak bahwa kesemuanya itu telah dilaksanakan oleh karyawan perusahaan. Tujuan orang/individu
pengendalian
intern
harus
dilihat
hubungannya
dengan
yang menjalankan sistem pengendalian tersebut. Sistem harus
dirancang sedemikian rupa sehingga para pegawai dapat merasakannya sendiri dan yakin bahwa pengendalian intern bertujuan mengurangi kesulitan-kesulitan dalam operasi organisasi, melindungi organisasi, merupakan persyaratan dalam upaya tercapainya tujuan, dan dengan demikian mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah digariskan. Suatu pengendalian intern yang baik dalam perusahaan akan memberikan keuntungan yang sangat berarti bagi perusahaan itu sendiri, karena : a. Dapat memperkecil kesalahan-kesalahan dalam penyajian data akuntansi, sehingga akan menghasilkan laporan yang benar. b. Melindungi atau membatasi kemungkinan terjadinya kecurangan dan penggelapan-penggelapan. c. Kegiatan organisasi akan dapat dilaksanakan dengan efisien. d. Mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan. e. Tidak memerlukan detail audit dalam bentuk pengujian subtantif atas bahan bukti/data perusahaan yang cukup besar oleh akuntan publik.
35
Jika sistem pengendalian intern suatu perusahaan cukup baik dan auditor cukup puas dalam melakukan test of control, maka pengujian subtantif dapat dilakukan dengan sekecil mungkin jumlah bukti/data dari suatu teknik sampling. Dengan demikian, kegiatan audit tidak memerlukan biaya yang terlalu besar. Tujuan didesainnya sistem pengendalian intern khusus (atau tambahan) bagi sistem berbasis computer adalah untuk membantu manajemen dalam mencapai pengendalian intern menyeluruh, termasuk kegiatan manual di dalamnya, kegiatan dengan alat mekanis, maupun yang terkait dengan pemrosesan data berbasis computer (teknologi informasi). Sistem pengendalian tersebut dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personil lain/karyawan perusahaan atau seluruh anggota suatu organisasi, dan didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian-pencapaian tujuan di atas. Berbagai jenis transaksi dalam sistem informasi akuntansi, jenis kesalahan pencatatan dapat terjadi. Sebagai contoh, transaksi pembayaran upah/gaji dapat terjadi kesalahan kalau jam kerja yang salah dibebankan ke dalam kartu pencatat waktu atau pembayaran gaji bruto didebet ke dalam nomor perkiraan yang salah dalam jumlah pembayaran gaji. Prosedur pencatatan transaksi menurut Sanyoto (2007:262) : a. Setiap transaksi yang dicatat adalah sah (validitas). Suatu sistem tidak dapat memberikan transaksi-transaksi fiktif dan yang sebenarnya tidak terjadi dalam jurnal atau catatan akuntansi lainnya. b. Setiap transaksi diotorisasikan dengan tepat (otorisasi). Kalau transaksi yang tidak dapat diotorisasi terjadi, hal ini dapat mengakibatkan adanya transaksi yang curang, dan juga dapat mengakibatkan pemborosan atau pengrusakan terhadap aktiva perusahaan. c. Setiap transaksi yang terjadi dicatat (kelengkapan). Setiap prosedur yang dimiliki klien harus memberikan pengendalian untuk mencegah penghilangan setiap transaksi dari catatan.
36
d. Setiap transaksi dinilai dengan tepat (penilaian). Sistem yang memadai selalu disertai dengan prosedur untuk menghindari kesalahan dalam penghitungan dan recording tiap transaksi pada berbagai langkahlangkah proses pencatatan. e. Setiap transaksi diklasifikasikan dengan tepat (klasifikasi). Klasifikasi akun/perkiraan yang tepat, sesuai dengan kode perkiraan klien, harus ditetapkan dalam jurnal kalau laporan keuangannya dinyatakan dengan tepat. Klasifikasi ini juga mencakup berbagai kategori seperti divisi dan hasil produk. f. Setiap transaksi dicatat pada waktu yang tepat (ketetapan waktu). Pencatatan setiap transaksi baik sebelum atau sesudah saat terjadinya, selalu menimbulkan kemungkinan adanya kelalaian untuk mencatatnya atau pencatatannya terjadi pada akhir periode maka laporan keuangan akan mengandung kesalahan. g. Setiap transaksi dimasukkan dengan tepat ke dalam catatan tambahan dan diikhtisarkan dengan benar posting & ikhtisar. Dalam beberapa keadaan, masing-masing transaksi diikhtisarkan (dirangkum menjadi satu) dan dijumlahkan sebelum dicatat ke dalam jurnal yang bersangkutan. Lalu jurnal tersebut diposting ke dalam buku besar, dan buku besar tersebut diikhtisarkan lagi dan digunakan untuk menyusun laporan keuangan. Selain metode yang digunakan untuk memasukkan setiap transaksi ke dalam catatan tambahan selalu dibutuhkan untuk memastikan bahwa pengikhtisaran tersebut adalah benar. 4.
Keterbatasan Pengendalian Intern Perlu diingat bahwa sistem pengendalian intern yang terbaik adalah bukan
struktur
pengendalian
yang
seketat
pengendalian intern juga mempunyai
mungkin
secara
maksimal,
sistem
keterbatasan-keterbatasan. Menurut
Boynton, dkk (2002:376) keterbatasan atau kelemahan yang melekat pada sistem pengendalian intern antara lain : a. Kesalahan dalam pertimbangan Kadang-kadang, manajemen dan personel lainnya dapat melakukan pertimbangan yang buruk dalam membuat keputusan bisnis atau dalam melaksanakan tugas rutin karena prosedur lainnya. b. Kemacetan Kemacetan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi karena personel salah memahami instruksi atau membuat kekeliruan akibat kecerobohan, kebingungan, atau kelelahan. Perubahan sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem atau prosedur juga dapat berkontribusi pada terjadinya kemacetan.
37
c. Kolusi Individu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan suatu pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan lain, konsumen atau pemasok, dapat melakukan sekaligus menutupi kecurangan sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian intern (misalnya, kolusi antara tiga karyawan mulai dari departemen personel, manufaktur, dan penggajian untuk membuat pembayaran kepada karyawan fiktif, atau skedul pembayaran kembali antara seorang karyawan dalam departemen pembelian dan pemasok atau antara seorang karyawan di departemen penjualan dengan pelanggan). d. Penolakan manajemen Manajemen dapat mengesampingkan kebijakan atau prosedur tertulis untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas yang dinaikkan atau status ketaatan (misalnya, menaikkan laba yang dilaporkan untuk menaikkan pembayaran bonus atau nilai pasar dari saham entitas, atau menyembunyikan pelanggaran dari perjanjian hutang atau ketidaktaatan terhadap hukum dan peraturan). Praktik penolakan (override) termasuk membuat penyajian salah dengan sengaja kepada auditor dan lainnya seperti menerbitkan dokumen palsu untuk mendukung pencatatan transaksi penjualan fiktif. e. Biaya versus manfaat Biaya pengendalian intern suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat yang diharapkan untuk diperoleh. Karena pengukuran yang tepat baik dari biaya dan manfaat biasanya tidak memungkinkan, manajemen harus membuat baik estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam mengevaluasi hubungan antara biaya dan manfaat. Menurut Hery (2011:103) Faktor manusia adalah faktor yang penting sekali dalam setiap pelaksanaan sistem pengendalian intern. Sebuah sistem pengendalian intern yang baik akan dapat menjadi tidak efektif oleh karenaadanya karyawan yang kelelahan, ceroboh, atau bersikap acuh tak acuh. Demikian juga halnya dengan kolusi, dimana kolusi ini akan dapat secara signifikan mengurangi keefektifan sebuah sistem dan mengeliminasi proteksi yang ditawarkan dari pemisahan tugas. Belum lagi adanya sebuah pandangan umum yang mengatakan bahwa pada prinsipnya di dunia ini tidak ada sesuatu yang sempurna, termasuk sistem pengendalian intern yang dijalankan perusahaan.
5.
Konsep Pengendalian Intern Piutang Usaha Menurut COSO Suatu komite yang diorganisir oleh lima organisasi profesi yaitu IIA,
AICPA, IMA, FEI, dan AAA pada bulan oktober 1987 menghasilkan kajian yang dinamakan COSO framework of internal control. Pada tahun 1992 COSO
38
mengeluarkan definisi tentang pengendalian
intern,
COSO
memandang
pengendalian intern merupakan rangkaian tindakan yang menembus seluruh organisasi. COSO juga membuat jelas bahwa pengendalian intern berada dalam proses manajemen dasar, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring (Boynton 2003:379). Terdapat lima komponen pengendalian intern menurut COSO, yaitu lingkungan pengendalian, penentuan risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta pengawasan atau pemantauan. a. Lingkungan pengendalian Komponen ini meliputi sikap manajemen disemua tingkatan terhadap operasi secara umum dan konsep pengendalian secara khusus. Hal ini mencakup etika, kompetensi, serta integritas dan kepentingan terhadap kesejahteraan organisasi, juga tercakup struktur organisasi serta kebijakan dan filosofi manajemen. Kode etik merupakan upaya yang dapat dilakukan oleh entitas atau perusahaan dalam mendorong efektifnya pengendalian intern. Kode etik merupakan standar aturan mengenai etika yang harus dijalankan oleh entitas. Implementasi dari kode etik ini akan sangat efektif jika memenuhi dua syarat, yaitu pertama, entitas perlu menyatakan secara spesifik kepada karyawan mengenai kode etik yang mereka jalankan. Syarat kedua, agar kode etik ini bisa berjalan secara efektif adalah perlu adanya dukungan dari tim manajemen puncak. Tanpa ada dukungan dari manajemen puncak, kode etik ini akan sulit untuk diimplementasikan.
39
Kompetensi adalah skill atau kecakapan yang dimiliki oleh seseorang sebagai modal dalam melaksanakan tugas atau kewajiban serta kemampuan bersaing dalam mencapai tujuan. Integritas adalah suatu sikap dalam menyatakan keinginan atau kehendak, kejujuran dan keikhlasan serta perbuatan antara orang-orang yang memiliki satu tujuan yang sama. Kompetensi dan integritas merupakan dua sikap yang harus dimiliki oleh setiap personil dalam suatu entitas. Tanpa kedua sikap tersebut, perusahaan akan sangat sulit mencapai tujuannya. b. Penentuan risiko Penentuan risiko merupakan hal yang penting bagi manajemen. Penentuan risiko mencakup penentuan risiko di semua aspek organisasi dan penentuan kekuatan organisasi melalui evaluasi risiko. COSO juga menambahkan pertimbangan tujuan di semua bidang operasi untuk memastikan bahwa semua bagian operasi bekerja secara harmonis. Komponen ini telah menjadi bagian dari aktivitas audit internal. Penentuan risiko merupakan tanggung jawab yang tidak terpisahkan (integral) dan terus menerus dari manajemen. Dikatakan integral, karena manajemen tidak dapat menetapkan tujuan dan dengan mudah mengasumsikan bahwa tujuan tersebut akan tercapai. Banyak hambatan atau risiko yang datang, baik dari dalam maupun dari luar entitas. Risiko kredit adalah risiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada para pelanggan. Sebelum perusahaan memutuskan untuk
40
menyetujui permintaan atau penambahan kredit oleh para pelanggan, perlulah mengadakan evaluasi risiko kredit dari para pelanggan tersebut. Menilai risiko kredit, cedit manager harus mempertimbangkan berbagai faktor yang menentukan besar kecilnya kredit tersebut. Pada umumnya bank atau perusahaan dalam mengadakan penilaian risiko kredit terhadap debitur adalah dengan memerhatikan lima “C”. lima “C” tersebut adalah character, capacity, collateral, capital dan conditions. Character, menunjukkan kemungkinan atau profitabilitas dari pelanggan untuk secara jujur memenuhi kewajibannya. Faktor ini sangatpenting, karena setiap transaksi kredit mengand ung kesanggupan untuk
membayar.
Capacity,
adalah
pendapat
subyek
mengenai
kemampuan dari pelanggan, ini diukur dengan record diwaktu yang lalu, disertai dengan observasi fisik (survey) pada rumah dan kantor maupun usaha dari calon debitur. Capital, diukur oleh posisi financial pelanggan secara umum, dimana hal ini ditunjukkan oleh analisa ratio financial, yang khususnya ditekankan “tangible net worth” dari perusahaan. Collateral, dicerminkan oleh aktiva dari langganan yang diikatkan, atau dijadikan jaminan bagi keamanan kredit yang diberikan kepada pelanggan tersebut. Condition, menunjukkan pengaruh langsung dari trend ekonomi pada umumnya terhadap perusahaan yang bersangkutan atau perkembangan khusus dalam suatu bidang ekonomi tertentu yang mungkin mempunyai efek terhadap kemampuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya.
41
Setelah diuraikan berbagai faktor yang harus diperhatikan dalam penilaian risiko kredit, maka selanjutnya perlu bagi perusahaan untuk mengambil langkah-langkah tertentu di dalam usaha untuk memperkecil risiko tidak terbayarnya piutang dengan mengadakan penyaringan atau seleksi terhadap para pelanggan atau debitur. 1) Dibentuknya unit kerja atau seksi yang khusus ditugaskan mengurus piutang. Tugas pokok dari unit kerja ini meliputi kegiatan di bawah ini: a) Mencari langganan potensial yang dapat diberikan kredit b) Menyeleksi calon debitur c) Membukukan transaksi kredit yang terjadi d) Melakukan penagihan piutang e) Membukukan transaksi kredit/piutang f) Menyusun dan mengklasifikasi piutang overdue berdasarkan umurnya masing-masing g) Membuat analisa dan evaluasi piutang sebagai salah satu bentuk investasi h) Menyusun dan memperkirakan arus kas masuk dari piutang i) Membuat laporan tentang pengelolaan piutang bagi para pengambil kebijakan tentang piutang 2) Digariskannya kebijakan piutang yang jelas untuk dapat digunakan sebagai pedoman bagi unit kerja yang mengurusi piutang. Kebijakan ini meliputi kegiatan di bawah ini : a) Penentuan plafon kredit untuk berbagai jenis atau tingkatan debitur
42
b) Penentuan jangka waktu kredit c) Pedoman melakukan seleksi calon debitur berdasarkan lima “C” d) Penentuan jumlah piutang ragu-ragu maksimal yang dapat dibenarkan sebagai dasar penentuan besarnya cadangan piutang ragu-ragu e) Penentuan
jumlah
anggaran
yang
digunakan
untuk
mengadministrasi piutang 3) Penentuan kriteria untuk mengukur efisiensi pengelolaan piutang. Berbagai
kriteria
yang
dapat
digunakan
sebagai
indikator
pengelolaanpiutang : b) Tingkat perputaran piutang c) Persentase piutang tak tertagih yang sebenarnya. Tingkat persentase ini perlu dibandingkan dengan rata-rata piutang tak tertagih untuk industri ataupun usaha lain yang sejenis. Selama tingkat persentase ini relatif sebanding, maka efisiensi pengelolaan piutang oleh perusahaan masih dianggap dalam batas kewajaran. Bilamana persentase ini melebihi industri atau usaha lain yang sejenis, maka perlu dilakukan penganalisaan khusus untuk mengetahui sebab-sebab secara jelas. 4) Usia piutang rata-rata. Daftar piutang yang ada dikelompokkan berapa persen dari piutang masih dalam batas waktu piutang yang seharusnya, berapa persen satu bulan terlambat/dua bulan terlambat/tiga bulan terlambat dan sebagainya. Cara ini dapat diperkirakan berapa dari
43
piutang outstanding sebenarnya masih memiliki nilai ekonomis sebagai kekayaan dan berapa yang seharusnya perlu diragukan atau bahkan perlu dihapuskan. Kemudian dapat dipisahkan kelompok debitur yang masih bonafit, kelompok yang perlu memperoleh perhatian
yang
lebih
seksama,
kelompok
yang
memerlukan
penanganan secara khusus, dan kelompok yang seharusnya dihapuskan dari daftar debitur. 5) Biaya pengelolaan setiap Rp. 1.000.000 juta piutang. Piutang sebagai salah satu bentuk investasi menimbulkan biaya berupa: a) Biaya modal b) Biaya administrsi piutang c) Biaya yang berupa piutang tak tertagih c. Aktivitas pengendalian Komponen ini mencakup aktivitas-aktivitas yang dulunya dikaitkan dengan konsep pengendalian internal. Aktivitas-aktivi tasini meliputi persetujuan, tanggung jawab dan kewenangan, pemisahan tugas, pendokumentasian,
rekonsiliasi,
karyawan
kompeten
dan
jujur,
pemeriksaan internal dan audit internal. Aktivitas-aktivitas ini harus dievaluasi resikonya untuk organisasi secara keseluruhan. Struktur organisasi merupakan rerangka pembagian tugas kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan.
44
Menurut Mulyadi (2006:156), prosedur pemisahan tugas dalam rangka memenuhi aktivitas pengendalian harus memenuhi syarat antara lain : 1) Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasional dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan. Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer. Fungsi yang memiliki wewenang untuk menyimpan aktiva perusahaan. Fungsi akuntansi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan. 2) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melakukan semua tahap suatu transaksi. Untuk melaksanakan transaksi yang berhubungan dengan piutang usaha misalnya, fungsi-fungsi yang dibentuk adalah fungsi akuntansi, fungsi penerimaan, fungsi penjualan, dan sebagainya. Tujuan pokok pemisahan fungsi ini adalah untuk mencegah dan untuk mendeteksi kesalahan dan kecurangan dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada seseorang.Transaksi yang terjadi dalam suatu organisasi harus diotorisasi oleh pejabat yang berwenang. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Formulir merupakan media yang digunakan untuk merekam penggunaan wewenang untuk memberikan otrisasi terlaksananya transaksi dalam organisasi. Oleh karena itu, penggunaan formulir harus diawasi sedemikian rupa guna mengawasi pelaksanaan otorisasi. Di lain pihak, formulir merupakan dokumen yang digunakan sebagai dasar untuk pencatatan transaksi dalam catatan akuntansi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam dalam formulir dicatat akuntansi
45
dengan tingkat ketelitian dan kehandalannya yang tinggi. Dengan demikian, sistem otorisasi, akan menjamin dihasilkannya dokumen pembukuan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi. Dokumen dan catatan akuntansi yang digunakan sebagai dasar pencatatan ke dalam kartu piutang adalah faktur penjualan, bukti kas masuk, memo kredit dan bukti memorial. 1) Faktur penjualan. Dalam pencatatan piutang usaha, dokumen ini digunakan sebagai dasar pencatatan timbulnya piutang usaha dari transaksi penjualan kredit dimasukkan dalam jurnal penjualan. Dokumen ini dilampiri dengan surat muat (bill of lading) dan surat order pengiriman sebagai dokumen pendukung untuk mencatat transaksi penjualan kredit. 2) Bukti kas masuk, dalam pencatatan piutang usaha, bukti kas masuk ini digunakan sebagai dasar pencatatan berkurangnya piutang usaha dari transaksi pelunasan piutang oleh debitur yang dimasukkan ke dalam jurnal penerimaan kas. 3) Memo kredit. Dalam pencatatan piutang usaha, dokumen ini digunakan sebagai dasar pencatatan retur penjualan yang dimasukkan ke dalam jurnal umum atau jurnal retur penjualan. Dokumen ini dikeluarkan oleh bagian order penjualan, dan jika dilampiri dengan laporan penerimaan barang yang dibuat oleh bagian penerimaan, merupakan dokumen sumber untuk mencatat transaksi retur penjualan.
46
4) Bukti memorial. Bukti memorial adalah dokumen sumber untuk dasar pencatatan transaksi ke dalam jurnal umum dan kartu piutang. Dokumen ini dikeluarkan oleh fungsi kredit yang memberikan otorisasi penghapusan piutang usaha yang tidakdapat ditagih lagi. d. Informasi dan komunikasi Komponen ini merupakan bagian penting dari proses manajemen. Manajemen tidak dapat berfungsi tanpa informasi. Komunikasi informasi tentang operasi pengendalian internal memberikan substansi yang dapat digunakan manajemen untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian dan untuk mengelola operasinya. Menurut Saefullah (2006:295), komunikasi adalah proses seseorang berusaha untuk memberikan pengertian atau pesan kepada orang lain melalui pesan simbolis. Komunikasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan berbagai media komunikasi yang tidak tersedia. e. Pengawasan dan Pemantauan Pengawasan atau pemantauan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan
manajemen
pengendalian.
Menurut
Saefullah
(2006:297)
“pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan”.
47
Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi dalam piutang menurut Riyanto (2007:85) : 1) Volume penjualan kredit Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Makin besarnya volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi yanglebih besar lagi dalam piutang.Makin besarnya jumlah piutangberarti makin besar pula risiko, tetapi bersamaan dengan itu memperbesar pula profitability. 2) Syarat pembayaran penjualan kredit Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersipat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti bahwa perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit dari pada pertimbangan profitabilitas. Syarat yang ketat misalnya dalam bentuk batas waktu pembayarannya yang pendek, pembebanan bunga yang berat pada pembayaran piutang yang terlambat. 3) Ketentuan tentang pembatasan kredit Dalam penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafon bagi kredit yang diberikan pada langganaannya. Makin tinggi plafon yang ditetapkan bagi masing-masing langganan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang. Demikian pula ketentuan mengenai siapa yang akan diberikan kredit. Makin selektif para langganan yang diberikan kredit akan memperkecil jumlah investasi dalam piutang. 4) Kebijaksanaan dalam mengumpulkan piutang Perusahaan dapat menjalankan kebijakannya dalam mengumpulkan piutang secara aktif ataupun pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijakan secara aktif ataupun pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijakan secara aktif dalam pengumpulan piutang akan mempunyai pengeluaran uang yang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain yang menjalankan kebijakan secara pasif. Perusahaan yang disebutkan terdahulu kemungkinan akan mempunyai investasi dalam piutang yang lebih kecil daripada perusahaan yang disebutkan kemudian. 5) Kebiasaan membayar dari para langganan Ada sebagian langganan yang mempunyai kebiasaan untuk membayar dengan menggunakan kesempatan mendapatkan cash discount, dan ada sebagian lagi yang tidak menggunakan kesempatan tersebut. Kebiasaan para langganan untuk
48
membayar dalam cash discount period, atau sesudahnya akan mempunyai efek terhadap besarnya investasi dalam piutang. Apabila sebagian besar langganan membayar dalam waktu selama discount period, maka dana yang tertanam dalam piutang akan lebih cepat bebas, yang ini berarti makin kecilnya investasi dalam piutang.