BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengantar Kajian mengenai modal sosial banyak secara ragamnya, akan tetapi pada
intinya modal sosial berbicara tentang jaringan sosial yang terbentuk akibat adanya rasa percaya, dan juga adanya norma-norma yang disepakati bersama. Jaringan sosial ini yang kemudian memberikan dukungan secara kolektif bagi anggotanya. Sesuai dengan definisi modal sosial oleh Piere Bourdieu (Rinandari, 2003 ; 1) yang menyatakan bahwa modal sosial adalah sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh setiap orang yang dengan adanya jaringan sosial yang terlembagakan tentunya dapat memberikan dukungan kolektif bagi anggotanya. Jaringan sosial antara mahasiswa dan pelajar Papua yang ada di Kota Salatiga, tentunya memiliki modal sosial yang dapat digunakan untuk membangun jaringan sosial mahasiswa dan pelajar Papua yang ada di Kota Salatiga. Dengan adanya HIMPPAR tentunya akan memberikan dukungan secara kolektif bagi anggotanya untuk mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, pada bab ini penulis ingin mengetahui pandangan teoritis mengenai konsep-konsep modal sosial dari para ahli. Konsep-konsep modal sosial yang akan penulis jelaskan, yaitu definsi modal sosial, dimensi modal sosial, dan tipologi modal sosial.
2.2 1.
Konsep-Konsep Modal Sosial Definisi Modal Sosial Secara komperehensif Burt mendefinsikan, modal sosial adalah kemampuan
masyarakat untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain dan selanjutnya 5
menjadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lainnya (Prasetiamartati, dkk 2007;3). Sementara itu Fukuyama,(1999:22) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Adapun Cox mendefinisikan, modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama (Hasbullah 2006; 6). Sejalan dengan Fukuyama dan Cox, Partha dan Ismail S (Supriono,2003:3). mendefinisikan, modal sosial sebagai hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama (Supriono,dkk, 2009;3 ). Pada jalur yang sama Solow (Supriono dkk,2009:3) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau normanorma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas (Supriono,dkk, 2009;3). Selanjutnya Cohen dan Prusak L. modal sosial adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif (Hasbullah 2006; 6). Senada dengan Cohen dan Prusak L., (Hasbullah, (2006:7) menjelaskan, modal sosial sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerjasama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust (rasa saling mempercayai), aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Definisi modal sosial juga datang dari Robert Putnam, dimana Putnam, seperti yang diakui Lawang (2005;212) mendefinisikan 6
modal
sosial
sebagai
jaringan,
norma, dan
kepercayaan dalam
masyarakat
yang memungkinkan anggota untuk bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan bersama. Berbeda
dengan
yang
lain,
Jammes
Coleman
(Lawang,2005:20)
menempatkan modal sosial dalam paradigma pilihan rasional. Menurut Colemen modal sosial mempunyai fungsi terdiri dari aspek struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut (Lawang, 2005;211). Sejalan dengan Coleman, Piere Bourdieu. Seperti yang dikutip Rinandari (2003:1) juga memberikan definisi modal sosial yang mengarah pada fungsi modal sosial itu sendiri. modal sosial kemudian dipahami sebagai sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang
berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan dan dapat
memberikan dukungan kolektif bagi anggotanya. Berbagai pandangan tentang modal sosial itu bukan sesuatu yang bertentangan. Ada keterkaitan dan saling mengisi sebagai sebuah alat analisa penampakan modal sosial di masyarakat. Modal sosial bisa berwujud sebuah mekanisme yang mampu mengolah potensi menjadi sebuah kekuatan real guna menunjang pengembangan masyarakat. Dalam penelitian ini modal sosial (social capital) didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi. 2.
Dimensi Modal Sosial Menurut Hasbullah, (2006:9) dimensi modal sosial adalah kemampuan
masyarakat untuk bekerjasama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi yang timbal balik dan saling menguntungkan serta dibangun diatas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Senada dengan itu Coleman seperti yang dikutip, Supriono dkk (2009:4) menyatakan dimensi modal sosial inheren dalam struktur relasi sosial dan jaringan sosial di dalam suatu masyarakat yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling
7
percaya, membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma, serta sangsisangsi sosial bagi para anggota masyarakat tersebut. Fukuyama (2009:22) berpendapat bahwa belum tentu norma-norma dan nilainilai bersama yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkahlaku itu otomatis menjadi modal sosial. Akan tetapi hanyalah norma-norma dan nilainilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan (trust).Trust kemudian dipahami sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada normanorma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Norma-norma tersebut bisa berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada nilai-nilai luhur (kebajikan) dan keadilan (Supriono,dkk, 2009; 4). Sementara itu Woolcock dan Narayan dimensi modal sosial tumbuh di dalam suatu masyarakat yang didalamnya berisi nilai dan norma serta pola-pola interaksi sosial dalam mengatur kehidupan keseharian anggotanya (Supriono,dkk, 2009; 4). Oleh karena itu Adler dan Kwon menyatakan, dimensi modal sosial adalah merupakan gambaran dari keterikatan internal yang mewarnai struktur kolektif dan memberikan kohesifitas dan keuntungan-keuntungan bersama dari proses dinamika sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Dimensi modal sosial menggambarkan segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, serta didalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi. 3
Tipologi Modal Sosial Mengenai tipologi modal sosial, Hasbullah (2006; 29-32) membaginya
kedalam dua tipologi modal sosial, yang pertama yaitu modal sosial terikat (bonding social capital). Modal sosial terikat (bonding social capital) cenderung bersifat ekslusif. Apa yang menjadi karateristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus sebagai ciri khasnya, yaitu baik kelompok maupun anggota kelompok, dalam konteks ide, relasi, dan perhatian, lebih berorientasi kedalam (inward looking)
8
dibandingkan berorientasi ke luar (outward looking). Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok ini umumnya homogenius. Misalnya, seluruh anggota kelompok berasal dari suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang turun temurun telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari tata prilaku (code of conducts) dan prilaku moral (code of ethics) dari suku atau entitas sosial tersebut. Mereka cenderung konservatif dan lebih menguntungkan solidarity making daripada hal-hal yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai dengan tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka. Tipologi modal sosial kedua menurut Hasbullah (2009:29-32), yaitu modal sosial yang menjembatani (bridging social capital). Bentuk modal sosial yang menjembatani ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri). Konsep tipologi modal sosial ini juga dikemukakan oleh Woolcock dan Narayan. Setelah melakukan penelitian yang cukup panjang, Kesimpulan bahwa ada tiga tipologi modal sosial yang terbentuk di tengah masyarakat, yaitu : a. Social Bounding b. Social Bridging c. Social Linking Berikut merupakan penjelasan dari ketiga tipologi modal sosial menurut Woolcock dan Narayan, yang penulis kutip dari Rinandari, (2003: 3-4)
a. Social Bounding Pengertian social bounding adalah, tipe modal sosial dengan karakteristik ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam sesuatu sistem kemasyarakatan. Misalnya, kebanyakan anggota keluarga mempunyai hubungan kekerabatan dengan keluarga yang lain, seperti dalam satu etnis. sistem kekerabatan dengan sistem klen yang 9
diakui karena Klen disini berbeda maknanya dengan leneage (kelompok kerabat unilateral yang masih bisa ditelusuri hubungannya saja, atau suku /stam (kesatuan tertinggi yang mempersatukan kelompok kerabat) tetapi Klen merupakan kelompok kerabat tradisional, unilateral dan eksogam. perkawinan dalam klan tidak dibenarkan. Unilateral karena garis keturunan diperhitungkan mulai garis patrilineal saja atau matrilineal saja. Tradisional karena klen juga meliputi warga atau kerabat yang tidak bisa lagi ditelusuri hubungannya. Hubungan kekerabatan ini bisa menyebabkan adanya rasa empati/kebersamaan. Selanjutnya mewujudkan rasa simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yang mereka percaya. Seperti Rule of law/aturan main merupakan aturan atau kesepakatan bersama dalam masyarakat, bentuk aturan ini bisa formal dengan sanksi yang jelas seperti aturan UndangUndang. Namun ada juga sangsi non formal yang akan diberikan masyarakat kepada anggota masyarakatnya berupa pengucilan, rasa tidak hormat bahkan dianggap tidak ada dalam suatu lingkungan komunitasnya. Ini menimbulkan ketakutan dari setiap anggota masyarakat yang tidak melaksanakan bagian dari tanggung jawabnya. Rule of law ini yang kemudian menyebabkan terbentuknya social order/keteraturan dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, norma-norma itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Yang perlu diingat bahwa modal sosial ada yang memberikan pengaruh yang baik dan ada yang memberikan pengaruh yang kurang baik. Tradisi atau adatistiadat (custom) yang juga masih tertanam kuat dalam kehidupan masyarakat desa. Adat-istiadat (custom) merupakan tata kelakuan yang kekal serta memiliki integrasi yang kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat, yang mempunyai kekuatan untuk mengikat dengan beban sanksi bagi pelanggarnya. Hal ini kembali berkait pada karakteristik sosio-psikologis masyarakat desa yang masih meyakini suatu kepercayaan tertentu secara homogen.
10
b. Social Bridging Social Bridging (jembatan sosial) merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompokknya. Ia bisa muncul karena adanya berbagai macam kelemahan yang ada disekitarnya sehingga mereka memutuskan untuk membangun suatu kekuatan dari kelemahan yang ada. Stephen Aldidgre menggambarkannya sebagai “pelumas sosial”, yaitu pelancar dari roda-roda penghambat jalannya modal sosial dalam sebuah komunitas. Wilayah kerjanya lebih luas dari pada social bounding. Dia bisa bekerja lintas kelompok etnis, maupun kelompok kepentingan. Misalnya “Asosasi Masyarakat Adat Indonesia (kelompok ini bisa beranggotakan seluruh masyarakat adat yang ada di Indonesia, baik di Sumatra, Kalimantan sampai dengan Papua) Keanggotaannya lebih luas dan tidak hanya berbasis pada kelompok tertentu. Social Bridging bisa juga dilihat dengan adanya keterlibatan umum sebagai warga negara (civic engagement), asosiasi, dan jaringan. Tujuannya adalah mengembangkan potensi yang ada dalam masyarakat agar masyarakat mampu menggali dan memaksimalkan kekuatan yang mereka miliki baik SDM (Sumber Daya Manusia) dan SDA (Sumber Daya Alam) dapat dicapai. Ketercapaiannya melalui interaksi sosial sebagai modal utama. Dengan demikian institusi sosial tetap eksis sebagai tempat artikulasi kepentingan bagi masyarakat. Misalnya dengan adanya lembaga arisan, yang sering dikatagorikan sebagai rotating saving and credit associations, merupakan asosiasi yang menyediakan fasilitas menabung secara periodik dan menyediakan fasilitas kredit bagi anggota-anggotanya. Interaksi yang terjalin bisa berwujud kerjasama atau sinergi antar kelompok, yaitu upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik ketika tingkah laku seseorang atau kelompok dianggap menjadi hambatan oleh orang atau kelompok lain, sehingga akhirnya tingkah laku mereka menjadi cocok satu sama lain. Kapasitas modal sosial termanifestasikan dalam ketiga bentuk modal sosial tersebut (nilai, institusi, dan mekanisme) yang dapat memfasilitasi dan menjadi arena dalam hubungan antar warga dan antar kelompok 11
berasal dari latar belakang berbeda, baik dari sudut etnis, agama, maupun tingkatan sosial ekonomi. Ketidakmampuan untuk membangun nilai, institusi, dan mekanisme bersifat lintas kelompok akan membuat masyarakat yang bersangkutan tidak mampu mengembangkan modal sosial untuk membangun integrasi sosial.
c. Social Linking Merupakan hubungan sosial yang dikarakteristikkan dengan adanya hubungan di antara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat. Misalnya: Hubungan antara elite politik dengan masyarakat umum. (dalam hal ini elite politik yang dipandang khalayak sebagai public figure/tokoh, dan mempunyai status sosial dari pada masyarakat kebanyakan. Namun mereka samasama
mempunya
kepentingan
untuk
mengadakan
hubungan.
Elite
politik
membutuhkan massa untuk mendapatkan suara dan mendukungnya. Sementara masyarakat berusaha mendapatkan orang yang dipercaya bisa menjadikan penyalur aspirasi dan mereka percaya sebagai wakilnya. Pada dasarnya ketiga tipe modal sosial ini dapat bekerja tergantung dari keadaannya. Ia dapat bekerja dalam kelemahan maupun kelebihan dalam suatu masyarakat. Ia dapat digunakan dan dijadikan pendukung sekaligus penghambat dalam ikatan sosial tergantung bagaimana individu dan masyarakat memaknainya.
12
2.3 Penelitian Sebelumnya Tabel 1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya
Judul/Peneliti/ No 1.
Tujuan Penelitian
Hasil Penelitian
Tahun “Konflik
Dalam penelitian ini,
Pembangunan
Ngadisah
dan Gerakan
mengangkat konflik sekitar, proyek pembangunan PT.
Sosial Politik di
pembangunan
Papua”
terjadi
/Ngadisah/2003/
khususnya di daerah masyarakat sekitar. Akibat dari itu,
Konflik ini dapat terjadi karena
coba menurut
di
Mimika.
pandangan
yang Freeport Papua menghormati
masyarakat
Indonesia hak-hak
tidak ulayat
Ngadisah timbul protes dalam bentuk fisik
menjelaskan bahwa maupun non-fisik dari masyarakat konflik yang terjadi setemppat. Akhirnya sebagai bagian di daerah ini adalah dari upaya penyelesaian konflik ini, antara
masyarakat PT. Freeport membentuk Lembaga
setempat
(suku Pengembang Masyarakat Amugme
Kamoro
dan Komoro (LPMAK). LPMAK ini
Amugme) dan pihak kemudian menjadi modal sosial bagi pengelola
PT. masyarakat Amugme dan Komoro
Freeport Indonesia.
untuk mengupayakaan penghargaan bagi hak-hak mereka.
2.
“Pemanfaatan
Penelitian
Modal Sosial
bentuk studi kasus didayagunakan sebagai acuan bagi
Dalam Program
terhadap
dalam Norma
masyarakat
Respek”/Yakobus pelaksanaan program hubungan Richard
RESPEK
di melaksanakan
tradisi
dalam
orbonau
melaksanakan
kerjasama
dalam kegiatan
13
Murafer/2012/
Kampung
Nengke, pembangunan pasar RESPEK dan
Distrik Pantai Timur fasilitas MCK, Trust dalam bentuk Barat,
Kabupaten sikap baku bantu yang kemudian
Sarmi.
digunakan motivasi
untuk
memberikan
dalam
menghadapi
pencairan keterlambatan pencairan dan, serta hubungan jaringan sosial yakni
dalam
kekerabatan
bentuk
ikatan
kekeluragaan
yakni
aroba maupun pertetangaaan sebagai sarana
distribusi
penyediaan
informasi
tenaga
kerja
dan dalam
pelaksanaan program pembangunan pasar RESPEK.
3
“Modal Sosial
Penelitian
ini Hasil penelitian ini menunjukkan
Masyarakat
bertujuan
untuk bahwa dimana rasa tenggang rasa,
Balun Lamongan
mencari
Dalam
dari
Membangun
penelitian
Kerukunan Antar
bagaimanakah
bermasyarakat.
Umat
gambaran
masyarakat di Desa Balun ini, adalah
Beragama”./
terbentuknya modal desa yang terdiri dari berbagai
Putri Sari
sosial
masyarakat macam agama, dan di desa itu
Damaiyanti/
Balun
Lamongan mampu membuktikan bahwa dengan
2010/
dalam
membangun toleransi yang sangat tinggi, maka
jawaban tolong
menolong,
saling
pertanyaan menghormati dan mengahargai itu yaitu, sangatlah penting dalam kehidupan
kerukunan
Khusunya
antar konflik-konflik dan kesalah pahaman
umat beragama. Unit itu
dapat
di
minimalisir
14
dan
analisis
dari dihindari. Selain itu Tidak mudah
penelitian ini adalah menjaga kerukunan disini, peran modal
sosial toleransi,
terhadap
cara
sangatlah
umat berpengaruh besar disini, dimana
beragama.
disini
dan
toleransi pengembangan
antar
dari
menjaga,
modal
Ditinjau setiap
warga
masyarakat
sudah
sosial mengerti apa yang harus di lakukan, adalah apa yang harus dia jaga untuk
kepercayaan (trust), menjaga kerukunan di desa tersebut. jaringan (networks), Mengatasi dan norma-norma s.
masalah
dengan
mengumpulkan semua tokoh agama, termasuk lurah-lurahnya itu juga adalah cara yang cukup baik, pikiran dari banyak pihak bisa dijadikan satu dan diambil jalan keluarnya. Disini pembangunan tempat ibadah di desa balun yang secara berdekatan juga semakin menguatkan bahwa di desa itu sangat besar sekali rasa tenggang rasa
dan
toleransinya.
Betapa
pentingnya peran modal sosial untuk menjaga
kerukunan
itu,
dimana
kepercayaan, jaringan, dan norma sosial
berada
di
tengah-tengah
masyarakat Balun.
4
”Modal Sosial
Menunjukan bahwa Jaringan
Dalam Pasar
di dalam masyarakat dibentuk dari para pelaku yang ada
sosial
yang
sengaja
15
Tiban Sunday
Kecamatan
Guntur di Pasar Tiban Sunday Morning,
Morning Di
Kabupaten
Demak yaitu
Lembah Ugm
interaksi
Yogyakarta/Novi
sesama petani ada Dilihat dari interaksi sosial yang
Marlina/2012/
sikap dan nilai-nilai terjalin, ada dua bentuk jaringan kerukunan, gotong-
pengelola
pasar,
pengurus
antar paguyuban, pedagang, dan pembeli.
hidup yang tercipta yaitu jaringan dengan royong, ikatan kuat dan lemah. Norma sosial
saling percaya, dan di Pasar Tiban Sunday Morning berusaha maju untuk dibentuk bersama untuk mengatur memenuhi
perilaku individu di pasar. Proses
kebutuhan keluarga
terbentuknya norma sosial yang ada di Pasar Tiban Sunday Morning bersifat
formal
Kepercayaan
dan
yang
informal.
muncul
dari
pelaku Pasar Tiban Sunday Morning memiliki beberapa fungsi antara lain mengambil keputusan, memunculkan kerja
sama,
pekerjaan,
menyederhanakan
menjaga
ketertiban,
mempererat hubungan antar pelaku pasar, dan menciptakan modal sosial.
5
“Strategi
Menunjukan bahwa Hal tersebut selaras dengan norma-
Peningkatan
di dalam masyarakat norma
Produktivitas
Kecamatan
Petani
Melalui Kabupaten
Penguatan Modal interaksi
yang
Guntur masyarakat
berkembang dan
di
kehidupan
Demak masyarakat yang memiliki modal antar sosial yang terlihat dalam kegiatan
16
Sosial”
(Studi sesama petani ada Telaga Boga yang sedikit banyak
Empiris
di sikap dan nilai-nilai memberikan solusi dan jalan keluar
Kecamatan
kerukunan,
hidup dari
permasalahan
Guntur
gotong-
Kabupaten
saling percaya, dan kegiatan kerja sama antar sesama
Demak)\/M.
berusaha maju untuk warga kammpung untuk mencapai
Zulham
memenuhi
suatu
Ulinnuha)2011
kebutuhan keluarga
Kegiatan ini sangat kental denggan
royong, Kegiatan
Telaga
yang Boga
pembangunan
ada. adalah
kampung.
modal sosial Karena dalam kegiattan ini
sanngat
sarat
kepercayaan pengamalan
dengan
antar nilai
atau
asas warga, norma
bersama.
6
Penguatan modal 1.Menjelaskan
Secara
sosial
bahwa kerusakan ALK di desa- desa
Untuk adanya hubungan
historis
dapat
dikatakan
pemberdayaan
eratantara kerusakan (boyolali) bagian hulu DAS dinilai
masyarakat
ALK terhadap
pedesaan
sudah
sangat
dalam tingkat melemahnya masyarakat
parah,kemampuan pedesaan
dalam
pengelolaan
modal sosial
mengurangi tekanan terhadap ALK
agroekosistem
setempat
dipengaruhi oleh kekuatan modal
lahan kering” /
2.Menganalisis
sosialyang berhasil diwujudkanoleh
pengaruh penerapan masyarakat pedesaan setempat. Desa model
Pengelolaan yang
ALK
memiliki modal sosial yang
yang paling kuat adalah adalah desa yang
dikembangkan
masyarakatnya
pemerintah
sosial yang relatif kuat,sehingga
terhadapp
memiliki
modal
tingkat tingkat kesejahteraan masyarakatnya
17
kehidupan dan cara Cenderung tinggi dan proses masyarakat pedesaan tranformasi sosial ekonominya setempat
dalam berlangsung lebih cepat.
mengekploitaasi, memelihara
Dan
memperbaiki
ALK
melalui pengembangan kegiatan pertaniannya 3.Menganalisis elemen modal sosial pada
nilai-nilai
budaya, manajemen sosial. 7.
Pemetaan dan
1.Mengidentifikasi
Modal sosial yang ada, baik
di
pemanfaatan
dan mengukur
kalangan masyarakat
modal sosial
kondisi
rural maupun urban masih dalam
dalam
modal sosial di Jawa
tahap bonding (sebagai pengikat
penangulangan
Barat.
saja), belum
kemiskinan di
2.Menganalisis
(bridging)
Jawa
keterkaitan antara
Barat/Lembaga
sebagai jembatan
yang
menghubungkan
seluruh
potensi
warga.Hal ini
modal
ditandai
oleh:
Penelitian
sosial dengan
kelompok yang terbentuk mayoritas
Universitas
penanggulangan
berdasarkan persamaan baik karena
Padjajaran/2008
kemiskinan
kekerabatan,
di Jawa Barat
etnik,persamaan agama, persamaan
3.Merumuskan
strata
(a)
ekonomi,dsb,[
kelompok-
persamaan
misalnya
18
desain pemanfaatan
kelompok
pengajian(persamaan
modal
agama),kelompok arisan,(persamaan
sosial untuk
tempat tinggal) dan kelompok tani
penanggulangan
(persamaan
kemiskinan Jawa
memiliki
Barat
disebabkan
pertemuan
anggotanya
yang
pekerjaan)], ikatan
serta
yang
kuat, diantara
cukup
intens;
(b)kerjasama yang dilaksanakan terbatas pada komunitas yang sama; serta (c) pendanaan dalam kelompok tersebut pada umumnya swadaya dari
iuran
anggota.
2.Kapasitas
modal sosial yang tersedia belum secara optimal dimanfaatkan untuk penanggulangan kemiskinan karena kelompokkelompok yang tersedia memiliki keterbatasan
akses
untuk
memberdayakan anggotanya. selain itu,
untuk
perluasan
ekonomi,
pendidikan,
kesehatan
dan
aktualisasi
diri,pada
umumnya
masyarakat mendapatkan informasi dari keluarga,teman, dan tetangga, sedangkan untuk minta bantuan,pada
umumnya
mencari
bantuan dari kelompok masyarakat yang
strata
ekonominya
19
setara.3.Desain pemanfaatanmodalsosialuntukpenan ggulangan kemiskinan di Jawa Barat dapat dirumuskan melalui 3 (tiga) model, yakni: (a) model
rural-pertanian;
(b)
modelrural-pesisir; dan (c) model urban-industri.
Ketigamodel
ini
disusun berdasarkankarakteristikmodalsosial, kondisieksisting pemanfaatan modal sosial dalam penanggulangan
kemiskinan, serta
desain intervensi kebijakan dan/atau program yang dilakukan
untuk
mengoptimalkan modal sosial dalam penanggulangan,kemiskinan,di daerah-daerah dengan karakteristik tersebut.
8
“Making
mengetahuhi
Democracy Work
hubungan
civic Traditions
modal sosial dengan dan tradisi kewargaan di tingkat
Pertama,
Desentralisasi
antara menumbuhkan modal sosial
in Modern Italy“ / tradisi kewargaan di lokal. Partisipasi Robert Putnam /
tingkat lokal, kedua
demokratis warga telah membiakkan
1993 /
mengetahuipengaruh
komitmen warga yang luas maupun
desentralisasi
di hubungan-hubungan
horizontal:
20
kawasan Italy Utara kepercayaan(trust),toleransi, dan Italy Selatan
kerjasama, dan solidaritas yang membentuk apa yang
disebut
Putnam
sebagai
komunitas sipil (civic community) Kedua, kawasan Italia Utara jauh lebih unggul dan maju ketimbang kawasan Italia Selatan,
dari
sisi desentralisasi,
demokrasi lokal, modal sosial, tradisi kewargaan,
kinerja pembangunan
ekonomi. Kota-kota di Italia Utara adalah yang
kawasan sejak
industrial maju
lama
mempunyai
kekuatan tradisi kewargaan. Pada saat unifikasi tahun 1870, baik Italia utara
maupun
selatan
belum
terindustrialisasi sepenuhnya dengan persentase yang sedikit lebih tinggi dibandingkan populasi lahan garapan di Utara. Namun, perkembangan industrial memasuki tinggal landas secara cepat di Utara,
sementara
Selatan benar-benar menjadi wilayah urban dan industrial antara tahun 1871
dan
1911.
Penghasilan
perkapita di Utara meningkat pesat, dan
jurang
pemisah
di
antara
21
wilayah-wilayah
itu
tetap
tinggi
hingga hari ini. Variasi-variasi yang terjadi di wilayah dijelaskan
ini tidak
bisa
secara memadai oleh
perbedaan
perbedaan
dalam
kebijakan pemerintahnya, karena hal itu
sudah (untuk
sebagian besar)
ditentukan
secara nasional sejak
munculnya
negara
Italia
yang
terunifikasi. Namun, mereka sangat berkorelasi dengan
tingkat civic
community atau sosiabilitas spontan yang berlaku wilayah.
di masing-masing
Terdapat
perusahaan-
perusahaan keluarga di bagian
seluruh
Italia, tetapi mereka yang
berada di pusat social capital yang tinggi jauh lebih dinamis, inovatif dan menjanjikan ketimbang mereka yang berada di Selatan, yang diciri khasi oleh ketakpercayaan sosial.
9
“Modal Sosial
Untuk
sebagai Sarana
bentuk dan
Pengembangan
peran modal sosial kemasyarakatan
Masyarakat
dalam
mengetahui Bentuk modal sosial dapat diketahui dengan
tingginya
nilaiyang
nilai ditandai
dengan sikap gotong royong di desa
22
(Studi kasus di
pengembangan
sumberjo dan bentuk modal sosial di
kecamatan
masyarakat
Wonomulyo,
dikhususkanpada
kabupaten
aspek
Polewali
Kedua
yang dalam masyarakat
pertanian, Peran
faktor –
organisasi
modal
berhasil
lokal. didalam
masyarakat
yang
yang mempengaruhi
mempengaruhi
adalah
khususnya masyarakat tani. Faktorfactor
Selatan)”/ Masdin factor AP / 2002
adanya
mengembangkan
Mamasa, Provinsi mengidentifikasi Sulawesi
dengan
petani
sosial
mendorong tumbuhnya
ditentukan
dan modal
dari
tindakan
masyarakat,
adanya
tumbuhnya
modal bersama
sosial
aspek partisipasi yang setara dari anggota
pada
pertanian di dalam masyarakat, tumbuhnya sikap saling pengembangan
percaya dalam masyarakat, serta
masyarakat
transparansi dan kebebasan. Faktor penghambat modal sosial adalah monopoli informasi oleh oknum tertentu, sehingga persaingan yang tidak kompetitif.
10
“Modal
Sosial memahami secara
Dari Penelitian ini dijelaskan bahwa
komunitas migran lebih mendalam
sebagai warga
dalam
tentang bagaimana
pendatang di perkotaan, mereka
Upaya
suatu komunitas
selalu dihadapkan
mempertahankan
migrant di wilayah
pada persoalan tempat tinggal,
eksistensi
perkotaan berupaya
pemenuhan kebutuhan sehari-hari,
komunitasnya”(st
mengembangkan
melakukan kegiatan sehari-hari atau
udi
kasus modal sosial untuk
usaha untuk mempertahankan
komunitas warga mempertahankan
eksistensinya di kota Jakarta. Untuk
Tembok PJKA di eksistensinya di
menunjang kebutuhan sehari-hari
23
Permukiman
Kota Jakarta
Ilegal
tersebut, maka mereka
di
mengembangkan hubungan sosial
Sepanjang
Jalan
baik dengan
Bungur
Besar
sesama komunitas migran maupun
Jakarta
dengan masyarakat yang berada di
Raya,
Pusat / Triyani
sekitas
permukiman.
Sehingga
Anugrahini
dengan mudah mampu
mengakses
/2004/
fasilitas umum dan
sosial maka
eksistensi mereka tetap terjaga
11
“Modal sosial
Menemukan
dan Ketahanan
sosial komunitas Di bahwa ditemukan hubungan
Ekonomi
Bantaran
modal Hasil Analisis kuantitatif ditemukan
Ciliwung bermakna yang kuat diantara
keluarga Miskin”: untuk mempengaruhi variabel yang di uji terhadap studi Sosiologi
ketahanan ekonomi ketahanan ekonomi keluarga miskin.
pada
keluarga miskin
Uji korelasi terhadap ketahanan
Komunitas
ekonomi keluarga miskin dengan
Bantaran
variabel kelompok dan jaringan,
Ciliwung. Oleh
kepercayaan dan solidaritas, aksi
Ujianto Singgih
kolektif dan kerjasama, informasi
Prayitno / 2004
dan komunikasi, kohesi dan inklusi
/
sosial terdapat hubungan bermakna lemah. Ketika dilakukan uji regresi, variabel aksi koletif dan kerjasama, variable informasi dan komunikasi mempengaruhi ketahanan ekonomi keluarga miskin.
24
Ketahanan ekonomi keluarga ditopang ekonomi subsisten, Hal ini ada peranan hubungan kekerabatan yang terbangun dalam komunitas Bantaran. Dalam analisis kualitatif ditemukan bahwa ketahanan ekonomi keluarga miskin ditentukan sifat komunitas yang mandiri, ulet dan selalu melakukan penyesuaian terhadap tekanan ekonomi yang terjadi sehingga mereka dapat bertahan hidup. Sikap mandiri yang ditunjukkan dengan sifat adaptif, selain dapat memanfaatkan sumber dari luar, dapat pula memenuhi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan luar.
25
2.4 Kerangka Pikir
Gambar 1 Kerangka Pikir
266
Penjelasan kerangka pikir, yaitu: 1. Orang Papua A,B dan C adalah orang Papua dengan latar belakang Suku, budaya dan bahasa berbeda-beda. 2. Kemudian mereka datang ke Kota Salatiga dengan tujuan sekolah, kuliah atau bekerja. 3. Setelah Papua A,B, dan C berada di Salatiga, mereka kemudian bergabung di HIMPPAR Salatiga. 4. Setelah Papua A, B, dan C tergabung dalam HIMPPAR kemudian di antara mereka terjalin interksi sosial. 5.
Karena adanya interaksi sosial maka terbentuklah kesepahaman nilai-nilai (norma), saling percaya, kesamaan tujuan dan
interaksi antara mereka, akhirnya lahir suatu
jaringan sosial.
27 6