BAB II LANDASAN TEORI Dalam menyelesaikan permasalahan yang ada pada penelitian ini, dibutuhkan teori dasar yang dipergunakan sebagai acuan ilmu untuk melakukan survei data, pengolahan dan melakukan analisa data sehingga diperoleh hasil sesuai dengan tujuan penelitian. Teori dasar tersebut meliputi : penjelasan teknologi DVB-T2, teknologi Gap Filler dan pathloss. 2.1
Standar Transmisi Banyak ketidakpastian dan keraguan yang timbul diantara para insinyur dengan latar belakang RF analog jika disebutkan mengenai sistem transmisi digital. Insinyur terkadang mempercayai bahwa sistem digital pada dasarnya berbeda dari sistem analog. Namun sebenarnya transmisi sinyal digital tidak berbeda dari transmisi tv analog. Perbedaannya terletak pada implementasi dari sistem digital tersebut.
7
8
Gambar 2. 1 Sistem Broadcast Analog Hertzian
Diagram blok sistem transmisi siaran ditunjukan pada Gambar 2.2. Diagram blok ini mewakili baik sistem analog dan digital. Komponen utama didalam pemancar terdiri dari exciter (modulator), power amplifier, komponen RF, sebuah antenna dengan saluran transmisi yang terhubung dengannya, dan banyak lokasi penerima. Di antara pemancar dan penerima terdapat saluran transmisi melalui ruang hampa atau udara. Input sistem adalah sinyal baseband yang akan dimodulasi oleh sinyal pembawa RF (carrier). Dalam sistem analog, sinyal baseband termasuk video komposit dan sinyal audio. Jika penguat umum digunakan, sinyal termodulasi digabungkan dalam exciter dan dikuatkan didalam power amplifier. Sinyal gabungan kemudian ditransmisikan bersama-sama melalui sisa link.
9
Gambar 2. 2 Sistem Transmisi Broadcast
Untuk sistem digital, konsep blok diagram menyerupasi penguatan yang umum. Sebuah sinyal baseband dimodulasi sinyal pembawa (carrier) dan dikuatkan didalam pemancar, disiarkan oleh antenna dan diterima setelah menyebar melalui link udara. Sinyal baseband adalah gabungan stream data digital yang mungkin termasuk video, audio serta data. Karena metode modulasi yang digunakan secara digital, exciter yang digunakan pada pemancar juga berbeda. Di luar keterangan ini, sisa dari sistem fundamentalnya sama, meskipun ada perbedaan lainnya dalam pengukuran daya, tuning, kontrol, dan pengukuran performansi, upconverter, power amplifier, jalur transmisi dan antenna. Kesamaan antara sistem digital dan analog jelas ketika kita mempertimbangkan saluran transmisi. Saluran yang ideal akan mengirim RF carrier termodulasi dari modulator ke penerima tanpa degradasi atau gangguan lain selain penurunan tingkat sinyal dan S/N ratio. Pada kenyataannya, saluran transmisi jauh dari ideal, karena sinyal mungkin mengalami distorsi linear dan nonlinear serta gangguan lainnya di pemancar dan bagian lain saluran.
10
Gambar 2. 3 Sistem Transmisi Broadcast Digital
Terdapat 5 standard TV digital yang digunakan di dunia yaitu :
European Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T)
American Advanced Television Systems Comitee (ATSC)
Japanese Integrated Services Digital Broadcasting Terrestrial (ISDB-T)
Brazilian International Standars for Digital Television (ISDTV/TB)
Chinese Standard for Digital Television (DTMB)
Indonesia awalnya mengadopsi standard DVB-T untuk siaran tv digital, yang kemudian diubah menjadi standard DVB-T2. Penyebaran kelima standar di dunia seperti pada Gambar 2.4
11
Gambar 2. 4 Standar Siaran TV Digital Dunia
2.2
Teknologi DVB-T System DVB-T (Digital Video Broadasting Terrestrial) adalah standar sistem transmisi terrestrial yang sudah disetujui oleh DVB Steering Board pada Desember 1995 DVB-T, menggunakan OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing), skematik OFDM adalah jumlah orthogonal yang sangat banyak,
overlapping,
narrow
band
sub-channel
atau
subcarrier,
ditransmisikan secara paralel yang terbagi dalam bandwith transmisi. Pemisahan jarak antar subcarrier secara teori harus minimal agar efisien dalam penggunaan spektrum frekuensi. Keunggulan OFDM yang utama adalah untuk menangani multipath interference di sisi penerima. Multipath akan membangkitkan dua pengaruh: frequency selective fading dan intersymbol interference.
12
Dapat dimengerti hasil dari Narrow-band channel adalah spektrum amplitude yang rata (flatness) menghindari perubahan bentuk dan modulasi (menggunakan symbol rate yang sangat rendah), akan membuat symbol lebih panjang daripada respon channel impulse. Menggunakan koreksi error code bersama dengan time dan frequency interleaving akan menghasilkan robustness terhadap frequency selective fading dan dengan menyisipkan tambahan guard interval antara simbol OFDM akan mengurangi pengaruh dari ISI, dengan demikian equalizer dari sisi penerima tidak diperlukan. Terdapat dua hal yang kurang baik dari OFDM adalah : Signal dynamic range yang luas (lebar) dan sangat sensitif terhadap frequency error. Sistem DVB-T memberikan kebebasan untuk mengimplementasikan banyak macam pilihan layanan penyiaran; Dengan menggabungkan kombinasi dari pilihan: sistem modulasi, sistem kompresi, code rates, FFT modes, guard interval, model penerimaan, kualitas cakupan, jaringan, dsb, dari gabungan ini akan diperoleh kualitas cakupan yang sempurna. 2.3
Teknologi DVB-T2 Seperti standar DVB-T, spesifikasi DVB-T2 menggunakan modulasi OFDM, tambahan untuk standar DVB-T2 adalah mode 256 QAM yang mampu untuk menambah jumlah bits yang dibawa dan memperbaiki FEC (Forward Error Correction). Inner dan outer error-control coding, standar DVB-T berdasar kepada convolutional dan Reed-Solomon codes. DVB-T2 menggunakan LDPC/BCH
13
coding, seperti yang digunakan pada DVB-S2. Coding ini akan memberikan kepastian proteksi yang baik, memungkinkan lebih banyak data yang dibawa dalam saluran, juga meningkatkan C/N dalam hubungannya dengan BER yang mendekati kondisi ideal.
Gambar 2. 5 Perbandingan Error Control Coding DVB-T dan DVB-T2
Seperti halnya DVB-S2, spesifikasi DVB-T2 menggunakan kode LDPC (Low Density Parity Check) digabungkan dengan BCH (Bose Chaudhuri Hocquengham) untuk proteksi terhadap noise dan interferensi. Dibandingkan dengan standar DVB-T yang menggunakan Convolutional Coding dan Reed-Solomon, standar DVB-T2 menambahkan 2 mode code rates. Seperti DVB-T, standar DVB-T2 menggunakan Scattered Pilot Patterns untuk digunakan oleh penerima (receiver) untuk mengkompenasasi perubahan channel (channel variation) sebagai hasil dari waktu (time) dan
14
frekuensi. Spesifikasi DVB-T2 menambahkan kemudahan untuk memilih 8 (delapan) scattered pilot patterns yang dapat dipilih berdasarkan kepada mode FFT
(Fast
Fourier
Transform)
dan
GI
(Guard
Interval)
untuk
memaksimumkan data payload. Spesifikasi
DVB-T2,
memberikan
pilihan
bermacam
tingkat
robustness (ketahanan terhadap noise) dan proteksi untuk masing-masing layanan terpisah didalam transport stream yang dibawa oleh signal dalam sebuah saluran (channel). Hal ini memungkinkan masing-masing layanan memiliki mode modulasi yang berbeda yang tergantung kepada kebutuhan robustness, dengan menggunakan Physical Layer Pipe (PLP). Standar DVB-T2, dengan rotasi konstelasi (rotated constellation) akan memperbaiki robustness terhadap kehilangan data cell, data yang hilang dalam suatu kanal akan diperbaiki oleh komponen kanal yang lain. Tabel 2. 1 Perbandingan parameter antara DVB-T dan DVB-T2
15
Dalam kanal 8 MHz (Standar kanal yang dipakai di Indonesia), data rate tertinggi yang dapat dicapai dengan 32K, GI=1/128, mode extended carrier dan tidak ada tempat untuk tone, untuk pilot pattern, PP7 yang biasa selalu dipakai. Dapat dilihat pada kolom pertama Tabel 2.3, bit rate maksimum yang dapat dicapai untuk masing-masing kombinasi constellation dan code rate, bersama-sama dengan frame length (LF) dan jumlah total FEC blocks per frame. Frame length memberikan maksimum variasi bit rate dengan
constellation
menghasilkan
dummy
cells.
Pada
prakteknya
direkomendasikan menggunakan sedikit lebih pendek frame length, agar memberikan bit rate yang rendah, akan tetapi memberikan waktu interleaving yang panjang . Nilai yang direkomendasikan dapat dilihat pada kolom kanan Tabel 2.1 dan Gambar 2.6. Tabel 2. 2 Maksimum rekomendasi bit-rate configuration untuk 8MHz,32K,1/128,PP7
16
Catatan: Dalam profil T2 lite, Terdapat sedikit perbedaan pengaturan code rate yang tersedia dan maksimum bit rate untuk PLP yang tersedia (plus common PLP, apabila ada) dibatasi s/d 4Mbit/s
Gambar 2. 6 Maksimum konfigurasi rekomendasi bit-rate configuration untuk 8MHz,32K,1/28,PP7
2.3.1
Arsitektur Jaringan DVB-T2 Terdapat dua mode sistem untuk model jaringan DVB-T2 yaitu system A dan system B. Pada system A modulator T2 menerjemahkan satu ”TS Multipleks” dalam satu Physical Layer Pipe (PLP) sehingga penerima harus mendemodulasi semua stream seperti yang digambarkan pada Gambar 2.7.
17
Gambar 2. 7 Network Stream Layer DVB-T2 pada System A
Pada System B terdapat lebih dari satu sinyal multipleks yang ditranslate oleh sebuah alat bernama T2 Gateway sehingga penerima harus mendemodulasi satu PLP yang unik. Hingga 255 Input streams dapat ditranslate ke PLPs, dengan FEC, interleaving dan modulasi independent untuk setiap PLP seperti yang digambarkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2. 8 Network Stream Layer DVB-T2 pada System B
18
2.3.2
Physical Layer DVB-T2 Model umum physical layer (T2) untuk DVB-T2 direpresentasikan pada Gambar 2.9. Sistem input, satu atau lebih Transport Stream dan/atau satu atau lebih Generic Stream. Yang sudah dimodifikasi oleh proses awal didalam T2 Gateway, seperti masukan stream mempunyai hubungan yang sesuai dengan data channel didalam modulator, disebut dengan Physical Layer Pipes (PLP). Keluaran dari T2 physical layer adalah saluran RF tunggal sebagai pilihan. Apabila hanya satu PLP akan hanya ada satu continous data channel di udara. Walaupun demikian ketika lebih dari satu PLP, data channel akan fleksibel melakukan time-sliced pada physical layer, yang menyediakan area dan pilihan parameter untuk time diversity dan receiver power-saving. Terdapat empat blok utama proses sinyal input pada DVB-T2 setelah output dari multipleks. Blok pertama yaitu input streams processor dengan atau tanpa T2 Gateway. Pada Interface ini sinyal PLP diubah menjadi Data BBF (Baseband Frame) dalam sinyal T2-MI.
Gambar 2. 9 Physical Layer DVB-T2
19
Multiple PLP dan time slicing dipakai oleh T2 memungkinkan untuk tingkat kedalaman yang berbeda dari coding, modulation, dan time interleaving untuk dimasukan ke PLP yang berbeda, menghasilkan variable robustness. Konsentrasi fungsi penerima adalah men”decode” sumber dari satu PLP yang berisi data yang dibutuhkan. Jumlah memori didalam penerima didedikasikan untuk
time
deinterleaving (ketahanan terhadap impulsive interference) yang dapat dipakai untuk kedalaman interleaving yang besar, dibandingkan dengan mode PLP tunggal, ketika rangkaian (deinterleaver) hanya memproses data untuk kebutuhan PLP. Dengan PLP tunggal, kedalaman waktu interleaving sekitar 70ms, dimana dengan multiple PLP dapat diperluas menjadi durasi full frame (150ms s/d 250 ms), atau untuk layanan data rate dapat diperluas melewati mutiple frame. Proses input data dan FEC dipilih agar kompatibel dengan mekanisme yang sama seperti dipakai didalam DVB-S2, meskipun DVB-T2 telah menambahkan ekstra fitur untuk kebutuhan efisiensi. Dengan demikian struktur baseband-frame dan baseband-header akan sama dengan S2, berikut mekanisme
null
packet
deletion
dan
stream-synchronization,
diduplikasi, seperti yang terdapat pada LDPC/BCH FEC.
sudah
20
2.3.3 Input Processing Input processing terdiri dari dua modul yaitu mode adaption dan steram adaption. Input ke sistem T2 terdiri dari satu atau lebih logical data stream. Satu logical data stream dibawa oleh satu Physical Layer Pipe (PLP) dengan proses stream input dapat dilihat di Gambar 2.10. Modul mode adaption, yang mengoperasikan secara terpisah isi dari setiap PLP. Setelah adaptasi input data stream akan membentuk baseband frames (BBFrames). Modul mode adaption terdiri dari input interface, diikuti oleh tiga sub sistem opsional (input stream synchronizer, null packet deletion atau CRC-8 encoder) dan kemudian pada data stream disisipkan baseband header (BBHeader) pada setiap awal data field. Sedangkan untuk multiple data stream terdapat perbedaan dengan adanya system input stream synchronizer, compensating delay dan null packet deletion untuk setiap PLP seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2. 10 Modul input processing untuk mode input “A” (Single PLP)
21
Gambar 2. 11 Mode adaption untuk mode input “B” (multiple PLP)
Pada mode input A, stream adaption hanya terdapat proses padding insertion dan BB scrambler sementara pada mode input B terdapat scheduler untuk setiap PLP dan frame delay sebelum proses BB scrambler seperti pada Gambar 2.12
Gambar 2. 12 Stream adaption untuk mode input “B” (multiple PLP)
22
2.3.4 Channel Coding Generasi pertama standar DVB ditujukan untuk siaran terrestrial (DVB-T,H,SH)
memiliki
parameter
transmisi
yang
memungkinkan
membangun variasi infrastruktur siaran dengan target penerima antena tetap, atau bergerak, tetapi dengan tingkat robustness yang dipilih untuk seluruh jaringan siaran, masing-masing layanan (siaran) adalah sama, tetapi memiliki atribut yang unik terhadap kerugian akibat transmisi. Didalam
standar
generasi
kedua
(DVB-S2,
T2,
C2),
DVB
mengenalkan PLPs, masing-masing memiliki proses channel encoding yang spesifik, yang kemudian di tandai dengan tingkat robustness yang spesifik. Sementara standar siaran yang lain memiliki dua layer (ATSC), atau tiga layer (ISDB-T) untuk keperluan channel encoding, DVB-T2 memperluas kapasitas layer protection sampai dengan 256 PLPs, yang menyediakan penyedia siaran lebih fleksibel untuk memisahkan sumber transmisi (siaran) menjadi setiap PLP membawa komponen televisi, atau per populasi penerima (tingkat robustness yang spesifik untuk antenna tetap, portabel, penerima bergerak), atau per layanan (HDTV, SDTV, LDTV). Diluar fleksibilitas diatas, disain channel encoding, implementasi untuk DVB-T2 tidak hanya inner code LDPC dan outer code BCH untuk FEC, tetapi juga untuk menambah kemampuan koreksi dengan interleavers. Proses bit interleaved code modulation (BICM) dan waktu dan frekuensi
23
interleaver mampu untuk mengacak distribusi bit informasi didalam gelombang modulasi T2. Sinyal T2-MI masuk ke bagian BICM (Bit Interleaved Coding Module) dimana dibentuk FEC frame dengan cara diberikan parameter code rate dan penambahan LDPC dan BCH FEC (Forward Error Correction) seperti pada Gambar 2.13. Code rate atau information rate ditulis dalam bilangan pecahan (k/n), dimana (k) menunjukan jumlah informasi terpakai, coder membangkitkan n bit data, code rate berguna untuk menghilangkan pengaruh yang tidak di inginkan pada saat propagasi. Dimana pada penyiaran digital terestrial akan menghadapi pengaruh-pengaruh tersebut termasuk pada model penerimaan tetap, code rate dari convolutional code: ½, 2/3, ¾, 5/6, 7/8, dst, untuk penyiaran digital terestrial dipilih : ½,3/5, 2/3, ¾, 4/5, 5/6. Setelah itu FEC frame masuk kedalam bagian bit interleave dimana frame ditulis dalam bentuk vertical kemudian dibaca dalam bentuk horizontal. Pada bagian mapper, bit-bit di demultipleks ke sel-sel lalu di mapping ke dalam diagram konstelasi (gray mapping). Setelah menempati setiap sel dalam diagram konstelasi, diagram kemudian dirotasi sehingga memiliki Q-delay terhadap sel awal. Pada bagian cell interleave sel-sel pada diagram konstelasi akan disebar ke dalam FEC block yang kemudian di interleave ke T2-frame oleh time interleave.
24
Gambar 2. 13 Bit Interleaved Coded Module memproses setiap PLP
Perbaikan performan dalam DVB-T2 adalah dengan rotasi konstalasi (rotated constellation), dalam modulasi DVB-T2, informasi Frame di encode melalui binary outer Forward Error Correcting (FEC) code, kemudian diproses oleh bit interleaver dan hasilnya adalah urutan pemetaan simbolsimbol complex channel. Channel symbol terdiri dari komponen phase (I) dan quadrature (Q), direpresentasikan dalam diagram konstalasi. Symbol carriers m bits sesuai dengan pemilihan karakteristik konstelasi 2m-ary. Dalam DPSK symbol membawa 2 bits, dalam 16-QAM membawa 4 bits, dalam 64 QAM membawa 6 bits, dst. Diagram konstelasi ini ditunjukan pada Gambar 2.14 dan 2.15
25
Gambar 2. 14 Mapping bit QPSK, 16QAM dan 64QAM
26
Gambar 2. 15 Mapping bit 256 QAM
Didalam Gray mapping digambarkan komponen symbol I dan Q yang bebas (independent), masing-masing hanya membawa 4 nilai U1 dan U2 seperti pada Gambar 2.16. Konsekuensinya, seluruh titik konstalasi membutuhkan kedua komponen I dan Q untuk diidentifikasi, I tidak mengandung informasi tentang Q, demikian pula sebaliknya. Salah satu cara untuk menghindari ketergatungan adalah diagram rotasi konstalasi seperti gambar dibawah masing-masing m-bit tunggal memiliki individual komponen I dan Q, masing-masing membawa 16 nilai U1 dan U2. Dengan demikian hanya dibutuhkan satu komponen I atau Q untuk diidentifikasi
27
Gambar 2. 16 Prinsip Rotated Constellation
Dalam menentukan sudut rotasi pada Tabel 2.3 beberapa aspek harus diperhatikan. Umumnya proyeksi titik konstalasi pada suatu sumbu harus mempunyai jarak yang sama agar performa bertambah baik. Tabel 2. 3 Nilai sudut rotasi constellation
Rotasi konstalasi akan memberikan perbaikan yang berarti jika signal I dan Q mengalami loss (kerugian) akibat saluran yang fading, untuk menghindari hal ini menggunakan Q-delay, dengan delay nilai Q tidak ditransmisikan menggunakan cell yang sama dengan I, tetapi di geser menggunakan cell yang berbeda. Frekuensi dan time interleaving akan mengikuti setelah modulator meyakini bahwa nilai I dan Q di transmisikan dengan benar dengan cara memisahkan dalam time dan frequency. Sel adalah hasil dari pemetaan carrier yang terakhir. Dalam DVB-T2, pemetaan tidak dilakukan setelah seluruh proses interleaving tetapi pada saat awal, setelah error protection dan setelah bit interleaver. Walaupun demikian,
28
hal ini masih diikuti dengan cell interleaver, time interleaver dan frequency interleaver. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya teknik baru bit-interleaving dan constellaton mapping sudah termasuk dalam T2. Sistem T2 memberikan fitur baru untuk memperbaiki beberapa hal antara lain:
Struktur frame yang berisi identification symbol (yang pendek), dipakai untuk scanning dan akusisi saluran dengan cepat, juga untuk beberapa signal dasar parameter frame-structure; rotated constellations, yang memberikan bentuk modulasi yang beragam, untuk membantu penerimaan sinyal code-rate yang tinggi, yang dibutuhkan untuk transmisi saluran.
Spesial teknik untuk mengurangi peak to average ratio signal yang ditransmisikan.
2.3.5 Frame Builder Frame mapper atau builder akan memproses sel-sel T2 frame yang dihasilkan oleh time interleave untuk masing-masing PLP dan sel-sel dari data L1 signalling ke array sel OFDM sesuai dengan masing-masing symbol OFDM yang membentuk struktur rangka keseluruhan pada Gambar 2.17. Frame builder beroperasi mengacu kepada informasi dinamis dan konfigurasi strukur frame. Pada level atas struktur frame terdiri dari super-frame yang dibagi kedalam beberapa T2 frame dan lebih jauh lagi dibagi kedalam simbol OFDM, P1, dan P2.
29
Gambar 2. 17 Struktur frame DVB-T2
P1 symbol memungkinan inisialisasi synchronisasi walau pada channel yang sangat noisy. P2 symbol membawa informasi pensinyalan berupa penjelasan PLP dan data lainnya termasuk data PSI/SI untuk layanan yang dibawa di payload. T2 frame dimulai dengan simbol P1 diikuti oleh simbol NP2 P2. L1-pre dan L1-post signalling sinyal pertama kali dipetakan ke simbol P2. Setelah itu common PLPs dipetakan dimulai dengan tipe PLP1, diikuti PLP2 dst seperti mapping pada Gambar 2.18.
Gambar 2. 18 Mapping data PLP kedalam simbol OFDM
30
T2 frame kemudian masuk ke OFDM Modulator yang berfungsi untuk membentuk multicarrier waveform, melengkapi carrier dengan data dan menyisipkan signal yang diperlukan untuk sinkronisasi, pesignalan dan pengukuran (synchronization, signalling dan sounding). 2.3.6 OFDM Generation Fungsi dari OFDM generation adalah untuk mengambil sel-sel yang telah diproduksi oleh Frame Builder, sebagai koefisien domain frekuensi, untuk memasukkan informasi referensi yang relevan, yang dikenal sebagai pilot, yang memungkinkan penerima untuk mengompensasi distorsi yang diperkenalkan oleh saluran transmisi. Kemudian memasukkan guard interval dan
jika
relevan
mengaaplikasikan
proses
PAPR
reduction
untuk
menghasilkan sinyal T2 yang komplit seperti pada Gambar 2.19.
Gambar 2. 19 OFDM generation
Istilah orthogonal dalam Coded Orthogonal Frequency Division Multiplexing (COFDM) mengandung makna hubungan matematis antara frekuensi-frekuensi yang digunakan oleh setiap carrier. Pemakaian frekuensi yang saling orthogonal pada COFDM memungkinkan overlap antar frekuensi tanpa menimbulkan interferensi satu sama lain. Gambar 2.20 menunjukan penerjemahan symbol OFDM pada setiap carrier berdasarkan time domain ke
31
frequency domain dengan mengimplementasikan Fast Fourier Transform dan durasi waktu menjadi periode frekuensi.
Gambar 2. 20 Pembentukan domain frekuensi OFDM symbol
Modulasi pada COFDM dapat berupa QPSK atau QAM. Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) adalah modulasi PSK yang menyatakan setiap dua bit data biner dalam sebuah fase yang berbeda, bentuk sinyal modulasi QPSK ditunjukan pada Gambar 2.21.
32
Gambar 2. 21 Bentuk Sinyal Modulasi QPSK
Modulasi digital Quadrature Amplitude Modulation (QAM) adalah kombinasi dari modulasi digital ASK dengan PSK sehingga perbedaan antara bit, dibit, tribit sangat nampak dengan jelas karena bit data biner dinyatakan dengan perbedaan amplitudo dan fase secara sekaligus bentuk sinyal modulasi QPSK ditunjukan pada Gambar 2.22.
33
Gambar 2. 22 Bentuk sinyal 8-QAM untuk jumlah bit=3 (tri bit)
Proses penerjemahan T2 frame menjadi sinyal RF melewati bagianbagian pada OFDM modulator yaitu Pilot dan TPS addition, IFFT, Time shift dan combination, Guard Interval Insertion, DAC, Filter dan Up Converter seperti pada Gambar 2.23.
Gambar 2. 23 Diagram blok COFDM
Pada Pilot dan TPS addition, pada T2 frame ditambahkan Pilot Pattern yang merupakan subcarrier yang membawa SSS (Synchronization, Sounding, dan Signalling) untuk sinkronisasi dan ekualisasi di penerima. TPS merupakan Transmission Parameter Signalling yang mengandung tipe
34
modulasi yang digunakan, informasi hierarchy, guard interval, inner code rates, transmission mode, nomor frame dari super frame. Pilot adalah pembawa (carrier) yang tidak mengandung informasi tetapi hanya untuk tujuan transmisi antara lain equalization, channel estimation, equalization, common-phase-error correction dan synchronization. Scattered pilots di pakai oleh penerima DVB-T2 untuk melakukan pengukuran saluran dan memperkirakan tanggapan saluran untuk setiap sel OFDM agar distorsi pada signal yang diterima dapat di koreksi. Pada saat pengukuran, kepadatan (density) pilot harus cukup besar agar dapat mengikuti fluktuasi saluran sebagai fungsi dari frekuensi dan waktu. Didalam DVB-T2 terdapat delapan pilot patterns (PP1 s/d PP8), range pilot patterns memberikan kebebasan kepada perencana jaringan untuk menyesuaikan mode transmisi dengan mode pilot patterns untuk transmisi yang di inginkan atau kebutuhan payload. Apabila akan menentukan pilot patterns yang akan di pakai, beberapa faktor harus diperhatikan antara lain:
Performa doppler : pattern dengan pengulangan cycle yang cepat (Dy=2), pilot mengulang setiap detik symbol OFDM, memberikan performa Doppler yang lebih baik. Untuk jaringan dimana doppler sebagai faktor dominan, seperti mobile dan portabel, pattern 2,4 atau 6 dapat diperhitungkan karena memiliki nilai Dy yang kecil.
Kapasitas: Kepadatan pattern terendah, dengan jarak yang lebar antara pilot, dalam waktu (Dy) dan frekuensi (Dx), memberikan
35
payload yang besar, sebagian kecil carrier di pakai untuk pilot, oleh karenanya selebihnya dipakai untuk membawa data
FFT Size dan Guard Interval: Hanya beberapa pilot pattern yang di ijinkan untuk setiap FFT Size dan Guard Interval seperti ditunjukan pada Gambar 2.24 hingga Gambar 2.31 yang valid untuk SISO (Single Input Single Output) sementara untuk MISO (Multi Input Single Output) pilot pattern yang dizinkan ditunjukan pada Gambar 2.32 hingga Gambar 2.39.
C/N: Sangat bergantung kepada pilot pattern dan kepadatan pattern dibutuhkan untuk C/N tinggi. Apabila C/N adalah faktor dominan daripada kepadatan pattern rendah, maka PP6 dan PP7 dapat diperhitungkan untuk digunakan
PP8- Receiver Capability: dibutuhkan pada penerima untuk menggunakan strategi equalisasi saluran, PP8 saluran estimasi berdasar kepada data daripada kepada pilot.
Pilot pattern berikut ini dapat digunakan untuk beberapa mode penerimaan:
Penerimaan Rooftop: penerimaan dengan antenna terarah diluar ruang, biasanya memperlihatkan lingkungan doppler yang rendah dengan sedikit refleksi, PP7 dapat di pakai memaksimalkan kapasitas, karena overheadnya rendah dan kurang tahan terhadap doppler.
36
Penerimaan Mobile: Dimana karakteristik saluran berubah dengan cepat, lebih banyak pilot akan lebih baik untuk estimasi saluran. Dapat dipilih PP2, PP4 atau PP6
Penerimaan portabel: Dimana karakteristik saluran tidak berubah, akan lebih baik mengurangi overhead (pilot) tetapi meguatkan pilot, oleh karenanya dapat dipilih PP3 atau PP4.
SFN area yang luas: jaringan SFN dengan area yang luas memerlukan guard interval yang panjang (1/8), atau lebih panjang. Dalam hal ini hanya PP1, PP2 atau PP3 yang dapat memungkinkan dapat dipakai. Terlihat adanya timbal balik antara performa doppler dan ukuran guard interval. Oleh karenanya PP2 dapat dipakai sebagai kompromi antara PP1 dengan PP2.
Gambar 2. 24 Scattered Pilot Pattern 1 (SISO)
Gambar 2. 25 Scattered Pilot Pattern 2 (SISO)
37
Gambar 2. 26 Scattered Pilot Pattern 3 (SISO)
Gambar 2. 27 Scattered Pilot Pattern 4 (SISO)
Gambar 2. 28 Scattered Pilot Pattern 5 (SISO)
Gambar 2. 29 Scattered Pilot Pattern 6 (SISO)
Gambar 2. 30 Scattered Pilot Pattern 7 (SISO)
38
Gambar 2. 31 Scattered Pilot Pattern 8 (SISO)
Gambar 2. 32 Scattered Pilot Pattern 1 (MISO)
Gambar 2. 33 Scattered Pilot Pattern 2 (MISO)
Gambar 2. 34 Scattered Pilot Pattern 3 (MISO)
39
Gambar 2. 35 Scattered Pilot Pattern 4 (MISO)
Gambar 2. 36 Scattered Pilot Pattern 5 (MISO)
Gambar 2. 37 Scattered Pilot Pattern 6 (MISO)
Gambar 2. 38 Scattered Pilot Pattern 7 (MISO)
Gambar 2. 39 Scattered Pilot Pattern 8 (MISO)
40
Pada IFFT atau Inverse Fast Fourier Transform, diberikan mode FFT Size untuk setiap subcarrier. Hasil dari pemilihan FFT Size seperti diketahui akan memberikan toleransi delay yang besar untuk pecahan guard interval yang sama, memungkinkan membangun Single Frequency Network (SFN) yang luas. FFT size yang besar memberikan symbol duration yang lebih lama, yang berarti pecahan guard interval lebih kecil dalam durasi waktu. Untuk penerimaan bergerak UHF Band IV/V, atau band yang lebih tinggi, FFT size yang kecil harus digunakan agar memberikan performan doppler yang baik. FFT size 1k akan menghasilkan performan doppler paling baik. Untuk layanan high bit rate dengan antenna tetap diatas atap (fixed rooftop antennas), band VHF atau UHF, penggunaan mode FFT 32 k akan lebih sesuai. Pada situasi seperti ini perubahan waktu saluran (time-varying channels) akan minimal, dan mode 32k akan memberikan bit rate sangat tinggi yang dicapai dengan menggunakan DVB-T2. Untuk FFT size, constellation dan code rate, performa Doppler proporsional dnegan bandwith RF (pengurangan bandwith akan mengurangi spasi carrier, hasilnya performa doppler akan berkurang setengah) dan kebalikan proporsional untuk frekuensi RF dan oleh karenanya pada frekuensi tinggi, waktu (time) dnegan cepat akan lebih mudah berubah (juga saluran berubah-ubah), menghasilkan performa doppler yang sangat jelek. Dengan demikian, performa doppler untuk aplikasi penerimaan bergerak pada VHF Band II (200 MHz) menggunakan mode 32k, seperti
41
halnya jika menggunakan mode 8 k pada 800 MHz, jadi mode 32k sebagai opsi pada band VHF, bandwith RF 7 MHz. Performa perubahan waktu saluran (time-varying channels), dapat juga dipengaruhi oleh pemilihan PP (pilot pattern). Kesimpulannya, dengan memperbesar FFT size akan secara proporsional mengurangi performa doppler dalam suatu system seperti yang ditujukan pada Tabel 2.4. Tabel 2. 4 FFT Size untuk 8 MHz DVB-T2
DVB-T2 memungkinkan untuk memperlebar jumlah penggunaan carrier mode 8k, 16k dan 32k mode, pada saat yang sama menjaga limit bandwith saluran RF. Mode ini dinamakan Extended Carrier Mode untuk berbagai macam mode FFT. Untuk FFT dengan size yang besar, bagian persegi dari spektrum menurun lebih cepat, sisi luar signal spektrum OFDM dapat diperluas, maka lebih banyak sub-carriers per symbol dapat dipakai untuk transport data. Penambahan (gain) dicapai antara 1,4% 98K) dan 2,1% (32K). Gambar 2.40
42
dan Gambar 2.40 menunjukan perbandingan untuk carrier mode :2K, 32K(normal) dan 32K (extended), didalam bentuk normal spektrum.
Gambar 2. 40 Power spectral density roll-off pada sisi band untuk 2k dan 32k
Gambar 2. 41 Power spectral density untuk berbagai mode FFT
Akibat dari penggunaan jumlah usable carrier yang diperlebar (extended) menyebabkan kapasitas data bertambah. Tabel 2.5 menunjukan penambahan kapasitas data untuk mode FFT yang berbeda.
43
Tabel 2. 5 Penambahan kapasitas data untuk mode FFT yang berbeda.
Penyisipan Guard Interval dilakukan untuk menandai awal dan akhir dari setiap simbol. Dalam DVB-T2, terdapat 7 Guard Interval yang berbeda yang diekspresika dalam setiap fraksi. Karena pada DVB-T2, terdapat tambahan modulasi 256QAM dan teknik error protection yang baru yang memungkinkan pemakaian mode high modulation (256 QAM), tambahan pecahan guard interval (guard interval fractions), kombinasi antar symbol length (mode FFT) dengan pecahan guard interval, memungkinkan mengurangi overhead yang digunakan oleh guard interval sehingga perlu dipilih pilot pattern yang cocok seperti ditunjukan di table 2.6. Untuk wilayah layanan SFN yang luas membutuhkan guard interval yang luas (lebar) juga, oleh karena itu dipilih nilai ¼ Tu untuk menangani delay time yang luas dalam daerah SFN yang luas, untuk wilayah layanan SFN yang sempit dipilih nilai 1/8Tu, dalam keadaan khusus dapat dipilih nilai 1/16Tu. Untuk perencanaan mengguakan satu buah pemancar (tanpa SFN) dapat dipilih guard interval 1/16 atau 1/32Tu. Untuk
keperluan
perencanaan
direkomendasikan
untuk
mengasumsikan pemakaian kombinasi waktu dan frekuensi interpolasi
44
sebagai mode predominan operasi. Apabila pilot pattern sesuai dnegan panjang echo seperti yang diinginkan dalam jaringan, yaitu high density pilot pattern dipakai dalam jaringan utama didisain sebagai MFN atau hanya area SFN terbatas, hanya dimungkinkan dnegan frekuensi interpolasi, pemakaian interpolasi dimana performa doppler menjadi bagian yang kritikal yaitu untuk penerimaan portabel dan mobile (bergerak). Tabel 2. 6 Korelasi Pilot Pattern dengan Guard Interval dan FFT Size pada DVB-T2
2.4
Kompresi Kebutuhan real time video kompresi untuk saluran transmisi adalah standar MPEG-2, ditetapkan oleh International Standard Organization (ISO, Recommendation ITU/T H.262,1995 E), sementara Inggris sudah melakukan penelitian dan pengembangan standar MPEG-4 untuk penggunaan video kompresi untuk saluran transmisi digital. MPEG 2 adalah salah satu dari sekian banyak bentuk kompresi yang berdasar kepada discrete cosine transform (DCT), yaitu area gambar dibagi dalam blok dari 8 data baris x 8 data kolom..
45
2.4.1 Digital Television Coding dan Multiplexing Source coding and compression adalah bagian untuk pengurangan bit rate (data compression) yang disediakan oleh aplikasi video, audio dan digital data stream meliputi beberapa fungsi dibawah ini:
Control data
Conditional access control data
Data layanan program audio dan video
Tujuan dari Coder adalah meminimalisir jumlah bits yang dibutuhkan untuk mepresentasikan informasi audio dan video. Service multiplex and transport adalah membagi digital data stream menjadi packet information, mengidentifikasi masing-masing paket atau tipe paket. Metode multiplexing paket video data stream, paket audio data stream, dan paket ancillary data stream menjadi single data stream. Sistem DTV menggunakan MPEG-2 transport stream syntax untuk paketisasi dan multipleksing audio,video dan data signal untuk sistem digital broadcasting. MPEG-2 transport stream syntax dikembangkan untuk aplikasi dimana kapasitas saluran bandwith atau media recording yang terbatas, dan kebutuhan untuk efisiensi mekanisme transport yang besar. MPEG-2 transport stream juga di desain untuk memfasilitasi interoperbility (dapat di operasikan) dengan asynchronous transfer mode (ATM) transport stream.
46
2.4.2 Karakteristik Transport System Transport Stream (TS) adalah gabungan dari beberapa saluran program (keluaran dari multiplexer) yang ditumpangkan pada saluran signal komunikasi. MPEG Transport Stream (MPEG-TS) dapat disebut juga dengan multi program transport stream (MPTS). MPEG-TS menggunakan ukuran panjang paket tetap (fixed length packet size) dan paket identifikasi (packet identifier) untuk mengidentifikasi masing-masing paket transport didalam transport stream. Paket identifikasi system MPEG mengidentifikasi packetized elementary streams (PES) dari program channel , program televisi biasanya terdiri dari beberapa saluran PES (Video dan Audio). MPEG-TS membawa beberapa program, untuk mengidentifikasi program tersebut secara periodik di transmisikan program allocation tabel dan program mapping tabel yang menyediakan daftar program dan PID (packet identifier) untuk program spesifik, yang memungkinkan penerima MPEG (decoder) memilih dan meng”decode” paket yang benar dari program spesifik. Ukuran MPEG transport packets adalah tetap 188 bytes, dimulai dengan 4 byte header. Porsi MPEG-TS adalah 184 bytes (188-4 byte). Transport packet diawali dengan synchronization byte yang memungkinkan penerima menentukan waktu awal (start) paket. Kemudian di ikuti oleh bit error indication (EI) yang akan memberikan indikasi apabila terjadi kesalahan
47
pada proses transmisi. Payload unit start indicator (PUSI), berjaga (flag alert) di penerima (receiver) apabila paket berisi awal (start) dari PES yang baru. Transport priority indicator mengidentifikasi apabila paket di indikasikan prioritas rendah atau prioritas tinggi. 13 bit packet identifier (PID) digunakan untuk
menentukan
PES
didalam
paket,
scrambling
control
flag
mengidentifikasi apabila data di acak. Adaption field menentukan/mengontrol apabila adaption field dipakai didalam payload transport packet dan menghitung indeks antara urutan paket. Ukuran paket MPEG-TS adalah 188 bytes termasuk header 4 byte. Header terdiri dari bermacam field termasuk awal field sinkronisasi, aliran control bits, packet identifier (PES stream berada didalam payload), dan format tambahan. Format transport dan protokol untuk standar DTV kompatibel dengan spesfikasi system MPEG-2. Berdasar kepada pendekatan fixed length packet transport stream. 2.5
Teknologi Gap Filler Jika terdapat penurunan sinyal atau blank space di derah layanan, seperti ditemui lembah yang dalam, terowongan, lokasi bawah tanah atau didalam bangunan, kemampuan multipath dari DVB-T memungkinkan kondisi ini harus ditangani dengan cara yang efisien. Hal ini memunginkan untuk memperluas service area dengan re-transmitter tanpa biaya tambahan yang besar untuk distribusi primer dan modulator.
48
Prinsipnya adalah sebagai berikut: diluar lokasi blank space atau subarea yang tidak terjangkau sinyal, di pasang directional antenna. Setelah penyaringan dan penguatan (pada frekuensi yang sama) ke dalam wilayah yang belum terjangkau. Prasyarat paling penting untuk penerapan dari gap-filler adalah isolasi yang cukup antara kedua antena untuk mencegah re-transmistter dari berosilasi, dengan gain dari re-transmitter harus di umpan balik.
Gambar 2. 42 Prinsip Re-Transmitter
2.5.1 Gap Filler Professional Sebuah gap-filler profesional harus memiliki kekuatan yang cukup untuk menyediakan cakupan untuk daerah yang tidak terjangkau. Daya radiasi maksimum tergantung dari isolasi antar antenna penerimaan dan antenna pemancar dan performansi dari power amplifier repeater. Isolasi antenna tergantung kepada:
Ketinggian dan dimensi menara atau bangunan dimana repeater berada
49
Posisi antenna pada menara atau bangunan
Diagram radiasi dari antenna
Lokasi daerah yang harus di jangkau dalam kaitannya dengan arah dari pemancar utama
Lingkungan sekitar repeater (bangunan atau benda lain yang dapat menyebabkan multipath)
Selain masalah mengenai isolasi yang telah dijelaskan sebelumnya, bahkan jika umpan balik lebih rendah dari gain amplifier, penurunan kinerja sistem harus diperkirakan. Di antara semua refleksi terdapat satu jalur yang mendominasi jalur yang datang baik dari isolasi antara antenna dan/atau feedback dari reflector sekitar stasiun repeater. Umumnya, ada time-delay diantara input dan output dari gap-filler, terutama karena SAW-filler didalam perangkat. Hal ini akan menyebabkan frequency selective attenuation dari sinyal yang telah di re-transmit mirip dengan karakteristik dari dua jalur atau penerimaan mutipath, yang menghasilkan penurunan kinerja sistem. Tes praktis menunjukan bahwa bagaimanapun efek ini diabaikan jika frekuensi selective attenuation tidak melebihi 10 dB. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, isolasi tergantung pada desain keseluruhan tempat repeater di install. Percobaan telah menunjukan bahwa isolasi yang cukup dapat dicapai jika sebuah menara radio yang besar terbuat dari beton digunakan sebagai stasiun repeater. Nilai isolasi sekitar 80 dB yang realistis. Jika ada tingkat lebih (seperti platform dimana antenna
50
mungkin tetap) akan sangat membantu untuk memasang antenna pada tingkat yang berbeda. 2.5.2 Gap Filler Domestik Gap Filler domestik adalah perangkat untuk memperkuat sinyal dari antenna atap domestik dan mengirimkan kembali sinyal tersebut kedalam bangunan, dengan demikian mengatasi penetrasi bangunan dan tingginya kerugian pada gain. Hal ini memungkinkan penerima portabel didalam bangunan didaerah dengan kekuatan medan yang rendah. Kuat medan dikamar seharusnya tidak lebih tinggi dari luar bangunan sehingga seharusnya tidak ada masalah dengan EMC. Namun batas paparan radiasi elektromagnetik harus dihormati. Untuk gap filler domestik ada dua implementasi yang dipertimbangkan yang pertama adalah penguat broadband dan yang kedua versi yang disaring (filtered). Kemungkinan untuk konversi ke Intermediate Frequency (IF), filtering dan up-konversi telah dievaluasi terlalu mahal untuk digunakan konsumen dan akan memiliki kelemahan yaitu cocok untuk satu saluran saja. Tes awal telah menunjukan bahwa konsep gap-filler domestik secara praktis telah layak. Aspek utama yang harus dipertimbangkan adalah isolasi antara penerima dan antenna pemancar. Dalam kasus MATV penerimaan isolasi tampaknya tidak menjadi masalah. Tes di rumah dengan penerimaan antena individu telah menunjukan bahwa isolasi yang baik dapat dicapai dalam kasus
51
penerima terdapat di atap, tetapi mungkin akan lebih sulit jika antenna penerima terdapat di loteng. Masalah lainnya adalah bawha di daerah dimana sinyal digital di interleaving dengan saluran analog, yang sinyal analog akan diperkuat juga dan dapat menyebabkan masalah untuk penerimaan portable analog. Dalam kasus ini jelas bahwa ada kebutuhan untuk melakukan tes untuk mempertimbangkan tidak hanya kondisi penerimaan (Jaringan MATV, individual roof-top atau bahkan antena indoor), tetapi juga berbagai macam kerugian penetrasi disajikan oleh bahan yang berbeda (beton, kayu,dll) yang digunakan di rumah-rumah Eropa. 2.5.3 Gap Filler dengan Echo Canceller Gap filler dapat berfungsi sebagai RF Translator, RF Transposer dan RF Repeater. RF Translator memproses sinyal dengan RF input dan RF output pada frekuensi yang berbeda (misalnya RF channel input 26 dan RF channel output 40) dengan diagram blok seperti pada Gambar 2.43. RF Tranposer memproses sinyal input dari sattelite atau IP dengan RF output di frekuensi yang sama atau channel yang berbeda dengan diagram blok seperti pada Gambar 2.44. RF Repeater (OCDR) memproses sinyal RF input dan RF output pada channel yang sama (misalnya RF channel input 26 dan RF channel output 26) dengan diagram blok seperti pada Gambar 2.45.
52
Gambar 2. 43 Diagram Gap Filler sebaga RF Translator
Gambar 2. 44 Diagram Gap Filler sebaga RF Tranposer
53
Gambar 2. 45 Diagram Gap Filler sebagai RF Repeater
Terdapat dua macam penerapan yang memungkinkan untuk pemasangan Gap Filler yaitu penerapan di kota dan di pegunungan. Karakteristik dari lingkungan sekitar penerapan Gap filler akan mengakibatkan karakteristik sinyal output yang berbeda. Hal ini dikarenakan karena penjumlahan dari echo yang berbeda dari kedua lingkungan tersebut dan echo sangat mempengaruhi sinyal keluaran dari Gap Filler. 2.5.4
Gap Filler dengan ICS Perangkat ini bisa menyediakan layanan hingga 6 output channel, dengan ukuran 565mmL x 405mmW x 350mmH untuk 1-3 output dan 765mm x 405mm x 350mm untuk 4-6 output. Gap Filler dengan ICS ditunjukan pada Gambar 2.46. Untuk koneksi input dan output yang berada pada panel bawah ditunjukan pada Gambar 2.47 dan control panel yang ditunjukan pada Gambar 2.48.
54
Gambar 2. 46 Gap Filler dengan ICS
Gambar 2. 47 Panel Bawah Gap Filler
Gambar 2. 48 40 x 2 LCD dengan 6 Tombol Control Panel
55
Pada Tabel 2.7 terdapat tipe koneksi untuk input dan output dari Gap Filler. Tabel 2. 7 Koneksi Panel Bawah Gap Filler
Spesifikasi Antenna
Range RF input, N type, range: -70 dBm ~ -15 dBm Recommended range: -65 dBm ~ -30 dBm
RF out
RF output, N type, 50 W or 100 W
RF MON:
Loop out of RF OUT, BNC, ≤ 0 dBm
Didalam Gap Filler terdapat blok blok rangkaian yaitu signal distributor, echo cancellation module (ICS), power combiner, pre-amplifier, final amplifier, circulator, signal combiner, output band pass filter, dan display dan control unit seperti ditunjukan pada gambar 2.49. Gap Filler dapat dikendalikan dan di monitoring via RS232 atau RS485 serial port dan TCP/IP Protocol (RJ45)
56
Gambar 2. 49 Skematik Diagram Gap Filler dengan ICS