BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Produksi Agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka
diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk Sistem Produksi. Sistem Produksi merupakan kumpulan dari subsistem-subsistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasikan input produksi menjadi output produksi. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal dan informasi, sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut sampingannya seperti limbah, informasi, dan sebagainya. Subsistem-subsistem dari Sistem Produksi tersebut antara lain adalah Perencanaan Pengendalian Produksi, Pengendalian Kualitas, Perawatan Fasilitas Produksi, Penentuan Standar-standar Operasi, Penentuan Fasilitas Produksi dan Penentuan Harga Pokok Produksi. Subsistem-subsistem dari Sistem Produksi 8
9
tersebut akan membentuk konfigurasi sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini tergantung dari produk yang dibuat serta bagaimana cara membuatnya (proses produksinya). Cara membuat produk tersebut dapat berupa jenis proses produksi menurut cara menghasilkan output, operasi dari pembuatan produk, dan variasi produk yang dihasilkan. Proses manufaktur dapat digambarkan seperti terlihat dalam Gambar 2.1., berupa kerangka masukan-keluaran, dimana masukannya berupa bahan baku, selanjutnya bahan baku dikonversi (dengan bantuan peralatan, waktu, keahlian, uang, manajemen, dsb) menjadi keluaran berupa produk akhir. Pengendalian produksi berkepentingan dengan peramalan atau perkiraan keluaran, penentuan input yang dibutuhkan, serta perencanaan dan penjadwalan pengelolahan bahan baku.
Sumber : Biegel, John E. 1990. Production Control a Quantitative Approach. Second Edision. New Delhi : Prentice Hall of India Private Limited
Gambar 2.1 : Manufaktur sebagai Proses Input-Output
10
Ruang lingkup perencanaan dan pengendalian produksi pada industri manufaktur memiliki fungsi yang sama. Adapun fungsi dan aktivitas-aktivitas yang ditangani adalah sebagai berikut : 1. Mengelola pesanan (order) dari pelanggan 2. Meramalkan permintaan, untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan. 3. Mengelola persediaan, termasuk membuat kebijakan safety stock, kebijakan kuantitas order, frekuensi dan periode pesanan, 4. Menyusun rencana agregat (penyesuaian permintaan dengan kapasitas). 5. Membuat jadwal induk produksi 6. Merencanakan kebutuhan. 7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi 8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas produksi, dan mengevaluasi skenario pembebanan dan kapasitas. (Baroto, Teguh. 2002 : p15) Fungsi tersebut dalam praktik tidak semua akan diterapkan, tergantung pada teknik dan sistem perencanaan dan pengendalian yang digunakan oleh perusahaan. Peramalan kebutuhan merupakan titik awal kegiatan pengendalian produksi. Peramalan dilakukan dalam satu jangka waktu perencanaan.
11
2.1.1 Sistem Produksi Menurut Proses Menghasilkan Output Proses produksi merupakan cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumber daya produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku dan dana) yang ada. Sistem produksi menurut proses menghasilkan output dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Proses Produksi Kontinyu (Continuous Process) 2. Proses Produksi Terputus (Intermittent Process/Discrete System) Perbedaan pokok antara kedua proses terletak pada lamanya waktu set-up peralatan produksi. Proses kontinyu tidak memerlukan waktu set-up yang lama karena proses ini memproduksi secara terus-menerus untuk jenis produk yang sama, misalnya pada pabrik susu instant. Sedangkan proses terputus memerlukan total waktu set-up yang lebih lama karena proses ini memproduksi berbagai jenis spesifikasi barang sesuai pesanan, dimana dengan adanya pergantian jenis barang yang diproduksi akan membutuhkan kegiatan set-up yang berbeda. Contoh dari proses terputus antara lain adalah usaha perbengkelan. Jenis proses produksi terputus ini akan mempengaruhi tata letak fasilitas dari peralatan produksi. Ada dua macam tata letak dasar yang dapat kita identifikasikan, yaitu tata letak berdasarkan produk (product layout) dan tata letak berdasarkan proses (process layout). Tata letak berdasarkan produk digunakan bila kita memproduksi satu jenis produk yang standar dan dibuat secara massal. Masing-masing unit output membutuhkan urutan operasi yang sama dari awal hingga akhir pengerjaan sehingga pusat-pusat kerja (kumpulan mesin) dan
12
fasilitas produksi lainnya akan diatur menurut urutan operasi yang dibutuhkan dalam satu lintasan produksi. Pada tata letak model ini, proses operasi pembuatan produk (urutan dan waktu yang dibutuhkan) ditetapkan terlebih dahulu. Setelah itu kita baru menyusun urutan mesin-mesinnya. Contoh dari tata letak berdasarkan produk adalah perakitan mobil. Tata letak berdasarkan proses sangat tepat digunakan untuk proses produksi terputus dimana aliran kerja tidak bersifat standar untuk semua output yang dihasilkan. Dalam tata letak berdasarkan proses ini, pusat-pusat pemrosesan (kumpulan mesin) atau departemen-departemen dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Tata letak berdasarkan proses biasanya terdapat pada pabrik yang bekerja dengan sistem operasi berdasarkan pesanan dan sistem aliran operasi batch.
2.1.2 Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya Dilihat dari tujuan perusahaan melakukan operasi dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan konsumen, maka sistem produksi dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: 1. Engineering To Order (ETO), yaitu bila pemesanan meminta produsen untuk membuat produk yang dimulai dari proses perancangannya (rekayasa). 2. Assembly To Order (ATO), yaitu bila produsen membuat desain standar, modul-modul opsional standar yang sebelumnya dan merakit
13
suatu kombinasi tertentu dari modul-modul tersebut sesuai dengan pesanan konsumen. Modul-modul standar tersebut bisa dirakit untuk berbagai tipe produk. Contohnya adalah pabrik mobil dimana mereka menyediakan pilihan transmisi secara manual atau otomatis, AC, audio, opsi-opsi interior, dan opsi-opsi mesin khusus sebagaimana juga model bodi dan warna bodi. Komponen-komponen tersebut telah disiapkan terlebih dahulu dan akan mulai diproduksi begitu pesanan dari agen datang. 3. Make To Order (MTO), yaitu bila produsen menyelesaikan item akhirnya jika dan hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut. Bila item tersebut bersifat unik dan mempunyai desain yang dibuat menurut pesanan, maka konsumen mungkin bersedia menunggu hingga produsen dapat menyelesaikannya. 4. Make To Stock (MTS), yaitu bila produsen membuat item-item yang diselesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan sebelum pesanan konsumen diterima. Item akhir tersebut baru akan dikirim dari sistem persediaan setelah pesanan konsumen diterima.
2.1.3 Maksud dan Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Produksi Setiap manajer produksi mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan rencana dan tujuan perusahaan. Adapun tujuan umum perusahaan manufaktur adalah memproduksi secara sukses, ekonomis, tepat waktu sesuai dengan janji yang diberikan, dan memperoleh keuntungan. Salah satu fungsi yang terpenting
14
dalam mendukung usaha untuk mencapai tujuan perusahaan manufaktur seperti yang telah dijelaskan di atas adalah Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Apabila tujuan atau rencana yang telah disebutkan di atas dapat dicapai, maka perusahaan mencapai kondisi ideal dalam bentuk minimasinya biaya produksi, harga jual yang rendah dan bersaing, dan menguasai pangsa pasar secara luas. Dari uraian di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa peranan perencanaan pengendalian produksi adalah semata-mata dimaksudkan untuk mengkoordinasi kegiatan dari bagian-bagian yang langsung atau tidak langsung dalam berproduksi, merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses sampai output yang dihasilkan sehingga perusahaan betul-betul dapat menghasilkan barang atau jasa dengan efektif dan efisien.
2.1.4 Fungsi Pengendalian Produksi Fungsi Pengendalian Produksi: 1. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dengan jumlah sebagai suatu fungsi dari waktu. 2. Memantau permintaan nyata, dan membandingkannya dengan ramalan permintaan. 3. Membuat jumlah ekonomis untuk pembelian dan penjualan produk yang dihasilkan.
15
4. Membuat sistem pengendalian yang ekonomis. 5. Membuat
keperluan
produksi
dan
tingkat
pengendalian
serta
memperbaiki rencana produksi. 6. Memantau tingkat pengendalian dan membandingkannya dengan tingkat pengendalian. 7. Membuat rincian dari jadwal produksi dan beban mesin. 8. Melakukan perencanaan proyek. Dengan menambah penggunaan dan kepercayaan pada teknik kuantitatif yang lebih tinggi dari pengendalian produksi dalam industri modern, akan mengarah pada pendekatan reset operasional (OR).
2.1.5 Fungsi Produksi Aktivitas produksi sebagai suatu bagian dari fungsi organisasi perusahaan bertanggung jawab terhadap pengolahan bahan baku menjadi produk jadi yang dapat dijual. Untuk melaksanakan fungsi produksi tersebut, diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Ada tiga fungsi utama dari kegiatan-kegiatan produksi yang dapat diidentifikasikan: 1. Proses Produksi, yaitu metode dan teknik yang digunakan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. 2. Perencanaan Produksi, merupakan tindakan antisipasi dimasa yang akan datang sesuai dengan periode waktu yang direncanakan.
16
3. Pengendalian Produksi, tindakan yang menjamin bahwa semua kegiatan yang dilaksanakan dalam perencanaan telah dilakukan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
2.2
Peramalan Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan yang
akan datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Peramalan perubahan permintaannya relatif kecil. Tetapi peramalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi keadaan pasar bersifat kompleks dan dinamis. Dalam kondisi pasar bebas, permintaan pasar lebih bersifat kompleks dan dinamis karena permintaan tersebut tergantung dari keadaan sosial, ekonomi, politik, aspek teknologi, produk pesaing dan produk subtitusi. Oleh karena itu peramalan yang akurat merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan manajemen. Peramalan pada dasarnya merupakan suatu taksiran. Namun demikian dengan menggunakan teknik-teknik tertentu maka peramalan akan menjadi bukan hanya sekedar taksiran. Peramalan akan semakin baik jika mengandung sedikit mungkin kesalahan; walaupun kesalahan peramalan tetap merupakan suatu hal yang sangat manusiawi. Untuk membuat suatu peramalan banyak mempunyai arti, maka peramalan tersebut perlu direncanakan dan dijadwalkan sehingga akan diperlukan suatu periode waktu paling sedikit
17
dalam periode waktu yang dibutuhkan untuk membuat suatu kebijaksanaan dan menetapkan beberapa hal yang mempengaruhi kebijaksanaan tersebut.
2.2.1 Konsep Dasar Sistem Peramalan Dalam Manajemen Permintaan Perencanaan dan pengendalian untuk operasi menuntut penaksiran atas permintaan akan produk atau jasa yang diharapkan akan disediakan oleh perusahaan di masa mendatang. Dengan demikian peramalan merupakan suatu dugaan terhadap permintaan dari item-item independen demand pada masa yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramal, maupun data deret waktu historis. Selanjutnya dengan mengkombinasian dengan pelayanan pesanan yang bersifat pasti, maka dapat diketahui total permintaan dari suatu produk sebagai usaha untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dari manajemen produksi dan inventori dalam industri manufaktur. Pada dasarnya terdapat sembilan langkah yang harus diperhatikan untuk menjamin efektifitas dan efisiensi dari sistem peramalan dalam manajemen peramalan, yaitu: 1. Menentukan Tujuan Peramalan. Tujuan dari peramalan adalah untuk meramalkan permintaan dari itemitem independent demand dimasa yang akan datang. Perencanaan produksi dan inventory seharusnya mengacu kepada data total permintaan produk masa datang. Dengan demikian jelas bahwa tujuan peramalan adalah untuk
18
mencapai efektifitas dan efisiensi dari manajemen produksi atau inventory. Analisis peramalan membicarakan dengan para pembuat keputusan untuk mengetahui apa kebutuhan mereka dan selanjutnya menentukan: Variabel apa yang akan diramalkan. Siapa yang akan menggunakan hasil peramalan. Untuk tujuan apa hasil peramalan digunakan. Peramalan jangka panjang atau jangka pendek yang dibutuhkan. Derajat ketepatan peramalan yang diinginkan. Kapan peramalan diperlukan. Bagian-bagian peramalan yang diinginkan, seperti peramalan untuk kelompok pembeli, kelompok produk atau daerah geografis. 2. Memilih item independent demand yang akan diramalkan. Memperlihatkan bahwa item-item independent demand adalah item yang bebas dengan bill of materials. 3. Menentukan horizon waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah atau panjang). Semakin panjang horizon waktu peramalan, hasil-hasil ramalan akan semakin kurang akurat. Pemilihan interval waktu mingguan dimaksudkan
19
untuk peramalan jangka pendek, sedangkan interval waktu bulanan untuk peramalan jangka menengah, dan interval waktu triwulan untuk peramalan jangka panjang. 4. Memilih model-model peramalan. Jika ditinjau dari waktu, maka model peramalan dapat dibagi menjadi: Peramalan jangka panjang berkaitan dengan perencanan bisnis, analisis fasilitas, proyek-proyek jangka panjang. Produk-produk atau pasar-pasar baru, investasi modal dan lain-lain. Karakteristik dari peramalan jangka panjang adalah dilakukan analisis satu kali, lebih banyak
berdasarkan
pertimbangan
manajemen
puncak
(top
management), dan dilakukan terhadap beberapa produk atau familinya. Peramalan
jangka
menengah
berkaitan
dengan
perencanaan
anggaran, produksi, pembelian (purchase order), dan lain-lain. Karakteristik dari peramalan jangka menengah adalah bersifat periodical (data bulanan atau triwulan), menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif, dilakukan oleh manajemen menengah dan dilakukan terhadap kelompok produk atau familinya. Peramalan jangka pendek berkaitan dengan perencanaan distribusi inventory, perencanaan material dan lain-lain. Karakteristik dari peramalan ini adalah dilakukan secara teratur dan berulang,
20
menggunakan teknik kuantitatif dan dilakukan secara terperinci untuk banyak item atau stock keeping units. 5. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan. Data yang paling sedikit terbentuk dari tiga komponen: Pengaruh musiman (seasonality) Kecenderungan (trend) Keteracakan (randomness) 6. Validasi model peramalan. 7. Membuat peramalan. 8. Implementasi hasil-hasil. 9. Mamantau keandalan hasil peramalan.
2.2.2 Sifat Hasil Peramalan Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil suatu peramalan, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: 1. Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramalan hanya bisa mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian tersebut.
21
2. Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang beberapa ukuran kesalahan, artinya karena peramalan pasti mengandung kesalahan, maka adalah penting bagi peramal untuk menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin terjadi. 3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan makin panjang periode peramalan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan.
2.2.3 Jenis-Jenis Peramalan Pada umumnya kegunaan yang berbeda, telah menimbulkan suatu pengklasifikasian metode peramalan dengan menyesuaikan kepada kegunaan. Jenis peramalan dapat dibedakan dari beberapa segi, tergantung dari cara melihatnya.
1. Peramalan Berdasarkan Penyusunannya Peramalan Subyektif
22
Peramalan berdasarkan perasaan atau intuisi dari orang-orang yang menyusunnya, dalam hal ini pandangan judgement orang yang menyusun sangat menentukan baik atau tidaknya hasil peramalan. Peramalan Obyektif Peramalan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu, dengan menggunakan
teknik-teknik
dan
metode-metode
dalam
penganalisaan data tersebut. 2. Peramalan Berdasarkan Jangka Waktu a) Peramalan Jangka Panjang (Long-Term Forecast) Peramalan dibutuhkan untuk
merencanakan
hal-hal umum
mengenai suatu organisasi untuk waktu jangka panjang. Peramalan dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu 2 sampai 10 tahun. Hal ini merupakan faktor utama bagi manajemen puncak untuk mengambil keputusan mengenai perencanaan kapasitas, penelitian, dan pengembangan produk dan pasar membuat studi kelayakan pabrik untuk perluasan perusahaan bisnis. Peramalan ini digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumber daya. Metode-metode yang digunakan untuk peramalan jangka panjang: Metode Deret Waktu (Time Series)
23
Metode Regresi b) Peramalan Jangka Menengah (Middle-Term Forecast) Peramalan ini digunakan untuk merencanakan strategi oleh manajemen menengah dan manajemen tingkat pertama untuk memenuhi kebutuhan dimasa mendatang dan membuat keputusan untuk perencanaan produksi, anggaran produksi serta menganalisa berbagai macam rencana operasi. Peramalan dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu 1 sampai 24 bulan. c) Peramalan Jangka Pendek (Short-Term Forecast) Peramalan
ini
digunakan
untuk
merencanakan
pembelian,
menentukan persediaan dan penjadwalan produksi. Peramalan dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu 1 sampai 5 minggu. Metode-metode yang digunakan pada peramalan jangka pendek: Metode Perataan (Average) Metode pemulusan (Smoothing) 3. Peramalan Berdasarkan Sifat Peramalan a) Peramalan Teknik Kualitatif.
24
Peramalan teknik kualitatif digunakan terutama jika data masa lalu tidak tersedia atau tidak dapat diandalkan untuk memperkirakan permintaan
mendatang
seperti
ketika
perusahaan
akan
mamperkenalkan atau melempar produk baru ke pasar dan peramalan tidak memerlukan data yang serupa seperti pada peramalan teknik kuantitatif. Peramalan ini terutama digunakan untuk
peramalan
jangka
panjang
dan
dilakukan
dengan
menggunakan judgement, pengetahuan, pendapat pribadi, pendapat ahli,
penelitian
pasar
dan
pengalaman
dari
orang
yang
melakukannya. b) Peramalan Teknik Kuantitatif Peramalan teknik kuantitatif adalah peramalan yang digunakan atas data kuantitatif masa lalu. Hasil peramalan ini tergantung pada metode yang digunakan pada peramalannya, karena dengan metode yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda. Peramalan teknik kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut: Tersedia informasi masa lalu dan mengenai kondisi lain, Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam data numerik,
25
Data diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut dimasa mendatang atau dengan pola masa mendatang merupakan kelanjutan pola masa lalu.
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Permintaan produk pada suatu perusahaan merupakan hasil dari berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam pasar. Faktor-faktor tersebut hampir selalu merupakan kekuatan yang berada diluar kendali perusahaan. Berbagai faktor tersebut antara lain: 1. Siklus Bisnis Penjualan produk akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk tersebut, dan permintaan akan suatu produk akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang membentuk siklus bisnis dengan fase-fase inflasi, resesi, depresi, dan masa pemulihan. 2. Siklus Hidup Produk Siklus hidup suatu produk biasanya mengikuti pola yang biasa disebut kurva S. Kurva S menggambarkan besarnya permintaan terhadap waktu, dimana siklus hidup suatu produk akan dibagi menjadi fase pengenalan, fase pertumbuhan, fase kematangan, dan akhirnya fase penurunan. Untuk
26
menjaga kelangsungan usaha, maka perlu dilakukan inovasi produk pada saat yang tepat. 3. Faktor-Faktor Lain Beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan adalah reaksi balik dari pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-usaha yang dilakukan sendiri oleh perusahaan seperti peningkatan kualitas, pelayanan, anggaran periklanan, dan kebijaksanaan pembayaran kredit.
2.2.5 Karakteristik Peramalan Yang Baik 1. Akurasi Akurasi dari suatu hasil peamalan diukur dengan kebiasaan dan konsistensi peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Peramalan terlalu rendah, akan mengakibatkan kekurangan persediaan,
sehingga permintaan
konsumen tidak dapat dipenuhi segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan
kehilangan
pelanggan
dan
kehilangan
keuntungan
penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal yang terserap sia-sia.
27
Keakuratan
dari
hasil
peramalan
ini
berperan
penting
dalam
menyeimbangkan persediaan dan memaksimalkan tingkat pelayanan. 2. Biaya Biaya diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan bergantung kepada jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalanyang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan,
bagaimana
pengolahan datanya, yaitu secara manual atau komputerisasi, bagaimana penyimpanan datanya, dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya item-item yang kurang penting bisa diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari Hukum Pareto (Analisis ABC). 3. Kemudahan Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mjudah diaplikasikan, akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma menggunakan metode yang canggih, tapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi.
28
2.2.6 Pola Dasar Peramalan Pola data dalam peramalan digunakan untuk mendukung pemilihan metode peramalan yang akan dipakai agar menghasilkan peramalan yang baik. Karena diperoleh dari metode peramalan yang tepat dan sesuai dengan pola data tersebut. Pola data dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Pola horisontal (H) terjadi bilamana data berfluktuasi disekitar nilai ratarata yg konstan. (Deret seperti itu “stasioner” terhadap nilai rata-ratanya) Suatu produk yg penjualannya tdk meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. 2. Pola musiman (S) terjadi bila fluktuasi permintaan suatu produksi dapat naik turun disekitar garis trend dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini biasanya disebabkan oleh faktor cuaca, musim libur panjang, dan hari raya keagamaan yang akan berulang secara periodik setiap tahunnya. 3. Pola siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Contoh: Penjualan produk seperti mobil, baja, dan peralatan utama lainnya. 4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Contoh: Penjualan banyak perusahaan, GNP dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya.
29
Gambar 2.2 Pola Data Peramalan
2.2.7 Ukuran Akurasi Peramalan Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan adalah ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada lima ukuran yang biasa digunakan yaitu: 1. Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation/MAD) MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil
dibandingkan
kenyataannya.
dirumuskan sebagai berikut:
Secara
matematis,
MAD
30
MAD
Dimana:
A F t
t
n
A = Permintaan Aktual Pada Periode –t Ft = Peramalan permintaan (Forecast) pada periode-t n = Jumlah perioda peramalan terlibat
2. Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error/MSE) MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadran semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut:
At F t MSE
2
n
3. Rata-rata Kesalahan Peramalan (Mean Forecast Error/MFE) MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara sistematis, MFE dinyatakan sebagai berikut:
31
MSE
A F t
t
n
4. Standard Error of Estimate (SEE)
d d ' n f
2
SEE
5. Rata-rata Persentase Kesalahan Absolut (Mean Absolute Percentage Error/ MAPE) MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama perioda tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut:
100 MAPE n
A t
F A
t
t
Tapi dalam laporan ini penulis hanya menggunakan tiga ukuran akurasi peramalan yaitu, SEE, MAD, dan MAPE.
32
2.2.8 Verifikasi dan Pengendalian Peramalan Langkah penting
setelah peramalan
adalah
verifikasi
peramalan
sedemikian rupa sehingga dapat mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari permintaan itu. Sepanjang representasi peramalan tersebut dapat dipercaya dan sistem sebab akibat belum berubah, hasil peramalan akan terus digunakan. Jika selama proses verifikasi ditemukan keraguan atas validitas peramalan maka harus dicari metode yang lebih cocok. Validitas harus ditentukan dengan uji statistika yang sesuai. Setelah suatu peramalan dibuat maka akan timbul pertanyaan kapankah suatu metode peramalan baru harus digunakan. Peramalan harus selalu dibandingkan dengan peramalan aktual secara teratur. Pada suatu saat harus diambil tindakan revisi terhadap peramalan tersebut, apabila ditemukan bukti yang meyakinkan akan adanya perubahan pola permintaan. Selain itu penyebab perubahan pola permintaan pun harus diketahui. Penyesuaian metode peramalan dilakukan segera setelah perubahan pola permintaan diketahui. Terdapat banyak perkakas yang dapat digunakan untuk memverifikasi peramalan dan mengamati suatu perubahan dalam sistem sebab akibat yang melatar belakangi perubahan pola permintaan. Tapi bentuk yang termudah dari cara pengendali adalah peta kendali secara statistik yang digunakan dalam pengendalian kualitas. Salah satu peta yang dapat digunakan dimana terdapat suatu jumlah data minimum adalah pada rentang bergerak (Moving Range).
33
2.2.9 Peta rentang Bergerak (Moving Range) Peta Moving Range dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual dengan nilai peramalan. Dengan kata lain, kita melihat data permintaan aktual dan membandingkannya dengan nilai peramalan pada periode yang sama. Peta tersebut dikembangkan ke periode yang akan datang hingga kita dapat membandingkan data peramalan dengan permintaan aktual. Selam periode dasar (periode pada saat menghitung peramalan), peta Moving Range digunakan untuk melakukan verifikasi teknik dan parameter peramalan. Setelah metode peramalan ditentukan, peta moving range digunakan untuk pengujian kestabilan sistem sebab akibat yang mempengaruhi permintaan. Moving Range didefinisikan sebagai:
MR
d d d '
t
t
' t 1
dt
Rata-rata Moving Range didefinisikan sebagai:
MR
MR n 1
Garis tengah Moving Range adalah: BKA 2.66MR BKB 2.66MR
34
Perubahan atau perbedaan yang digambarkan pada Moving Range adalah:
d d d '
t
t
1
Jika ditemukan satu titik yang berbeda diluar batas kendali pada saat peramalan diverifikasi maka harus diabaikan atau mencari peramalan baru. Jika ditemukan sebuah titik berada di luar batas kendali maka harus diselidiki penyebabnya. Jika semua titik berada di dalam batas kendali, diasumsikan bahwa peramalan permintaan yang dihasilkan telah cukup baik. Jika terdapat titik yang berada di luar batas kendali, jelas bahwa peramalan yang didapat kurang baik dan harus direvisi.
2.2.10 Peta Moving Range Untuk Pengendalian Peramalan Peta kendali dapat digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan sistem sebab-akibat yang melatar belakangi permintaan sehingga dapat ditentukan persamaan peramalan yang lebih cocok atas sistem sebab-akibat saat ini. Telah disinggung sebelumnya bahwa peta Moving Range dapat digunakan sebagai alat untuk memperhatikan kestabilan sistem yang melatar belakangi fungsi peramalan. Apabila terjadi kondisi diluar kendali, tindakan terhadap peramalan harus dilakukan. Dua tindakan yang dapat dilakukan adalah: a. Merevisi peramalan dengan memasukkan data dan sistem sebab-akibat baru atau.
35
b. Menunggu bukti yang lebih lengkap.
2.3
Persediaan Pengendalian persediaan mendapatkan peranan penting bagi sebuah
perusahaan sebab akan membutuhkan investasi yang sangat besar dan mempengaruhi distribusi produk atau barang kepada pelanggan. Manajemen persediaan memiliki dampak pada pelayanan kepada konsumen. Selain berpengaruh kepada pelayanan, pengendalian persediaan juga berkaitan dengan fungsi keuangan dan operasi dari suatu perusahaan. Bagian keuangan membutuhkan gambaran mengenai jumlah dana yang dialokasikan untuk persediaan, sedangkan operasi membutuhkan persediaan sebagai jaminan proses produksi yang lancar dan efisien.
2.3.1 Pengertian dan Jenis Persediaan Setiap perusahaan, baik yang bergerak dibidang perdagangan maupun pabrik selalu mengadakan persediaan. Persediaaan (inventory) dapat memiliki berbagai fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan
dan
dengan
adanya
persediaan
dapat
mempermudah
dan
memperlancar jalannya proses produksi. Jika tidak adanya persediaan perusahaan akan menghadapi berbagai masalah dimana proses produksi akan terganggu ataupun terhenti, yang selanjutnya tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan.
36
Persediaan (inventory) adalah sebuah persediaan dari material yang digunakan untuk menunjang produksi atau untuk memenuhi permintaan pelanggan. Persediaan (inventory) terdiri dari bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Dalam sistem manufaktur, persediaan terdiri dari tiga bentuk sebagai berikut: 1. Bahan baku (raw materials) Bahan mentah yang belum diolah, yang akan diolah menjadi barang jadi, sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan. 2. Barang setengah jadi (semi finished products) Hasil olahan bahan mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang-kadang dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain. 3. Barang jadi (finished products) Barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang merupakan hasil
utama
perusahaan
dipasarkan/dijual.
yang
bersangkutan
dan siap
untuk
37
Proses
Barang Setengah Jadi
Bahan Baku
Barang Jadi
Produksi
Gambar 2.3 Proses Transformasi Produksi
2.3.2 Fungsi Persediaan Adapun fungsi dan perbedaan persediaan: 1. Untuk menjamin kelancaran proses produksi. 2. Untuk menghilangkan resiko keterlambatan dan kehabisan barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan. 3. Untuk memberikan pelayanan kepada konsumen/langganan sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi tepat waktu.
38
Macam-macam persediaan yang umum dimiliki pada suatu perusahaan diantaranya berfungsi untuk sebagai berikut: 1. Working Stock (Cycle atau Size Stock) Adalah persediaan yang diperlukan dan disimpan sebelum diperlukan agar pemesanan dapat dilakukan dalam bentuk lot sejumlah yang diinginkan. Ukuran lot ini bertujuan untuk meminimalisasi biaya pemesanan dan penyimpanan, dan mendapatkan potongan harga secara umum, jumlah rata-rata persediaan di tangan yang dihasilkan dari ukuran lot membentuk stok aktif suatu organisasi. 2. Safety Stock (Buffer atau Fluctuation Stock) Adalah persediaan yang disimpan untuk mengantisipasi kemungkinan supply dan demand yang tidak pasti. Dalam siklus pemenuhan kembali, stok ini berfungsi sebagai tameng terhadap kekurangan stok. 3. Anticipation Stock (Seaseonal atau Stabilization Stock) Adalah persediaan yang digunakan untuk menghadapi permintaan musiman
yang
memuncak,
keperluan
sampingan
(promosi,
pemogokan buruh, penutupan karena libur). Stok ini disediakan atau diproduksi sebelum diperlukan dan berkurang selam permintaan memuncak, dengan harapan agar tingkat produksi rata-rata tetap tercapai dan jumlah tenaga kerja tetap stabil.
39
4. Pipeline Stock (biasanya timbul sebagai stok transit dalam Work in Process) Adalah persediaan yang ada dalam transit untuk mengetahui waktu yang dihabiskan untuk menerima material pada akhir input, pengirim material melewati proses produksi, dan mengirim hasil akhir pada akhir output. Secara eksternal stok pipeline adalah persediaan pada truk, kapal, dan lain-lain. Secara internal, saat diproses, menunggu saat diproses dan saat dipindahkan.
2.3.3 Tujuan Persediaan Tujuan utama persediaan adalah untuk melepaskan berbagai fase operasi. Misalnya, persediaan bahan baku melepaskan seorng pengusaha manufaktur dari penjualnya; persediaan barang setengah jadi melepaskan berbagai tahap fabrikasi satu sama lain, dan barang jadi melepaskan seorang pengusaha dari pelanggannya. Dari penjelasan singkat di atas, diberikan tujuan persediaan yang lebih detail yaitu: 1. Untuk berlindung dari ketidakpastian Dalam sistem persediaan terdapat saja bentuk ketidakpastian seperti dalam hal pemasokan, permintaandan tenggang waktu pesanan. Stok pengaman dipertahankan dalam persediaan untuk berlindung dari ketidakpastian tersebut.
40
2. Untuk memungkinkan produksi dan pembelian ekonomis Seringkali labih ekonomis untuk memproduksi bahan dalam jumlah besar sebab periode waktu memproduksi barang relatif pendek dan kemudian tidak ada produksi lagi sehingga barang tersebut habis dipakai. Hal ini mengakibatkan biaya setup yang relatif lebih kecil dan memungkinkan penggunaan peralatan produktif yang sama untuk produk yang berbeda. 3. Untuk mengatasi perubahan yang diantisipasi dalam permintaan dan penawaran Perubahan yang sering terjadi dalam permintaan dan persediaan adalah jika harga atau ketersediaan bahan baku diperkirakan akan berubah. Perusahaan-perusahaan sering menyimpan stok bagi suatu produk yang diminati, apabila kurun waktu pembuatan stok baru telah habis dan masyarakat masih meminati maka kemungkinan stok tersebut dijual dengan harga tinggi sebab langka.
2.3.4 Biaya-Biaya Dalam Sistem Persediaan Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya sistem persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaaan. Biaya sistem persediaan terdiri dari biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya
41
simpan, dan biaya kekurangan persediaan. Berikut ini akan diuraikan secara singkat masing-masing komponen biaya di atas. 1. Biaya pembelian (Purchasing Cost = c) Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per-unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) konstan dan hal ini akan mempengaruhi jawaban optimal tentang beberapa banyak barang yang harus dipesan. 2. Biaya Pengadaan (Procurement cost) Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal-usul barang, yaitu biaya pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang diperoleh dengan memproduksi sendiri.
42
3. Biaya pemesanan (Ordering Cost = k) Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan. 4. Biaya pembuatan (Setup Cost = k) Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya. Karena kedua biaya tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan barang, maka kedua biaya tersebut sebagai biaya pengadaan (procurement cost). 5. Biaya penyimpanan (Holding Cost/Carrying Cost =h) Biaya simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya ini meliputi: a. Biaya Gudang Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Biaya gudang dan peralatannay disewa, maka
43
biaya gudangnya
merupakan biaya sewa,
sedangkan bila
perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi. b. Biaya Kerusakan dan Penyusutan Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya. c. Biaya Kadaluarsa (Absolence) Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut. d. Biaya Asuransi Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
44
e. Biaya Administrasi dan Pemindahan Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling. Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah kuantitatif, biaya simpan per-unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang yang disimpan (misalnya: Rp/unit/tahun). f. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage cost = p) Bila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan terjadi keadaan kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau kehilangan konsumen, pelanggan karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari: Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalty
45
(p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan misalnya: Rp/unit. Waktu pemenuhan Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti
atau
lamanya
perusahaan
tidak
mendapatkan
keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan misalnya: Rp/satuan waktu. Biaya pengadaan darurat Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan misalnya; Rp/setiap kali kekurangan. Kadang-kadang biaya ini disebut juga biaya kesempatan (opportunity cost). Ada perbedaan pengertian antara biaya persediaan aktual yang dihitung secara akutansi dengan biaya
persediaan
kebijaksanaan
yang
persediaan.
digunakan Biaya
dalam
menentukan
persediaan
yang
diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel (incremental cost),
46
sedangkan biaya yang bersifat fixed seperti biaya pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehingga tidak perlu diperhitungkan.
2.4
Metode Perencanaan Kebutuhan Material Perencanaan Kebutuhan Barang atau terkenal dengan nama Material
Requirements Planning (MRP) merupakan kumpulan prosedur, aturan-aturan keputusan dan seperangkat mekanisme pencatatan yang berkaitan secara logis dan dirancang untuk menjabarkan suatu jadwal induk produksi (Master Plan) ke dalam kebutuhan setiap konsumen atau material yang dibutuhkan. MRP digunakan untuk mengelola persediaan, terutama untuk produkproduk yang independen. MRP menguraikan suatu produk secara hierarki mulai dari komponen dasar, subassembly, sampai menjadi barang jadi. Dengan demikian, akan barang jadi dapat diuraikan menjadi kebutuhan sub-sub assembly hingga kebutuhan komponen dasar. Struktur hierarki pembuatan suatu produk disebut Bagan Bahan (Bill of Material/BOM). Perencanaan
Kebutuhan
Material
(MRP)
mengakui
hubungan
(relationship) antara permintaan (demand) untuk produk akhir dan komponenkomponen yang digunakan untuk membuatnya. Hubungan tersebut digunakan untuk menentukan jumlah kuantitas yang harus diproduksi untuk setiap produk
47
akhir, komponen, dan sub-rakitan dalam satu periode. Pertanyaan dasar yang perlu dijadikan perhatian dalam merencanakan kebutuhan material adalah: 1. Kapan barang jadi akan diproduksi. 2. Komponen atau sub item apa yang dibutuhkan. 3. Berapa bayak komponen yang masih tersedia (inventory). 4. Berapa banyak komponen yang masih harus dipenuhi (kekurangan persediaan). 5. Kapan harus dilakukan pemesanan (berkaitan dengan lead time). MRP berfungsi untuk mengendalikan persediaan agar tetap berada pada tingkat minimum dan tetap dapat memenuhi permintaan pada saat dibutuhkan. MRP juga dapat menentukan dengan tepat jadwal pembuatan item-item pembentuk produk dilakukan.
2.4.1 Pengertian Material Requirement Planning (MRP) Untuk dapat mengatur suatu tingkat persediaan optimal yang dapat memenuhi kebutuhan akan bahan baku dan jumlah, mutu dan pada waktu yang tepat dengan jumlah biaya yang rendah maka diperlukan suatu sistem perencanaan yang tepat pula, sistem perencanaan yang tepat itu adalah Material Requirement Planning (MRP).
48
MRP adalah suatu pendekatan Perencanaan Kebutuhan Material yang mengabaikan prestasi sejarah, sebaliknya kepada tuntutan fabrikasi bagi keadaan lingkungan yang akan datang. Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventori untuk item-item dependent demand. Itemitem tersebut adalah bahan baku (raw material), subrakitan (subassemblies), rakitan (assemblies), bagian-bagian (parts) yang semuanya disebut manufacturing.
2.4.2 Tujuan Material Requirement Planning (MRP) Sistem MRP adalah suatu sistem yang bertujuan untuk menghasilkan informasi yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang dan penjadwalan ulang). Tindakan ini juga merupakan dasar untuk membuat keputusan baru mengenai pembelian atau produksi yang merupakan perbaikan atas keputusan yang telah dibuat sebelumnya. Ada empat kemungkinan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP, yaitu: 1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan” suatu pekerjaan harus diselesaikan atau “kapan” material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan pada Jadwal Induk Produksi.
49
2. Menentukan kebutuhan minimal untuk setiap item. Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen. 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat sendiri. 4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistik. Jika penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatasan atas suatu pesanan harus dilakukan.
50
Tujuan Material Requirement Planning (MRP) secara umum adalah: 1. Mengurangi persediaan (menentukan dengan tepat berapa jumlah bahan atau komponen yang dibutuhkan sesuai dengan permintaan jadwal induk produksi). 2. Meningkatkan rasa percaya konsumen (dengan adanya penyerahan produk pada waktu yang tepat, akan memberikan kepuasan bagi konsumen atau pelanggan).
2.4.3 Persyaratan Material Requirement Planning (MRP) Agar sistem Material Requirement Planning (MRP) dapat diterapkan mencapai hasil yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu: 1. Harus ada jadwal induk produksi (Master Production Schedule) suatu pernyataan yang menentukan jumlah hasil akhir yang akan diproduksi, serta kapan diproduksi. 2. Nomor-nomor dari persediaan harus ditetapkan dan harus unik (jangan sampai keliru dengan item lainnya). 3. Tersedianya catatan mengenai status dari semua item yang dikendalikan dengan sistem Material Requirement Planning (MRP).
51
4. Lead time bagi semua item sudah diketahui. 5. Tanggal yang dicantumkan dalam jadwal itu benar-benar menunjukkan tanggal fabrikasi akan dilaksanakan. 6. Jumlah item yang disebutkan untuk Material Requirement Planning (MRP) harus sama dengan yang akan dipakai untuk fabrikasi.
2.4.4 Input Material Requirement Planning (MRP) Ada tiga (3) masukan dalam Input Material Requirement Planning (MRP), yaitu: 1. Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule). 2. Struktur Produk (Product Structure Record & Bill of Material). 3. Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record).
2.4.4.1 Jadwal Induk Produksi Jadwal Induk Produksi merupakan rencana rinci tentang jumlah barang yang akan diproduksi pada beberapa satuan waktu dalam horizon perencanaan. Jadwal Induk Produksi merupakan optimasi ongkos dengan memperhatikan
52
kapasitas yang tersedia dalam ramalan permintaan untuk mencapai rencana produksi yang akan meminimalisasi total ongkos produksi dan persediaan.
2.4.4.2 Struktur Produk (Product Structure Record & Bill of Material) Setiap item dan komponen produk harus memiliki identifikasi yang jelas dan unik sehingga berguna pada saat komputerisasi. Hal ini dilakukan dengan membuat struktur produk dan bill of material tiap produk. Struktur produksi berisi informasi mengenai hubungan antar komponen dalam perakitan. Informasi ini penting dalam penentuan kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih suatu komponen. Lebih jauh lagi, struktur produk juga mengandung informasi tentang semua item, seperti nomor item, serta jumlah yang dibutuhkan pada setiap tahapan perakitan. Struktur produk ini dibagi menjadi beberapa level/tingkatan. Level 0 (nol) ialah tingkatan produk akhir. Level di bawahnya (level 1) merupakan subassembly yang jika dirakit akan menjadi produk akhir. Level di bawahnya lagi (level 2) merupakan tingkatan sub-sub assembly yang membentuk sub assembly jika dirakit. Untuk kemudahan modifikasi, item komponen yang sama sebaiknya ditempatkan pada level yang sama. Ini berarti level komponen yang berada di level lebih tinggi harus diturunkan ke level terendah dimana komponen tersebut digunakan.
53
2.4.4.3 Status Persediaan Sistem MRP didasarkan atas keakuratan data status persediaan yang dimiliki sehingga keputusan untuk membuat atau memesan barang pada suatu saat dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu tingkat persediaan komponen dan material harus selalu diamati. Jika terjadi perbedaan antara tingkat persediaan aktual dengan data persediaan dalam sistem komputer maka data persediaan dalam sistem komputer tersebut harus segera dimutakhirkan. MRP tidak mungkin dijalankan tanpa adanya catatan. Peramalan
Pesanan Pelanggan
Jadwal Induk Produksi
Catatan Keadaan Persediaan
Catatan Struktur Produk
Perencanaan Kebutuhan Material Gambar 2.4 Input Material Requirement Planning (MRP)
54
2.4.5 Output Material Requirement Planning (MRP) Keluaran MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari MRP, yaitu: 1. Jumlah kebutuhan material dan waktu pemesanan yang digunakan untuk memenuhi permintaan produk akhir yang sudah direncanakan dalam jadwal induk produksi. 2. Jadwal pembuatan komponen yang menyusun produk akhir. Dengan diketahuinya jumlah kebutuhan produk akhir maka MRP dapat menentukan secara tepat cara penjadwalan setiap komponen atau material sehingga biaya yang dikeluarkan minimum. 3. Pelaksanaan
rencana
pemesanan
yang
berarti
MRP
mampu
memberikan indikasi kapan pembatalan atas pesanan harus dilakukan melalui pembelian atau merupakan proses pembuatan yang dilakukan dipabrik sendiri. Penjadwalan ulang produksi atau pembatalan suatu jadwal produksi yang sudah direncanakan. Apabila kapasitas yang ada sudah tidak mampu memenuhi pesanan yang telah dijadwalkan pada waktu yang telah ditentukan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana ulang penjadwalan produksi.
55
Material Requirement Planning
Rencana Pemesanan
Pesanan Pembelian
Pesanan Kerja
Penjadwalan Ulang
Pembatalan Pesanan
Gambar 2.5 Output Material Requirement Planning (MRP)
2.4.6 Mekanisme MRP Pada dasarnya langkah-langkah atau mekanisme dalam teknik MRP sangat mudah dijalankan, dan perhitungan yang dilakukan dalam setiap langkah juga sangat sederhana. Langkah-langkah tersebut adalah:
Perhitungan kebutuhan bersih (net requirement, NR) dari kebutuhan kotor (gross requirement, GR) dengan memanfaatkan status persediaan; kegiatan ini disebut netting
Penentuan ukuran lot; kegiatan ini disebut lotting
Penentuan saat rilis order dengan memanfaatkan informasi mengenai lead time; kegiatan ini disebut sebagai offsetting atau time phasing
56
Penentuan kebutuhan kotor bagi komponen atau subrakit pada level di bawahnya dengan memanfaatkan struktur produk atau BOM; kegiatan ini disebut exploding.
2.4.7 Matriks MRP (MRP matrix atau disebut juga MRP chart) Perhitungan MRP biasanya dilakukan dengan menggunakan matriks MRP seperti yang diperlihatkan pada contoh matriks berikut:
Tabel 2.1 Matrix MRP
Perioda (minggu) 0
1
2
3
4
5
Gross requirements (GR) Scheduled receipts (SR) Projected on hand (POH) Net requirement (NR) Planned order receipts (PORec) Planned order release (PORel)
Pada contoh matriks MRP tersebut terlihat bahwa horison perencanaan terdiri dari 5 perioda. Perioda 0, atau disebut juga sebagai perioda past due (PD), menggambarkan saat sekarang (present time), dan perioda selanjutnya adalah perioda-perioda ke depan (future periods). Perioda dalam MRP disebut juga time bucket (yang merupakan interval penyediaan sejumlah produk jadi, subrakit atau
57
komponen yang dibutuhkan), dan biasanya dalam satuan mingguan (week). Terminologi yang digunakan pada sebuah matriks MRP dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gross requirements (GR) atau kebutuhan kotor adalah permintaan atau kebutuhan pada setiap perioda. Untuk item akhir (end item), yang tidak lain merupakan item independen, GR ini diambil (berasal) dari MPS; untuk komponen, yang bersifat dependen, GR diambil dari planned order release dari subrakit pada level persis di atasnya.
Scheduled receipts (SR) atau penerimaan terjadwal atau dikenal juga sebagai on-orders, open orders atau scheduled orders adalah order yang sudah dirilis pada horison perencanaan sebelumnya dan segera akan diterima.
Projected on hand (POH) atau persediaan pada akhir periode adalah jumlah barang yang tersedia dan bisa digunakan untuk memenuhi GR pada periode berikutnya. POH pada suatu perioda dihitung dengan menjumlahkan POH perioda sebelumnya dengan total penerimaan dikurangi oleh GR untuk perioda tersebut. Total penerimaan ini berasal dari SR dan rencana penerimaan (planned order receipts, PORec). Dengan demikian, penentuan POH pada suatu perioda t dapat dirumuskan sebagai berikut: POHt = POHt-1+SRt+PORect-GRt.
Net requirement (NR) atau kebutuhan bersih adalah perbedaan antara GR untuk perioda yang bersangkutan dengan hasil penjumlahan persediaan pengaman (safety stock, SS) dan SR pada perioda yang
58
bersangkutan, dan POH pada perioda sebelumnya; atau dapat ditulis sebagai NRt = GRt-(SS+SRt+ POHt-1). Karena NRt akan bernilai nol bila (SS+SRt+ POHt-1) melebihi GRt, maka NRt dapat ditulis sebagai NRt= max {0, GRt - (SS+SRt+ POHt-1)}.
Planned order receipts (PORec) adalah rencana penerimaan pada suatu perioda tertentu. PORec terjadi pada perioda yang sama dengan NR tetapi dengan jumlah unit yang dimodifikasi, yaitu sama dengan ukuran lot yang telah ditentukan. Perbedaan antara PORec dan SR terletak pada kepastian penerimaan order: PORec baru merupakan rencana penerimaan karena ordernya belum dirilis (masih sebagai rencana perilisan), tetapi SR adalah penerimaan yang lebih pasti karena ordernya sudah dirilis pada suatu perioda di dalam horisan perencanaan sebelumnya.
Planned order release (PORel) adalah rencana saat rilis order agar rencana pernerimaan dapat direalisasikan. PORel adalah sama dengan PORec yang ditempatkan pada perioda yang telah disesuaikan dengan lead time.
2.4.8 Teknik-Teknik Penentuan Ukuran Lot Size Perkembangan sekarang telah dirangsang oleh munculnya sistem Perencanaan Kebutuhan Material yang mengungkapkan permintaan untuk barang persediaan dengan cara rangkaian waktu yang pasti dengan menghitung dimensi waktu untuk kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih.
59
Pendekatan-pendekatan yang paling banyak dikenal untuk ukuran lot adalah sebagai berikut:
1. Fixed Order Quantity (FOQ) : Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan tetap karena keterbatasan akan fasilitas. Misalnya : kemampuan gudang, transportasi, kemampuan supplier dan pabrik. Jadi dalam menentukan ukuran lot berdasarkan intuisi atau pengalaman sebelumnya. 2. Lot for Lot (LFL)
: Pendekatan menggunakan konsep atas
dasar pesanan diskrit dengan pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan. 3. Least Unit Cost (LUC) : Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan ongkos pemesanan
ataupun
interval
unit
perkecil,
pemesanan
dimana dapat
jumlah
bervariasi.
Keputusan untuk pemesanan didasarkan :
ongkos perunit terkecil = ongkos pesan perunit + ongkos simpan perunit
4. Economic Order Quantity (EOQ) : Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut.
60
5. Period Order Quantity (POQ) : Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun. 6. Part Period Balancing (PPB) : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya. 7. Fixed Periode Requirment (FPR) : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan Periode tetap, dimana pesanan dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan tetapi dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada interval pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan. 8. Least Total Cost (LTC) : Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan di minimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horison perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan perunitnya hampir sama dengan ongkos pengadaannya/ unitnya.
ongkos total = ongkos simpan + ongkos pengadaan
61
9. Wagner Within (WW) : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian
masalah
ini
adalah
melekukan
minimasi
penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan berusahan agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan. 10. Silver Mean (SM) : Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan ongkos total per-perioda. Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut sebagai ukuran
lot
yang tentatif
(Bersifat sementara), penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lot tentatif terakhir yang ongkos total periodenya masih menurun.
62
2.4.9 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Tingkat
Kesulitan
dalam
Menerapkan Sistem MRP
Ada beberapa faktor yang menyulitkan praktisi dalam menerapkan sistem MRP. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Struktur Produk
Struktur produk merupakan sesuatu yang mutlak harus ada bila kita ingin menerpakan sistem MRP, tetapi struktur produk yang rumit dan banyak tingkat (multi level) akan membuat perhitungan semakin kompleks, terutama dalam proses eksplossioni.
2. Ukuran Lot
Beberapa teknik ukuran lot yang biasa dipakai adalah teknik FPR, L-4-L, FOQ, dan EOQ. Teknik-teknik tersebut akan memberikan hasil yang berbeda dalam ongkos total persediaannya, akan tetapi teknik L-4-L lebih sering digunakan karena paling sederhana.
3. Lead Time Berubah-ubah
Lead Time akan mempengaruhi proses offseting, sehingga jika lead time berubah-ubah maka offseting akan ikut berubah-ubah juga. Hal ini akan mengakibatkan jadwal kegiatan produksi akan menjadi tidak baik.