BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi Produksi, diartikan sebagai kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaat atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat serta kombinasi dari faedah- faedah tersebut di atas. Apabila terdapat suatu kegiatan yang dapat menimbulkan manfaat baru, atau mengadakan penambahan dari manfaat yang sudah ada, maka kegiatan tersebut akan disebut sebagai kegiatan prooduksi. Adapun manfaat atau kegunaan yang dihasilkannya, di dalam hal ini tidaklah menjadi persoalan. Berikut ini definisi manajemen produksi dan operasi menurut Sofjan Assauri (2008) adalah “ Manajemen Produksi dan operasi merupakan proses pencapaian dan pengutilisasian sumber-sumber daya untuk memproduksi atau menghasilkan barang-barang atau jasa yang berguna sebagai usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi”. Menurut
pendapat
Vincent
Gaspersz
(2012)
dalam
buku
production and inventory management adalah kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang rendah meningkatkan kualitas dan produktivitas dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang
5
mendorong
teknologi
untuk
melakukan
terobosan-terobosan
dan
penemuan-penemuan baru.
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011) manajemen operasi adalah serangkaian kegiatan yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output.
Jadi dengan melihat definisi-definisi pengertian manajemen produksi dan operasi diatas, maka disimpulkan
bahwa manajemen
produksi dan operasi merupakan kegiatan yang dapat menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan proses terkoordinir mulai dari tahap perencanaan, pengkoordinasian, pengarahan, pelaksanaan sampai dengan pengendalian dari sumber daya yang ada sehingga tercapai tujuan yang diinginkan oleh perusahaan secara efesien dan efektif. 2.2
Pengertian dan Tujuan Persediaan
2.2.1 Pengertian persediaan Adanya persediaan sangat menunjang kelancaran operasional perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar teliti dalam menangani persediaan. Beberapa penulis mengemukakan pengertian yang berbeda. Menurut Yolanda M Siagian (2007), pengertian persediaan adalah “Bahan atau barang yang disimpan untuk tujuan tertentu, antara lain untuk proses produksi, jika berupa bahan mentah maka akan diproses lebih lanjut, jika
6
berupa komponen (spare part) maka akan dijual kembali menjadi barang dagangan”. Dan menurut Freddy Rangkuti (2007), Persediaan merupakan salah satu unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinyu diperoleh, diubah, kemudian dijual kembali. Sedangkan Richardus Ek Indrajit dan Richardus Djokopranoto (2007) menyatakan “barang persediaan adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan ditata usahakan dalam buku perusahaan”. Dari beberapa pengertian persediaan tersebut diatas maka dapat di simpulkan bahwa persediaan adalah faktor utama dari modal kerja perusahaan yang selalu mengalami perputaran dan perubahan sehingga harus dikelola dengan baik. 2.2.2
Tujuan persediaan Usaha untuk menyediakan bahan baku yang cukup untuk proses produksi tentu saja harus ditempuh dengan melaksanakan pembelian bahan baku selama proses produksi berjalan. Tersedianya bahan baku yang cukup merupakan faktor penting guna menjamin kelancaran proses produksi. Persediaan bahan baku yang terlalu besar merupakan pemborosan serta membutuhkan biaya yang besar.
7
Disamping itu kualitas bahan baku
yang tersedia dapat
mempengaruhi kualitas hasil produksi. Oleh karena itu, perlu diadakan perencanaan dan pengawasan terhadap bahan baku tersebut mengenai waktu pemesanan, jumlah pemesanan maupun kualitas pemesanan. Maka menurut Freddy Rangkuti (2007) tujuan diadakan nya persediaan adalah : a. Untuk menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang. b. Menghilangkan risiko barang yang rusak. c. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan. d. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. e. Memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen. Selanjutnya Vincent Gaspersz (2012) mengemukakan, tujuan mengadakan persediaan adalah meminimumkan investasi dalam inventori, sementara masih memberikan tingkat pelayanan yang tinggi kepada pelanggan, pengamanan terhadap ketidakpastian, dan efesiensi dalam pembelian dan produksi. Dari keterangan di atas dapatlah dinyatakan bahwa tujuan dari persediaan adalah untuk menyediakan bahan baku yang cukup agar perusahaan tidak kehabisan persediaan dan proses produksi dapat berjalan
8
dengan lancar serta meminimumkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. 2.3
Jenis-jenis persediaan dan biaya-biaya yang ditimbulkannya Jenis persediaan pada setiap perusahaan tidak selalu sama, tergantung dari jenis usaha yang bersangkutan. Persediaan yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan berdasarkan fungsi, jenis, dan posisi barang itu didalam urutan pengerjaan produk. Menurut
Freddy
Rangkuti
(2007)
jenis-jenis
pengelolaan
persediaan terdiri atas : 2.3.1
Bacth Stock/Lot Size Inventory Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu. Persediaan ini timbul bila bahan atau barang yang dibeli, dikerjakan atau dibuat, atau diangkut dalam jumlah yang besar, sehingga barang-barang yang di peroleh lebih banyak dan cepat daripada penggunaan atau pengeluarannya, dan untuk sementara tercipta suatu persediaan.
9
Keuntungan yang diperoleh dengan adanya persediaan ini adalah : a. Potongan harga pada harga pembelian. b. Efesiensi produksi. c. Penghematan biaya angkutan. 2.3.2 Fluctuation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Jadi bila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan itu. 2.3.3 Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang meningkat. Anticipation stock dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sulitnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalannya proses produksi atau macetnya produksi.
10
Sedangkan menurut Yolanda M Siagian (2007), secara umum persediaan dapat dibedakan dalam beberapa jenis antara lain sebagai berikut : a. Persediaan bahan baku (raw material) atau yang disebut juga persediaan bahan mentah, yaitu bahan atau barang yang akan diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. Bahan mentah dapat digunakan pada proses produksi untuk pemasok yang berbeda. Meskipun demikian yang lebih disukai adalah dengan menghapus variabilitas pemasok dalam hal mutu, jumlah atau waktu pengiriman sehingga tidak diperlukan pemisahan. Artinya, pemasok akan memberikan bahan atau barang yang sama kesetiap pelanggannya. b. Persediaan dalam proses (work in process inventory), merupakan persediaan yang telah mengalami perubahan, tetapi belum selesai. WIP ini ada karena untuk membuat produk sehingga di perlukan waktu / siklus waktu. Pengurangan waktu siklus menyebabkan persediaan WIP pun berkurang. c. Supplies inventory atau persediaan barang pelengkap atau barang pembantu adalah persediaan yang berfungsi sebagai penunjang dalam proses operasi atau produksi agar berjalan lancar. Misalnya, spare part untuk pemeliharaan mesin-mesin, alat-alat kantor seperti kertas, tinta, dan pulpen.
11
d. Persediaan barang dagangan (marchendise inventory), merupakan persediaan yang akan dijual kembali sebagai barang dagangan. Misalnya persediaan radio tape pada perusahaan mobil, radio tape dibeli dari perusahaan lain yang akan dijual kembali bersamaan dengan mobil yang menjadi produk utamanya. e. Persediaan barang jadi (finishing good inventory) merupakan persediaan yang diperoleh dari hasil operasi atau produksi yang sudah selesai dan masih disimpan digudang perusahaan. Barang jadi dimasukkan kedalam persediaan, karena permintaan konsumen untuk jangka waktu tertentu mungkin tidak diketahui. Dalam hal cara penyediaan / pembelian terdapat dua alternatif yaitu : 1. Dibeli sekaligus jumlah seluruh kebutuhan tersebut dan kemudian kita simpan di gudang, sedangkan setiap dibutuhkan oleh proses produksi dapat diambil dari gudang. Dengan cara ini maka proses produksi lebih terjamin dalam arti sudah tersedia sejumlah besar bahan dasar untuk kebutuhan proses produksi yang cukup panjang. Akan tetapi dalam hal ini akan membawa konsekuensi bahwa perusahaan harus menanggung biaya persediaan atau bahwa perusahaan harus menanggung biaya persediaan atau paling tidak biaya penyimpangan yang tinggi. 2. Alternative yang kedua ialah berusaha memenuhi bahan dasar tersebut dengan membeli berkali-kali dalam jumlah yang kecil
12
dalam setiap kali pembelian. Cara ini tentu saja akan membawa kemungkinan terlambatnya bahan dasar. Apabila terjadi keadaan itu maka proses produksi dapat terganggu. Dalam hal ini perlu di rencanakan dengan cermat tentang cara penyediaannya. Menurut T Hani Handoko, biaya-biaya yang timbul akibat adanya persediaan bahan baku dapat digolongkan sebagai berikut: 1.
Biaya penyimpanan Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost) terdiri dari biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan perpriode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau ratarata persediaan semakin tinggi. Biaya – biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah: a.
Biaya
fasilitas–fasilitas
penyimpanan
(termasuk
penerangan, pemanas atau pendingin). b.
Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternative pendapatan atas dana
yang di investasikan dalam
persediaan. c.
Biaya keusangan.
d.
Biaya penghitungan fisik dan konsiliasi laporan.
13
e.
Biaya asuransi persediaan.
f.
Biaya pajak persediaan.
g.
Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan.
h.
Biaya penanganan persediaan dan sebagainya.
Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Untuk perusahaan-perusahaan manufakturing biasanya biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen (Freddy Rangkuti, 2007). 2.
Biaya pemesanan (pembelian) Setiap kali suatu bahan dipesan, perusahaan menanggung biaya
pemesanan (order cost atau procurement cost), biaya pemesanan secara terperinci meliputi : a. Pemprosesan pesanan dan biaya ekspedisi. b. Upah. c. Biaya telepon. d. Pengeluaran surat menyurat. e. Biaya pengepakan dan penimbunan. f. Biaya pemeriksaan penerimaan. g. Biaya pengiriman ke gudang. 14
Secara normal, biaya per pesanan (diluar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik bila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, bila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) adalah sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan. 3.
Biaya kehabisan atau kekurangan bahan. Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat
persediaan, biaya kekurangan bahan adalah yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut : a. Kehilangan penjualan b. Kehilangan langganan c. Biaya pemesanan khusus d. Biaya ekspedisi e. Selisih bunga f. Terganggunya operasi
15
Bila kekurangan bahan sulit diukur dalam praktek, terutama karena kenyataan bahwa biaya ini sering merupakan opportunity costs, yang sulit diperkirakan secara objektif. 2.4
Pengertian dan Tujuan Pengendalian Persediaan Bahan Baku
2.4.1 Pengertian Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan sangat penting artinya bagi proses produksi. Karena kegiatan ini menyangkut pengawasan terhadap persediaan bahan baku. Menurut Sofjan Assauri (2008), didalam bukunya yang berjudul “manajemen produksi
dan operasi”, mengatakan :
“Pengawasan
persediaan merupakan salah satu kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh kegiatan operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah kualitas maupun biayanya. Sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efesien”. Menurut
Vincent
Gaspersz
(2012)
Pengendalian
kualitas
merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari barang atau jasa yang dihasilkan, kemudian membandingkan hasil pengukuran dengan spesifikasi output yang
16
diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar. Jadi pengendalian persediaan selain menetapkan jumlah dan komposisi persediaan bahan baku yang efektif dan efesien, juga mencakup kegiatan pengadaan persediaan dalam jumlah dan komposisi yang sesuai dengan perencanaan produksi dan penjadwalan proses produksi dengan biaya yang serendah-rendahnya, sehingga proses produksi dapat berjalan lancar dan perusahaan dapat menyediakan produk yang dipesan oleh konsumen tepat pada waktunya. 2.4.2
Tujuan pengendalian persediaan Menurut Sofjan Assauri (2008), tujuan pengendalian atau pengawasan persediaan secara terperinci dapat dinyatakan sebagai usaha untuk : a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. b. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar. c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
17
Selanjutnya menurut Freddy Rangkuti (2007) tujuan pengendalian persediaan adalah : a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan. b. Supaya pembentukan persediaan stabil. c. Menghindari pembelian kecil-kecilan. d. Pemesanan yang ekonomis. Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pengendalian persediaan bahan baku adalah untuk menjamin terdapatnya persediaan bahan baku yang optimal dengan kualitas dan kuantitas yang tepat agar proses produksi dapat berjalan lancar dan biaya persediaan menjadi minimum serta menghasilkan pelayanan yang baik bagi para pelanggan. 2.5
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku. Dalam pengadaan persediaan bahan baku untuk kepentingan pelaksanaan proses produksi dari suatu perusahaan maka akan terdapat beberapa macam faktor yang akan mempunyai pengaruh terhadap persediaan bahan baku tersebut.
18
Adapun berbagai macam faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perkiraan Pemakaian Bahan Perusahaan harus menyusun perkiraan pemakaian bahan baku sebelum membeli bahan baku. Beberapa banyaknya jumlah unit bahan baku yang akan dipergunakan dalam proses produksi dapat diperkirakan oleh perusahaan dengan berdasarkan rencana produksi yang telah disusun dalam perusahaan. 2. Harga Bahan Baku Harga bahan baku merupakan salah satu factor penentu terhadap persediaan bahan baku, karena harga bahan menjadi faktor penentu besarnya dana yang harus disediakan oleh perusahaan.
Apabila
perusahaan
akan
menyelenggarakan
persediaan dalam jumlah unit tertentu. 3. Biaya – biaya Persediaan Didalam hubungannya dengan biaya-biaya persediaan, maka dikenal tiga macam biaya persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya persediaan.
19
4. Kebijaksanaan Pembelanjaan Kebijaksanaan pembelanjaan dalam perusahaan dapat mempengaruhi seluruh kebijaksanaan pembelian perusahaan. Demikian pula dalam penyelenggaraan persediaan bahan baku, berapa besarnya dana yang akan dialokasikan dalam persediaan akan dipengaruhi oleh kebijaksanaan pembelian yang dilaksanakan dalam perusahaan tersebut. 5. Pemakaian Bahan Baku Pemakaian bahan baku dalam periode-periode yang telah lalu untuk keperluan proses produksi akan dapat dipergunakan. Sebagai salah satu pertimbangan didalam penyelenggaraan bahan baku tersebut. Dengan diadakannya analisa secara teratur terhadap perkiraan pemakaian bahan baku dengan pemakaian senyatanya sehingga dapat diketahui penyerapan bahan baku tersebut di dalam perusahaan. 6. Waktu Tunggu (Lead time) Tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan bahan baku yang dipesan tersebut. Waktu tunggu sangat perlu diperhatikan karena berhubungan langsung dengan pengguna bahan baku. Apabila perusahaan dalam melaksanakan pemesanan
20
bahan baku tidak memperhitungkan waktu tunggu secara cermat, akan menyebabkan kekurangan bahan. 7. Persediaan Pengaman Untuk menanggulangi kehabisan bahan baku maka perusahaan akan mengadakan persediaan pengaman. Persediaan pengaman ini akan dipergunakan apabila terjadi kekurangan bahan baku atau keterlambatan datangnya bahan baku yang dibeli oleh perusahaan. 8. Model pembelian bahan baku Model pembelian bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan sangat menentukan besar dan kecilnya persediaan bahan baku yang diselenggarakan didalam perusahaan. 9. Pembelian kembali Didalam pelaksanaan pembelian kembali, perusahaan harus mempertimbangkan panjangnya waktu tunggu yang diperlukan dalam pembelian bahan baku tersebut. Dengan demikian pembelian kembali bahan baku harus dalam waktu yang tepat. Sehingga tidak akan terjadi kekurangan bahan baku karena keterlambatan kedatangan bahan baku.
21
2.6
Kebijakan Pengendalian Persediaan Penetapan kebijakan dalam pengendalian persediaan meliputi perhitungan-perhitungan yang ada dalam manajemen persediaan. Menurut Freddy Rangkuti (2008), perhitungan-perhitungan itu antara lain: 1. Economic Order Quantity 2. Persediaan penyelamat (safety stock) 3. Reorder point 4. Persediaan maksimum Adapun penjelasan dari perhitungan-perhitungan tersebut yaitu : 1. Economic Order Quantity (EOQ) Menurut Sofjan Assauri, yang dimaksud dengan EOQ adalah sebagai berikut : “EOQ adalah jumlah atau besarnya pesanan yang memiliki jumlah ordering cost dan carrying cost per tahun yang paling minimal”. Sedangkan menurut Bambang Rianto, definisi jumlah pemesanan yang ekonomis yaitu : “EOQ adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimum atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal”.
22
EOQ merupakan jumlah pesanan yang paling ekonomis untuk dilaksanakan oleh setiap perusahaan pada setiap kali pemesanan. Yang dimaksud dengan ekonomis ialah jumlah pemesanan yang disertai dengan jumlah biaya persediaan yang paling rendah atau minimum. Dalam penentuan jumlah pesanan yang ekonomis, menurut Sofjan Assauri ada tiga cara, yaitu : a. Tabular Approach Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis yang dilakukan dengan cara penyusunan suatu daftar atau tabel jumlah biaya per tahun, dimana jumlah pesanan yang mempunyai jumlah biaya yang paling minimum merupakan pesanan yang paling ekonomis. b. Graphical Approach Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis yang dilakukan dengan cara menggambarkan grafik-grafik carrying cost, ordering cost dan total cost dalam satu gambar, dimana sumbu horizontal merupakan jumlah pesanan per tahun dan sumbu vertical merupakan besarnya biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan total biaya. Dari gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa biaya pemesanan akan naik bila jumlah pemesanan banyak dan biaya penyimpanan akan naik bila jumlah pemesanan sedikit. Hal ini
23
dapat mengakibatkan total biaya persediaan menjadi tinggi. EOQ tercapai bila garis dari biaya pemesanan bersinggungan dengan biaya penyimpanan sehingga dapat meminimumkan total biaya persediaan. biaya
Total cost Ordering cost
Carrying cost 0
EOQ
Frekuensi Pemesanan(Q)
Gambar 2.1 Grafik hubungan antara Ordering Cost, Carrying Cost dan Total cost
c. Formula Approach Merupakan cara yang lebih tepat dalam menentukan jumlah pesanan yang ekonomis dengan informasi seperti kuantitas yang dibutuhkan, harga per unit, biaya penyimpanan dan biaya pemesanan sehingga dapat dihitung jumlah pesanan yang ekonomis.
24
Menurut T.Hani Handoko, beberapa kreteria yang harus dipenuhi dalam menetapkan besarnya persediaan dengan metode EOQ adalah : 1. Permintaan akan produk konstan, seragam dan diketahui 2. Harga per unit produk ialah konstan 3. Biaya penyimpanan per unit per tahun ialah konstan 4. Biaya pemesanan per pesanan ialah konstan 5. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang diterima (lead time) ialah konstan 6. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order. Kekurangan atau kelemahannya, yaitu penggunaan EOQ dalam pengendalian persediaan bahan baku dapat diterapkan untuk periode jangka panjang karena fluktuasi harga dalam jangka panjang yang tinggi, dimana fluktuasi harga yang tinggi tersebut dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan persediaan bahan baku dipasar. 2.
Persediaan Penyelamat (Safety Stock) Yang dimaksud dengan persediaan penyelamat (safety stock) menurut Sofjan Assauri adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out).
25
Menurut Vincent Gaspersz, persediaan penyelamat adalah untuk mencegah stock-out selama waktu menunggu pesanan inventori. Dengan adanya persediaan penyelamat ini maka proses produksi dapat berjalan terus walaupun persediaan bahan baku telah habis. Persediaan penyelamat dalam suatu perusahaan akan menambah besarnya persediaan bahan baku dan dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan bahan baku dalam perusahaan yang bersangkutan. Kemungkinan terjadinya stock out dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. Besarnya
persediaan
bahan
baku
dapat
ditentukan
dari
penyimpangan pemakaian persediaan bahan baku pada waktu yang lalu di bandingkan dengan perkiraan pemakaiannya. 3.
Reorder point Reorder point ialah suatu titik atau batas dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus dilakukan kembali terhadap bahan baku yang dibutuhkan dalam proses produksi. Maksud pemesanan kembali adalah agar pada saat pesanan tersebut datang. persediaan bahan baku masih berada diatas safety stock. Dengan demikian diharapkan kedatangan bahan baku telah melebihi lead time.
26
Menurut Bambang Riyanto, yang dimaksud dengan reorder point adalah titik dimana harus diadakan pemesanan lagi sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang dipesan itu adalah tepat waktu karena persediaan diatas safety stock sama dengan nol. Besarnya reorder point dapat ditentukan dengan cara : ROP = (lead time) x (pemakaian rata-rata per hari) + safety stock. 4
Persediaan Maksimum Menurut Sofjan Assauri “persediaan maksimum adalah merupakan jumlah persediaan yang paling besar atau tertinggi yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan”.
27
Penentuan
persediaan
maksimum
hendaknya
berdasarkan
pertimbangan ekonomis dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Persediaan maksimum = EOQ + Safety stock Biaya unit
EOQ
ROP SS
0 LT
Waktu
Gambar 2.2 Grafik hubungan antara EOQ, SS, ROP, dan Lead Time
2.7
Jumlah periode Pemesanan (Periodic Order Quantity) Periodic Order Quantity (POQ) digunakan untuk menentukan jumlah periode permintaan pemesanan persediaan bahan baku. POQ menggunakan logika yang sama dengan EOQ, tetapi mengubah jumlah pemesanan dalam unit menjadi jumlah periode pemesanan. Hasilnya adalah interval pemesanan tetap atau jumlah interval pemesanan tetap
28
dengan bilangan bulat, untuk menentukan jumlah pemesanan sistem POQ cukup dengan memproyeksi jumlah kebutuhan setiap periode. Sistem POQ adalah berdasarkan atas tinjauan periodik terhadap posisi persediaan. Penentuan kapan melakukan pemesanan dan berapa banyaknya yang harus dipesan tidak terikat pada permintaan melainkan pada tinjauan secara periodik. Dan untuk menentukan berapa banyak bahan baku yang dipesan dan kapan melakukan pemesanan maka digunakan metode Periodik Order Quality (POQ), yaitu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah periode permintaan pemesanan persediaan bahan baku dimana POQ mengubah jumlah pemesanan menjadi jumlah periode pemesanan. Menurut freddy Rangkuti besarnya POQ dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
2C RPh
POQ =
Dimana : POQ
= Interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C
= Biaya pemesanan per periode
R
= Harga atau biaya per kg
H
= Persentase biaya simpan per periode
29
Kelebihan pada metode POQ ini adalah mengurangi kemungkinan perusahaan kehabisan stock. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode pemesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan. persediaan diawasi dan setiap periode tertentu ditambah agar
persediaan tetap berada pada tingkat tertentu
seperti yang telah ditargetkan. Sedangkan kelemahan pada metode ini adalah penggunaan atau permintaan tahunan diasumsikan konstan atau continue, tetapi dalam prakteknya tidak konstan dan tidak continue. Ongkos-ongkos pemesanan dan penyimpanan bahan baku diasumsikan konstan dan diketahui secara akurat, tetapi dalam kenyataannya sulit dipenuhi. Ongkos-ongkos paling sering dinyatakan sebagai total atau rata-rata, bukan ongkos marginal, dalam praktek ongkos marginal lebih penting dalam memberikan informasi bagi pembuatan keputusan manajemen inventory. Pengisian diasumsikan untuk item tunggal, tetapi dalam kenyataannya banyak item inventory yang perlu diisi kembali. Pengisian kembali inventory diasumsikan
terjadi
dengan
segera,
tetapi
dalam
kenyataannya
membutuhkan waktu tunggu yang dapat bervariasi lamanya. Dalam pengendalian persediaan bahan baku dapat diterapkan untuk periode jangka panjang karena fluktuasi harga saham jangka panjang yang tinggi, dimana fluktuasi harga yang tinggi tersebut dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan persediaan bahan baku dipasar.
30
2.8
Persediaan Tepat Waktu (Just In Time) Model ini bertujuan untuk menghilangkan pemborosan dengan cara memproduksi suatu produk hanya dalam kuantitas yang diminta pelanggan. Model ini dapat menghemat biaya persediaan, dapat menetapkan letak pabrik yang lebih efektif dan efisien, dapat mengelmpokkan dan memberdayakan karyawan sesuai dengan bakat dan pengetahuannya, dan dapat mengadakan pengendalian mutu total, serta over head cost sangat mudah dilacak dan dibebankan kepada produk. Berdasarkan uraian diatas dapat didefenisikan bahwa kalkulasi biaya tepat waktu adalah pengorbanan sumberdaya untuk menciptakan output yang hanya diminta pelanggan yang didasarkan pada penghematan persediaan, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead lainnya. Para pemasok harus menyediakan material pada saat digunakan dalam proses produksi, jika tidak ada biaya persediaan material. Dengan model ini pemasok memegang peranan penting. Oleh sebab itu ia harus menjadi partner bisnis yang loyal. Perusahaan harus membina dan membantu pemasok, bukan menekan pemasok dengan harga yang rendah. Disamping itu perusahaan harus mengadakan kontrak pembelian jangka panjang dengan pemasok dengan harga yang fleksibel. Kualitas material dan ketepatan penyerahan adalah faktor utama. Harga dapat dinegosiasi dan saling menguntungkan. Dengan cara ini perusahaan hanya sedikit mempunyai pemasok.
31
Pekerja pabrik harus memiliki keterampilan yang beragam karena harus melayani berbagai macam alat kerja, tidak ada specialisasi dalam sistem JIT. Pekerja harus dilatih dan dididik jika alat kerja baru digunakan. Dengan demikian pekerja dituntut untuk terus menerus mengembangkan pengetahuannya
dan
meningkatkan
keterampilannya
berdasarkan
perkembangan alat kerja. Para pekerja harus mampu melayani semua kegiatan seluruh manufaktur mulai dari menata (set up) mesin, penyediaan bahan dekat proses produksi, pemeliharaan alat kerja, memeriksa kualitas dan melakukan kebersihan pabrik. Dengan model JIT, pekerja menjadi pekerja yang memiliki kreatifitas tinggi dan tanggung jawab besar, dampaknya pabrik bekerja efektif, efisien, produktif dan menguntungkan. Menurut Yolanda M Siagian (2007), Just In Time / JIT adalah operasi yang berperan sebagai alternative pada kegunaan persediaan untuk mencapai tujuan dari mendapatkan barang yang tepat pada tempat dan waktu yang tepat pula. Sistem kemitraan harus diciptakan tatkala pemasok dan pembeli bekerja sama dengan tujuan bersama, untuk menghilangkan kesia-siaan dan menurunkan biaya. Hubungan semacam ini penting demi kesuksesan JIT. Ada beberapa tujuan JIT yaitu : 1. Menghapus kegiatan-kegiatan tidak perlu. Misalnya dengan menghilangkan kegiatan pemeriksaan pada saat menerima dan mengirim pesanan, hal ini dapat dilakukan jika memiliki mitra
32
yang bertanggung jawab, sehingga tidak akan pernah memberi pesanan yang buruk. 2. Menghapus persediaan dalam pabrik, sesuai prinsip JIT, yaitu siap pada saat dibutuhkan pada tempat dan waktu yang ditentukan, sehingga tidak ada alasan untuk perusahaan memiliki persediaan, karena mitra atau pemasok siap setiap saat memenuhi pesanan. 3. Menghapus persediaan dalam pengalihan. Pemasok atau mitra bertanggung jawab atas persediaan sampai persediaan tersebut digunakan. Pemasok menagih berdasarkan tanda terima yang telah ditandatangani atau berdasarkan jumlah unit yang diangkut. Semakin pendek arus bahan baku pada garis proses produksi, semakin berkurang persediaan dalam pengalihan. 4. Menyingkirkan pemasok
yang buruk. Untuk mendapatkan
peningkatan mutu dan keadaan, penjual dan pembeli masingmasing saling mengerti dan percaya. Pengiriman yang dilakukan hanya pada saat dibutuhkan, dalam jumlah yang persis sesuai dengan kebutuhan, juga mengharuskan mutu yang sempurna atau yang dikenal zero defect, dan ini dapat dicapai jika pemasok maupun sistem pengirimannya berlangsung dengan baik. Selama proses produksi, setiap kali bahan baku ditahan, nilai bahan baku harus bertambah, dan setiap bahan baku bergerak harus pula ada penambahan nilai.
33
Kelebihan penggunaan metode JIT adalah : 1. Memiliki hubungan yang dekat dengan beberapa pemasok dan perusahaan angkutan. 2. Saluran informasi yang baik antara pembeli dan pemasok. 3. Produksi atau pembelian dan pengiriman barang dengan lebih sering dalam jumlah yang lebih kecil, sehingga menghasilkan tingkat persediaan yang minimal. 4. Eliminasi hal-hal yang tidak berguna pada seluruh pada seluruh saluran persediaan sehingga mengurangi biaya persediaan. 5. Meningkatnya pengendalian mutu. Kelemahan pada metode ini yang mungkin terjadi adalah : 1. Adanya kesalahan pada pemasok 2. Kesalahan
pada
operator,
yaitu
kesalahan
menerjemahkan
keinginan konsumen. 3. Kesalahfahaman manajer bahwa sasaran utama JIT adalah menekan
persediaan,
akibatnya
para
manajer
berupaya
meminimalkan persediaan tanpa memecahkan masalah-masalah terkait seperti dijelaskan dalam prinsip. Untuk menentukan jumlah persediaan JIT menurut Indra almahdy (2011) dapat menggunakan rumus Kanban, yaitu : 34
Banyanya kanban = Permintaan selama lead time + Persediaan pengaman Lot size (ukuran lot)
Ukuran lot (lot size) menurut Heizer dan Render (2011) dalam buku operations management dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
Q* =
2 DS H
Dimana : Q*
= Jumlah pesanan yang optimal
D
= Permintaan tahunan
S
= biaya pemesanan
H
= biaya penyimpanan per tahun
Dan permintaan selama lead time dapat ditentukan dengan rumus : Permintaan selama lead time = LT x Permintaan harian.
35