5
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Definisi Supply Chain Management Supply chain management adalah pengintengrasian aktivitas pengadaan
bahan dan pelayanan, pengubahan barang setengah jadi menjadi produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencangkup aktivitas pembelian dan outsourcing, ditambah fungsi penting lainnya bagi hubungan antara pemasok dengan distributor (Heizer dan Render, 2006)
2.2
Penanganan Bahan (Material Handling) Purnomo H. (2004) mengungkapkan penanganan bahan adalah seni dan
ilmu pengetahuan dari perpindahan, penyimpanan, perlindungan dan pengawasan material dan produk. Dengan tujuan utama dari perencanaan penanganan bahan adalah untuk mengurangi biaya produksi dan operasional.
2.3
Produksi Sofjan Assauri (2008) mengungkapkan produksi adalah suatu kegiatan
atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output). Dalam pengertian yang bersifat umum mencakup setiap proses yang mengubah masukan-masukan (inputs) dan menggunakan sumber-sumber daya untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs), yang berupa barang atau jasa. Pengertian produksi dan operasi dalam ekonomi adalah kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan menambah kegunaan atau
6
utilitas suatu barang atau jasa. Kegunaan atau utilitas dibedakan atas bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan. Terkait dalam pengertian produksi dan operasi adalah penambahan atau penciptaan kegunaan dan utilitas karena bentuk dan tempat, sehingga membutuhkan faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi terdiri atas tanah, modal, tenaga kerja, bahan, mesin, metode kerja, uang keterampilan manajerial (managerial skill) serta keterampilan teknis dan teknologi.
2.4
Sistem Produksi Menurut Nasution dan Prasteyawan (2008) sistem produksi merupakan
kumpulan dari sub sistem-sub sistem produksi yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi ouput produksi. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal dan informasi, sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut hasil sampinganya seperti limbah, informasi dan sebagainya. Sub sistem-sub sistem dari sistem produksi tersebut adalah perencanaan dan pengendalian produksi, pengendalian kualitas, penentuan standar-standar operasi, penentuan fasilitas produksi, perawatan fasilitas produksi dan penentuan harga pokok produksi. Sub sistem-sub sistem dari sistem produksi akan membentuk konfigurasi sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini akan tergantung dari produk yang dibuat serta bagaiman cara membuatnya (proses produksinya). Cara membuat produk tersebut dapat berupa “jenis” proses produksi menurut cara menghasilkan output, “operasi” dari pembuatan produk dan “variasi” produk yang dihasilkan
2.4.1
Sistem Produksi Menurut Proses Menghasilkan Output Proses produksi merupakan cara, metode dan teknik untuk menciptakan
atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumberdaya produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku dan uang) yang ada. Sistem produksi menurut proses menghasilkan output dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 1.
Proses produksi kontinyu (Continuous Process)
7
2.
Proses produksi terputus (Intermittent Process/Discrete System)
Perbedaan pokok antara kedua proses ini adalah lamanya waktu set up peralatan produksi. Proses kontinyu tidak memerlukan waktu set up yang lama karena proses ini memproduksi secara terus menerus untuk jenis produksi yang sama, misalkan pabrik susu instant Dancow. Sedangkan proses terputus memerlukan total waktu set up yang lebih lama karena proses ini memproduksi berbagai jenis spesifikasi barang sesuai pesanan. Sehingga adanya pergantian jenis barang yang diproduksi akan membutuhkan kegiatan set up yang berbeda. Contoh dari proses terputus antara lain adalah usaha perbengkelan. Jenis produksi ini akan mempengaruhi tata letak fasilitas dari peralatan produksi. Ada dua macam tata letak dasar yang dapat kita identifikasikan, yaitu tata letak berdasarkan produk (product layout) dan tata letak berdasarkan proses (process layout). Tata letak berdasarkan produk digunakan bila kita memproduksi satu jenis produk yang standar dan dibuat secara massal. Contoh dari tata letak berdasarkan produk adalah perakitan mobil. Tata letak berdasarkan proses sangat tepat digunakan untuk proses produksi terputus dimana aliran kerjanya tidak bersifat standar untuk semua output yang dihasilkan. Aliran kerja yang tidak standar ini terjadi dikarenakan variasi dari produk yang dihasilkan atau variasi produk dari satu tipe dasar yang digunakan. Tata letak berdasarkan proses biasanya terdapat pada pabrik yang bekerja dengan sistem operasi berdasarkan pesanan (MTO) dan sistem aliran operasi batch.
2.4.2
Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya Dilihat dari tujuan perusahaan melakukan operasinya dalam hubungan
untuk pemenuhan kebutuhan konsumen, maka sistem produksi dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : 1. ENGGINEERING TO ORDER (ETO), yaitu bila pemesan meminta produsen untuk membuat produk yang
dimulai
dari proses
perancangannya (rekayasa). 2. ASSEMBLY TO ORDER (ATO), yaitu bila produsen membuat desain standar, modul-modul operasinya standar yang sebelumnya merakit
8
suatu kombinasi tertentu dari modul-modul tersebut sesuai dengan pesanan konsumen. 3. MAKE TO ORDER (MTO), yaitu bila produsen menyelesaikan item akhirnya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut. 4. MAKE TO STOCK (MTS), yaitu bila produsen membuat item-item yang diselesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan sebelum peasana konsumen diterima. Item akhir tersebut baru akan dikirm dari sistem persediaannya setelah pesanan konsumen diterima.
2.5
Perencanaan Produksi Kegiatan perencanaan produksi dimulai dengan melakukan forecasting
(prakiraan) untuk mengetahui terlebih dahulu apa dan berapa yang perlu diproduksi bermaksud untuk memperkirakan permintaan akan barang-barang atau jasa-jasa perusahaan (Handoko, 2000).
2.6
Pengendalian Produksi Menurut Kusuma (1999), pengendalian produksi berkepentingan dengan
peramalan atau perkiraan keluaran, penentuan masukan yang dibutuhkan, serta perencanaan dan penjadwalan pengolahan bahan baku berdasarkan urutan produksi atau konversi yang dibutuhkan.
2.7
Manajemen Operasi Heizer dan Reinder (2006) mengungkapkan bahwa manajemen operasi
adalah kegiatan yang berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa melalui adanya pengubahan input menjadi output. Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi utama sebuah organisasi yang terkait dengan aspek bisnis lainnya.
2.8
Definisi Manajemen Logistik Logistik merupakan bagian dari proses rantai pasokan yang berfungsi
merencanakan, melaksanakan, mengontrol secara efektif, efisien proses pengadaan, penyimpanan barang, pelayanan dan pemberian informasi Mulai dari
9
awal hingga titik konsumsi, untuk memenuhi kebutuhan konsumen (The council of Logistic Management). Menurut Yossi Sheffi (2007), logistik sebagai manajemen aliran barang, informasi, uang dan ide melalui suatu proses rantai pasokan yang terorganisir dan melalui strategi tambahan dari tempat, periode dan pola nilai.
2.8.1
Aktivitas Manajemen Logistik Stock dan Lambert dalam Siagian (2005), menjelaskan aktivitas
manajemen logistik : 1.
Adanya input ke proses logistik, yang terdiri dari : a. Sumber daya alam (tanah, fasilitas dan peralatan) b. Sumber daya manusia c. Uang d. Informasi Input ini diwujudkan dalam rencana logistik yang kemudian dilaksanakan, diimplementasi dan dikontrol menjadi beberapa bentuk, baik sebagai bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang siap jual.
2.
Setelah terbentuk produk, untuk sampai ke konsumen dibutuhkan beberapa strategi yaitu dalam bentuk output logistik. Output ini terdiri dari : a. Keunggulan bersaing untuk organisasi sebagai hasil dari orienasi pasar dan kegiatan efisiensi dan efektivitas dari operasional. b. Kegunaan waktu dan tempat optimal. c. Pergerakan ke konsumen yang efisien, jika hal tersebut dapat diperoleh dapat menjadi aset bagi perusahaan dan konsumen akan loyal terhadap perusahaan. d. Citra perusahaan meningkat.
2.8.2
Pemasok Pemasok merupakan penyedia bahan baku untuk keperluan proses
produksi. Bahan baku tesebut dapat berupa bahan mentah, barang setengah jadi
10
dan barang jadi yang akan dikirimkan ke konsumen sebagai mata rantai terakhir. Perlu adanya kerjasama yang harmonis dengan pemasok, sehingga kebutuhan untuk proses produksi bisa terpenuhi dengan baik.
2.8.3
Kriteria Pemilihan Pemasok Memilih pemasok merupakan salah satu kegiatan strategis, terutama
apabila pemasok tersebut akan memasok barang yang kritis atau akan digunakan dalam jangka panjang sebagai pemasok penting. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pemasok meliputi (Wisner, et al.2005) : 1.
Product and process technologies (produk dan proses teknologi) Pemasok harus mempunyai teknologi yang selalu diperbaharui, sesuai dengan perkembangan zaman dan memiliki teknologi proses yang baik untuk memproduksi kebutuhan material yang diperlukan perusahaan.
2.
Willingness to share technologies and information (kesediaan berbagi teknologi dan informasi) Pemasok dapat membantu dalam merancang produk baru melalui keterlibatan pemasok untuk memastikan biaya dari pilihan rancangan, pengembangan solusi alternatif, memilih komponen dan teknologi terbaik, serta membantu dalam perancangan.
3. Quality (kualitas) Kualitas produk harus sesuai dengan standar yang dibutuhkan oleh perusahaan, karena berdampak langsung terhadap kualitas produk akhir. 4. Cost (biaya) Biaya-biaya
seperti,
harga
material
per-unit,
jangka
waktu
pembayaran, pemotongan harga, biaya pemesanan, biaya pengantaran, biaya perawatan dan biaya logistik. 5. Reliability (teruji) Keandalan terhadap tingkat kualitas dan keandalan dari karakteristik pemasok.
11
6. Order system and cycle times (Sistem pemesanan dan waktu siklus) Pemesanan dengan pemasok harus mudah, cepat dan efektif. Lead time pengiriman material harus pendek, sehingga lot size kecil dan dapat dipesan lebih sering untuk mengurangi biaya simpan untuk persediaan. 7. Capacity (kapasitas) Pemasok memliki kapasitas untuk memenuhi pesanan sesuai dengan permintaan, serta memiliki kemampuan untuk memenuhi pesanan besar. 8. Comunication capability (kemampuan komunikasi) Pemasok harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik, serta memiliki kemampuan untuk berkomunikasi yang bersifat dua arah. 9. Location (lokasi) Pemilihan terhadap lokasi pemasok berdampak terhadap pengiriman tepat waktu, transportasi dan biaya logistik. 10. Services (pelayanan) Pemasok memiliki back-up stock untuk produknya dan memberikan pelayanan yang baik ketika dibutuhkan.
2.9
Evaluasi Pemasok Mengembangkan hubungan baik dengan pemasok sebagai pihak penyedia
material yang dibutuhkan perusahaan dalam beroperasi adalah suatu bentuk tanggung jawab yang dilakukan oleh bagian pembelian. Tujuan hubungan dengan pemasok adalah menciptakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dari pemasok dengan inspeksi dan tindakan korektif yang minimum. Setelah hubungan pemasok dengan pembeli mulai terbangun, terdapat suatu hal penting untuk mengawasi dan menilai performa keseluruhan pemasok. Tujuan evaluasi pemasok adalah untuk meningkatkan hubungan dan pengendalian performa.
2.9.1
Tujuan dan Penggunaan Evaluasi Pemasok Evaluasi pemasok merupakan suatu penilian yang digunakan untuk
menentukan tingkat kemampuan pemasok dalam menyediakan material dengan
12
kualitas tertentu dan menghasilkan bukti pendukung untuk menerima produk pemasok tersebut. Tujuan evaluasi pemasok : 1. Menghasilkan pengukuran yang kuantitatf dan objektif terhadap kinerja pemasok. 2. Memberikan penilaian seimbang terhadap kinerja pemasok untuk seluruh kategori kebutuhan pembeli. 3. Mengidentifikasi hal-hal bermasalah untuk tindakan koreksi. Hasil evaluasi pemasok dapat digunakan sebagai : 1. Memberikan peringkat pemasok dari yang tertinggi sampai terendah, sehingga memudahkan pembeli menentukan dengan cepat pemasok yang lebih dipercaya untuk bisnis selanjutnya dan mengidentifikasi kandidat untuk kemitraan 2. Mengumumkan daftar pemasok yang kinerjanya belum baik, namun memiliki potensi untuk peningkatan kenirja. Jika peningkatan telah dicapai maka pemasok tersebut dapat dihilangkan dari daftar pemasok dengan kinerja yang belum baik.
2.10
Analytical Hierarchy Process Menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari
sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level, dimana level pertama adalah tujuan yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria dan seterusnya hingga level terakhir dari alternatif. Suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompok yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki, sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain, disebabkan : 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai dengan subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan
validitas
sampai
dengan
batas
toleransi
inkonsistensi pada setiap kriteria dan alternatif yang dipilh oleh pengambil keputusan.
13
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
2.10.1 Kelebihan Analytical Hierarchy Process Selayaknya sebuah metode analisis, AHP memiliki kelebihan dalam sistem analisisnya, kelebihan AHP yaitu : 1. Kesatuan (unity) Membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksible dan mudah dipahami. 2. Kompleksitas (complexity) Memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintergerasian secara deduktif. 3. Saling Ketergantungan (inter dependence) Dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier. 4. Struktur Hirarki (hierarchy structuring) Mewakili pemikiran ilmiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level yang berisi elemen serupa. 5. Pengukuran (measurement) Menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas. 6. Konsistensi (consistency) Mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas. 7. Sintesis (synthesis) Mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai nilai yang diinginkan untuk masing-masing alternatif.
2.10.2 Kelemahan Analytical Hierarchy Process Kelemahan dalam sistem analisisnya, yaitu :
14
1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama merupakan presepsi seorang ahli, sehingga melibatkan subyektifitas sang ahli. Model analisa ini menjadi tidak berati jika ahli tersebut memberika penilaian yang keliru. 2. Metode AHP hanya memberikan metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik, sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
2.11
Bullwhip Effect Menurut Pujawan (2010), distorsi informasi mengakibatkan pola
permintaan yang semakin fluktuatif ke arah hulu supply chain. Meningkatnya fluktuasi atau variabilitas permintaan dari hilir ke hulu suatu supply chain dinamakan bullwhip effect.
2.12
Struktur Rantai Pasok Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah sebagai berikut :
1. Rantai 1 adalah supplier. Jaringan bermula dari sini. Supplier merupakan sumber penyedian bahan pertama, rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, suku cadang. Jumlah supplier bisa banyak ataupun sedikit. 2. Rantai 1-2 adalah supplier pekerjaan
membuat,
manufacture. Manufaktur yang melakukan
mempabrikasi,
meng-assembling,
merakit,
mengkorvensikan, ataupun menyelesaikan barang. Hubungan konsep supplier partnering antara manufaktur dangan supplier mempunyai potensi yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan konsep ini, manufaktur sudah memiliki perjanjian atau kontrak dengan supplier sehingga terdapat kepastian harga produk dan kepastian kuantitas serta kualitas produk untuk diolah.
15
3. Rantai 1-2-3 adalah supplier
manufacture
distribustor. Barang yang
sudah jadi dari manufaktur diaslurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan. Cara yang umum dilakukan adalah melalui distributor dan biasanya ditempuh dengan supply chain. Barang yang bersal dari gudang pabrik disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar kemudian barang tersebut disalurkan kepada pengecer dalam jumlah yang lebih kecil. Pada umumnya, manufaktur sudah memiliki bagian distribusi di dalam perusahaannya sendiri, tapi ada juga yang menggunakan jasa distributor di luar perusahaannya. 4. Rantai 1-2-3-4 adalah supplier
manufacture
distribustor
retail.
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini bisa dilakukan penghematan dalam bentuk invetori dan biaya gudang. Penghematan tersebut dilakukan dengan cara mendesain kembali polapola pengiriman barang, baik dari gudang manufaktur maupun ke toko pengecer. 5. Rantai 1-2-3-4-5 adalah supplier
manufacture
distribustor
retail
.......pelanggan. Mata rantai pasok akan berhenti ketika barang tersebut tiba pada pemakai langsung.