BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Umum
Semenjak ditemukannya kabel fiber optic sebagai media transmisi yang handal dibandingkan dengan media transmisi yang lain, maka seiring dengan itu pula perkembangan teknologi transmisi yang mampu mengakomodasi kemampuan dari kabel fiber optic juga dikembangkan. Plesiochronous Digital Hirachy atau PDH merupakan system transmisi komunikasi pertama kali yang dikembangkan sebagai system transmisi untuk mengkomodasi kemampuan kabel fiber optic. Dalam perkembangannya sistem PDH tidak begitu sesuai untuk diaplikasikan sebagai sistem transmisi fiber optic. Kemudian dikembangkan teknik Synchronous Digital Hierarchy (SDH) yang mempunyai banyak kelebihan dibanding dengan sistem PDH sebagai pendahulunya. Perkembangan teknologi telekomunikasi yang berkembang cepat menghasilkan suatu teknologi yang membutuhkan kapasitas transmisi yang besar dan reliabilitas yang handal, sehingga mendorong dikembangkan teknik transmisi yang lain seperti Next Generation SDH dan WDM yang sampai saat ini telah diimplementasikan oleh provider telekomunikasi sebagai suatu teknik media transmisi untuk melayani para konsumennya.
2.2
Synchronous Digital Hierarchy (SDH)
Synchronous
Digital
Hierarchy (SDH)
adalah
sebuah sistem
Hierarki
pemultipleks’an dengan menggunakan teknologi pengiriman / transport digital yang berbasis transmisi sinkron. SDH merupakan sebuah standard internasional sistim transmisi data yang dikeluarkan oleh ITU-T dan didokumentasikan dalam standard ITU-T G.707, G708 dan G.709, merupakan sebuah sistem yang dikembangkan
untuk
menyempurnakan
kekurangan
dari
sistem
PDH
(Plesiochronous Digital Hierarchy) yang sudah dikembangkan terlebih dahulu sebagai sistem transmisi data. Pada saat ini sistem SDH adalah sistem yang banyak di pakai oleh operator / network provider telekomunikasi di Indonesia sebagai sistem transmisi fiber optic untuk long haul maupun short haul.
4
Secara umum system SDH menawarkan beberapa feature antara lain: Self-healing; yakni pengarahan ulang (rerouting) lalu lintas komunikasi secara otomatis tanpa interupsi layanan.
Service on demand; provisi yang cepat end-to-end customer services on demand.
Akses yang fleksibel; manajemen yang fleksibel dari berbagai lebarpita tetap ke tempat-tempat pelanggan. Beberapa keuntungan dari system SDH adalah: 1. Cost-effective, flexible telecommunications networking: Standard SDH merupakan prinsip dasar dari multiplexing sinyal sinkron secara langsung yang akan membawa pada cost effective and flexible telecommunications networking.misal seperti sinyal sinyal tributary bisa langsung dimultiplex kedalam sinyal SDH dengan rate yang lebih tinggi tanpa memerlukan tambahan tahap multiplexing. SDH network elements bisa di hubungkan secara langsung tanpa ada tambahan biaya dan peralatan yang akan menghemat biaya. 2. Advanced Network management and maintenance: Lebih dari 5% struktur sinyal SDH dialokasikan untuk mendukung management network dan prosedur pemeliharaan sehingga jaringan SDH menjadi efektif dan flexible. 3. Flexible signal transportation capabilities Pada saat ini hampir semua bentuk protocol sinyal telekomunikasi bisa dilewatksan dengan sinyal SDH, secara tidak langsung penggunaan sistem SDH akan menghasilkan sebuah system yang flexible yang tetap mampu melayani jaringan yang sudah ada terlebih dahulu. 4. Allows a single Telecommunication network infrastructure: Jaringan SDH mampu digunakan untuk long haul, interchange, metro atau jaringan local sehingga bisa menghasilkan sebuah jaringan yang hanya berbasis SDH yang saling terkait.
5
2.2.1 Synchronous transport Module – N (STM-N) Synchronous Transport Module level N (STM-N) adalah merupakan struktur modul transport sinkron level N pada hirarki SDH, STM-1 merupakan merupakan struktur frame terendah dengan rate terkecil yang mampu ditransmisikan oleh sistem SDH. Frame STM-1 terdiri 2430 byte yang secara umum bila di gambarkan secara 2 dimensi berisi 9 baris dan 270 kolom byte, setiap byte dalam satu frame mempunyai rate sebesar 64 Kbps dan dikirimkan dalam periode 125 µs. 270 9
261
3
RSOH
PAYLOAD
1
POINTER
5
MSOH
125 µs
Gambar 2.1 Struktur frame STM-1 Dengan menggabungkan byte per byte sinyal STM-1 maka akan dihasilkan sinyal STM-N, dimana besar bit rate dari sinyal STM-N merupakan kelipatan bilangan bulat bernilai eksak N x 155,52 M. Tabel 2.1 Standar rate SDH Level
Rate
STM-1
155,520 Mbps (155 Mbps)
STM-4
622,080 Mbps (620 Mbps)
STM-16
2488,320 Mbps (2,5 Gbps)
STM-64
9953,280 Mbps (10 Gbps)
Gambar 2.2 Struktur Frame STM-N 6
Frame STM-1 memiliki 3 bagian utama: 1. Overhead. Fungsi Overhead secara umum adalah: Turut serta dalam proses pembentukan frame Mengawasi proses transmisi sinyal informasi dari pengirim sampai penerima Error monitoring Melokalisasi terjadinya error Melakukan fungsi maintenance Melakukan fungsi controlling Terletak pada 9 kolom pertama frame SDH, berukuran 8 x 9 byte yang terdiri dari: a. RSOH ( Regenerate Section Overhead ) ~ Berukuran 3 x 9 byte ~ Pada kolom 1 sampai 9, baris 1 sampai 3 ~ berisi informasi tentang struktur frame yang diperlukan oleh terminal equipment ~ Sinkronisasi Frame ~ Byte Untuk Eror Checking b. MSOH ( Multiplexer Section Overhead ) ~ Berukuran 5 x 9 Byte ~ Pada kolom 1 sampai 9, baris 5 sampai 9 ~ Berhubungan dengan Multiplexing data
7
Tabel 2.2 Overhead STM-1
Tabel 2.3 Fungsi byte Overhead
2. Pointer. ~ Terletak pada baris ke-4, 9 kolom pertama frame SDH, Berukuran 1 x 9 byte ~ Digunakan untuk mengidentifikasi posisi byte pertama virtual container dalam frame STM ~ Memudahkan pengaturan jaringan secara tersentralisasi. ~ Memudahkan byte – byte informasi diambil dengan cepat tanpa proses demultiplex. 3. Payload ( informasi ) ~ Terletak pada baris 1 sampai 9, kolom 10 sampai 270 ~ Untuk memuat sinyal PDH mulai dari 2 Mbps sampai 140 Mbps
8
2.2.2 Proses Multiplexing SDH
Gambar 2.3 Multiplexing STM-N pada sistem SDH SDH merupakan hasil multiplexing dari sinyal PDH yang dimasukkan ke dalam container dengan tahapan multiplexing seperti pada gambar diatas. Struktur tahapan multiplexing SDH: 1. Container (C). Untuk menampung sinyal-sinyal tributary dari PDH Mengubahnya menjadi sinyal sinkron Kapasitas transmisi container selalu lebih besar dari sinyal tributary Digunakan teknik stuffing (penambahan Bit) berisi : - Payload - Justification Opportunity bits - Justification Control bits - Fixed stuff bytes/bits 2. Virtual Container (VC) Gabungan Antara Container dan POH (Path Overhead) Merupakan suatu struktur informasi yang tidak akan berubah - ubah selama
transmisinya ada dalam path tertentu 9
Dibedakan dalam dua tingkatan : 1. High Order Virtual Container (HO-VC) 2. Low Order Virtual Container (LO-VC) 3.
Tributary Unit (TU) Terdiri dari LO-VC dan pointer Merupakan bagian dari HO-VC Empat jenis TU: TU-11, TU-12,TU-2 & TU-3
4. Tributary Unit Group (TUG) Gabungan dari TU yang dimultipleks byte per byte 5. Administrative Unit (AU) Bagian dari frame STM-1 dimana posisi HO-VC bersifat fleksibel Dua jenis AU : AU-4 dan AU-3 6. Administrative Unit Group (AUG) Gabungan dari AU yang dimultipleks bersama – sama Gabungan antara AUG dan SOH membentuk frame STM-1 2.2.3 Mapping Containers ke STM-N
Gambar 2.4 Struktur Mapping container – 4 ke dalam STM - N
Sinyal Plesiochronous (PDH) akan di mapping kedalam container, kapasitas container selalu lebih besar daripada sinyal PDH yang akan dimapping ke dalam container. Untuk sinyal low order tributary akan dimapping ke dalam container11 (1,5 Mbps), Container -12 (2 Mbps) dan container-2 (6 Mbps/ 8 Mbps). 10
Sedangkan untuk High order tributary akan dimapping ke container-3 (34 Mbps/ 45 Mbps) dan container -4 (140 Mbps). Setiap container akan diberikan byte – byte tambahan untuk keperluan pengawasan dan identifikasi jenis container, kumpulan byte ini dinamakan Path Overhead (POH). Gabungan antara container dengan POH akan membentuk Virtual Container (VC). Bentuk dan format POH tergantung dari jenis container
Gambar 2.5 Bentuk dan format POH Virtual container dibedakan menjadi dua tingkatan yaitu high Order VC (VC3/4) yaitu Virtual Container yang langsung bisa disusun kedalam frame STM-1 dan Low Order VC (VC-11/12) yaitu Virtual Container yang harus disusun lagi kedalam Virtual container yang lebih tinggi tingkatannya. Sebelum disusun dalam frame STM-1, Virtual Container akan dimapping telebih dahulu kedalam Administrasi Unit (AU). ada 2 Jenis AU yaitu AU-4 dan AU-3. Dalam frame STM-1 bisa terdapat: 1 x AU-4 atau 3 x AU-3. Penempatan VC-3 bisa langsung dalam frame STM-1 melalui AU-3 atau melalui AU-4, dimana 3 buah VC-3 disusun kedalam satu VC-4. Administrasi Unit sendiri berisi Virtual Container dengan Administrasi Unit Pointer (AU-PTR) yang menunjukkan posisi byte pertama dari Virtual Container (J1) dari Virtual Container POH.
11
Gambar 2.6 Schematic diagram mapping c-3 ke frame STM-N
2.2.4 Model Layer Synchronous Digital Hierarchy Jaringan SDH dibagi menjadi beberapa layer yang langsung berhubungan dengan topologi jaringan. Layer terbawah adalah physical layer yang menggambarkan media transmisi, biasanya berupa fiber optik, radio link atau satelite link. Regenerator section adalah path antar regenerator, termasuk kedalam bagian ini adalah overhead RSOH (Regenerator Section Overhead) yang diperlukan untuk signaling pada layer ini. Kemudian diatasnya adalah Multiplex section termasuk didalam layer ini adalah overhead MSOH (Multiplex Section Overhead), pada layer ini mencakup link SDH antar multiplexer. Kemudian layer teratas adalah virtual container yang merupakan bagian dari proses mapping sinyal tributary kedalam frame SDH.
Gambar 2.7 Model Layer SDH
12
Gambar 2.8 Desain Path section SDH
2.2.5 Komponen Jaringan Synchronous Digital Hierachy 1. Add Drop Multiplexer (ADM) ~ Berfungsi untuk memultiplikasi sinyal – sinyal tributary PDH. ~
Suatu Add Drop Multiplexer dapat didrop dari jalur utama dan dikeluarkan
sebagai tributary output dan sinyal tributary yang telah
didrop dapat di masukkan ke trybutary yang lain untuk di transmisikan melalui jalu utama.
Gambar 2.9 Add Drop Multiplexer 2. Terminal Multiplexer (TM) ~ Berfungsi untuk memultiplikasi sinyal – sinyal tributary ke dalam sinyal SDH.
Gambar 2.10 Terminal Multiplexer
13
3. Digital Cross Connect (DXC) ~ Berfungsi untuk memultiplikasi sinyal – sinyal tributary dan melakukan switching tributary dengan bit rate yang berbeda – beda sesuai dengan arah yang dinginkan. ~ Contoh: Digital Cross Connect antara Jalur utama dengan jalur utama, jalur utama dengan tributary atau sebaliknya dan trybutary dengan trybutary.
Gambar 2.11 Digital Cross Connect 4. Fiber hub atau Regenerator (REG) ~ Berfungsi untuk meregenasi sinyal SDH yang datang.
Gambar 2.12 Fiber hub atau Regenerator 2.3
Topologi Jaringan SDH
Topologi jaringan SDH yang dapat diaplikasikan oleh sistem SDH antara lain: 1. Point to Point Konfigurasi point to point adalah bentuk dasar dari topologi jaringan. Topologi ini hanya terbatas untuk hubungan antar ke dua node yang keduanya mempunyai fungsi sebagai terminal.
Gambar 2.13 Point to Point 14
2. Bus Merupakan konfigurasi multipoint yang berarti bahwa ada lebih dari dua stasiun yang tersambung padamedia transmisi dan masing – masing dapat mengirimkan transmisi.
Gambar 2.14 BUS 3. Star Node tidak langsung berhubungan satu sama lain, tetapi komunikasi dilakukan melalui node pusat.
Gambar 2.15 STAR
4. Mesh Semua node pada jaringan Mesh saling terhubung satu sama lain. Keuntungannya walupun salah satu kabel mengalami gangguan / kerusakan, tetapi semua node dalam jaringan tersebut masih bisa berhubungan.
15
Gambar 2.16 Mesh topologi 5. Ring Semua node pada topologi ring terhubung secara lingkaran (ring).
Gambar 2.17 Ring topologi
2.4.
SDH Testing Aplication dan Error Performance Monitoring
Berbagai
jenis
pengetesan
sering
dikerjakan
pada
saat
instalasi
dan
commissioning pada sebuah jaringan SDH .Beberapa test yang sering dilakukan pada jaringan SDH ada beberapa yaitu: 1. Fiber-Path identification Adakalanya jaringan kabel optic pada sebuah operator telekomunikasi sering
dilakukan
penggantian,
relokasi
atau
penambahan
yang
mengakibatkan adanya perubahan interkoneksi. Jaringan yang ada semakin rumit dan komplek dari sebelumnya sehingga membuat pencarian core kabel yang tepat untuk interkoneksi akan semakin sulit. Maka test ini dilakukan dengan tujuan mencari core yang tepat dan untuk menghindari kesalahan pemilihan core untuk interkoneksi . 2. Continuity Test Merupakan test yang dikerjakan untuk memastikan bahwa jaringan sudah tersambung dari ujung – ke ujung (end to end connectivity) dan 16
menunjukkan bahwa setup/konfigurasi yang telah diimplementasikan pada jaringan telah berjalan dengan benar. 3. BER (Bit Error Rate) Testing Pengukuran BER diperlukan pada saat instalasi, commissioning maupun maintenance suatu jaringan komunikasi. Dengan pengukuran BER, Kondisi serta quality of service (QOS) jaringan akan diketahui. Informasi yang dihasilkan dari pengukuran BER adalah berapa jumlah bit error yang ada dari sejumlah bit yang dikirimkan kedalam jaringan. Sumber error Banyak factor yang bisa mempengaruhi error bit yang terjadi dalam sebuah system transmisi digital diantaranya : -
Jitter Jiiter menyebabkan perubahan clock timing receiver tidak sinkron dengan bit yang dikirimkan sehingga receiver salah dalam mengintepretasikan sinyal yang masuk, dimana pada saat itu seharusnya receiver tidak menerima sinyal bit dari transmitter.
-
Crosstalk Crosstalk sering terjadi pada saluran transmisi electrical, sedangkan pada saluran transmisi optikal sangat jarang terjadi atau mungkin malah tidak pernah terjadi.
-
Radiasi Oscillator Bisa menyebabkan kinerja switching atau clock mikroprosesor tidak berjalan sebagaiman mestinya, sehingga bit – bit yang diterima menjadi salah.
Beberapa contoh diatas adalah contoh sumber dari error yang menyebabkan BER, contoh sumber yang lain mungkin masih banyak. Besar nilai BER Pada saat ini besar nilai BER dituntut untuk sebesar 10 –12 atau lebih rendah. BER 10–12 artinya ada satu bit error tiap 1012 (1000Gb) bit yang sampai pada receiver. Besar BER menggambarkan probabilitas sebuah receiver salah dalam menerima bit, jadi BER 10–12 berarti bahwa setiap bit yang diterima receiver mempunyai probabilitas 10–12 mengalami error. Meskipun angka BER 10 –12 terlihat kecil, pada rate 10Gbps akan ada 1 bit error pada setiap 100 detik (1 menit 40 detik). Oleh karena itu, nilai BER 17
sekecil mungkin adalah suatu hal yang sangat penting, semakin banyak bit error yang diterima maka akan memperburuk kualitas suara dan data sehingga informasi yang dikirim tidak akan diterima dengan baik. Sebenarnya suatu hasil pengukuran BER bisa dikatakan diterima jika hasil pengukuran tersebut sesuai standard yang dipakai, dalam hal ini standard BER yang dipakai adalah ITU-T O.150 series. Standar ITU-T O.150 menyebutkan bahwa range hasil pengukuran BER berkisar antara 10 –3 sampai 10 –8, range ini lebih tinggi dari nilai yang diharapkan oleh service provider. Penyebab hasil yang ditetapkan oleh ITU-T sebesar itu karena standar tersebut dibuat pada saat jaringan telekomunikasi lebih banyak membawa traffic voice digital dibanding data traffic, tetapi sekarang traffic data lebih banyak dibanding traffic voice sehingga senitivitas jaringan terhadap error semakin tinggi. BER tester Dalam sebuah instrument BER tester biasanya terdiri dari pattern generator dan error counter, counter akan menghitung semua incoming bit kemudian membandingkan setiap bit yang diterima dengan reference pattern, dengan perhitungan error sebagai berikut:
Untuk melakukan pengukuran yang pertama kali dilakukan adalah mengirim bit pattern ke dalam system trasmisi yang sedang dites. Bit Pattern Panjang bit pattern yang digunakan untuk melakukan tes sebaiknya cukup sesuai dengan data rate perangkat yang sedang dites, karena jika bit pattern terlalu pendek random data yang dihasilkan oleh bit pattern akan berulang dengan cepat dan akan membuat clock perangkat tidak bisa menyesuaikan dengan panjang bit yang diterima.
Gambar 2.18 sliding window dari N bit 18
Pada gambar diatas memperlihatkan bagaimana Generator pattern sebuah BER tester membangkitkan bit pattern. Secara sederhana, pada gambar diatas menggunakan pattern 4 bit. Sebuah slididing windows 4 bit bergerak hingga 15 bit pattern dan menghasilkan combinasi 4 bit, kecuali 0000, dan berulang setelah 15 bit. Generator pattern akan mengeluarkan bit pattern secara serial.
19
Table 2.4 Bit patterns used for BER measurements in communications circuits
29–1 (511) 511 QRS (Note 211–1(2047) 211 QRS (2048)
ITU-T O.150 ANSI T1.510 ITU-T O.150 ANSI T1.510
Maximum number of zeroes 8 7 10 7
215–1 (32,767)
ATIS TR25
14
215–1 inverted (32,767) (Note 2)
ITU-T O.150
15
220–1 (1048575)
ITU-T O.150
19
220–1 QRSS (1048575) (Note 1)
ITU-T O.150
14
1.544 Mbits/s
223–1 (8388607)
ATIS TR25
22
34 Mbits/s, 45 Mbits/s, 139 Mbits/s, 155 Mbits/s, 622 Mbits/s, 2.4 Gbits/s, 10 Gbits/s
223–1 inverted (8388607)
TU-T O.150 and ANSI/IEEE 1007
23
34 Mbits/s, 45 Mbits/s, 139 Mbits/s, 155 Mbits/s, 622 Mbits/s, 2.4 Gbits/s, 10 Gbits/s
Pattern (length) of:
Specified in Standard
Commonly used to test circuit rates Up to 14.4 kbits/s 56 kbits/s 64 kbits/s, Nx64 kbits/s 56 kbits/s 1.544 Mbits/s, 2.048 Mbits/s, 34 Mbits/s, 45 Mbits/s 1.544 Mbits/s, 2.048 Mbits/s, 34 Mbits/s, 45 Mbits/s 34 Mbits/s, 45 Mbits/s, 139 Mbits/s
231–1 (2.147*109) 2.4 Gbits/s, 10 Gbits/s, 40 ITU-T O.151 30 (Note 3) Gbits/s 231–1 inverted 2.4 Gbits/s, 10 Gbits/s, 40 ITU-T O.150 31 9 (2.147*10 ) Gbits/s Notes: 1. QRS stands for "quasi-random signal" and QRSS stands for "quasi-random signal source." Both patterns find use in T1 (1.544 Mbits/s) electrical transmission systems. 2. 215–1, 223–1, and 231–1 use inverted patterns specified by the ITU-T; the BER tester inverts its output before transmitting the test pattern. Most modern test equipment offers all patterns in the normal and inverted formats, which accounts for the inclusion of the noninverted 231–1 pattern in the table. 3. For the higher bit rates (2.4 Gbits/s to 40 Gbits/s), the 231–1 pattern should be your first choice with the 231–1 pattern as second choice. The longer pattern repeats less often and causes fewer problems for the clock recovery and fiber-optic receive circuits. Tabel 2.4 memperlihatkan beberapa macam bit pattern, beserta standar dan circuit komunikasi yang dipakai. Bit pattern mengikuti format 2N–1, jadi jika ada pattern 29–1 akan berisi 511 kemungkinan combinasi 9 bit kecuali untuk logic 0 tidak masuk hitungan, urutan akan berulang jika generator pattern telah mengirim seluruh kemungkinan kombinasi. 20
Gambar 2.19. a) pengukuran BER End to End configuration. b) pengukuran BER loopback configuration Dua gambar konfigurasi pengukuran BER seperti diatas memunjukkan pada gambar a) generator pattern dan BER tester terletak pada lokasi yang berlainan sedang pada gambar b) generator pattern dan BER tester terletak pada lokasi yang sama tetapi pada sisi yang berlawanan, biasanya keduanya terletak pada satu instrument. 4. Error Sectionalization Sebuah tes prosedur yang dilakukan untuk mengetahui posisi tepat terjadinya kesalahan pada sebuah jaringan.
Gambar 2.20 Path section SDH
5.
Signal Auto Detection Sebuah tes yang dikerjakan untuk mengetahui jenis signal yang dilewatkan pada jaringan, tes ini biasanya dilakukan pada titik pertemuan antara 2 service provider sehingga diharapkan configurasi dan setup jaringan bisa dipercepat.
21
Gambar 2.21 Setup test Signal Auto Detection 6. Alarm & Error Processing SDH merupakan sebuah desain yang mampu melakukan
interkoneksi
perangkat dari berbagai vendor (Merk) tetapi yang sering menjadi masalah adalah interoperability product tidak pernah dicapai 100%. Oleh karena itu, diperlukan sebuah tes untuk mengetahui kemampuan jaringan untuk memproses dan mengirim error dan alarm. Tes ini biasanya dikerjakan disebuah laboratorium sebelum dilakukan deployment jaringan. 7. Round-Trip delay tes Sebuah tes yang digunakan untuk mengukur waktu yang diperlukan oleh sebuah sinyal sampai pada tujuan. Biasanya Round-Trip Delay tergantung pada 2 faktor yaitu: panjang link dan transit time ketika melalui berbagai network element sepanjang jaringan. Pengukuran Round Trip Delay sangat cocok bila dilakukan pada system yang memerlukan komunikasi interaktif dua arah seperti system telepon atau data dimana round trip time delay sangat berpengaruh pada throughput rate
Gambar 2.22 Round-Trip delay tes 8. Pointer Adjustment Tes Salah satu fitur yang paling ditonjolkan pada jaringan SDH adalah synchronisasi jaringan yang secara alami bisa dilakukan oleh jaringan
22
SDH. Jika sebuah jaringan SDH mengalami masalah sinkronisasi, maka byte – byte pointer selalu mencoba untuk melakukan kompensasi ( menyeimbangkan sinkronisasi), jika dalam proses tersebut byte – byte pointer tidak bisa menjaga pergerakan payload maka payload tersebut akan hilang atau error. Oleh karena itu sinkronisasi tes dapat dilakukan dengan cara menganalisis pergerakan pointer byte H pada overhead 9. Automatic Protection Switching (APS) APS merupakan sebuah feature pada SDH yang menawarkan proteksi pada traffic yang sedang berjalan jika terjadi kesalahan pada jaringan seperti misalnya fiber terputus atau kesalahan pada hardware. Feature ini selain diperlukan ketika terjadi kesalahan pada jaringan juga diperlukan ketika melakukan maintenance jarinngan dimana traffic harus dialihkan untuk sementara. Standard ITU-T G.841 menyatakan bahwa APS time yang diperlukan sebuah jaringan perchanel adalah 50 milisecond.
23
Gambar 2.23 Set-up Automatic Protection Switching
2.4.1 Error Performance Monitoring Error performance physical layer dari suatu perangkat komunikasi digital merupakan factor yang utama untuk mengetahui kualitas transmisi suatu jaringan. ITU-T telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk mengadopsi parameter dan tujuan dari pengukuran error performance. Rekomendasi tersebut antara lain G.821, G.826, G.828, G.829, G.8201, I. 356 dan M.21xx series.
a. Rekomendasi ITU-T G.821 Pada tahun 1980 ITU-T G.821 pertama kali digunakan, ITU-T G.821 menjelaskan bit error performance dari suatu koneksi ISDN international dengan bit rate 64 kbps. Pada tahun 1996 ITU-T G.821 telah mencapai versi ke-empatnya yang 24
secara teknis terjadi perubahan pada range bit rate yang digunakan karena telah diperlebar menjadi N x 64 kbps. Tiga basic event dan parameter ITU-T G.821, adapun event G.821 adalah sebagai berikut: 1. Error Second (ES) Tiap second / detik yang mengalami error 2. Severely Error Second (SES) Tiap second / detik yang mengalami error ratio lebih dari 10 -3 3. Degraded Minutes (DM) Setiap menit yang berisi error ratio lebih dari 10-6 Pada rekomendasi tersebut juga berlaku konsep Available dan Unavailable time. Time secara normal Available dan Unavailable Time dimulai ketika error ratio lebih dari 10-3 (mengalami SES) dalam 10 detik secara berurutan dan akan berhenti jika error ratio kurang dari 10 -3dalam 10 detik secara berurutan.
Gambar 2.24 Skema Available dan unavailable preiode Sedangkan parameter ITU-T G.821 adalah sebagai berikut: 1. Error Second Ratio (ESR) Yaitu rasio antara ES dengan total Second pada saat available second 2. Severely Error Second Ratio (SESR) Yaitu rasio antara SES dengan total Second pada saat available second
b. Rekomendasi ITU-T G.826 ITU-T G.826 merupakan rekomendasi yang berjudul “Error performance parameters objectives for international, constant digital path and connection bit rates”. Digital path pada ITU-T G.826 adalah sebuah system transmisi yang 25
dimiliki oleh sebuah jalur komunikasi yang menghubungkan antar digital distribution frame atau antar terminal equipment. Rekomendasi ini
bisa
diaplikasikan pada jaringan PDH, SDH atau jaringan transport lain seperti ATM. Mulai tahun 2002 ITU-T G.826 versi baru diperlebar aplikasinya pada semua digital path / connection termasuk dibawah primary rate, sedangkan penggunaan ITU-T G.821 dibatasi hanya untuk koneksi yang didesign sebelum 2002.
Gambar 2.25. Aplikasi rekomendasi G.826
ITU-T G.826 error Event: 1. Errored Block (EB) Satu block yang berisi satu atau lebih bit yang mengalami error 2. Errored Second (ES) Satu detik yang berisi 1 atau lebih error block atau paling tidak 1 defect yang terjadi 3. Severelly Errore Second (SES) Setiap detik yang berisi ≥30 % errored block atau satu atau lebih defect 4. Background Block Error (BBE) Errored block yang bukan bagian dari SES
Pada ITU-T G.826 menggunakan block monitoring system untuk memonitor error perangkat yang saat ini tertanam pada perangkat system transmisi. Satu block sendiri adalah satu set consecutive bit yang terdapat dalam jalur transmisi dan setiap bit merupakan bagian dari satu atau hanya satu block, consecutive bit sendiri mungkin tidak dalam waktu yang berdekatan. Beberapa event diatas akan diproses untuk mendapatkan parameter dibawah dan hanya dihitung pada saat Available time. seperti pada G.821 diatas. 26
Konsep Available dan unavailable
ITU-T G.826 error Parameter: 1. Errored Second Ratio (ESR) Rasio ES dengan total second pada saat available time. 2. Severely Errored Second Ratio (SESR) Ratio SES dengan total second pada saat available time. 3. Background Block Errored Ratio (BBER) Ratio BBE dengan total Block pada saat available time.
Anomalie dan Defect Anomalie merupakan penyebab Errored Second (ES) dan terjadi pada high data rate sedangkan Defect akan menyebabkan Severely errored Second (SES). Tabel 2.5 Anomali dan deffect
27
Tabel 2.6. End to End error performance objectives for a 27.500 km digital HRP
Gambar 2.26 Hypothetical Reference Path Pengalokasian error objective terhadap reference path dibagi menjadi dua yaitu national portion dan international portion. Setiap national portion dialokasikan fixed block allowance 17.5 % dan ditambah alokasi jarak 1 % per 500 km.
Tabel 2.7 Tabel perkalian jarak yang dihitung Distance
< 1000 km
1000 ≤ 1200
≥ 1200
Multiplier
1.5
1500 km fixed
1.25
Setiap international portion dialokasikan fixed block allowance 2 % per intermediate country ditambah 1 % per terminating country ditambah alokasi jarak 1% per 500 km seperti pada national portion, sehingga minimum total alokasi adalah 6 % dan menjadi 35 % jika menggunakan satellite link.
28
c. Rekomendasi ITU-T G.828 ITU-T G.828 mempunyai judul Error performance parameters and objective for international, constant bit rate synchronous digital path. ITU-T G.828 mempunyai dasar struktur yang sama dengan ITU-T G.826. Pada saat perumusan rekomendasi ITU-T G.828 ternyata ditemukan belum ada definisi yang sesuai mengenai SDH path dan reference path pada literature ITU. Oleh karena itu, pada rekomendasi G.828 didefinisikan sebagai berikut:
Hypothetical Reference Path (HRP) Adalah merupakan keseluruhan system transmisi digital dari suatu sinyal digital pada data rate tertentu yang mencakup Path Over Head (POH) antar perangkat dimana sinyal tersebut berasal dan diterminasi. SDH digital Path Adalah sebuah trail yang membawa sebuah SDH payload beserta overheadnya melalui layer transport network diantara path terminating equipment. Digital path bisa bidirectional atau unidirectional dan mungkin tergantung kesepakatan antara customer dengan operator jaringan.
ITU-T G.828 error Event: 1. Errored Block (EB) Satu block yang berisi satu atau lebih bit yang mengalami error 2. Errored Second (ES) Satu detik yang berisi 1 atau lebih error block atau paling tidak 1 defect yang terjadi 3. Severelly Errore Second (SES) Setiap detik ynga berisi ≥30 %errored block atau satu atau lebih defect 4. Background Block Error (BBE) Errored block yang bukan bagian dari SES 5.
Severely errored Period (SEP) Rangkaian antara 3 sampai 9 SES yang berurutan
29
ITU-T G.828 error Parameter: 1. Errored Second Ratio (ESR) Rasio ES dengan total second pada saat available time. 2. Severely Errored Second Ratio (SESR) Ratio SES dengan total second pada saat available time. 3. Background Block Errored Ratio (BBER) Ratio BBE dengan total Block pada saat available time. 4. Severely Errored Periode Intensity (SEPI) Jumlah SEP event pada saat available time dibagi dengan total available time.
Tandem Connection Monitoring Merupakan feature baru yang ada pada ITU-T G.828 yang juga merupakan feature yang ada pada SDH. System ini belum ada ketika G.826 dikembangkan. Sehingga dengan system baru ini list defect yang akan menghasilkan SES akan lebih banyak.
30
Tabel 2.8 Near end defect penyebab SES
Tabel 2.9 Far end defect penyebab SES
31
Tabel 2.10 End to end target value error performance per 27.500 km SDH HRP
d. Rekomendasi ITU-T G.829 Merupakan rekomendasi dengan judul “Error performance events for SDH multiplex and regenerator sections” yang disetujui pada maret tahun 2000 dan direvisi pada Desember tahun 2002. Secara kontras ada perbedaan dengan rekomendasi ITU-T G series yang telah disebutkan, G.829 tidak menyebutkan satupun nilai target yang akan dicapai. Pada Rekomendasi ini hanya mendeskripsikan error even pada suatu multiplex dan Regenerator section SDH. ITU-T G.829 juga mempunyai prisip dasar yang sama dalam memonitor block error dan mengijinkan pengukuran in-servis measurement. Oleh karena itu, rekomendasi ini mendefinisikan block size, jumlah block per SDH frame, jumlah block yang ditransmisikan per second dan error detection code (EDC) yangdipakai pada berbagai SDH bit rate sampai STM 64. Pendefinisian dari SES thresholds, antara lain dengan jumlah error block yang menyebabkan SES adalah merupakan bagian terbesar dari rekomendasi G.829. threshold tersebut diset 30 % dari Jumlah block yang dikirimkan setiap second. Table dibawah ini menunjukkan nilai pada Multiplex section SDH untuk bit rate STM-0 sampai STM-64.
Tabel 2.11 Alokasi threshold SES ITU-T G.829 Section Multiplex Section Regenator Section
STM-0 15% 10%
STM-1 15% 30% 32
STM-4 25% 30%
STM16 30% 30%
STM64 30% ND
Tabel 2.12 Block size, block per second dan EDC
Table 2.13 pengaplikasian rekomendasi ITU-T error performance
33