BAB II LANDASAN TEORI A. ETIKA BISNIS ISLAM 1. Pengertian Etika Bisnis Islam Etika tak lepas dari kata ethos dalam bahasa Yunani yang berarti kebiasaan atau karakter. Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang memuat keyakinan benar dan tidak sesuatu.1 Bisnis dalam Al-Quran dijelaskan melalui kata tijarah, yang mencakup dua makna yaitu yang pertama perniagaan secara umum yang mencakup perniagaan antara manusia dengan Allah, yang kedua perniagaan secara khusus artinya perdagangan ataupun jual beli antar manusia.2 Etika bisnis didefinisikan sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam arti lain etika bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma di mana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi, berperilaku dan berelasi guna mencapai tujuan bisnisnya dengan selamat.3 Islam menganut prinsip kebebasan terikat yaitu kebebasan berdasarkan keadilan, undang-undang agama dan etika. Di dalam peraturan perdagangan islami terdapat norma, etika, agama dan perikemanusiaan yang menjadi landasan pokok bagi pasar Islam yang bersih. Diantara norma itu adalah :
1
Faisal Badroen, Etika Bisnis Dalam Islam . (Jakarta : Kencana, 2015) hlm.5 Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta : Kencana, 2014)hlm.8 3 Faisal Badroen, Etika Bisnis Dalam Islam . . . hlm.15 2
17
18
a. Menegakan larangan memperdagangkan barang-barang yang diharamkan Norma pertama yang ditekankan Islam adalah larangan mengedarkan barang-barang haram, baik dengan cara membeli, menjual, memindahkan atau cara apa saja untuk peredaranya. b. Bersikap benar, amanah, dan jujur Bencana terbesar di dalam pasar saat ini adalah meluasnya tindakan dusta dan bathil, misalnya berbohong dalam mempromosikan barang dan menetapkan harga. Oleh sebab itu, salah satu karakter penjual yang terpenting dan diridhai oleh Allah ialah kebenaran. Didalam atsar (sunah), disebutkan bahwa ciri penjual yang lurus adalah “mereka adalah orang-orang yang jika menjual tidak memuji barang daganganya dan jika membeli tidak mencela barang belianya.” Allah menggambarkan orang mukmin yang beruntung dengan perkataanNya”
َوَٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ھُﻢۡ ِﻷَ َٰﻣ َٰﻨﺘِﮭِﻢۡ َوﻋَﮭۡ ِﺪھِﻢۡ َٰرﻋُﻮن (Al-Mukminun:8) : “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya dan janjinya)”. Maksud amanat adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain baik berupa harga atau upah. Dalam berdagang, dikenal istilah “menjual dengan amanat” seperti murabahah. Maksudnya penjual menjelaskan ciriciri, kualitas dan harga barang dagangan kepada pembeli tanpa melebihlebihkanya.4
4
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta : Gema Insani, 1997) hlm.192
19
Selain benar dan memegang amanat, seorang penjual harus berlaku jujur dilandasi keinginan agar orang lain mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan sebagaimana ia menginginkanya dengan cara menjelaskan cacat barang dagangan yang diketahui dan yang tidak terlihat oleh pembeli. Salah satu sikap curang adalah melipatgandakan harga terhadap orang yang tidak mengetahui harga pasaran. Penjual mengelabui pembeli dengan menetapkan harga di atas pasaran. Sebaliknya kalau membeli ia berusaha mendapatkan harga di bawah standar. c. Menegakan keadilan dan mengharamkan bunga Menurut Islam, adil merupakan norma paling utama dalam seluruh aspek perekonomian. Allah mencegah bai’ul gharar karena ketidaktahuan terhadap kondisi suatu barang itu merugikan satu pihak dan bisa menimbulkan tindakan zalim. Demikian pula dilarang mengadakan muamalah yang di dalamnya terdapat unsur penipuan. Sama halnya dengan larangan terhadap bai’ul mudthar (terpaksa). Menurut Imam Khitabi bai’il mudthar adalah suatu keadaan ketika seseorang terpaksa menjual barang miliknya karena terhimpit utang atau tertimpa musibah yang harus segera diatasi. Jika suatu jual beli terjadi karena alasan darurat seperti ini hukumnya sah namun tercela menurut agama. Alasanya karena di dalamnya terdapat unsur mengambil kesempatan dari orang yang terpaksa menjual barang miliknya, sebab pembeli akan mendapatkan harga di bawah standar. Diantara tanda keadilan adalah haramnya bermuamalah dengan riba. Alqur’an mengisyaratkan bahwa Allah dan Rasul-Nya memerangi pelakupelakunya. Karena riba adalah tindakan memakan harta orang lain tanpa jerih payah dan risiko, kemudahan yang diperoleh orang kaya di atas
20
kesedihan orang miskin serta merusak semangat manusia untuk bekerja mencari uang.5 Salah satu ciri keadilan adalah tidak memaksa manusia membeli barang dengan harga tertentu jika mekanisme pasar berjalan normal. Tidak boleh ada monopoli dan permainan harga. Jika sebagian barang melonjak harganya karena jumlahnya terbatas atau banyak permintaan maka sesuai hukum penawaran dan permintaan, pada saat itu pasar diserahkan pada keputusan yang adil dan wajar. Jika pasar dilanda penimbunan monopoli dan permainan terhadap butuhan manusia maka penetapan harga barang boleh dilakukan bahkan wajib. Sebab hal ini dalam rangka menegakan keadilan manusia yang dianjurkan oleh Allah. d. Menerapkan kasih sayang dan mengharamkan monopoli Islam mewajibkan mengasih sayangi manusia dan seorang penjual jangan hendaknya perhatian utamanya dan tujuan usahanya untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Islam ingin menegakan di bawah naungan norma pasar. Kemanusiaan yang besar menghormati yang kecil, yang kuat membantu yang lemah, yang bodoh belajar dari yang pintar dan manusia menentang kezaliman. Monopoli adalah menahan barang dari perputaran di pasar sehingga harganya naik, risikonya semakin fatal jika monopoli ini dilaksanakan secara berkelompok. Monopoli hanya mementingkan kemashlatan pribadi tanpa menghiraukan bahaya yang menimpa masyarakat. Ciri manusia egois adalah merasa tersiksa saat harga turun
dan senang saat harga naik. Praktik
monopoli bersumber dari egoisme dan kekerasan hati terhadap manusia. 5
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam . . . hlm.193
21
e. Menegakkan toleransi dan persaudaraan6 Salah satu moral terpuji ialah sikap toleran dan menjauhkan praktik eksploitasi. Tindakan eksploitasi banyak mewarnai dunia perdagangan. Salah satu etika yang harus dijaga adalah hak orang lain demi terpeliharanya persaudaraan. Saat berlangsung tawar-menawar antara penjual dan pembeli, pihak ketiga dilarang ikut melibatkan diri sebelum kedua belah pihak selesai dengan urusanya. f. Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju akhirat Salah satu moral yang juga tidak boleh dilupakan meskipun seorang muslim telah mendapatkan keuntungan jutaan dolar lewat perdagangan dan transaksi ia tidak lupa menegakan syariat agama. Imam Al-Ghazali berkata: “tidaklah pantas bagi pedagang memfokuskan pandanganya terhadap dunia dengan melupakan akhirat karena umurnya akan sia-sia dan transaksinya merugi.7 Barakallah adalah satu karunia yang tidak bisa dipantau. Ini adalah sebuah pertumbuhan yang tidak bisa dikalkulasi dengan hitungan dollar dan mata uang apa saja. Konsep tentang barakah ini meliputi semua spektrum perilaku manusia, ada tidaknya sebuah barakah amat tergantung pada benar tidaknya sebuah perilaku dan tindakan seseorang. Jadi semakin baik perilaku seseorang akan semakin bertambah barakah di dalamnya begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain perilaku yang baik akan selalu diberkati sedangkan tindakan jahat akan senantiasa mendapatkan petaka. Untuk lebih spesifik konsep barakah memberikan garansi akan kesuksesan
6
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam . . . hlm.194 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam . . . hlm.194
7
22
akhir dari sebuah pekerjaan dan perilaku yang benar, baik itu secara seketika atau dalam waktu yang lama. 8 Perilaku yang dilarang dalam Islam yaitu najasy. Najasy adalah perbuatan orang lain (bersekongkol dengan penjual atau tidak) yang sengaja menawar harga tinggi pada penjual dengan tujuan agar para pembeli tertarik membelinya dengan harga yang tinggi pula, sedangkan pelaku najasy itu sendiri tidak berniat membeli barang tersebut.9 2. Etika Rasulullah dalam Berbisnis Etika bisnis Islam telah diajarkan pada saat Nabi menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi sebagai penjual adalah selain dedikasi dan keuletanya juga memiliki sifat shiddiq, fathanah, amanah, dan tabligh. Ciri-ciri itu masih ditambah istiqamah yaitu sebagai berikut. 10 a. Shidiq Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai yang diajarkan Islam. Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-nilai kebaikan, meski menghadapi godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. b. Fathanah Fathanah berarti mengerti, memahami dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibanya. Sifat ini akan menimbulkan kreativitas dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yang bermanfaat.
8
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006) hlm.63 Muhammad & Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, (Yogyakarta : BPFE, 2005),hlm.214 10 Veitzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics Syaria Bukan Opsi tetapi Solusi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hlm.236 9
23
c. Amanah Amanah berarti tanggung jawab dalam melakukan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal. d. Tabligh Tabligh mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakann ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan seharihari.11 3. Prinsip-prinsip Etika Bisnis dalam Islam a. Jujur dalam Takaran Kejujuran merupakan sifat penting dalam berbisnis karena untuk membangun kerangka kepercayaan, seorang penjual harus mampu berbuat jujur atau adil baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain. Dalam islam, kejujuran dan kebenaran merupakan suatu hal yang sangat fundamental, yang harus dipraktikan dan dikembangkan dalam diri setiap individu muslim, dalam rangka untuk meningkatkan keuntungan dan mendorong meningkatkan kualitas produk serta pelayanan penjualan. Dalam dunia bisnis, sikap jujur adalah salah satu faktor yang menentukan kesuksesan para pelakunya. Bahkan sikap jujur menjadi faktor utama dalam membina hubungan dagang dengan siapapun dan kejujuran merupakan mata uang yang paling tinggi harganya. Tidak jarang penjual yang berhasil kemudian bangkrut dan hancur setelah kejujuran dikorbankan hanya untuk memperbesar keuntungan sesaat. Penipuan merupakan sumber kehancuran dan malapetaka ukhrawi. 11
Veitzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics Syaria Bukan Opsi tetapi Solusi . . . hlm.237
24
Rasul telah melarang semua bentuk penipuan transaksi. Penipuan atau kecurangan mungkin berbeda bentuk dan modelnya dari satu transaksi ke transaksi yang lain dan ajaran Islam bermaksud untuk melakukan pencegahan orang-orang yang terlibat transaksi untuk tercebur dalam penipuan dan kecurangan. Memberitahukan cacat yang ada di dalam barang, prinsip penting dalam etika bisnis yang demikian pembeli tidak terkecoh dengan membeli barang itu karena ketidaktahuanya.12 Rasul juga sangat menganjurkan bagi para penjual untuk bertindak secara jujur. Sifat amanah juga diposisikann pada urutan pertama ketika bermuamalah dan bertransaksi. b. Menjual Barang yang Baik Mutunya Salah satu cacat etis dalam perdagangan adalah tidak transaparan dalam hal mutu yang berarti mengabaikan tanggung jawab moral dalam dunia bisnis. Padahal tanggung jawab yang diharapkan adalah tanggung jawab yang berkeseimbangan antara memperoleh keuntungan dan memenuhi norma-norma dasar
masyarakat
baik
berupa
hukum
maupun
etika
atau
adat.
Menyembunyikan mutu sama halnya dengan berbuat curang dan bohong. Kebohongan akan menyebabkan ketidaktentraman, sebaliknya kejujuran akan melahirkan ketenangan.13 Mengejar keuntungan dengan menyembunyikan mutu identik dengan bersikap tidak adil. Bahkan secara tidak langsung telah mengadakan penindasan terhadap
12
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006) hlm.140 Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN-MalangPress, 2007),hlm.62 13
25
pembeli. Penindasan merupakan askpek negatif keadilan yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam karena penindasan merupakan kedzaliman.14 Sikap zalim ini menghilangkan sumber keberkahan, karena merugikan atau menipu orang lain yang di dalamnya terjadi eksploitasi hak-hak yang tidak dibenarkan dalam Islam. c. Dilarang Menggunakan Sumpah Seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari terutama di kalangan para penjual kelas bawah yang dikenal dengan obral sumpah. Mereka terlalu mudah menggunakan sumpah dengan maksud untuk meyakinkan pembeli bahwa barang daganganya benar-benar berkualitas dengan harapan agar orang terdorong untuk membelinya. d. Longgar dan bermurah hati15 Setiap penjual diharapkan bersikap ramah dan bermurah hati kepada setiap pembeli. Dengan sikap ini seorang penjual akan mendapat berkah dalam penjualan dan akan diminati oleh pembeli. Untuk mendapatkan simpati dan daya tarik langganan, para penjual harus bersikap sopan dan santun terhadap calon pembeli. Selain itu, para penjual juga harus bersikap sabar dan penuh keramahan dalam menghadapi pelanggan. Dengan sikap yang ramah tamah tersebut, berarti calon pembeli telah mendapat pelayanan yang baik dan telah menjadi bagian dari promosi dagang yang dilaksanakan sehingga mitra dagang akan semakin tertarik dan enggan untuk beralih ke penjual lain. Dengan kata lain, sikap sopan dan santun pada langganan pasti
14 15
mendatangkan berkah baik dalam bentuk fisik berupa
Hasan Aedy, Indahnya Ekonomi Islam,(Bandung: ALFABETA, 2007),hlm.60 Hasan Aedy, Indahnya Ekonomi Islam . . . hlm.61
26
keuntungan duniawi maupun dalam bentuk moril berupa keuntungan ukhrawi termasuk memelihara hubungan persaudaraan yang banyak dianjurkan dalam muamalah, bahkan bernilai ibadah di sisi Allah. Senyuman itu bagian dari sopan santun dan dapat bernilai sedekah.16 Senyum seorang penjual terhadap pembeli merupakan wujud refleksi dari sikap ramah yang meyejukan hati sehingga para pembeli akan merasa senang. Bahkan tidak mungkin pada akhirnya mereka akan menjadi pelanggan setia yang akan menguntungkan pengembangan bisnis di kemudian hari. Sebaliknya, jika penjual bersikap kurang ramah apalagi kasar dalam melayani pembeli, justru mereka akan melarikan diri dalam arti tidak akan mau kembali.17 e. Membangun Hubungan Baik (Interrelationship) Antarkolega Islam menekankan hubungan konstruktif dengan siapapun, inklud antar sesama pelaku dalam bisnis. Islam tidak menghendaki dominasi pelaku yang satu di atas yang lain, baik dalam bentuk monopoli, oligopoly maupun bentk-bentuk lain yang tidak mencerminkan rasa keadilan atau pemerataan pendapatan. Menurut ajaran Islam, dengan silaturrahim akan diraih hikmah yang dijanjikan yakni akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan umurnya bagi siapapun yang melakukanya. Ini berarti bahwa bagi pelaku bisnis yang sering melakukan silaturrahim
(interrelationship)
akan
berkembang
usaha
bisnis
yang
dilakukanya. Oleh karena dengan silaturrahim tersebut akan memperluas jarinan yang bisa dibangun dan semakin panjang, dalam arti akan dapat bertahan dan dapat berkembang.
16
Hasan Aedy, Indahnya Ekonomi Islam,(Bandung: ALFABETA, 2007),hlm.61-62 Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam . . . hlm.29-30
17
27
f. Menetapkan Harga dengan Transparan Menetapkan harga dengan terbuka dan wajar sangat dihormati dalam Islam agar tidak terjerumus dalam riba. Kendati dalam dunia bisnis kita tetap ingin memperoleh prestasi (keuntungan) namun hak pembeli tetap harus dihormati. Dalam arti penjual harus bersikap toleran tehadap kepentingan pembeli, terlepas apakah ia sebagai konsumen tetap maupun bebas (insidentil). Bukankah sikap toleran itu akan mendatangkan rahmat dari Allah.18
B. JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL 1. Pasar Dalam Ekonomi Islam Pasar diartikan sebagai tempat di mana pembeli dan penjual bertemu untuk mempertukarkan barang-barang mereka. Pasar merupakan fasilitas publik yang sangat vital bagi perekonomian suatu daerah. Selain sebagai urat nadi, pasar juga menjadi barometer bagi tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Setiap anggota masyarakat selalu mendambakan adanya ketentraman dan keseimbangan dalam kehidupanya. Salah satu instrumen yang dapat mewujudkanya yaitu transaksi perdagangan yang dilakukan atas dasar kejujuran serta terhindar dari penipuan dan kecurangan. Perbedaan antara pasar tradisional dengan pasar modern terlihat dari cara transaksinya. Di pasar tradisional masih bisa dilakukan tawar menawar, sedangkan di pasar modern tidak bisa dilakukan tawar menawar. Fasilitas tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan tradisional atau modernya sebuah pasar. Artinya bila sebuah pasar dengan fasilitas yang serba modern tapi masih terdapat tawarmenawar maka pasar tersebut dapat dikategorikan sebagai pasar tradisional. 18
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam . . . ,hlm.31
28
Penjual yang berjualan di pasar tradisional kebanyakan adalah wanita, cara berjualan mereka pun sederhana tanpa menggunakan strategi marketing modern. Penjual tradisional selalu mengatakan untungnya sedikit apabila ada pembeli yang menawar daganganya dengan harga murah. Beberapa kecurangan dalam transaksi perdagangan terjadi dalam pasar, seperti curang dalam timbangan atau takaran. Kecurangan-kecurangan dalam transaksi perdagangan dan ketidakberaturan kondisi pasar semestinya tidak terjadi karena dilarang oleh islam. 19 Mekanisme pasar dibangun atas dasar kebebasan yaitu kebebasan individu untuk melakukan transaksi barang dan jasa sesuai dengan yang ia sukai. Ibn Taimiyah menempatkan kebebasan pada tempat yang tinggi bagi individu dalam kegiatan ekonomi, walaupun beliau juga memberikan batasan-batasanya. Batasan yang dimaksud adalah tidak bertentangan dengan syariah Islam dan tidak menimbulkan kerugian, baik bagi diri sendiri maupun orang lain sehingga tidak terjadi konflik kepentingan. Ajaran Islam memberikan tempat yang tinggi kepada kebebasan individu tetapi dibatasi oleh nilai-nilai syariah Islam. Batasan yang dimaksud adalah syariah Islam dan harmoni kepentingan individu dan sosial. Islam juga menekankan pada aspek tolong menolong dan bekerja sama antar sesama manusia. Oleh karena itu, konsepsi kebebasan dalam Islam lebih mengarah kepada kerjasama bukan persaingan apalagi saling mematikan usaha antara satu dengan yang lain. Kalaupun ada persaingan dalam usaha maka itu berartu persaingan dalam berbuat kebaikan. 20
19
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007) hlm.143 Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam . . . hlm.225
20
29
Sirkulasi dalam Islam sangat fleksibel berada dengan ciri sosialis yang menolak kebebasan pasar dan tidak sama dengan sistem kapitalis yang menganut pasar bebas. Dalam sistem kapitalis, yang kuat memeras yang lemah, yang cerdik menipu yang bodoh. Sementara Islam selalu berpegang pada asas kebebasan dalam tatanan muamalah, termasuk dalam aktivitas pasar. Manusia bebas membeli, menjual, serta tukar menukar barang dan jasa. Mereka menawarkan dan menjual barang miliknya dan membeli barang kebutuhanya. 2. Tawar Menawar dalam Jual Beli Secara terminologi fiqh, jual beli disebut dengan al-ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut Hanafiah, jual beli secara definitif yaitu tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah bahwa jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan. Menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ba’i adalah jual beli antara benda dan benda atau pertukaran antara benda dengan uang. Pada intinya jual beli adalah tukar menukar barang. Syarat-syarat jual beli (QS Al-Nisa : 29)
ًِﻻ أَن ﺗَﻜُﻮنَ ﺗِ َٰﺠ َﺮة ٓ ٰ ٓﯾَﺄَﯾﱡﮭَﺎ ٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ءَا َﻣﻨُﻮ ْا َﻻ ﺗَ ۡﺄ ُﻛﻠُﻮٓ ْا أَﻣۡ َٰﻮﻟَﻜُﻢ ﺑَﯿۡ ﻨَﻜُﻢ ﺑِﭑﻟۡ َٰﺒ ِﻄ ِﻞ إ ﱠ ﻛَﺎنَ ﺑِﻜُﻢۡ َر ِﺣﯿﻤٗ ﺎ
ﻋَﻦ ﺗَﺮَاضٖ ﻣﱢﻨﻜ ُۡۚﻢ و ََﻻ ﺗَﻘۡ ﺘُﻠُﻮٓ ْا أَﻧﻔُ َﺴﻜ ُۡۚﻢ إِنﱠ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
30
sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu”..21 Rukun jual beli ada tiga, yaitu : 1) Pelaku transaksi (akid) yaitu penjual dan pembeli 2) Objek transaksi (ma’qud ‘alaih), yaitu harga dan barang 3) Akad (sighat), yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua belah pihak yang menunjukan mereka sedang melakukan transaksi, baik tindakan itu berbentuk kata-kata maupun perbuatan. Ada dua bentuk akad, yaitu : 1) Akad dengan kata-kata, dinamakan juga dengan ijab qabul. Ijab yaitu kata-kata yang diucapkan terdahulu sedangkan qabul adalah kata-kata yang diucapkan kemudian (yang menyatakan setuju) 2) Akad dengan perbuatan, dinamakan juga dengan mu’athah.22 Ijab dan qabul merupakan ucapan atau tindakan yang mencerminkan kerelaan dan keridaan kedua pihak untuk melakukan kontrak/kesepakatan. Akad yang dilakukan harus berpijak pada diskursus yang dibenarkan oleh syara’. Sebuah transaksi akan dikatakan sebagai akad jika memang ia terbentuk atas dua kehendak atau lebih.23 Menurut Hanafiah ijab adalah ungkapan yang pertama kali dilontarkan oleh salah satu pihak yang akan melakukan akad, dimana ia menunjukan maksud/kehendak dengan penuh kerelaan, baik datangnya dari pihak penjual atau pembeli. Qabul adalah sebaliknya. Untuk menetapkan itu ijab atau qabul sangat
21
Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2011).
Hlm.12 22
Mardani, fiqh ekonomi syariah: fiqh muamalah (Jakarta : Kencana, 2013) hlm.102 Dimyaiddin Djuaini, Pengantar Fiqh Muamalah, cet 3 (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2015), hlm.48
23
31
bergantung pada awal lahirnya ungkapan tersebut, tidak memandang siapa yang mengungkapkannya. Dalam ijab qabul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi. Ulama fiqh menuliskanya sebagai berikut : 1) Adanya kejelasan maksud dari kedua pihak. Dalam arti, ijab qabul yang dilakukan harus bisa mengekspresikan tujuan dan maksud keduanya. Penjual mampu memahami apa yang diinginkan oleh pembeli dan sebaliknya. 2) Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul. Terdapat kesesuaian antara ijab dan qabul dalam hal objek transaksi ataupun harga. Artinya terdapat kesamaan diantara keduaya tentang kesepakatan, maksud dan objek transaksi. 3) Adanya pertemuan ijab dan qabul. Yang terpenting kedua pihak mampu mendengarkan maksud masing-masing apakah akan menetapkan kesepakatan atau menolaknya 4) Satu majlis akad, bisa diartikan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan kedua pihak untuk membuat kesepakatan atau pertemuan pembicaraan dalam satu objek transaksi.24
3. Penentuan Harga dalam Jual Beli Di pasar, harga barang ditentukan dan diseragamkan sesuai prinsip ard wa ta’ab (supply and demand) dengan tetap memantau pengaruh luar. Kesehatan pasar sangat tergantung pada mekanisme pasar yang mampu menciptakan tingkat harga yang seimbang yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat.
24
Dimyaiddin Djuaini, Pengantar Fiqh Muamalah. . . hlm 55
32
Harga dalam bahasa Inggris dikenal dengan price, sedangkan dalam bahasa arab berasal dari kata tsaman atau si’ru yakni nilai sesuatu dan harga yang terjadi atas dasar suka sama suka (an-taradin) pemakaian kata tsaman lebih umum daripada qimah yang menunjukan harga ril yang disepakati. Sedangkan si’ru adalah harga ditetapkan untuk barang dagangan. Harga adalah perwujudan nilai suatu barang atau jasa dalam satuan uang, harga merupakan nilai yang diberikan pada apa yang dipertukarkan. Harga bisa juga bearti kekuatan membeli untuk mencapai kepuasan dan manfaat. 25 Ibnu Taimiyah menyajikan konsep harga setara (tsaman mitsl) yang didefinisikan sebagai harga yang ditentukan oleh kekuatan pasar dalam struktur pasar yang kompetitif tanpa paksaan, penipuan, perilaku monopoli, penimbunan dan praktik korupsi lainya, dengan harga yang memuaskan diterima kedua pihak yang bertransaksi. Ibnu Taimiyah juga sangat menentang diskriminasi harga untuk pembeli atau penjual yang tidak tahu harga sebenarnya yang berlaku di pasar. Ia menyatakan “seorang penjual tidak dibolehkan menetapkan harga di atas harga biasa, harga yang tidak umum di dalam masyarakat, tetapi harus menjualnya pada tingkat harga yang umum (al-qimah al-mu”tadah) atau mendekatinya.26
25
Rozalinda. Ekonomi Islam, cet 2, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), hlm.158 Rozalinda. Ekonomi Islam, cet 2 . . . hlm. 162
26